Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-002916.99
Pokok Sengketa:
bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Keputusan Tergugat Nomor S- 48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 perihal Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif, yang tidak disetujui oleh Penggugat;
Menurut Tergugat:
Tanggapan Atas Gugatan
bahwa setelah membaca surat gugatan, mempelajari berkas surat menyurat dan dokumen yang ada, dengan ini disampaikan tanggapan terhadap gugatan dari Penggugat sebagai berikut :
a. Dasar Hukum
Ketentuan perpajakan yang terkait dengan pokok sengketa yang diajukan gugatan, antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, menyatakan :

Pasal 23 ayat (2) angka 3:
"Yang dapat diajukan gugatan adalah terhadap Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26.";
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan: Pasal 40 ayat (1)
"Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.”;

Pasal 40 ayat (6)
"Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.”;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha kena Pajak menyatakan:

Pasal 1 Angka 21
"Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif namun belum dilakukan Penghapusan NPWP.”;

Pasal 11 ayat (1)
"Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dapat menetapkan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Non Efektif.”;
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan dalam Rangka Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-07/PJ/2018 mengatur bahwa:
"Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, mengalihkan dan menginvestasikan harta tambahan dimaksud di dalam wilayah NKRI harus menyampaikan laporan pengalihan harta dan realisasi investasi Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak Harta Tambahan yang dialihkan telah seluruhnya disetorkan atau dialihkan ke dalam rekening Khusus, sehingga Penggugat memiliki kewajiban penyampaian Laporan Penempatan Harta Tambahan selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak.”;
b. Tanggapan Tergugat
  1. bahwa dasar pengajuan gugatan adalah atas Surat Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif Nomor: S-48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018, tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif atas Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif dinyatakan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif;
  2. bahwa Surat Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif Nomor: S-48NE/ 30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Account Representative;
  3. bahwa terkait alasan Penggugat bahwa Penggugat adalah Subjek Pajak Luar Negeri , disampaikan hal - hal sebagai berikut :
    1. bahwa pada tanggal 1 November 2017 terdapat data approweb berdasarkan Laporan Hasil Analisis CTA nomor LHA-856/PJ.081/2017 berupa data potensi penghasilan Luar Negeri yang belum dilaporkan Rp134.411.191.200,00 dan potensi Pajak tahun 2016 323.357.360,00;
    2. bahwa pada tanggal 7 November 2017, Account Representative membuat Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) Nomor SP2DK- 8506/WPJ.30/ 05/2017;
    3. bahwa pada tanggal 16 November 2017, Penggugat mengklarifikasi atas Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) Nomor SP2DK-8506/ 30/KP.05/2017 tanggal 7 November 2017 dengan Surat Nomor: TTD-174512 tanggal 15 November 2017 dan diterima KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama dengan Bukti Penerimaan Surat Nomor: PEM:01012211\013\nov\2017 tanggal 16 November 2017;
    4. bahwa berdasarkan jawaban Penggugat yang tersebut pada poin 3, Penggugat justru menyatakan dirinya sebagai Subjek Pajak Luar Negeri, padahal Penggugat menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2016 dengan status Kurang Bayar 177.491.400,00 dengan Bukti Penerimaan Surat Nomor: S-050072281/PPTOPS/ WPJ.30/KP.0503/2017 tanggal 4 April 2017 dimana dalam pengisiannya terdapat unsur penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, penghasilan neto luar negeri, penghasilan sewa atas tanah dan/atau bangunan dan dividen (terlampir). Didukung juga dengan Tax Reference Nomor SXXXX669E tanggal 27 Oktober 2017 yang diterbitkan oleh Inland Revenue Authority Of Singapore diketahui Penggugat baru saja meminta secara legal Certificate of Residence di Singapura pada tanggal 16 Oktober 2017;
  4. bahwa terkait Penolakan atas Penetapan status Penggugat sebagai Wajib Pajak Non Efektif, disampaikan hal-hal sebagai berikut:
    1. bahwa pada tanggal 30 Oktober 2017, Penggugat mengajukan Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif kepada Kepala KPP Kebayoran Lama yang diterima langsung oleh KPP Kebayoran Lama pada tanggal 13 Desember 2017 dengan Bukti Penerimaan Surat Nomor: S-9312S/WPJ.30/KP.0503/2017. Kemudian atas surat tersebut, KPP Kebayoran Lama menerbitkan Surat Nomor S-179NE/ 30/KP.0503/2017 tanggal 19 Desember 2017 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang menyatakan Penggugat tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif;
    2. bahwa kemudian Penggugat mengajukan Surat Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang kedua yang diterima langsung oleh KPP Kebayoran Lama pada tanggal 5 Maret 2018 dengan Bukti Penerimaan Surat Nomor: S-19425/ 30/KP.0503/2018. Atas surat permohonan tersebut, pada tanggal 9 Maret 2018 KPP Kebayoran Lama menerbitkan Surat Keputusan Nomor: S-48NE/ WPJ.30/KP.0503 /2018 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang menyatakan bahwa Penggugat tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif dengan alasan masih terdapat Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) yang belum ditindaklanjuti;
    3. bahwa perihal Penentuan Strategi Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan Pajak diketahui bahwa terkait dengan masalah penyelesaian permohonan Non Efektif bagi Wajib Pajak yang mengikuti Amnesti Pajak dan mengingat Penggugat memiliki kewajiban menyampaikan Laporan Penempatan Harta, maka sampai dengan saat ini belum ada ketentuan yang mengatur mengenai ketentuan bahwa Wajib Pajak tetap dapat mengajukan permohonan status Non Efektif dan belum ada penegasan lebih lanjut dari Kantor Pusat DJP;
    4. bahwa mengingat jangka waktu penyelesaian permohonan penetapan Wajib Pajak Non Efektif selama 5 (lima) hari kerja, maka Kepala Kantor mempertimbangkan untuk mengembalikan terlebih dahulu permohonan yang diajukan Penggugat (menolak);
    5. bahwa mengingat Penggugat mengikuti program amnesti pajak dengan Surat Keterangan Pengampunan Pajak nomor: KET-18071/PP/WPJ.30/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan mempunyai kewajiban penyampaian pelaporan penempatan Dan mengingat adanya sarana penyampaian laporan Penempatan harta melalui saluran tertentu (e-reporting) melalui laman http://djponline.paiak.go.id dan adanya Sarana Pengungkapan Aset Sukarela (SPT PAS Final) sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-23/PJ/2017 tanggal 20 November 2017 maka Wajib Pajak Non Efektif dikhawatirkan tidak dapat memanfaatkan sarana tersebut;
    6. bahwa berdasarkan hal tersebut diatas maka permohonan Penggugat atas penetapan Non Efektif ditolak;
  5. bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penerbitan Surat Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif S-48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  6. bahwa berdasarkan penjelasan di atas, mohon kiranya Majelis Hakim untuk dapat menolak gugatan yang diajukan oleh Penggugat;
bahwa Tergugat dalam persidangan menyatakan hal-hal sebagai berikut:
bahwa Tergugat menyampaikan kronologis penerbitan Surat Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang pada pokoknya berisi hal-hal sebagai berikut:
1 November 2017
bahwa terdapat data approweb berdasarkan Laoran Hasil Analisis CTA Nomor LHA-856/ PJ.081/2017 berupa data potensi penghasilan Luar Negeri yang belum dilaporkan sebesar Rp134.411.191.200,00 dan potensi pajak tahun 2016 sebesar Rp40.323.357.360,00;
7 November 2017
bahwa Tergugat membuat Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) nomor SP2DK-8506/WPJ.30/KP.05/2017;
16 November 2017
bahwa Penggugat mengklarifikasi Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) nomor SP2DK-8506/WPJ.30/KP.05/2017;
13 Desember 2017
bahwa Penggugat mengajukan permohonan penetapan Non Efektif (NE) dengan surat permohonan tanpa nomor tanggal 30 Oktober 2017;
19 Desember 2017
bahwa Tergugat menerbitkan Surat Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif Nomor S-179NE/WPJ.30/KP.0503/2017 tanggal 19 Desember 2017;
5 Maret 2018
bahwa Tergugat menerima surat permohonan Wajib Pajak Non Efektif (kedua) dengan Surat Permohonan Tanpa Nomor tanggal 5 Maret 2018 dengan melampirkan surat dari Direktur Peraturan Perpajakan I Nomor S-70/PJ.02/2018 tanggal 2018 tanggal 26 Februari 2018 dimana pihak KPP Pratama Kebayoran Lama sampai saat ini belum menerima tembusan surat tersebut;
9 Maret 2018
bahwa Tergugat menerbitkan Surat Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif Nomor S-48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 dengan alasan masih terdapat Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) nomor SP2DK-8506/WPJ.30/KP.05/2017 yang belum dilaporkan Penggugat di SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016;
1 April 2018
bahwa Penggugat mengajukan gugatan atas surat Nornor S-48NE/WPJ.30/ KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 perihal Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif;
bahwa Tergugat menyatakan Penggugat mengikuti Tax Amnesty dan sudah mendapatkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak dari Tergugat tanggal 23 Desember 2018. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Wajib Pajak yang mengikuti program Tax Amnesty diwajibkan untuk melakukan pelaporan penempatan harta tambahan selama tiga tahun ke depan;
bahwa Tergugat menyatakan tiga tahun ke depan dimulai sejak berlakunya Surat Keterangan Pengampunan Pajak tersebut. Tergugat akan membawa peraturan terkait pada sidang berikutnya;
bahwa Tergugat menyatakan kewajiban pelaporan tersebut dimulai tahun 2017, 2018, dan 2019 dan Penggugat masih berada dalam jangka waktu kewajiban melakukan pelaporan tersebut, sehingga hal tersebut menjadi salah satu alasan penolakan penetapan WPNE yang diajukan Penggugat;
bahwa Majelis meminta Tergugat untuk menyampaikan aturan mengenai pelaporan penempatan harta tambahan dalam Tax Amnesty apakah berkaitan dengan status Wajib Pajak Non Efektif (WPNE);
bahwa Tergugat menyerahkan Surat Direktur Peraturan Perpajakan I Nomor S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 Hal: Jawaban Penegasan Penghapusan NPWP atau Wajib Pajak Non Efektif Dalam Pelaksanaan Pelaporan Harta Tambahan Bagi Wajib Pajak yang Berstatus WNA Yang Tidak Tinggal Lagi di Indonesia;
bahwa Tergugat menyatakan dalam Surat Nomor S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 tersebut pada halaman 6, Direktur Peraturan Perpajakan I telah memberikan penegasan yang pada intinya berisi hal sebagai berikut:
“3. Berdasarkan perundangan-undangan yang berlaku, dengan ini disampaikan sebagai berikut:
  1. NPWP adalah sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal din atau identitas VVajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sehingga dalam hal masih terdapat kewajiban perpajakan maka NPWP tersebut harus tetap ada;
  2. Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak memiliki kewajiban investasi di dalam wilayah NKRI atas Harta yang dialihkan dari luar wilayah NKRI dan/atau penempatan Harta tambahan di dalam wilayah NKRI serta menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan dan/atau laporan penempatan Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan;
  3. Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak memiliki kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf b sehingga belum dapat dilakukan penghapusan NPWP;
  4. Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak namun NPWP-nya belum dihapus, dapat mengajukan permohonan atau secara jabatan ditetapkan sebagai Wajib Pajak non efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  5. Apabila Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan masih tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penghapusan NPWP atau dilakukan penghapusan NPWP secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ”;
bahwa Tergugat menyatakan Penggugat telah mengikuti Tax Amnesty dan telah diterbitkan surat keterangan atasnya yang bernomor 18071 tanggal 23 Desember 2016;
bahwa Tergugat melanjutkan penjelasannya bahwa setelah Penggugat menerima surat keterangan tersebut, Penggugat tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan harta tambahan dan/atau penempatan harta tambahan secara berkala selama tiga tahun kepada Direktorat Jenderal Pajak;
bahwa Tergugat menyatakan surat keterangan diterbitkan tahun 2016, sehingga kewajiban pelaporan tersebut berakhir pada tahun 2019. Apabila permohonan status WPNE yang diajukan Penggugat dikabulkan, Tergugat tidak dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban pelaporan penempatan harta tambahan yang disampaikan oleh Penggugat;
bahwa Tergugat berpendapat penolakan atas permohonan status WPNE yang diajukan Penggugat telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
bahwa Majelis menyatakan dikarenakan adanya kewajiban pelaporan penempatan harta tambahan yang harus disampaikan Penggugat selama tiga tahun, menyebabkan Tergugat belum bisa mengabulkan permohonan status WPNE yang diajukan Penggugat. Tergugat kesulitan untuk melakukan pengawasan apabila Penggugat berstatus WPNE;
bahwa Tergugat menyatakan dalam jawaban Direktur Peraturan Perpajakan I Nomor S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 pada halaman 6 angka 3 huruf e disebutkan pula bahwa:
  1. “Apabila Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan masih tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penghapusan NPWP atau dilakukan penghapusan NPWP secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.”;
bahwa Tergugat menyatakan yang perlu diperhatikan adalah kata “telah” dan kata “dan” dalam pernyataan di atas yang dalam hal ini apakah Penggugat telah memenuhi ketentuan penyampaian laporannya. Hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan Tergugat dalam memberikan penolakan atas permohonan status WPNE Penggugat. Adanya kata “dan” menunjukkan syarat akumulatif untuk dapat ditetapkan sebagai WPNE, yakni telah memenuhi ketentuan penyampaian laporan dan tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif. Kedua syarat tersebut bersifat akumulatif dan absolut sehingga harus terpenuhi semua;
bahwa Tergugat menyatakan ketika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka Tergugat tidak dapat mengabulkan permohonan WPNE Penggugat. Syarat yang tidak terpenuhi oleh Pengugat adalah syarat telah menyampaikan laporan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Tax Amnesty;
bahwa Majelis menanyakan pada Tergugat, persyaratan tersebut hanya berlaku untuk status WPNE bukan penghapusan NPWP dan Tergugat menyatakan benar;
bahwa Tergugat kembali menegaskan bahwa jika permohonan status WPNE Penggugat dikabulkan, Tergugat akan kesulitan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemenuhan kewajiban Penggugat dalam menyampaikan laporan penempatan harta tambahannya selama tiga tahun tersebut. Tergugat juga kesulitan untuk mengawasi secara administrasi mengenai ada tidaknya harta lain yang belum dilaporkan Penggugat dalam program Tax Amnesty;
Menurut Pemohon Banding:
Penjelasan Kronologis tentang Duduk Perkara
bahwa secara kronologis, proses pengajuan Surat Gugatan atas Surat Nomor: S-48NE/ WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang diterbitkan oleh KPP Kebayoran Lama, dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. bahwa Penggugat secara substansi dan yuridis sebenarnya merupakan Subjek Pajak Luar Negeri sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 ("UU PPh") dikarenakan Penggugat telah berada di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan telah bertempat tinggal tetap di Singapura sesuai dengan Identity Card Republic of Singapore No S277166 9 E yang diterbitkan tanggal 21 Januari 2016 dengan alamat tempat tinggal (resident) di 3 Tanjong Rhu Road #11-03 Singapura 436881. Disamping itu, Penggugat juga merupakan Tax Resident di Singapura sesuai dengan Surat dari Inland Revenue Authority of Singapore SXXXX669E tanggal 27 Oktober 2017;
  2. bahwa pada tanggal 30 Oktober 2017, Penggugat mengajukan Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif kepada Kepala KPP Kebayoran Lama yang diterima langsung oleh KPP Kebayoran Lama pada tanggal 13 Desember 2017 dengan Bukti Penerimaan Surat Nomor: S-9312S/WPJ.30/KP.0503/2017;
  3. bahwa pada tanggal 7 November 2017, KPP Kebayoran Lama mengeluarkan Surat Nomor: SP2DK-8506/WPJ.30/KP.05/2017 perihal Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016, dimana Penggugat diminta untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 dan membayar pajak yang seharusnya terutang atau memberikan penjelasan/klarifikasi beserta bukti pendukung atas Data dan/atau Keterangan terkait penghasilan neto luar negeri yang berasal dari dividen yang dibagikan oleh Bumitama Agri ;
  4. bahwa atas Surat Tanggapan Nomor SP2DK-8506/WPJ.30/KP.05/2017 tersebut, pada tanggal 15 November 2017 Penggugat telah memberikan penjelasan atas Data dan/atau Keterangan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 melalui Surat Nomor: TTD-174512 yang diterima langsung oleh KPP Kebayoran Lama pada tanggal 16 November 2017 dengan Bukti Penerimaan Surat Nomor: PEM: 01012211\013\nov\2017, berupa penjelasan bahwa Penggugat tidak memperoleh penghasilan dividen yang dibagikan oleh Bumitama Agri Ltd. dikarenakan Penggugat bukan merupakan pemegang saham dari Bumitama Agri dan bahwa Penggugat telah melaporkan seluruh penghasilannya dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 serta telah membayar PPh terutang untuk Tahun Pajak 2016 dengan benar;
  5. bahwa pada tanggal 19 Desember 2017, KPP Kebayoran Lama menerbitkan Surat Nomor: S-179NE/WPJ.30/KP.0503/2017 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang menyatakan Penggugat tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif dengan alasan Penggugat mengikuti program Pengampunan Pajak, sehingga masih memiliki kewajiban menyampaikan laporan penempatan harta tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI selama 3 (tiga) tahun;
  6. bahwa sehubungan dengan Surat Tergugat yang berisi tentang Keputusan penolakan tersebut, maka pada tanggal 23 Januari 2018 Penggugat mengajukan Surat tentang Permohonan Penegasan Penghapusan NPWP atau Wajib Pajak Non Efektif serta Pelaksanaan Pelaporan Penempatan Harta Tambahan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Berstatus Sebagai Warga Negara Asing yang Tidak Tinggal Lagi di Indonesia yang ditujukan kepada Direktur Direktorat Peraturan Perpajakan I pada tanggal 29 Januari 2018 dengan Tanda Terima Penerimaan Surat Nomor: 201801290150;
  7. bahwa atas Permohonan Penggugat tersebut, Direktur Direktorat Peraturan Perpajakan I menerbitkan Surat Jawaban Penegasan Nomor: S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 tentang Jawaban Penegasan Penghapusan NPWP atau Wajib Pajak Non Efektif dalam Pelaksanaan Pelaporan Harta Tambahan Bagi Wajib Pajak yang Berstatus WNA Yang Tidak Tinggal Lagi di Indonesia, yang pada intinya menyatakan bahwa:
    “Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak memiliki kewajiban investasi di dalam wilayah NKRI atas Harta yang dialihkan dari luar wilayah NKRI dan/atau penempatan Harta tambahan di dalam wilayah NKRI serta menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan dan/atau laporan penempatan Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan.
    Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak namun NPWP-nya belum dihapus, dapat mengajukan permohonan atau secara jabatan ditetapkan sebagai Wajib Pajak non efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.”;
  8. bahwa berdasarkan Surat Penegasan Direktur Direktorat Peraturan Perpajakan I tersebut, maka pada tanggal 2 Maret 2018 Penggugat mengirimkan Surat Pemberitahuan Jawaban Penegasan Direktur Direktorat Peraturan Perpajakan I Nomor: S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 kepada KPP Kebayoran Lama yang diterima langsung oleh KPP Kebayoran Lama pada tanggal 5 Maret 2018 dengan Bukti Penerimaan Surat Nomor: PEM: 01002078\013\mar\2018;
  9. bahwa selanjutnya, pada tanggal 2 Maret 2018 Penggugat mengajukan Surat Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang kedua yang diterima langsung oleh KPP Kebayoran Lama pada tanggal 5 Maret 2018 dengan Bukti Penerimaan Surat Nomor: S- 1942S/WPJ.30/KP.0503/2018;
  10. bahwa pada tanggal 9 Maret 2018, KPP Kebayoran Lama menerbitkan Surat Keputusan Nomor: S-48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang menyatakan bahwa Penggugat tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif dengan alasan masih terdapat Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (“SP2DK”) yang belum ditindaklanjuti;
  11. bahwa atas Surat Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif Nomor: S-179NE/WPJ.30/KP.0503/2017 tanggal 19 Desember 2017 dan Nomor: S-48NE/WPJ.30/ 0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 yang diterbitkan oleh KPP Kebayoran Lama tidak pernah dikirimkan kepada Penggugat, dan baru diterima oleh Penggugat pada tanggal 23 Maret 2018 melalui loket penerimaan surat di KPP Kebayoran Lama pada saat Penggugat menyampaikan surat permohonan informasi status tentang Proses Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang telah Penggugat sampaikan secara langsung melalui loket penerimaan di KPP Kebayoran Lama tanggal 5 Maret 2018. Atas penyerahan Surat Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif Nomor: S-179NE/WPJ.30/KP.0503/2017 tanggal 19 Desember 2017 dan Nomor: S-48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 tersebut Penggugat tidak mendapatkan bukti penerimaan surat;
Alasan/Dalil Pengajuan Gugatan
bahwa berikut Penggugat sampaikan alasan/dalil pengajuan gugatan sebagai berikut:
1. bahwa Penggugat sebelumnya merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri yang memiliki NPWP dengan Nomor: 079.615.8-013.000 yang kemudian tinggal di luar negeri (Singapura) sejak beberapa tahun terakhir dikarenakan kondisi kesehatan yang kurang sehat dan telah lanjut usia dimana Penggugat telah menjadi penduduk negara Singapura sejak 21 Januari 2016 sesuai dengan Identity Card dari Republic of Singapore dengan Nomor S2771669E. Secara substansi, Penggugat tidak pernah bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam 12 (dua belas) bulan dalam beberapa tahun terakhir ini;
2. bahwa namun dikarenakan Penggugat masih memiliki NPWP, Penggugat telah menyampaikan Surat Pernyataan Pengampunan Pajak dengan mengungkapkan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI. Dikarenakan elah terpenuhinya persyaratan untuk diberikan status sebagai Wajib Pajak Non Efektif, kemudian Penggugat mengajukan permohonan Wajib Pajak Non Efektif ke Kantor Pelayanan Pajak tempat semula Penggugat terdaftar;
3. bahwa berdasarkan UU PPh telah diatur sebagai berikut:

Pasal 2 ayat (2)
“Subjek pajak dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri.”;

Memori penjelasan:
“...perbedaan yang penting antara Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, antara lain :
  1. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia,
  2. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan, dan
  3. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final; ...”;

Pasal 2 ayat (4)
“Subjek pajak luar negeri adalah:
  1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
  2. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di ”;
4. bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2011 tentang Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri, telah diatur bahwa orang pribadi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal tetap di luar negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri, yaitu: Green Card, Identity Card, Student Card, pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Surat Keterangan dari Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri atau tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat;
5. bahwa dengan demikian, dikarenakan keadaan dan fakta-fakta mengenai Penggugat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka Penggugat seharusnya secara substansi dan yuridis telah menjadi Subjek Pajak Luar Negeri sejak tahun pajak Dengan demikian, seharusnya Penggugat tidak lagi berkewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak 2016 dan seterusnya dan/atau tidak perlu melaporkan penghasilan terutama yang bersumber dari luar negeri;
6. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 (“PER-147”) telah diatur bahwa:

Pasal 1 Angka 21
“Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif namun belum dilakukan Penghapusan NPWP.”;

Pasal 11 ayat (1)
“Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dapat menetapkan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Non Efektif.”;
7. bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Penggugat merupakan Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif dan telah mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi Wajib Pajak Non Efektif, walaupun pada hakekatnya KPP dapat menetapkan Wajib Pajak Non Efektif secara jabatan atas status Wajib Pajak;
8. bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-03/PJ/2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan Dalam Rangka Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-07/PJ/2018 mengatur bahwa Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, mengalihkan dan menginvestasikan harta tambahan dimaksud di dalam wilayah NKRI harus menyampaikan laporan pengalihan harta dan realisasi investasi Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak Harta Tambahan yang dialihkan telah seluruhnya disetorkan atau dialihkan ke dalam Rekening Khusus, sehingga Penggugat memiliki kewajiban penyampaian Laporan Penempatan Harta Tambahan selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak;

bahwa namun demikian, Undang-Undang a quo tidak melarang Wajib Pajak yang masih memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan dan/atau laporan penempatan Harta tambahan secara berkala untuk kemudian ditetapkan menjadi Wajib Pajak Non Efektif;
9. bahwa lebih lanjut, berdasarkan Surat Jawaban Penegasan Nomor: S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 tentang Jawaban Penegasan Penghapusan NPWP atau Wajib Pajak Non Efektif Dalam Pelaksanaan Pelaporan Harta Tambahan Bagi Wajib Pajak yang Berstatus WNA Yang Tidak Tinggal Lagi di Indonesia, Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak namun NPWP-nya belum dihapus, dapat mengajukan permohonan atau secara jabatan ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
10. bahwa Penggugat melalui Surat Nomor: S-179NE/WPJ.30/KP.0503/2017 tanggal 19 Desember 2017 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang menyatakan Penggugat tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif dengan alasan Penggugat mengikuti program Pengampunan Pajak, sehingga masih memiliki kewajiban menyampaikan laporan penempatan harta tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI selama 3 (tiga) tahun adalah tidak berdasar;
11. bahwa syarat dan ketentuan mengenai penetapan status Wajib Pajak Non Efektif telah diatur secara jelas dan tegas dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 147/PMK.03/2017 tanggal 31 Oktober 2017 yang tidak mengatur alasan penolakan sebagaimana dalih dari Tergugat;
12. bahwa selain itu, Tergugat mempermasalahkan SP2DK yang menurut Tergugat belum ditanggapi oleh Penggugat dimana dalam SP2DK Nomor: SP2DK- 8506/WPJ.30/KP.05/2017 tersebut, Tergugat menyatakan bahwa:
- berdasarkan data dan/atau keterangan yang diperoleh KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama diketahui bahwa Penggugat mempunyai kepemilikan secara tidak langsung sebesar 51,48% pada Bumitama Agri Ltd yang terdaftar di Bursa efek di Singapura melalui Wellpoint Pacific Holdings Ltd yang 100% sahamnya dikuasai oleh Penggugat melalui Fortune Holdings Ltd;
- berdasarkan annual report Bumitama Agri Ltd tahun 2015, terdapat pembagian saham kepada pemegang saham sebesar senilai 097.000.000,00;
- berdasarkan SPT Tahunan 2016 yang telah Penggugat sampaikan, belum terdapat penghasilan neto luar negeri yang berasal dari dividen tersebut;
13. bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, Penggugat telah menjelaskan dalam tanggapan SP2DK Nomor: SP2DK-8506/WPJ.30/KP.05/2017 bahwa Penggugat tidak menerima atau memperoleh penghasilan dividen yang dibagikan oleh Bumitama Agri dikarenakan Penggugat bukan merupakan pemegang saham dari Bumitama Agri Ltd. dan juga dikarenakan Bumitama Agri Ltd. merupakan perusahaan yang menjual sahamnya di Bursa Efek (go public company);

bahwa lebih lanjut, Penggugat telah menjelaskan dalam pertemuan dengan Tergugat bahwa Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 256/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah terakhir dengan 107/PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek tidak dapat diterapkan terhadap Penggugat untuk perhitungan penghasilan bruto Wajib Pajak dalam tahun 2016 karena tidak mempunyai dasar hukum;

bahwa dengan demikian atas SP2DK dimaksud, Penggugat telah memberikan tanggapan sebagaimana mestinya, sehingga menurut pendapat Penggugat atas SP2DK tersebut tidak menjadi pokok permasalahan dalam penetapan Keputusan Penolakan Permohonan Wajib Pajak Non Efektif yang Penggugat ajukan;
14. bahwa berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah diatur bahwa:

Pasal 1 angka 17
“Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (“AUPB”) adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.”;

Pasal 10
“AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas : kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.”;
15. bahwa atas S-48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 jo. S-179NE/WPJ.30/ 0503/2017 tanggal 19 Desember 2017 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif merupakan tindakan yang bertentangan dengan AUPB dimana Tergugat telah tidak cermat dalam menerapkan peraturan perudang-undangan di bidang perpajakan. Selain itu, Tergugat juga telah menyalahgunakan kewenangan dan tidak memberikan pelayanan yang baik mengingat Tergugat tidak mempedulikan hak Penggugat dimana secara yuridis, Penggugat sudah merupakan Subjek Pajak Luar Negeri dimana hak tersebut harus dihormati;
16. bahwa sehubungan dengan dalil-dalil yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa atas penerbitan Surat Keputusan Nomor: S-48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 jo. S-179NE/WPJ.30/KP.0503/2017 tanggal 19 Desember 2017 telah nyata- nyata tidak berdasar dan tidak adil. Dengan demikian, Keputusan KPP Kebayoran Lama yang menolak permohonan penetapan Wajib Pajak Non Efektif Penggugat seharusnya dibatalkan;

bahwa lebih lanjut, dalil Penolakan Permohonan Wajib Pajak Non Efektif oleh KPP Kebayoran Lama yang berkaitan dengan SP2DK, tidak dapat dijadikan sebagai dasar Keputusan Penolakan Permohonan Wajib Pajak Non Efektif dikarenakan Penggugat telah memenuhi syarat subjektif dan objektif untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri;

bahwa Penggugat dalam Surat Bantahan pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Bantahan Penggugat atas Pokok Sengketa
bahwa berikut Penggugat sampaikan bantahan atas surat tanggapan Tergugat sebagai berikut:
a. Terkait tanggapan Tergugat atas pernyataan Penggugat bahwa Penggugat adalah Subjek Pajak Luar Negeri
1. bahwa Penggugat sebelumnya merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri yang memiliki NPWP dengan nomor : 079.615.8-013.000 yang kemudian tinggal di luar negeri (Singapura) sejak beberapa tahun terakhir dikarenakan kondisi kesehatan yang kurang sehat dan telah lanjut usia dimana Penggugat telah menjadi penduduk negara Singapura sejak 21 Januari 2016 sesuai dengan Identity Card dari Republic of Singapore dengan Nomor S2771669E dengan alamat tempat tinggal (resident) di 3 Tanjong Rhu Road #11-03 Singapura 436881. Disamping itu, Penggugat juga merupakan Tax Resident di Singapura sesuai dengan Surat dari Inland Revenue Authority of Singapore No. SXXXX669E tanggal 27 Oktober 2017. Secara substansi, Penggugat tidak pernah bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam 12 (dua belas) bulan dalam beberapa tahun terakhir ini;
2. bahwa dikarenakan Penggugat masih memiliki NPWP, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (“UU Pengampunan Pajak”), Penggugat telah menyampaikan Surat Pernyataan Pengampunan Pajak dengan mengungkapkan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Selanjutnya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (“UU PPh”), dikarenakan telah terpenuhinya persyaratan untuk diberikan status sebagai Wajib Pajak Non Efektif, kemudian Penggugat mengajukan permohonan Wajib Pajak Non Efektif ke KPP tempat semula Penggugat terdaftar;
3. bahwa berdasarkan UU PPh telah diatur hal-hal sebagai berikut:
Pasal 2 ayat (2)
“Subjek pajak dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar
Negeri.”; 
Memori penjelasan:
“....perbedaan yang penting antara Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, antara lain :
  1. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia,
  2. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan, dan
  3. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final; ...”
Pasal 2 ayat (4)
“Subjek pajak luar negeri adalah:
  1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
  2. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.”;
4. bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2011 tentang Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri, telah diatur bahwa orang pribadi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal tetap di luar negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri, yaitu : Green Card, Identity Card, Student Card, pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Surat Keterangan dari Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri atau tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat;
5. bahwa dengan demikian, dikarenakan keadaan dan fakta-fakta hukum mengenai Penggugat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka Penggugat seharusnya secara substansi dan yuridis telah menjadi Subjek Pajak Luar Negeri sejak tahun pajak 2016. Dengan demikian, seharusnya Penggugat tidak lagi berkewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak 2016 dan seterusnya dan/atau tidak perlu melaporkan penghasilan terutama yang bersumber dari luar negeri;
6. bahwa sehubungan dengan itu, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 (“PMK-147”) telah diatur sebagai berikut:
Pasal 1 Angka 21
“Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif namun belum dilakukan Penghapusan NPWP.”;
Pasal 11 ayat (1)
“Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dapat menetapkan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Non Efektif.”;
7. bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Penggugat nyata-nyata merupakan Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif dan karenanya telah mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi Wajib Pajak Non Efektif, walaupun seharusnya KPP sendiri dapat menetapkan Wajib Pajak Non Efektif secara jabatan atas status Wajib Pajak a quo;
b. Terkait Penolakan Tergugat atas Penetapan Status Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Non Efektif
1. bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-03/PJ/2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan Dalam Rangka Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-07/PJ/2018 mengatur bahwa Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, mengalihkan dan menginvestasikan harta tambahan dimaksud di dalam wilayah NKRI harus menyampaikan laporan pengalihan harta dan realisasi investasi Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak Harta Tambahan yang dialihkan telah seluruhnya disetorkan atau dialihkan ke dalam Rekening Khusus, sehingga Penggugat memiliki kewajiban penyampaian Laporan Penempatan Harta Tambahan selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak;
bahwa namun demikian, Undang-Undang a quo tidak melarang Wajib Pajak yang masih memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan dan/atau laporan penempatan Harta tambahan secara berkala untuk kemudian ditetapkan menjadi Wajib Pajak Non Efektif;
2. bahwa lebih lanjut, pada tanggal 23 Januari 2018 Penggugat mengajukan Surat tentang Permohonan Penegasan Penghapusan NPWP atau Wajib Pajak Non Efektif serta Pelaksanaan Pelaporan Penempatan Harta Tambahan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Warga Negara Asing Yang Tidak Tinggal Lagi Di Indonesia yang ditujukan kepada Direktur Direktorat Peraturan Perpajakan I pada tanggal 29 Januari 2018 dengan Tanda Terima Penerimaan Surat Nomor: 201801290150;
3. bahwa atas Permohonan Penggugat tersebut, Direktur Direktorat Peraturan Perpajakan I menerbitkan Surat Jawaban Penegasan Nomor: S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 tentang Jawaban Penegasan Penghapusan NPWP atau Wajib Pajak Non Efektif Dalam Pelaksanaan Pelaporan Harta Tambahan Bagi Wajib Pajak yang Berstatus WNA Yang Tidak Tinggal Lagi di Indonesia, yang pada intinya menyatakan bahwa:
“Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak memiliki kewajiban investasi di dalam wilayah NKRI atas Harta yang dialihkan dari luar wilayah NKRI dan/atau penempatan Harta tambahan di dalam wilayah NKRI serta menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan dan/atau laporan penempatan Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan;
Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak namun NPWP-nya belum dihapus, dapat mengajukan permohonan atau secara jabatan ditetapkan sebagai Wajib Pajak non efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.”;
4. bahwa dengan demikian, surat Tergugat kepada Penggugat Nomor: S-179NE/ 30/KP.0503/2017 tanggal 19 Desember 2017 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang menyatakan Penggugat tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif dengan alasan Penggugat mengikuti program Pengampunan Pajak, sehingga masih memiliki kewajiban menyampaikan laporan penempatan harta tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI selama 3 (tiga) tahun adalah tidak berdasar;
5. bahwa syarat dan ketentuan mengenai penetapan status Wajib Pajak Non Efektif telah diatur secara jelas dan tegas dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 147/PMK.03/2017 tanggal 31 Oktober 2017 yang tidak mengatur alasan penolakan sebagaimana dalih dari Tergugat;
6. bahwa alasan penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang pertama (S- 179NE/WPJ.30/KP.0503/2017) dan kedua (S-48NE/WPJ.30/KP.0503/2018) dari KPP Pratama Kebayoran Lama menunjukkan ketidakkonsistenan dari pihak fiskus dan tidak menunjukan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dikarenakan Surat Penolakan Penetapan Status Non Efektif yang pertama dan kedua tidak pernah disampaikan kepada Penggugat baru mengetahui Surat Penolakan tersebut setelah Kuasa Penggugat menghadap Bagian Pelayanan KPP Pratama Kebayoran Lama pada tanggal 23 Maret 2018 untuk menanyakan Informasi Status tentang Proses Permohonan NE;
7. bahwa apabila mengacu kepada alasan penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang pertama, maka alasan yang dikemukakan oleh KPP Pratama Kebayoran Lama bertentangan dengan jawaban dari Surat Penegasan Tergugat Nomor: S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 yang pada intinya Penggugat yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak namun NPWP-nya belum dihapus, dapat mengajukan permohonan atau secara jabatan ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif;
8. bahwa berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah diatur sebagai berikut:
Pasal 1 angka 17
“Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (“AUPB”) adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.”;
Pasal 10
“AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas : kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.”;
9. bahwa dengan demikian, maka tindakan Tergugat yang menerbitkan Surat Nomor S- 48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 S-179NE/WPJ.30/ KP.0503/2017 tanggal 19 Desember 2017 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif adalah merupakan tindakan yang bertentangan dengan AUPB karena Tergugat telah tidak cermat dalam menerapkan peraturan perudang-undangan di bidang perpajakan. Selain itu, Tergugat juga telah menyalahgunakan kewenangan dan tidak memberikan pelayanan yang baik mengingat Tergugat tidak mempedulikan hak Penggugat yang secara yuridis, Penggugat sudah merupakan Subjek Pajak Luar Negeri sesuai dengan AUPB dimana Tergugat seharusnya menghormati dan mengakui hak Penggugat tersebut;
10. bahwa sehubungan dengan dalil-dalil yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa atas penerbitan Surat Tergugat Nomor: S-48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 S-179NE/WPJ.30/KP.0503/2017 tanggal 19 Desember 2017 telah nyata-nyata tidak berdasar dan tidak adil. Dengan demikian, Keputusan KPP Kebayoran Lama yang menolak permohonan penetapan Wajib Pajak Non Efektif Penggugat sebagaimana dinyatakan dalam kedua suratnya tersebut seharusnya dibatalkan;

bahwa lebih lanjut, dalil Penolakan Permohonan Wajib Pajak Non Efektif oleh KPP Kebayoran Lama yang berkaitan dengan SP2DK, tidak dapat dijadikan sebagai dasar Keputusan Penolakan Permohonan Wajib Pajak Non Efektif dikarenakan Penggugat telah memenuhi syarat subjektif dan objektif untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri;

bahwa dengan demikian, perlu Penggugat sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1) bahwa Tergugat telah keliru menganggap bahwa Penggugat bukan merupakan Subjek Pajak Luar Negeri. Penggugat telah menjadi Wajib Pajak Luar Negeri sejak 21 Januari 2016 sesuai dengan Identity Card dari Republic of Singapore dengan Nomor : S2771669E;
2) bahwa Penggugat telah memenuhi syarat pengajuan Permohonan Wajib Pajak Non Efektif yaitu tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak namun NPWP- nya belum dihapus;
3) bahwa Tergugat tidak seharusnya menolak permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang Penggugat ajukan melalui Surat Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif tanggal 2 Maret 2018. Perbuatan Tergugat yang menolak permohonan Penggugat jelas menunjukkan bahwa Tergugat tidak mematuhi dan tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dengan benar sehingga tidak sesuai dengan AUPB. Lebih lanjut, dikarenakan Tergugat tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif, maka seharusnya KPP dapat juga secara jabatan menetapkan Tergugat sebagai Wajib Pajak Non Efektif;
berdasarkan dalil dan bukti-bukti yang Penggugat sampaikan tersebut di atas, maka sesuai dengan asas keadilan, dengan ini Penggugat memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak Yang Mulia untuk membatalkan Surat Keputusan Tergugat Nomor: S- 48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 jo. S-179NE/WPJ.30/KP.0503/2017 tanggal 19 Desember 2017 dan memerintahkan Tergugat untuk mengabulkan permo-honan Penggugat untuk menetapkan status Penggugat sebagai Wajib Pajak Non Efektif berdasarkan Surat Permohonan Penetapan Wajib Non Efektif tanggal 2 Maret 2018 dikarenakan Penggugat merupakan Wajib Pajak Luar Negeri sejak 21 Januari 2016;

bahwa Penggugat dalam persidangan menyatakan hal-hal sebagai berikut:
bahwa Penggugat menyampaikan Surat Nomor TTD-181939 Hal Penjelasan Tertulis Pertama sehubungan dengan Permintaan Majelis Hakim XA Pengadilan Pajak pada Persidangan tanggal 16 Juli 2018 yang pada pokoknya berisi hal-hal sebagai berikut:
bahwa sehubungan dengan sidang pertama atas sengketa Gugatan terhadap Surat Nomor: S- 48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang diterbitkan oleh KPP Kebayoran Lama, maka bersama ini perkenankanlah untuk menyampaikan penjelasan tertulis sehubungan dengan permintaan Majelis Hakim XA Pengadilan Pajak pada persidangan pertama tanggal 16 Juli 2018 sebagai berikut:
Pembahasan Sengketa Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif
A. bahwa secara kronologis, berikut Pemohon Banding sampaikan alasan pengajuan Surat Gugatan atas Surat Nomor: S-48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang diterbitkan oleh KPP Kebayoran Lama:
- bahwa Penggugat telah tinggal di luar negeri (Singapura) lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan telah menetap di Terpenuhi syarat Subjektif sebagai Subjek Pajak Luar Negeri sesuai dengan Pasal 2 ayat (4) UU PPh;
- 21 Januari 2016
bahwa Penggugat mendapatkan Identity Card Republic of Singapore No. S2771669E;
- 27 Oktober 2017
bahwa Penggugat mendapatkan Tax Resident di Singapura berdasarkan Surat dari Inland Revenue Authority of Singapore No.SXXXX669E untuk Tahun Penetapan Pajak 2017 (jangka waktu dasar 1 Januari hingga 31 Desember 2016);
-
30 Oktober 2017
bahwa Penggugat mengajukan Permohonan Penetapan WPNE Pertama kepada KPP Kebayoran Lama (diterima tanggal 13 Desember 2017);
-
7 November 2017
bahwa KPP Kebayoran Lama menerbitkan SP2DK-8506;
-
15 November 2017
bahwa Penggugat memberikan penjelasan atas SP2DK-8506 melalui surat Nomor: TTD- 174512 (diterima 16 November 2017);
-
19 Desember 2017
bahwa KPP Kebayoran Lama menerbitkan Surat Nomor: S-179NE/WPJ.30/ KP.0503/2017 tentang Penolakan Penetapan WPNE yang pertama yang menyatakan Penggugat tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif, dengan alasan Penggugat mengikuti program Pengampunan Pajak, sehingga masih memiliki kewajiban menyampaikan laporan penempatan harta tarnbahan yang berada di dalam wilayah NKRI selama 3 (tiga) tahun. Namun, Surat Penolakan tersebut tidak pernah disampaikan kepada Penggugat;
-
21 Desember 2017
bahwa Penggugat menyampaikan Surat Pemberitahuan Wajib Pajak Telah Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri kepada: Kepala KPP Kebayoran Lama (diterima tanggal 27 Desember 2017) dengan ternbusan kepada: Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan II (diterima tanggal 29 Desember 2017);
-
23 Januari 2018
bahwa Penggugat mengajukan Surat tentang: "Permohonan Penegasan Penghapusan NPWP atau Wajib Pajak Non Efektif serta Pelaksanaan Pelaporan Penempatan Harta Tambahan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Berstatus sebagai Warga Negara Asing yang Tidak Tinggal lagi di Indonesia" kepada Direktur PP I (diterima tanggal 29 Januari 2018);
-
26 Februari 2018
bahwa Direktur PP I menerbitkan Surat Jawaban Penegasan Nomor: S-70/PJ.02/2018 yang pada intinya menyatakan bahwa Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak namun NPWP-nya belum dihapus, dapat mengajukan permohonan atau secara jabatan ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif;
- 2 Maret 2018
bahwa Penggugat mengirimkan Surat Jawaban Penegasan Direktur PP I Nomor: S-70/ PJ.02/2018 kepada KPP Kebayoran Lama (diterima tanggal 5 Maret 2018);
-
2 Maret 2018
bahwa Penggugat mengajukan Surat Permohonan Penetapan WPNE kedua kepada Kepala KPP Kebayoran Lama (diterima tanggal 5 Maret 2018;
-
9 Maret 2018
bahwa KPP Kebayoran Lama menerbitkan Surat Keputusan Nomor: S-48NE/WPJ/ 30/KP.0503/2018 tentang Penolakan Penetapan WPNE yang kedua yang menyatakan Penggugat tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif dengan alasan masih terdapat SP2DK yang belum ditindaklanjuti. Namun, Surat Penolakan tersebut tidak pernah kepada Penggugat;
- Surat Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif Nomor: 1) S-179NE/WPJ.30/ 0503/2017 tanggal 19 Desember 2017; dan Nomor: 2) S-48NE/WPJ.30/KP.0503/ 2018 tanggal 9 Maret 2018, yang diterbitkan oleh KPP Kebayoran Lama tidak pernah dikirimkan kepada Penggugat dan baru diterima oleh Penggugat pada tanggal 23 Maret 2018 pada saat Penggugat menyampaikan surat permohonan informasi status tentang Proses Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang telah Pengugat ajukan;
-
5 April 2018
bahwa Penggugat mengajukan Surat Permohonan Gugatan No: 01 kepada Ketua Pengadilan Pajak atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-48NE/WPJ.30/ KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018;
B.
bahwa Penggugat telah memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai Subjek Pajak Luar Negeri, dengan penjelasan sebagai berikut:
  1. bahwa Penggugat telah berada di luar negeri (Singapura) selama lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
  2. bahwa Penggugat telah bertempat tinggal tetap di Singapura sejak beberapa tahun terakhir dikarenakan kondisi kesehatan yang kurang sehat dan telah lanjut usia;
  3. bahwa Penggugat telah menjadi penduduk Negara Singapura sesuai dengan Identity Card Republic of Singapore No S277166 9 E yang diterbitkan tanggal 21 Januari 2016 dengan alamat tempat tinggal (resident) di 3 Tanjong Rhu Road #11-03 Singapura 436881;
  4. bahwa Penggugat juga merupakan Tax Resident di Singapura untuk Tahun Penetapan Pajak 2017 (jangka waktu dasar 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2016) sesuai dengan Surat dari Inland Revenue Authority of Singapore No.SXXXX669E tanggal 27 Oktober 2017;

Dasar Hukum:
  1. bahwa Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 ("UU PPh") dan memori penjelasannya mengatur bahwa:
    Pasal 2 ayat (4)
    "Subjek pajak luar negeri adalah:
    1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
    2. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di ";
  1. bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2011 tentang Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri, telah diatur bahwa orang pribadi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal tetap di luar negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri, yaitu : Green Card, Identity Card, Student Card, pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Surat Keterangan dari Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri atau tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat;
bahwa dengan demikian, dikarenakan keadaan dan fakta-fakta hukum mengenai Penggugat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka Penggugat seharusnya secara substansi dan yuridis telah menjadi Subjek Pajak Luar Negeri sejak tahun pajak 2016;
C. bahwa Penggugat telah memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 ("PER-147") telah diatur bahwa:
Pasal 1 Angka 21
"Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif namun belum dilakukan Penghapusan NPWP.";
Pasal 11 ayat (1)
"Kepala KPP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dapat menetapkan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Non Efektif.";
bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Penggugat tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif untuk menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dan karenanya telah mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi Wajib Pajak Non Efektif, walaupun pada hakekatnya, KPP secara jabatan dapat menetapkan Wajib Pajak menjadi Wajib Pajak Non Efektif;
b.
bahwa ketika masih dalam status Wajib Pajak Dalam Negeri, Penggugat mengikuti pengampunan pajak sehingga memiliki kewajiban penyampaian Laporan Penempatan Harta Tambahan selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-03/PJ/2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan Dalam Rangka Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-07/PJ/2018, yang mengatur sebagai berikut:
"Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, mengalihkan dan menginvestasikan harta tambahan dimaksud di dalam wilayah NKRI harus menyampaikan laporan pengalihan harta dan realisasi investasi Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak Harta Tambahan yang dialihkan telah seluruhnya disetorkan atau dialihkan ke dalam Rekening Khusus.";
bahwa namun demikian, Undang-Undang a quo tidak melarang Wajib Pajak yang masih memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan Pengalihan dan Realisasi Investasi Harta Tambahan dan/atau Laporan Penempatan Harta Tambahan secara Berkala untuk kemudian ditetapkan menjadi Wajib Pajak Non Efektif ataupun dilakukan pencabutan NPWP;
c.
bahwa lebih lanjut, Penggugat telah memperoleh surat penegasan dari Direktur Peraturan Perpajakan I ("Direktur PP I") Nomor: S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 tentang Jawaban Penegasan Penghapusan NPWP atau Wajib Pajak Non Efektif Dalam Pelaksanaan Pelaporan Harta Tambahan Bagi Wajib Pajak yang Berstatus WNA Yang Tidak Tinggal Lagi di Indonesia, yang pada intinya menyatakan bahwa:
Angka 3 huruf b
"Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak memiliki kewajiban investasi di dalam wilayah NKRI atas Harta yang dialihkan dari luar wilayah NKRI dan/atau penempatan Harta tambahan di dalam wilayah NKRI serta menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan dan/atau laporan penempatan Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan.”;
Angka 3 huruf d
"Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak namun NPWP-nya belum dihapus, dapat mengajukan permohonan atau secara jabatan ditetapkan sebagai Wajib Pajak non efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.";
bahwa dengan demikian, berdasarkan fakta hukum dan ketentuan di atas, Penggugat merupakan Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri namun NPWP-nya belum dihapus, sehingga dapat mengajukan permohonan atau secara jabatan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
d. bahwa lebih lanjut, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa:
Pasal 1 angka 17
"Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Balk ("AUPB”) adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.";
Pasal 10
"AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas : kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan urnurn, dan pelayanan yang baik.";
bahwa atas S-48NE/WPJ.30/KR0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif merupakan tindakan yang bertentangan dengan Pasal 1 angka 17 dan Pasal 10 AUPB dimana Tergugat telah tidak cermat dalam menerapkan peraturan perudang-undangan di bidang perpajakan. Selain itu, Tergugat juga telah menyalahgunakan kewenangan dan tidak memberikan pelayanan yang baik mengingat Tergugat tidak mempedulikan hak Penggugat dimana secara yuridis, Penggugat sudah merupakan Subjek Pajak Luar Negeri dimana hak tersebut harus dihormati;

bahwa dengan demikian, berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku, fakta hukum, serta penjelasan tersebut di atas, maka Penggugat berhak untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif karena Wajib Pajak secara substansi dan peraturan perpajakan yang berlaku merupakan Subjek Pajak Luar Negeri sejak tahun pajak 2016. Oleh karena itu, keputusan Tergugat atas Penolakan Permohonan Wajib Pajak Non Efektif seharusnya dibatalkan dan permohonan Penggugat dapat dikabulkan;
bahwa demikian penjelasan tertulis ini Penggugat sampaikan. Penggugat berharap penjelasan tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim untuk mengabulkan permohonan gugatan Penggugat;

bahwa Majelis mengemukakan bahwa Penggugat memiliki kewajiban membuat pelaporan penempatan harta tambahan selama tiga tahun, yakni tahun 2017, 2018, dan 2019. Setelah tahun 2019 mungkin Penggugat dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif;
bahwa atas pernyataan Majelis, Penggugat menyatakan bahwa program tax amnesty tidak memiliki sangkut paut dengan administratif Wajib Pajak Non Efektif. Tergugat dapat memberikan persetujuan atas permohonan penetapan WPNE Penggugat. Kemudian, bilamana setelah tiga tahun kewajiban pelaporan tersebut selesai, KPP dapat melakukan upaya kedua yakni pencabutan, sehingga proses NE tetap berjalan.
bahwa Penggugat menyatakan hal tersebut telah disetujui oleh pihak Tergugat dalam Surat Penegasan dan dalam sebuah acara sosialisasi yang diadakan oleh Kanwil DJP Jakarta Selatan di depan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia, bahwa status NPWP dan status NPWP dalam pelaporan Tax Amnesty merupakan dua hal yang berbeda. Undang-Undang Tax Amnesty mengatur kewajiban pelaporan harta dalam Tax Amnesty, namun tidak memiliki kaitan dengan status substansi dari Wajib Pajak tersebut, walaupun Wajib Pajak sudah berstatus Non Efektif ataupun sudah melakukan pencabutan NPWP. Misalnya Wajib Pajak yang memiliki kewajiban pelaporan tiba-tiba meninggal dunia tentu tidak memungkinkan lagi membuat pelaporan tersebut, di samping kewajiban pelaporan tersebut secara perhitungan masih ada, seharusnya Tergugat melakukan pencabutan NPWP;
bahwa Penggugat menyatakan dalam kasusnya, jika Tergugat memang belum berkenan melakukan pencabutan, Tergugat dapat memberikan status Wajib Pajak Non Efektif karena secara substansi Penggugat sudah memenuhi ketentuannya. WPNE dan masalah pelaporan penempatan harta tambahan merupakan dua hal yang berbeda. Setelah kewajiban pelaporan tersebut selesai, Tergugat dapat melakukan proses kedua yaitu pencabutan, sehingga proses penetapan WPNE tetap harus dilakukan terlebih dahulu;
bahwa Penggugat menyatakan faktanya, beberapa Wajib Pajak yang lain ada yang mengalami proses yang sama dengan yang dialami oleh Penggugat. Wajib Pajak tersebut sudah memenuhi ketentuan WPNE dan KPP ada yang menyetujuinya, atau ada kejadian Wajib Pajak meninggal dunia dan KPP pun melakukan pencabutan NPWP, namun kewajiban melakukan pelaporan tetap berjalan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa dua hal tersebut merupakan sistem yang berbeda;
bahwa Majelis menyatakan jika Wajib Pajak meninggal dunia tentu NPWP-nya akan dicabut atau ditetapkan sebagai NE. Pada kasus ini berbeda, Penggugat masih ada, hanya saja bertempat tinggal di Singapura. Ini yang harus dipelajari oleh Tergugat apakah kewajiban pelaporan tetap dapat berjalan meskipun statusnya WPNE;
bahwa Penggugat menyatakan pada persidangan tanggal 6 Agustus 2018, Penggugat telah menyampaikan penjelasan tertulis yang berisi kronologis pengajuan gugatan dan alasan penolakan Tergugat yang pertama dan kedua. Penggugat juga telah mengajukan permohonan penegasan penghapusan NPWP atau WPNE pada DJP tanggal 22 Agustus 2017 di mana Penggugat telah mengungkapkan fakta bahwa Penggugat merupakan subjek pajak Singapura karena sudah tinggal di Singapura yang dibuktikan dengan ID-Card Republic of Singapore dan Certificate of Singapore Tax Residence;
bahwa Penggugat menyatakan seperti yang diungkapkan Tergugat, Penggugat mengikuti Tax Amnesty dan telah diterbitkan surat keterangan. Sesuai dengan jawaban Direktur Peraturan Perpajakan I dalam Surat Nomor S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 pada angka 3 halaman 6 disebutkan bahwa:
“3. Berdasarkan perundangan-undangan yang berlaku, dengan ini disampaikan sebagai berikut:
  1. .........
  2. Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak memiliki kewajiban investasi di dalam wilayah NKRI atas Harta yang dialihkan dari luar wilayah NKRI dan/atau penempatan Harta tambahan di dalam wilayah NKRI serta menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan dan/atau laporan penempatan Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat
  3. Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak memiliki kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf b sehingga belum dapat dilakukan penghapusan ”;
bahwa Penggugat menyatakan setuju atas kedua pernyataan dari Direktur Peraturan Perpajakan I di atas, selanjutnya disebutkan bahwa:
  1. Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak namun NPWP-nya belum dihapus, dapat mengajukan permohonan atau secara jabatan ditetapkan sebagai Wajib Pajak non efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.”;
bahwa berdasarkan pernyataan di atas, Penggugat berpendapat Direktur Peraturan Perpajakan I sudah menyetujui penetapan WPNE bagi Wajib Pajak yang NPWP-nya belum dihapus namun Wajib Pajak yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak;
bahwa Penggugat menyatakan Undang-Undang Tax Amnesty telah mengatur mengenai Wajib Pajak yang masih memiliki NPWP namun tidak melaksanakan kewajiban penyampaian laporan penempatan harta tambahan selama tiga tahun akan dikenakan sanksi 200%. Hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan status Wajib Pajak Non Efektif, baik melalui permohonan maupun penetapan WPNE secara jabatan oleh Tergugat;
bahwa Penggugat menyatakan berdasarkan penegasan Direktur Peraturan Perpajakan I tersebut dalam poin b disebutkan bahwa Wajib Pajak yang sudah mengikuti program Tax Amnesty memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan penempatan harta tambahan di wilayah NKRI selama tiga tahun;
bahwa Penggugat menyatakan karena adanya kewajiban pelaporan ini, menyebabkan NPWP tidak dapat dihapuskan. Akan tetapi, jika Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Wajib Pajak sedangkan NPWP-nya belum dihapus, maka berdasarkan permohonan atau secara jabatan dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif (WPNE);
bahwa Penggugat menyatakan atas dasar penegasan Direktur Peraturan Perpajakan I pada bagian inilah Penggugat berpendapat bahwa Direktur Peraturan Perpajakan I telah menyetujui NPWP Penggugat untuk sementara tidak dihapus untuk kepentingan penyampaian laporan berkenaan dengan Tax Amnesty, namun karena Penggugat tidak memenuhi persyaratan objektif dan/atau subjektif sebagai Wajib Pajak, maka Penggugat dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif (WPNE). Setelah kewajiban pelaporan selama tiga tahun selesai, NPWP Penggugat baru dapat dihapuskan;
bahwa Penggugat melanjutkan penjelasannya bahwa Surat Penegasan Direktur Perpajakan I Nomor S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 inilah yang menjadi dasar Penggugat dalam mengajukan permohonan status WPNE yang kedua pada KPP Pratama Kebayoran Lama saat itu.
Permohonan kedua ini pun ditolak sehingga Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak;
bahwa Penggugat menyatakan bahwa dalam Surat Permohonan Penegasan Penghapusan NPWP atau WPNE yang diajukan Penggugat pada Direktur Peraturan Perpajakan I, Penggugat telah menyampaikan semua fakta yang sesungguhnya. Jika Direktur Peraturan Perpajakan I tidak menyetujuinya, tidak mungkin yang bersangkutan memberikan penegasan poin d yang menyatakan:
  1. “Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak namun NPWP-nya belum dihapus, dapat mengajukan permohonan atau secara jabatan ditetapkan sebagai Wajib Pajak non efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.”;

bahwa kemudian Penggugat menyatakan mengenai masalah administrasi di Kantor Pelayanan Pajak dalam rangka pengawasan pelaksanaan penyampaian laporan penempatan harta tambahan, dalam Undang-Undang Tax Amnesty sudah disebutkan dengan jelas bahwa Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporannya akan dikenakan sanksi 200%. Tidak ada kaitannya antara pelaporan penempatan harta tambahan dengan status WPNE yang diberikan KPP, karena NPWP Wajib Pajak belum dihapus;
Menurut Majelis:
bahwa setelah membaca permohonan gugatan dari Penggugat, membaca tanggapan dari Tergugat, memeriksa dokumen pendukung yang disampaikan para pihak dalam persidangan serta mendengarkan penjelasan Penggugat dan Tergugat selama dalam persidangan, maka Majelis berpendapat bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah diterbitkannya Surat Kepala Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama Nomor: S-48NE/WPJ.30/ KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 perihal Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif;
bahwa Tergugat menolak permohonan Penggugat untuk status sebagai Wajib Pajak Non Efektif (WP NE) dengan alasan masih terdapat Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) yang belum ditindaklanjuti Penggugat;
bahwa menurut Tergugat, Penggugat mengikuti program amnesti pajak dengan Surat Keterangan Pengampunan Pajak nomor: KET-18071/PP/WPJ.30/2016 tanggal 23 Desember 2016, sehingga mempunyai kewajiban penyampaian pelaporan penempatan harta. Dan mengingat adanya sarana penyampaian laporan Penempatan harta melalui saluran tertentu (e-reporting) melalui laman http://djponline.paiak.go.id dan adanya Sarana Pengungkapan Aset Sukarela (SPT PAS Final) sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-23/PJ/2017 tanggal 20 November 2017, maka WP NE dikhawatirkan tidak dapat memanfaatkan sarana tersebut;
bahwa dalam persidangan Penggugat menyampaikan kronologis dan memberikan penjelasan sebagai berikut :
bahwa Penggugat secara substansi dan yuridis merupakan Subjek Pajak Luar Negeri sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 selanjutnya disebut Undang Undang PPh, dikarenakan Penggugat telah berada di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan telah bertempat tinggal tetap di Singapura sesuai dengan Identity Card Republic of Singapore No S277166 9 E yang diterbitkan tanggal 21 Januari 2016 dengan alamat tempat tinggal (resident) di 3 Tanjong Rhu Road #11-03 Singapura 436881. Disamping itu, Penggugat juga merupakan Tax Resident di Singapura sesuai dengan Surat dari Inland Revenue Authority of Singapore No.SXXXX669E tanggal 27 Oktober 2017;
bahwa pada tanggal 30 Oktober 2017, Penggugat mengajukan Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif kepada Kepala KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama yang disampaikan langsung ke Kepala KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama pada tanggal 13 Desember 2017 dengan Bukti Penerimaan Surat Nomor: S-9312S/WPJ.30/KP.0503/2017;
bahwa pada tanggal 7 November 2017, Kepala KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama mengeluarkan Surat Nomor: SP2DK-8506/WPJ.30/KP.05/2017 perihal Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016, dimana Penggugat diminta untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 dan membayar pajak yang seharusnya terutang atau memberikan penjelasan/klarifikasi beserta bukti pendukung atas Data dan/atau Keterangan terkait penghasilan neto luar negeri yang berasal dari dividen yang dibagikan oleh Bumitama Agri Ltd.;
bahwa atas Surat Tanggapan Nomor SP2DK-8506/WPJ.30/KP.05/2017 a quo, pada tanggal 15 November 2017 Penggugat memberikan penjelasan atas Data dan/atau Keterangan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 melalui Surat Nomor: TTD-174512, yang disampaikan langsung ke Kepala KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama pada tanggal 16 November 2017 dengan Bukti Penerimaan Surat Nomor: PEM: 01012211\013\nov\2017, berupa penjelasan bahwa Penggugat tidak memperoleh penghasilan dividen yang dibagikan oleh Bumitama Agri Ltd. dikarenakan Penggugat bukan merupakan pemegang saham Bumitama Agri Ltd. dan bahwa Penggugat telah melaporkan seluruh penghasilannya dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 serta telah membayar PPh terutang untuk Tahun Pajak 2016;
bahwa pada tanggal 19 Desember 2017, Kepala KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama menerbitkan Surat Nomor: S-179NE/WPJ.30/KP.0503/2017 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang menyatakan Penggugat tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif dengan alasan Penggugat mengikuti program Pengampunan Pajak, sehingga masih memiliki kewajiban menyampaikan laporan penempatan harta tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI selama 3 (tiga) tahun;
bahwa selanjutnya Penggugat mengirim surat ke Direktur Direktorat Peraturan Perpajakan I untuk mananyakan Permohonan Penegasan Penghapusan NPWP atau Wajib Pajak Non Efektif serta Pelaksanaan Pelaporan Penempatan Harta Tambahan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Berstatus Sebagai Warga Negara Asing yang Tidak Tinggal Lagi di Indonesia, dengan Tanda Terima Penerimaan Surat Nomor 201801290150;
bahwa atas Permohonan Penggugat tersebut, Direktur Direktorat Peraturan Perpajakan I menerbitkan Surat Jawaban Penegasan Nomor: S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 tentang Jawaban Penegasan Penghapusan NPWP atau Wajib Pajak Non Efektif dalam Pelaksanaan Pelaporan Harta Tambahan Bagi Wajib Pajak yang Berstatus WNA Yang Tidak Tinggal Lagi di Indonesia, yang pada intinya menyatakan bahwa:
“Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak memiliki kewajiban investasi di dalam wilayah NKRI atas Harta yang dialihkan dari luar wilayah NKRI dan/atau penempatan Harta tambahan di dalam wilayah NKRI serta menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan dan/atau laporan penempatan Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan, maka Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagai Wajib Pajak namun NPWP-nya belum dihapus, dapat mengajukan permohonan atau secara jabatan ditetapkan sebagai Wajib Pajak non efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.”;
bahwa berdasarkan Surat Penegasan Direktur Direktorat Peraturan Perpajakan I tersebut, maka pada tanggal 2 Maret 2018 Penggugat mengirimkan Surat Pemberitahuan Jawaban Penegasan Direktur Direktorat Peraturan Perpajakan I Nomor: S-70/PJ.02/2018 tanggal 26 Februari 2018 kepada Kepala KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama yang diterima langsung oleh Kepala KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama pada tanggal 5 Maret 2018 dengan Bukti Penerimaan Surat Nomor: PEM: 01002078\013\mar\2018;
bahwa selanjutnya, pada tanggal 2 Maret 2018, Penggugat mengajukan Surat Permohonan Penetapan WP NE yang kedua yang diterima langsung oleh Kepala KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama pada tanggal 5 Maret 2018 dengan Bukti Penerimaan Surat Nomor: S- 1942S/WPJ.30/KP.0503/2018;
bahwa pada tanggal 9 Maret 2018, Kepala KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama menerbitkan Surat Keputusan Nomor: S-48NE/WPJ.30/KP.0503/2018 tentang Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang menyatakan bahwa Penggugat tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif dengan alasan masih terdapat Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (“SP2DK”) yang belum ditindaklanjuti;
bahwa berdasarkan data dan keterangan dalam berkas sengketa, penjelasan para pihak Majelis berkesimpulan sebagai berikut:
bahwa menurut Majelis, sengketa ini adalah masalah yuridis karena Penggugat mengajukan sebagai Wajib Pajak Non Efekti (WP NE), tetapi Tergugat tidak mengabulkan karena berdasarkan data Penggugat masih mempunyai kewajiban perpajakan;
bahwa dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang Undang KUP disebutkan bahwa:
”(2) Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap :
c. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;
bahwa gugatan diajukan Penggugat terhadap Surat Tergugat Nomor S-48NE/WPJ.30/ KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018, perihal Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif adalah merupakan putusan (beschikking) yang dapat digugat, karena merupakan perbuatan hukum dari penyelenggara pemerintahan;
bahwa sesuai ketentuan Pasal 40 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Perubahan Data Dan Pemindahan Wajib Pajak, menjelaskan bahwa Wajib Pajak Non efektif adalah Wajib Pajak yang diperbolehkan untuk tidak melakukan kewajiban perpajakan baik menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan atau Masa dan tidak melakukan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sampai dengan diaktifkan kembali;
bahwa Wajib Pajak Non Efektif mempunyai kriteria antara lain :
  • Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usahanya atau pekerjaan bebas tetapi secara nyata tidak lagi menjalankan kegiatan usaha atau tidak lagi melakukan pekerjaan bebas;
  • Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak;
  • Wajib Pajak Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selamanya;
  • Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan dan belum diterbitkan keputusan;
  • Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi belum melakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas dokumen pendukung diketahui bahwa Penggugat berada di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan telah bertempat tinggal tetap di Singapura sesuai dengan Identity Card Republic of Singapore No S277166 9 E yang diterbitkan tanggal 21 Januari 2016 dengan alamat tempat tinggal (resident) di 3 Tanjong Rhu Road #11-03 Singapura 43688, dan Penggugat juga merupakan Tax Resident di Singapura sesuai dengan Surat dari Inland Revenue Authority of Singapore No.SXXXX669E tanggal 27 Oktober 2017;
bahwa dengan demikian sesuai Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang PPh juncto Pasal 8 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2011, juncto Pasal 40 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013, Majelis berpendapat bahwa Penggugat secara substansi dan yuridis merupakan Subjek Pajak Luar Negeri;
bahwa apabila Penggugat dikategorikan sebagai Wajib Pajak Non Efektif adalah tidak serta merta NPWP nya dicabut, tetapi Wajib Pajak diberikan kebebasan untuk tidak melaporkan kewajiban perpajakannya selama Wajib Pajak itu bersetatus WP NE sebagaimana dimaksud Pasal 40 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013;
bahwa apabila Penggugat diketahui melakukan kegiatan usaha di Daerah Pabean (Wilayah Indonesia) yang nyata-nyata melakukan kegiatan usaha yang mengakibatkan adanya potensi pajak terhutang yaitu adanya tambahan kemapuan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ketentuan Pasal 4 Undang Undang PPh, maka Tergugat dapat menghidupkan kembali secara jabatan yang tadinya status Wajib Pajak Non Efektif menjadi Wajib Pajak Efektif, hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal pajak Nomor PER-08/PJ/2016 Tentang Pendaftaran Dan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Orang Pribadi Melalui Tempat Tertentu Dalam Rangka Pengampunan Pajak;
bahwa di samping itu tidak ada ketentuan yang mengatur Wajib Pajak yang mengikuti Amnesti Pajak tidak boleh mengajukan sebagai Wajib Pajak Non Efektif;
bahwa dengan demikian Majelis berpendapat, alasan penolakan permohonan Penggugat sebagai Wajib Pajak Non Efektif tidak mempunyai dasar hukum yang kuat, sehingga gugatan yang diajukan Penggugat dikabulkan dan kepada Tergugat untuk memproses pemohonan Penggugat sebagai Wajib Pajak Non Efektif;
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Majelis berkesimpulan terdapat cukup bukti dan alasan untuk mengabulkan gugatan oleh Penggugat;
Menimbang:
bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat;
Mengingat:
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;
Memutuskan:
Mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat terhadap Surat Kepala Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama Nomor: S-48NE/WPJ.30/ KP.0503/2018 tanggal 9 Maret 2018 perihal Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif dan kepada Tergugat untuk memproses pemohonan Penggugat sebagai Wajib Pajak Non Efektif, atas nama: Pemohon Banding.
Demikian diputus di Jakarta pada hari Senin tanggal 27 Agustus 2018 berdasarkan musyawarah Majelis XA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :

Drs. SA, Ak., M.Sc. sebagai Hakim Ketua,
Drs. FS, M.A. sebagai Hakim Anggota,
Drs. HY, Ak. sebagai Hakim Anggota,
AT, S.H., M.M. sebagai Panitera Pengganti,
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 15 Oktober 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Penggugat, namun tidak dihadiri oleh Penggugat.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA