Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah koreksi Penghasilan Netto Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009 sebesar (Rp313.062.960.459,00), yang terdiri dari:
A |
Koreksi Positif Biaya Pemeliharaan Menara Telekomunikasi / Tower sebesar |
Rp 21.138.713.696,00 |
B |
Koreksi Negatif Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar |
(Rp 334.201.674.155,00) |
|
Total |
(Rp 313.062.960.459,00) |
yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
bahwa pembahasan mengenai pokok sengketa di atas adalah sebagai berikut:
A. Koreksi Positif Biaya Pemeliharaan Menara Telekomunikasi/ Tower sebesar 138.713.696,00;cob
bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor LAP-259/WPJ.19/KP.0205/2014 tanggal 30 Juni 2014 dilaporkan bahwa koreksi biaya pemeliharaan tower mengacu pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000. Biaya Pemeliharaan Tower tersebut terkait dengan biaya yang berkaitan dengan penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final;
bahwa perhitungan biaya yang dikoreksi dilakukan secara proporsional antara aktiva yang terjual dengan yang tidak terjual
1. |
Harga perolehan aktiva yang terjual |
Rp |
518.363.843.368,00 |
2. |
Harga perolehan aktiva yang belum terjual |
Rp |
5.904.960.339.628,00 |
3. |
Total Harga perolehan aktiva |
Rp |
6.423.324.182.996,00 |
4. |
Persentase a/c (%) |
|
8,07 % |
5. |
Biaya Pemeliharaan Tower |
Rp |
261.941.130.000,00 |
6. |
Koreksi biaya (d*e) |
Rp |
21.138.713.696,00 |
bahwa sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 diatur bahwa biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final tidak boleh dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak;
bahwa dalam proses pemeriksaan, Pemohon Banding dikoreksi biaya pemeliharaannya sebesar Rp21.138.713.696,00 bukan merupakan koreksi biaya yang terkait dengan penjualan menara PPh-nya dikenakan PPh Final;
bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak, koreksi biaya pemeliharaan tidak disebabkan karena biaya yang terkait dengan penghasilan final, namun dihitung berdasarkan prosentase aktiva yang terjual dan yang tidak/belum terjual. Koreksi pemeriksa hanya dilakukan atas biaya pemeliharaan atas aktiva menara yang telah dijual oleh Wajib Pajak, mengingat seharusnya biaya tersebut tidak lagi menjadi beban Wajib Pajak. Sesuai dengan perjanjian TTA (Tower Transfer Agreement), aktiva yang dijual adalah aktiva berupa menara. Sedangkan biaya pemeliharaan atas aktiva termasuk yang tidak dijual oleh Wajib Pajak tidak dilakukan koreksi oleh Pemeriksa;
1. |
Harga perolehan aktiva yang terjual |
Rp |
518.363.843.368,00 |
2. |
Harga perolehan aktiva yang belum terjual |
Rp |
5.904.960.339.628,00 |
3. |
Total Harga perolehan aktiva |
Rp |
6.423.324.182.996,00 |
4. |
Persentase a/c (%) |
|
8,07 % |
5. |
Biaya Pemeliharaan Tower |
Rp |
261.941.130.000,00 |
6. |
Koreksi biaya (d*e) |
Rp |
21.138.713.696,00 |
bahwa perhitungan tersebut di atas yang didasarkan oleh prosentase, disebabkan tidak dapat diketahui secara pasti rincian menara-menara yang terjual dan biaya-biaya pemeliharaan yang melekat di dalamnya. Bahwa biaya pemeliharaan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak terkait dengan seluruh menara yang dimilikinya, tidak dapat dipisahkan antara biaya pemeliharaan yang terkait dengan menara yang terjual dan tidak/belum terjual.
bahwa berdasarkan G/L biaya pemeliharaan (terlampir) yang disampaikan Wajib Pajak dalam proses keberatan, keterangan dalam G/L tidak menjelaskan detil biaya pemeliharaan atas menara. Keterangan maintenance&support, license, CSR software, fiber lease, network maintenance, rental genset tidak akurat digunakan menentukan biaya-biaya tersebut digunakan untuk pemeliharaan terhadap aktiva yang mana, dan juga tidak akurat untuk menentukan biaya pemeliharaan atas menara yang terjual atau tidak;
bahwa dalam proses keberatan data rincian yang terkait langsung biaya pemeliharaan atas menara yang terjual tidak dapat ditentukan. Contoh bukti pengeluaran biaya pemeliharaan yang berupa invoice, faktur pajak dan purchase order tidak menjelaskan atas menara yang terjual atau belum terjual;
bahwa berdasarkan tidak adanya rincian biaya pemeliharaan tersebut, maka perhitungan yang disampaikan Pemeriksa dalam menghitung biaya pemeliharaan atas menara yang terjual sudah tepat sebagai berikut:
1. |
Harga perolehan aktiva yang terjual |
Rp |
518.363.843.368,00 |
2. |
Harga perolehan aktiva yang belum terjual |
Rp |
5.904.960.339.628,00 |
3. |
Total Harga perolehan aktiva |
Rp |
6.423.324.182.996,00 |
4. |
Persentase a/c (%) |
|
8,07 % |
5. |
Biaya Pemeliharaan Tower |
Rp |
261.941.130.000,00 |
6. |
Koreksi biaya (d*e) |
Rp |
21.138.713.696,00 |
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Terbanding mengusulkan kepada Majelis Hakim untuk menolak banding yang diajukan oleh Pemohon Banding, koreksi Terbanding sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku”;
bahwa di dalam persidangan, Terbanding menyampaikan Surat tanpa Nomor tanggal 24 Oktober 2016, hal Penjelasan atas Sengketa Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-1682/WPJ.19/2015 tanggal 15 September 2015, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Nihil Tahun Pajak 2009 Nomor 00003/506/09/092/14 tanggal 30 Juni 2014, yang pada dasarnya menyatakan hal-hal sebagai berikut:
bahwa sehubungan dengan persidangan terkait sengketa banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-1682/WPJ.19/2015 tanggal 15 September 2015 yang diajukan oleh Pemohon Banding, NPWP -, dan sesuai permintaan Majelis Hakim Yang Mulia dalam persidangan untuk memberikan penjelasan, dengan ini disampaikan penjelasan Terbanding yang menjadi satu kesatuan dengan Surat Uraian Banding Nomor S-784/WPJ.19/2016 tanggal 18 Maret 2016 sebagai berikut:
Koreksi atas Pos Penghasilan Final sebesar (Rp334.201.674.155,00)
Menurut Terbanding
bahwa sesuai dengan hasil penelitian keberatan SKPKB PPh Pasal 4 ayat (2) Final disimpulkan bahwa penjualan menara telekommunikasi adalah pengalihan bangunan. Sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, penjualan aset sebesar Rp334.201.674.155,00 yang dicatat Wajib Pajak termasuk dalam penghasilan yang dikenakan PPh Final;
bahwa berdasarkan kesimpulan tersebut, Terbanding berpendapat koreksi penyesuaian fiskal negatif sebesar Rp334.201.674.155,00 yang berasal dari penjualan asset sudah tepat;
Koreksi atas Pos Biaya Pemeliharaan Menara Telekomunikasi/Tower (Operasional) sebesar Rp21.138.713.696,00;
Dasar Hukum
Pasal 4 ayat (2) huruf d:
Penghasilan dibawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;
Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak;
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final;
Pasal 1:
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan:
- Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;
- Penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus;
- Penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
Pasal 4 ayat (1):
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susan Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 1 % (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan;
Pasal 1:
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, gudang dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan;
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau peraturan
bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor LAP-259/WPJ.19/KP.0205/2014 tanggal 30 Juni 2014 dilaporkan bahwa koreksi biaya pemeliharaan tower mengacu pada Pasal 4
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000. Biaya Pemeliharaan Tower tersebut terkait dengan biaya yang berkaitan dengan penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final;
bahwa perhitungan biaya yang dikoreksi dilakukan secara proporsional antara aktiva yang terjual dengan yang tidak terjual
1. |
Harga perolehan aktiva yang terjual |
Rp |
518.363.843.368,00 |
2. |
Harga perolehan aktiva yang belum terjual |
Rp |
5.904.960.339.628,00 |
3. |
Total Harga perolehan aktiva |
Rp |
6.423.324.182.996,00 |
4. |
Persentase a/c (%) |
|
8,07 % |
5. |
Biaya Pemeliharaan Tower |
Rp |
261.941.130.000,00 |
6. |
Koreksi biaya (d*e) |
Rp |
21.138.713.696,00 |
bahwa sesuai dengan Pasal 4
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 diatur bahwa biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final tidak boleh dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak;
bahwa dalam proses pemeriksaan, Pemohon Banding dikoreksi biaya pemeliharaannya sebesar Rp21.138.713.696,00 bukan merupakan koreksi biaya yang terkait dengan penjualan menara PPh-nya dikenakan PPh Final;
bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak, koreksi biaya pemeliharaan tidak disebabkan karena biaya yang terkait dengan penghasilan final, namun dihitung berdasarkan prosentase aktiva yang terjual dan yang tidak/belum terjual. Koreksi pemeriksa hanya dilakukan atas biaya pemeliharaan atas aktiva menara yang telah dijual oleh Pemohon Banding, mengingat seharusnya biaya tersebut tidak lagi menjadi beban Pemohon Banding. Sesuai dengan perjanjian TTA (Tower Transfer Agreement), aktiva yang dijual adalah aktiva berupa menara. Sedangkan biaya pemeliharaan atas aktiva termasuk yang tidak dijual oleh Pemohon Banding tidak dilakukan koreksi oleh Pemeriksa;
bahwa sebagaimana perhitungan Pemeriksa, bahwa koreksi biaya pemeliharaan menara sesuai prosentase (8,07%) antara menara yang terjual dan tidak/belum terjual sebagai berikut:
1. |
Harga perolehan aktiva yang terjual |
Rp |
518.363.843.368,00 |
2. |
Harga perolehan aktiva yang belum terjual |
Rp |
5.904.960.339.628,00 |
3. |
Total Harga perolehan aktiva |
Rp |
6.423.324.182.996,00 |
4. |
Persentase a/c (%) |
|
8,07 % |
5. |
Biaya Pemeliharaan Tower |
Rp |
261.941.130.000,00 |
6. |
Koreksi biaya (d*e) |
Rp |
21.138.713.696,00 |
bahwa perhitungan tersebut di atas yang didasarkan oleh prosentase, disebabkan tidak dapat diketahui secara pasti rincian menara-menara yang terjual dan biaya-biaya pemeliharaan yang melekat di dalamnya. Bahwa biaya pemeliharaan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak terkait dengan seluruh menara yang dimilikinya, tidak dapat dipisahkan antara biaya pemeliharaan yang terkait dengan menara yang terjual dan tidak/belum terjual;
bahwa berdasarkan G/L biaya pemeliharaan (terlampir) yang disampaikan Pemohon Banding dalam proses keberatan, keterangan dalam G/L tidak menjelaskan detil biaya pemeliharaan atas menara. Keterangan maintenance&support, license, CSR software, fiber lease, network maintenance, rental genset tidak akurat digunakan menentukan biaya-biaya tersebut digunakan untuk pemeliharaan terhadap aktiva yang mana, dan juga tidak akurat untuk menentukan biaya pemeliharaan atas menara yang terjual atau tidak;
Penutup
bahwa demikian penjelasan ini disampaikan untuk dijadikan bahan pertimbangan Majelis Hakim VIIIA Pengadilan Pajak dalam mengambil keputusan yang seadil-adilnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
bahwa sesuai dengan hasil penelitian keberatan SKPKB PPh Pasal 4 ayat (2) Final disimpulkan bahwa penjualan menara telekomunikasi adalah pengalihan bangunan. Sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, penjualan aset sebesar (Rp334.201.674.155,00) yang dicatat Pemohon Banding termasuk dalam penghasilan yang dikenakan PPh Final;
bahwa berdasarkan kesimpulan tersebut, Peneliti sependapat dengan perhitungan Pemeriksa yang melakukan penyesuaian fiskal negatif sebesar (Rp334.201.674.155,00) yang berasal dari penjualan aset;
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Terbanding mengusulkan kepada Majelis Hakim untuk menolak banding yang diajukan oleh Pemohon Banding, koreksi Terbanding sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku;
bahwa sesuai dengan alasan-alasan yang dikemukakan sebelumnya dalam Bagian 1 dari Surat Bantahan ini dengan merujuk pula pada penjelasan Pemohon Banding yang diuraikan dalam Surat Bantahan Nomor 002/LGL-LTG/CN007-2016-DJP/RSS-LCH/FIN/IV/16 tanggal 26 April atas Surat Uraian Banding Nomor S-783/WPJ.19/2016 tanggal 18 Maret 2016, Pemohon Banding berpendapat bahwa menara telekomunikasi bukan merupakan bangunan sehingga penjualan menara telekomunikasi bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final.dengan demikian, argumentasi dari Terbanding bahwa biaya pemeliharaan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena terkait dengan pendapatan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final menjadi tidak relevan. Meskipun demikian, sekalipun menara telekomunikasi dianggap sebagai bangunan sesuai pendapat Terbanding, yang mana Pemohon Banding tidak setuju dengan pendapat tersebut, menurut Pemohon Banding biaya pemeliharaan menara telekomunikasi yang dikeluarkan Pemohon Banding selama Tahun 2009 tetap tidak dapat dikoreksi karena biaya pemeliharaan menara telekomunikasi tersebut terkait langsung dengan penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha utama Pemohon Banding, yaitu penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
bahwa biaya-biaya pemeliharaan menara telekomunikasi dikeluarkan oleh Pemohon Banding sehubungan dengan perbaikan dan pemeliharaan yang diperlukan untuk menjaga kualitas penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang baik kepada pelanggan-pelanggannya. Biaya pemeliharaan tersebut dikeluarkan oleh Pemohon Banding atas menara-menara telekomunikasi yang digunakan oleh Pemohon Banding pada Tahun Pajak 2009;
bahwa kualitas penyelenggaraan jasa telekomunikasi tersebut harus dijaga agar tetap baik sehingga kepuasan pelanggan tetap terjaga dan akan berujung pada pendapatan perusahaan yang semakin meningkat;
bahwa dari penjelasan pada butir 1 sampai dengan 3 di atas, terlihat bahwa biaya-biaya pemeliharaan yang dikeluarkan atas menara-menara telekomunikasi yang digunakan oleh Pemohon Banding pada Tahun Pajak 2009 berkaitan langsung dengan pendapatan yang diperoleh dari penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
bahwa pendapatan dari penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah pendapatan yang dikenakan tarif umum (tidak bersifat final);
bahwa dengan demikian, seharusnya biaya-biaya pemeliharaan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto Pemohon Banding sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dari Undang-Undang Pajak Penghasilan;
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan dasar yang digunakan Terbanding untuk melakukan koreksi atas pos penghasilan final atas laba penjualan menara telekomunikasi yang dilakukan Pemohon Banding selama Tahun Pajak 2009, sebesar Rp334.201.674.155,00 sebagai berikut:
“laba atas penjualan menara merupakan laba atas penghasilan bangunan yang bersifat final sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPh, sehingga tidak dapat diperhitungkan dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak"
bahwa alasan ketidaksetujuan Pemohon Banding adalah sesuai dengan Surat Konfirmasi Nomor S-696/PJ.032/2009 ketentuan Pasal 1 dari
PP Nomor 29 Tahun 1996 dan Pasal 1 dari
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan dari Penghasilan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (
PP Nomor 48 Tahun 1994), telah jelas bahwa menara telekomunikasi bukan merupakan bangunan melainkan peralatan (aktiva bergerak);
bahwa oleh karena itu, penjualan menara telekomunikasi tidak seharusnya dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) dan tidak berada dalam lingkup peraturan PPh yang diatur dalam
PP 48 Tahun 1994, dan seharusnya termasuk dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak PPh Badan Pemohon Banding;
Definisi Bangunan Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
bahwa Ketentuan mengenai Tarif Pajak Penghasilan atas penghasilan hak atas tanah dan bangunan diatur dalam UU PPh, dengan demikian maka ketentuan dan definisi dalam UU PPh yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pengertian dari bangunan. Menurut UU PPh, menara telekomunikasi tidak termasuk ke dalam pengertian bangunan
"Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah daniatau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan"
"Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau bagian dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan
bahwa mengacu pada Pasal 1
PP Nomor 29 Tahun 1996 dan Pasal 1
PP Nomor 48 Tahun 1994, jelas dinyatakan bahwa peraturan pajak penghasilan telah mengatur secara khusus pengertian tanah dan/atau bangunan yang termasuk dalam lingkup pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan;
bahwa pengalihan atau penjualan menara teIekomunikasi tidak termasuk dalam lingkup kedua peraturan perpajakan yang dimaksud dan oleh karenanya tidak dapat dianggap sebagai pengalihan atas tanah dan/atau bangunan dalam lingkup peraturan-peraturan tersebut;
bahwa selain itu, dalam surat jawaban konfirmasi dari Direktur Jenderal Pajak Nomor S- 696/PJ.032/2009 tanggal 23 Juni 2009 kepada Pemohon Banding telah menegaskan bahwa menara telekomunikasi tidak termasuk dalam pengertian bangunan sebagaimana diatur dalam Pasal 1
PP Nomor 29 Tahun 1996;
bahwa dengan demikian, Direktur Jenderal Pajak faktanya setuju bahwa (1) menara telekomunikasi bukan merupakan bangunan sebagaimana dimaksud dalam
PP Nomor 29 Tahun 1996 dan (2) atas setiap penghasilan yang diperoleh dari transaksi yang terkait dengan menara telekomunikasi tidak berada dalam lingkup
PP Nomor 48 Tahun 1994;
bahwa untuk dapat dipertimbangkan sebagai rujukan, pada Tahun 2011 Mahkamah Agung dalam Putusannya Nomor 99/B/PK/PJK/2011 tanggal 15 September 2011 dalam suatu perkara pajak yang berbeda dan melibatkan PT PTI Melawan Direktur Jenderal Pajak telah menimbang, memeriksa dan memutuskan dengan menggunakan bukti surat yang serupa yang diterbitkan oleh Direktorat Peraturan Perpajakan II, yaitu Surat Nomor S-697/PJ.032/2008 yang menyatakan bahwa transaksi sewa tower/infrastruktur telekomunikasi (BTS) merupakan obyek pajak PPh Pasal 23, sehingga penghasilan sewa tersebut bukanlah PPh Final;
bahwa hal ini sejalan dengan praktek yang dilakukan oleh Pemohon Banding yang memperlakukan menara telekomunikasi sebagai peralatan (aktiva bergerak) dan membuktikan bahwa Pemohon Banding telah dengan benar mencatat dan melaporkan penjualan menara telekomunikasi sebagai penjualan peralatan (aktiva bergerak);
Aktiva Bergerak Versus Tidak Bergerak
bahwa menara telekomunikasi merupakan barang bergerak dimana bisa dipisah dipindahkan dan disambungkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Perlu Pemohon Banding sampaikan bahwa sejak awal perusahaan mulai beroperasi dan sampai dengan saat ini, perusahaan telah banyak memindahkan menara telekomunikasi dalam berbagai kesempatan dari satu lokasi ke lokasi lainnya;
bahwa sebuah bangunan dianggap sebagai aktiva tidak bergerak karena memiliki lokasi yang tetap (menempel ke tanah) dan tidak dapat dipindahkan ke tempat lain. Aktiva tidak bergerak seperti tanah dan/atau bangunan memiliki karakterisitik khusus dan kepemilikan atas bangunan ini memberikan hak-hak tertentu dan khusus kepada pemegang haknya, misalnya: hak guna bangunan dan sejenisnya, yang mana hak-hak tersebut tidak ada atas kepemilikan suatu menara telekomunikasi;
bahwa dengan demikian, klasifikasi dan anggapan pemeriksa bahwa menara telekomunikasi merupakan bangunan (aktiva tidak bergerak) adalah tidak benar, karena faktanya menara telekomunikasi merupakan aktiva bergerak dan memnuhi syarat-syarat sebagai aktiva bergerak;
bahwa kewajiban Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Didasarkan Pada Penandatanganan Akta, keputusan, Perjanjian, Kesepakatan atau Risalah Lerang yang dilakukan oleh Bendaharawan atau Pejabat Negara;
"Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos dan giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang" Berdasarkan ketentuan
PP Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana disebutkan di atas, telah jelas bahwa tindakan pengalihan atas tanah dan/atau bangunan memerlukan formalitas yang melibatkan pejabat yang berwenang dan dokumen dalam bentuk khusus dan tertentu misalnya akta pengalihan untuk membuktikan terjadinya pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan”;
bahwa dalam prakteknya, formalitas tersebut dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan membutuhkan tindakan pendaftaran pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang pada akhirnya akan menerbitkan suatu sertifikat yang merupakan bukti kepemilikan atas tanah dan bangunan;
bahwa pengalihan menara telekomunikasi yang dilakukan oleh Pemohon Banding tidak memerlukan formalitas yang melibatkan pejabat yang berwenang atau pejabat pemerintahan untuk tindakan pengalihan. Proses penjualan menara telekomunikasi juga tidak memerlukan dokumen dalam bentuk khusus dan tertentu misalnya akta notaris dan tidak memerlukan proses pendaftaran ke BPN. Selain itu, tidak ada suatu sertifikat yang diterbitkan oleh badan tertentu untuk membuktikan hak kepemilikan atas menara telekomunikasi;
bahwa
PP Nomor 48 Tahun 1994 yang mengatur bahwa kewajiban pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan dari penjualan tanah dan/atau bangunan didasarkan pada pelaksanaan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, telah secara implisit menegaskan bahwa penjualan menara tidak dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 5% karena pengalihan aset yang dikenakan PPh sebesar 5% hanya berlaku pada aset terdaftar yang pengalihannya membutuhkan akta;
bahwa proses penjualan menara telekomunikasi juga tidak memerlukan dokumen dalam bentuk khusus dan tertentu misalnya akta notaris dan tidak memerlukan proses pendaftaran ke BPN;
bahwa oleh karena itu, pendapat Pemeriksa yang mengaggap menara telekomunikasi sebagai bangunan (aktiva tidak bergerak) yang pengalihannya tunduk pada
PP Nomor 48 Tahun 1994 adalah tidak benar.
bahwa dengan demikian, menara telekomunikasi tidak dapat dikategorikan sebagai bangunan yang pengalihannya termasuk dalam
PP Nomor 48 Tahun 1994
Penegasan Direktur Jenderal Pajak tentang Tower sebagai Aktiva Bergerak
bahwa pada tanggal 25 Mei 2009, Pemohon Banding telah mengirimkan permohonan konfirmasi dan klarifikasi dari Direktur Jenderal Pajak atas:
- Apakah menara telekomunikasi dikenakan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 ayat (2); dan
- Jenis Pajak Penghasilan yang berlaku untuk sewa menara telekomunikasi yang dilakukan oleh penyelenggara telekomunikasi dan perusahaan lain yang bergerak di bidang penyediaan tower;
bahwa menanggapi surat permohonan Pemohon Banding, Terbanding telah mengeluarkan Surat Nomor S-696/PJ.032/2009 tanggal 23 Juni 2009 yang isinya adalah sebagai berikut:
- Tower tidak termasuk dalam pengertian bangunan berdasarkan PP Nomor 29 Tahun 1996 dan oleh karena itu sewa tower tidak dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2); dan
- Saewa tower merupakan sewa atas penggunaan harta yang atas pembayarannya dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2%;
bahwa dengan mengacu pada arahan Direktur Jenderal Pajak melalui Suratnya Nomor S- 696/PJ.032/2009 tanggal 23 Juni 2009, Pemohon Banding secara konsisten menerapkan dan mencatat menara telekomunikasi sebagai peralatan (aktiva bergerak) di dalam neraca Pemohon Banding;
bahwa untuk tujuan penyusutan fiskal, Pemohon Banding telah menganggap menara telekomunikasi sebagai perlengkapan (aktiva bergerak) dan menggunakan kelompok 2 dan kelompok 3 (bukan bengunan) dalam pencatatan penyusutannya;
bahwa selain itu, Laporan Keuangan Pemohon Banding untuk Tahun 2008 telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Haryanto Sahari&Rekan (PricewaterhouseCoopers), dan auditor tersebut telah menegaskan dan setuju dengan klasifikasi yang telah dilakukan oleh Pemohon Banding atas menara telekomunikasi, dengan mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian;
bahwa sebagai akibatnya dan dalam implementasinya, Pemeriksa dan Pemohon Banding sudah seharusnya mengikuti dan melaksanakan penegasan yang diberikan Terbanding dalam Suratnya Nomor S-696/PJ.032/2009 tanggal 23 Juni 2009, dengan memperlakukan menara telekomunikai sebagai aktiva bergerak (peralatan) dan bukan sebagai bangunan (aktiva tidak bergerak). Sehubungan dengan hal ini, pada Tahun 2011 Mahkamah Agung dalam Putusannya Nomor 99/B/PK/PJK/2011 untuk perkara pajak yang berbeda yang melibatkan PT PTI melawan Terbanding telah menimbang, memeriksa dan memutuskan dengan menggunakan bukti surat yang serupa yang diterbitkan oleh direktorat Peraturan Perpajakan II, yaitu Surat Nomor S- 697/PJ.03212008 yang menyatakan bahwa transaksi sewa tower/infrastrukstur telekomunikasi (KS) merupakan obyek PPh Pasal 23 sehingga penghasilan sewa tersebut bukanlah PPh Final;
bahwa sehingga jelas terbukti bahwa Direktur Jenderal Pajak sebenarnya setuju bahwa BTS atau menara telekomunikasi tidak termasuk dalam kategori bangunan menurut peraturan perpajakan yang berlaku;
bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut di atas, maka terbukti bahwa Pemohon Banding telah benar dalam memperlakukan transaksi penjualan menara telekomunikasi yang dilakukan olehnya sebagai penjualan peralatan (aktiva bergerak) dan bukan sebagai penjualan bangunan (aktiva tidka bergerak);
Asas Keadilan dan Kepastian Hukum
bahwa Pemohon Banding, para penyelenggara telekomunikasi lain dan perusahaanperusahaan lain bergerak di bidang penyediaan sewa menyewa menara telekomunikasi telah memperlakukan menara telekomunkasi sebagai peralatan (aktiva bergerak) sesuai dengan Surat Terbanding Nomor S-696/PJ.032/2009 tanggal 23 Juni 2009 yang dengan jelas memberikan penegasan dan petunjuk pelaksanaan untuk transaksi sewa menyewa menara telekomunikasi;
bahwa sesuai dengan prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan, dan efisiensi administrasi, serta peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mempertahankan sistem self assessment, maka ketentuan yang diatur dalam peraturan pajak penghasilan pun memiliki arah dan tujuan yang sama yaitu untuk lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak, memberikan kemudahan kesederhanaan administrasi, kepastian hukum, konsistensi dan transparansi serta lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia;
bahwa dengan demikian sudah sepatutnya bahwa pengalihan menara telekomunikasi tidak dikenakan atau dibebankan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
PP Nomor 48 Tahun 1994;
Perlakuan atas Menara Telekomunikasi di Negara Lain
bahwa sebagai pertimbangan, Pemohon Banding mengetahui bahwa di negara-negara lain termasuk diantaranya Australia, Inggris, Irlandia, Italia, Swedia, Austria dan lain-lain memperlakukan menara telekomunikasi sebagai peralatan dan bukan sebagai bangunan untuk keperluan perpajakan;
bahwa sehubungan dengan perbaikan dan pemeliharaan menara telekomunikasi agar dapat berfungsi dengan baik dalam kaitannya dengan pemberian jasa telekomunikasi kepada pelanggan-pelanggan dari Pemohon Banding. Dalam hal ini aktivitas perbaikan dan pemeliharaan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kualitas jasa telekonnunikasi agar tetap baik yang akan berujung pada pendapatan perusahaan yang semakin meningkat;
bahwa Terbanding berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) Nomor LAP- 259/WPJ.19/KP.0205/2014 tanggal 30 Juni 2014 melakukan koreksi Pengurang Penghasilan Bruto sebesar Rp21.138.713.696,00, berupa Biaya Pemeliharaan Menara Telekomunikasi/ Tower sebesar Rp21.138.713.696,00;
bahwa menurut Majelis baik terhadap koreksi biaya pemeliharaan menara telekomunikasi maupun koreksi penyesuaian fiskal negatif karena adanya penjualan/pengalihan menara telekomunikasi pokok sengketanya berhubungan erat dengan pokok sengketa dalam sengketa objek PPh Pasal 4 ayat (2) final yang dikenakan Terbanding atas pengalihan/penjualan menara telekomunikasi yaitu terhadap perbedaan kriteria/definisi bangunan yang diinterprestasikan oleh Terbanding dan oleh Pemohon Banding;
bahwa karena masalah/sengketa utamanya adalah apakah terhadap pengalihan/penjualan menara/tower telekomunikasi tersebut sebagai objek atau terutang PPh Pasal 4 ayat (2) final, dimana menurut Terbanding apabila pengalihan/penjualan menara telekomunikasi tersebut terutang PPh Pasal 4 ayat (2) Final maka biaya-biaya untuk pemeliharaannya tidak dapat dibebankan sebagai biaya dan penghasilannya karena karena bersifat final bukan sebagai penjualan/omzet sehingga perlu dilakukan koreksi penyesuaian fiskal negatif, maka menurut Majelis penyelesaiannya akan mengacu pada pembuktian dalam pemecahan sengketa yang diputus pada sengketa objek/DPP PPh Pasal 4 ayat (2) yang juga diajukan oleh Pemohon Banding;
bahwa atas sengketa koreksi objek DPP PPh Pasal 4 ayat (2) Final tersebut oleh Majelis telah ada Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-098570.25/2009/PP/M.VIIIA Tahun 2018 yang diucap tanggal 24 September 2018 dimana diputuskan oleh Majelis Hakim bahwa Tower/Menara Telekomunikasi bukan termasuk dalam bangunan seperti yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang PPh sehingga bukan sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2) sehingga membatalkan koreksi Terbanding atau mengabulkan permohonan banding Pemohon Banding terhadap koreksi objek/DPP PPh Pasal 4 ayat (2) Final, maka penyelesaian atas sengketa koreksi terhadap yang berhubungan dengan tower/menara telekomunikasi akan mengikuti penyelesaian atas sengketa DPP PPh Pasal 4 ayat (2) Final di tahun yang bersangkutan;
bahwa dengan demikian, atas koreksi positif Terbanding terhadap biaya pemeliharaan tower/menara telekomunikasi sebesar Rp21.138.713.696,00 di PPh Badan karena berdasarkan Putusan terhadap Objek PPh Pasal 4 ayat (2) Final terbukti bahwa pengalihan/penjualan menara telekomunikasi bukan sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2) Final, maka Majelis menyakini bahwa koreksi Terbanding terhadap biaya pemeliharaan telekomunikasi juga tidak berdasar sehingga koreksi Terbanding sebesar
Rp21.138.713.696,00 tidak dapat dipertahankan;
bahwa Terbanding berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) Nomor LAP- 259/WPJ.19/KP.0205/2014 tanggal 30 Juni 2014 melakukan koreksi Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar (Rp334.201.674.155,00);
bahwa menurut Majelis baik terhadap koreksi biaya pemeliharaan menara telekomunikasi maupun koreksi penyesuaian fiskal negatif karena adanya penjualan/pengalihan menara telekomunikasi pokok sengketanya berhubungan erat dengan pokok sengketa dalam sengketa objek PPh Pasal 4 ayat (2) final yang dikenakan Terbanding atas pengalihan/penjualan menara telekomunikasi yaitu terhadap perbedaan kriteria/definisi bangunan yang diinterprestasikan oleh Terbanding dan oleh Pemohon Banding;
bahwa karena masalah/sengketa utamanya adalah apakah terhadap pengalihan/penjualan menara/tower telekomunikasi tersebut sebagai objek atau terutang PPh Pasal 4 ayat (2) final, dimana menurut Terbanding apabila pengalihan/penjualan menara telokomunikasi tersebut terutang PPh Pasal 4 ayat (2) Final maka biaya-biaya untuk pemeliharaannya tidak dapat dibebankan sebagai biaya, dan penghasilannya karena karena bersifat final bukan sebagai penjualan/omzet sehingga perlu dilakukan koreksi penyesuaian fiskal negatif, maka menurut Majelis penyelesaiannya akan mengacu pada pembuktian dalam pemecahan sengketa yang diputus pada sengketa objek/DPP PPh Pasal 4 ayat (2) yang juga diajukan oleh Pemohon Banding;
bahwa atas sengketa koreksi objek DPP PPh Pasal 4 ayat (2) Final tersebut oleh Majelis telah ada Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-098570.25/2009/PP/M.VIIIA Tahun 2018 yang diucap tanggal 24 September 2018 dimana diputuskan oleh Majelis Hakim bahwa Tower/Menara Telekomunikasi adalah bukan termasuk dalam bangunan seperti yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang PPh sehingga bukan sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2) membatalkan koreksi Terbanding atau mengabulkan permohonan banding Pemohon Banding terhadap koreksi objek/DPP PPh Pasal 4 ayat (2) Final, maka penyelesaian atas sengketa koreksi terhadap yang berhubungan dengan tower/menara telekomunikasi akan mengikuti penyelesaian atas sengketa DPP PPh Pasal 4 ayat (2) Final di tahun yang bersangkutan;
bahwa dengan demikian, atas koreksi negatif Terbanding terhadap Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar (Rp334.201.674.155,00) di PPh Badan karena berdasarkan Putusan terhadap Objek PPh Pasal 4 ayat (2) Final terbukti bahwa pengalihan/penjualan menara telekomunikasi bukan sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2) Final, maka Majelis menyakini bahwa koreksi Terbanding terhadap Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar (Rp334.201.674.155,00) juga tidak berdasar sehingga koreksi Terbanding sebesar (Rp334.201.674.155,00) tidak dapat dipertahankan;
bahwa mengenai materi sengketa banding atas biaya pemeliharaan tower/menara telekomunikasi sebesar Rp21.138.713.696,00 di PPh Badan karena dalam Putusan terhadap Objek PPh Pasal 4 ayat (2) Final Hakim Anggota NW, S.H., M.Si. berpendapat bahwa pengalihan/penjualan menara telokomunikasi sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2) Final sehingga koreksi biaya pemeliharaan tower/menara telekomunikasi, Hakim Anggota Nany Wartiningsih, S.H., M.Si. berpendapat lain (Dissenting Opinion) sebagai berikut:
Dasar Hukum:
• |
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Pasal 4 ayat (2) huruf d, yang berbunyi sebagai berikut:
“(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
- penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan”;
|
|
|
• |
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan:
Pasal 1 angka 2:
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan;
|
|
|
• |
Peraturan Pemerintah Nomor 5 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Pasal 1:
"Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan";
|
|
|
• |
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi;
Pasal 1 angka 1:
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya;
Pasal 1 angka 3
Menara adalah bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk menempatkan peralatan komunikasi yang desain atau bentuk konstruksinya disesuaikan dengan keperluan penyelenggaran tekomunikasi;
Pasal 1 angka 5
Penyelenggara Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah dan instansi pertahanan keamanan negara;
Pasal 1 angka 10
Izin mendirikan Menara adalah izin mendirikan bangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Pasal 5 ayat (1)
Bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan menara sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing;
|
|
|
• |
Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun 2009, Nomor 07/PRTIM/2009, Nomor 19/PER/M.KOMINFO/03/2009, Nomor 3/P/2009;
Pasal 1 angka 8
Menara telekomunikasi yang selanjutnya disebut menara, adalah bangun-bangun untuk kepentingan umum yang didirikan di atas tanah, atau bangunan yang merupakan satu kesatuan konstruksi dengan bangunan gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul, dimana fungsi, desain dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana penunjang menempatkan perangkat telekomunikasi;
Pasal 1 angka 14
Izin mendirikan bangunan menara adalah izin mendirikan bangunan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota dan khusus untuk Pemerintah kabupaten/kota dan khusus untuk Pemerintah DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi kepada pemilik menara telekomunikasi untuk membangun baru atau mengubah menara telekomunikasi sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku;
|
Fakta-fakta di Dalam Persidangan
bahwa berdasarkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan informatika dan Kepala BKPM dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 89 Tahun 2006, bahwa menara telekomunikasi termasuk klasifikasi bangunan berdasarkan definisi bangunan sebagaimana diatur dalam ketentuan2 tersebut di atas;
bahwa berdasarkan di dalam Agreement antara Pemohon Banding dengan PT PTI Nomor 148/LGL-AGR-TOWERTRANSFER/PTL/ FLB-RS/TECHlIll/08, di dalam salah satu Pasalnya antara lain diatur mengenai keharusan/kewajiban Pemohon Banding akan adanya IMB atas tower (aset) yang dijual, sehingga sesuai perjanjian tersebut, tower dapat dinyatakan sebagai bangunan;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 14 Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun 2009, Nomor 07/PRTIM/2009, Nomor 19/PER/M.KOMINFO/03/2009, Nomor 3/P/2009, izin mendirikan bangunan menara adalah merupakan izin mendirikan membangun yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik menara telekomunikasi untuk membangun baru atau mengubah menara telekomunikasi sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku;
bahwa berdasarkan Pasal 506, 507, dan 508 Kitab UU Hukum Perdata mengenai aktiva tidak bergerak atau benda tidak bergerak sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Subekti dalam Buku nya Pokok Pokok Hukum Perdata bahwa suatu benda dapat tergolong benda yang tidak bergerak (onroerend) pertama karena sifatnya, adalah tanah termasuk segala sesuatu yang secara langsung/tidak langsung karena perbuatan alam/perbuatan manusia digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanah itu yang termasuk dibangun di atasnya secara tetap sesuai dengan Pasal 506 KUHPerdata, kedua karena tujuan pemakaiannya ialah segala yang apa yang meskipun tidak secara sungguh sungguh digabungkan dengan tanah/bangunan dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang lama sesuai degan Pasal 507 KUHPerdata dan ketiga karena ditentukan oleh Undang Undang diatur sebagai tanah atau bangunan sebagaimana diatur dalam Pasal 508 KUHPerdata;
bahwa menara telekomunikasi sebagaimana dalam sengketa ini dibangun dan melekat di atas tanah secara tetap yang apabila dipindahkan hanya dapat dengan cara membongkar kontruksi di atasnya, dan dicontohkan berdasarkan Pasal 314 KUHDagang kapal berukuran berat kotor 20m3 ke atas termasuk kategori benda tidak bergerak sebagaimana menara telekomunikasi merupakan konstruksi yang mempunyai ketinggian antara 40 sampai dengan 55 m dan berat lebih dari 225 kg;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2007 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, Majelis berpendapat, bahwa apabila Pemohon Banding menggunakan ketentuan ini dalam daililnya, maka menurut pendapat Majelis apabila yang disengketakan adalah objek atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa tower, maka seharusnya terutang PPh Pasal 4 ayat (2) Final;
bahwa berdasarkan Pasal 506, 507, dan 508 Kitab UU Hukum Perdata mengenai aktiva tidak bergerak atau benda tidak bergerak sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Subekti dalam Buku nya Pokok Pokok Hukum Perdata bahwa suatu benda dapat tergolong benda yang tidak bergerak (onroerend) pertama karena sifatnya, adalah tanah termasuk segala sesuatu yang secara langsung/tidak langsung karena perbuatan alam/perbuatan manusia digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanah itu yang termasuk dibangun di atasnya secara tetap sesuai dengan Pasal 506 KUHPerdata, kedua karena tujuan pemakaiannya ialah segala yang apa yang meskipun tidak secara sungguh sungguh digabungkan dengan tanah/bangunan dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang lama sesuai degan Pasal 507 KUHPerdata dan ketiga karena ditentukan oleh Undang-Undang diatur sebagai tanah atau bangunan sebagaimana diatur dalam Pasal 508 KUHPerdata;
bahwa menara telekomunikasi sebagaimana dalam sengketa ini dibangun dan melekat di atas tanah secara tetap yang apabila dipindahkan hanya dapat dengan cara membongkar kontruksi di atasnya, dan dicontohkan berdasarkan Pasal 314 KUHDagang kapal berukuran berat kotor 20 m3 ke atas termasuk kategori benda tidak bergerak sebagaimana menara telekomunikasi merupakan konstruksi yang mempunyai ketinggian 40 sd 55 m dan berbobot lebih dari 225 kg, maka dapat disimpulkan Tower/Menara Telekomunikasi memenuhi ketentuan Pasal 506, 507, dan 508 KUH Perdata;
bahwa berdasarkan fakta hukum Surat Direktur Peraturan Perpajakan II Nomor S- 696/PJ.032/2009 tanggal 23 Juni 2009 tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7
UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, sesuai dengan Hierarki UU ada peraturan yang lebih tinggi yang sudah mengatur nya maka sesuai azas
lex superior derogat legi inferiori seharusnya menggunakan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan informatika dan Kepala BKPM dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 89 Tahun 2006 sebagai dasar hukum. Sehingga dapat diartikan bahwa Tower/Menara Telekomunikasi adalah merupakan bangunan, yang melekat di atas tanah dan tidak dapat dipindah-pindahkan;
bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Hakim NW, S.H., M.Si. berpendapat bahwa Tower/Menara Telekomunikasi termasuk dalam klasifikasi Bangunan dalam fungsi khusus;
bahwa dengan demikian, Hakim NW, S.H., M.Si. berpendapat bahwa koreksi Terbanding terhadap biaya pemeliharaan telekomunikasi sebesar Rp21.138.713.696,00 sudah tepat sehingga koreksi Terbanding tetap dipertahankan;
bahwa berdasarkan atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, bahwa sesuai dengan Pasal 79 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dinyatakan:
“Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak”;
bahwa karena salah satu Hakim berpendapat lain maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak dengan demikian pendapat Majelis berdasarkan suara terbanyak Majelis Hakim koreksi Terbanding terhadap biaya Pemeliharaan Menara Telekomunikasi / Tower sebesar Rp21.138.713.696,00 tidak dapat dipertahankan;
B. Koreksi Negatif Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar (Rp334.201.674.155,00)
bahwa mengenai materi sengketa banding atas koreksi Negatif Terbanding terhadap Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar (Rp334.201.674.155,00) di PPh Badan karena berdasarkan Putusan terhadap Objek PPh Pasal 4 ayat (2) Final terbukti bahwa koreksi Terbanding terhadap Penyesuaian Fiskal Negatif karena dalam Putusan terhadap Objek PPh Pasal 4 ayat (2) Final Hakim Anggota Nany Wartiningsih, S.H., M.Si. berpendapat bahwa pengalihan/penjualan menara telokomunikasi sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2) Final sehingga koreksi koreksi Terbanding terhadap Penyesuaian Fiskal Negatif, Hakim Anggota Nany Wartiningsih, S.H., M.Si. berpendapat lain (Dissenting Opinion);
Dasar Hukum:
• |
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Pasal 4 ayat (2) huruf d, yang berbunyi sebagai berikut:
“(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
- penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan”;
|
|
|
• |
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan:
Pasal 1 angka 2:
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan;
|
|
|
• |
Peraturan Pemerintah Nomor 5 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Pasal 1:
"Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan";
|
|
|
• |
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi;
Pasal 1 angka 1:
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya;
Pasal 1 angka 3
Menara adalah bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk menempatkan peralatan komunikasi yang desain atau bentuk konstruksinya disesuaikan dengan keperluan penyelenggaran tekomunikasi;
Pasal 1 angka 5
Penyelenggara Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah dan instansi pertahanan keamanan negara;
Pasal 1 angka 10
Izin mendirikan Menara adalah izin mendirikan bangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Pasal 5 ayat (1)
Bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan menara sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing;
|
|
|
• |
Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun 2009, Nomor 07/PRTIM/2009, Nomor 19/PER/M.KOMINFO/03/2009, Nomor 3/P/2009;
Pasal 1 angka 8
Menara telekomunikasi yang selanjutnya disebut menara, adalah bangun-bangun untuk kepentingan umum yang didirikan di atas tanah, atau bangunan yang merupakan satu kesatuan konstruksi dengan bangunan gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul, dimana fungsi, desain dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana penunjang menempatkan perangkat telekomunikasi;
Pasal 1 angka 14
Izin mendirikan bangunan menara adalah izin mendirikan bangunan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota dan khusus untuk Pemerintah kabupaten/kota dan khusus untuk Pemerintah DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi kepada pemilik menara telekomunikasi untuk membangun baru atau mengubah menara telekomunikasi sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku;
|
Fakta-fakta di Dalam Persidangan
bahwa berdasarkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan informatika dan Kepala BKPM dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 89 Tahun 2006, bahwa menara telekomunikasi termasuk klasifikasi bangunan berdasarkan definisi bangunan sebagaimana diatur dalam ketentuan2 tersebut di atas;
bahwa berdasarkan di dalam Agreement antara Pemohon Banding dengan PT PTI Nomor 148/LGL-AGR-TOWERTRANSFER/PTL/ FLB-RS/TECHlIll/08, di dalam salah satu Pasalnya antara lain diatur mengenai keharusan/kewajiban Pemohon Banding akan adanya IMB atas tower (aset) yang dijual, sehingga sesuai perjanjian tersebut, tower dapat dinyatakan sebagai bangunan;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 14 Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun 2009, Nomor 07/PRTIM/2009, Nomor 19/PER/M.KOMINFO/03/2009, Nomor 3/P/2009, izin mendirikan bangunan menara adalah merupakan izin mendirikan membangun yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik menara telekomunikasi untuk membangun baru atau mengubah menara telekomunikasi sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku;
bahwa berdasarkan Pasal 506, 507, dan 508 Kitab UU Hukum Perdata mengenai aktiva tidak bergerak atau benda tidak bergerak sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Subekti dalam Bukunya Pokok Pokok Hukum Perdata bahwa suatu benda dapat tergolong benda yang tidak bergerak (onroerend) pertama karena sifatnya, adalah tanah termasuk segala sesuatu yang secara langsung/tidak langsung karena perbuatan alam/perbuatan manusia digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanah itu yang termasuk dibangun di atasnya secara tetap sesuai dengan Pasal 506 KUHPerdata, kedua karena tujuan pemakaiannya ialah segala yang apa yang meskipun tidak secara sungguh sungguh digabungkan dengan tanah/bangunan dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang lama sesuai degan Pasal 507 KUHPerdata dan ketiga karena ditentukan oleh Undang Undang diatur sebagai tanah atau bangunan sebagaimana diatur dalam Pasal 508 KUHPerdata;
bahwa menara telekomunikasi sebagaimana dalam sengketa ini dibangun dan melekat di atas tanah secara tetap yang apabila dipindahkan hanya dapat dengan cara membongkar kontruksi di atasnya, dan dicontohkan berdasarkan Pasal 314 KUHDagang kapal berukuran berat kotor 20m3 ke atas termasuk kategori benda tidak bergerak sebagaimana menara telekomunikasi merupakan konstruksi yang mempunyai ketinggian antara 40 sampai dengan 55 m dan berat lebih dari 225 kg;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2007 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, Majelis berpendapat, bahwa apabila Pemohon Banding menggunakan ketentuan ini dalam daililnya, maka menurut pendapat Majelis apabila yang disengketakan adalah objek atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa tower, maka seharusnya terutang PPh Pasal 4 ayat (2) Final;
bahwa berdasarkan Pasal 506, 507, dan 508 Kitab UU Hukum Perdata mengenai aktiva tidak bergerak atau benda tidak bergerak sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Subekti dalam Bukunya Pokok Pokok Hukum Perdata bahwa suatu benda dapat tergolong benda yang tidak bergerak (onroerend) pertama karena sifatnya, adalah tanah termasuk segala sesuatu yang secara langsung/tidak langsung karena perbuatan alam/perbuatan manusia digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanah itu yang termasuk dibangun di atasnya secara tetap sesuai dengan Pasal 506 KUHPerdata, kedua karena tujuan pemakaiannya ialah segala yang apa yang meskipun tidak secara sungguh sungguh digabungkan dengan tanah/bangunan dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang lama sesuai degan Pasal 507 KUHPerdata dan ketiga karena ditentukan oleh Undang Undang diatur sebagai tanah atau bangunan sebagaimana diatur dalam Pasal 508 KUHPerdata;
bahwa menara telekomunikasi sebagaimana dalam sengketa ini dibangun dan melekat di atas tanah secara tetap yang apabila dipindahkan hanya dapat dengan cara membongkar kontruksi di atasnya, dan dicontohkan berdasarkan Pasal 314 KUHDagang kapal berukuran berat kotor 20m3 ke atas termasuk kategori benda tidak bergerak sebagaimana menara telekomunikasi merupakan konstruksi yang mempunyai ketinggian 40 sd 55 m dan berbobot lebih dari 225 kg, maka dapat disimpulkan Tower/Menara Telekomunikasi memenuhi ketentuan Pasal 506, 507, dan 508 KUH Perdata;
bahwa berdasarkan fakta hukum Surat Direktur Peraturan Perpajakan II Nomor S- 696/PJ.032/2009 tanggal 23 Juni 2009 tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7
UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sesuai dengan Hierarki UU ada peraturan yang lebih tinggi yang sudah mengaturnya maka sesuai azas
lex superior derogat legi inferiori seharusnya menggunakan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan informatika dan Kepala BKPM dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 89 Tahun 2006 sebagai dasar hukum. Sehingga dapat diartikan bahwa Tower/Menara Telekomunikasi adalah merupakan bangunan, yang melekat di atas tanah dan tidak dapat dipindah-pindahkan;
bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Hakim Nany Wartiningsih, S.H., M.Si. berpendapat bahwa Tower/Menara Telekomunikasi termasuk dalam klasifikasi Bangunan dalam fungsi khusus;
bahwa dengan demikian, Hakim Nany Wartiningsih, S.H., M.Si. berpendapat bahwa koreksi Negatif Terbanding terhadap Penyesuaian Fiskal Negatif sebesar (Rp334.201.674.155,00) Masa Pajak Januari s.d. Desember 2009 sebesar (Rp334.201.674.155,00), sudah tepat sehingga koreksi Terbanding sebesar (Rp334.201.674.155,00) tetap dipertahankan;
bahwa berdasarkan atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, bahwa sesuai dengan Pasal 79 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dinyatakan:
“Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak”;
bahwa karena salah satu Hakim berpendapat lain maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak dengan demikian pendapat Majelis berdasarkan suara terbanyak Majelis Hakim koreksi Terbanding atas Koreksi terhadap Penyesuaian Fiskal Negatif Masa Pajak Januari s.d. Desember 2009 sebesar (Rp334.201.674.155,00) tidak dapat dipertahankan;
bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding atas koreksi Penghasilan Netto Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009, dengan koreksi yang dapat dipertahankan dan koreksi yang tidak dapat dipertahankan sebagai berikut:
Keterangan |
Koreksi |
Koreksi yang Tidak Dapat Dipertahankan |
Koreksi yang Tetap Dipertahankan |
(Rp) |
(Rp) |
(Rp) |
A. Pengurang Penghasilan Bruto
|
21.138.713.696,00 |
21.138.713.696,00 |
0,00 |
B. Penyesuaian Fiskal Negatif
|
(334.201.674.155,00) |
(334.201.674.155,00) |
0,00 |
Jumlah
|
(313.062.960.459,00) |
(313.062.960.459,00) |
0,00 |
bahwa sehingga penghasilan netto PPh Badan Tahun Pajak 2009 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
Penghasilan Netto menurut Keputusan Terbanding |
(Rp1.982.377.063.269,00) |
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan |
(Rp 313.062.960.459,00) |
Penghasilan Netto menurut Majelis |
(Rp1.669.314.102.810,00) |
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan perundang- undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan ini.
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP–1682/WPJ.19/2015 tanggal 15 September 2015, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009 Nomor 00003/506/09/092/14 tanggal 30 Juni 2014, atas Pemohon Banding, sehingga Jumlah Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar Tahun 2009 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
Uraian |
Semula (Rp) |
Penghasilan Neto
|
(1.669.314.102.810,00) |
Kompensasi Kerugian
|
0,00 |
Penghasilan Kena Pajak
|
(1.669.314.102.810,00) |
Pajak Penghasilan (PPh) Terutang
|
0,00 |
Kredit Pajak
|
0,00 |
Jumlah PPh yang masih harus dibayar
|
0,00 |
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Senin tanggal 14 November 2016 oleh Hakim Majelis VIIIA Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:
Drs. SH, Ak. |
sebagai Hakim Ketua, |
NW, S.H., M.Si. |
sebagai Hakim Anggota, |
JS, Ak. |
sebagai Hakim Anggota, |
dengan dibantu oleh RY, S.E., Ak., M.M. |
sebagai Panitera Penggant |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.