Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-115290.18
Pokok Sengketa:

bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam banding ini adalah koreksi Terbanding atas Luas Objek Pajak Bumi (Offshore) Tahun Pajak 2016 seluas 30.472.000m2 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

Menurut Terbanding:
1. bahwa berdasarkan dokumen, data dan informasi yang diperoleh dari Terbanding dan pembahasan selama proses persidangan, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. bahwa Objek Pajak PBB atas NOP - merupakan objek pajak PBB Permukaan Bumi Offshore;
b. bahwa areal objek pajak PBB tambang timah adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (sesuai Pasal 5 ayat (1) PMK 139/PMK.03/2014 juncto Pasal 2 ayat (1) PER-47/PJ/2015);
c. bahwa areal objek pajak offshore adalah perairan lepas pantai di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (sesuai Pasal 1 angka 24 PER-47/PJ/2015);
d. bahwa kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan c di atas meliputi:
- Wilayah Izin Pertambangan (WIUP) atau Wilayah Pertambangan Sejenis; dan
- Wilayah di Luar Wilayah Izin Pertambangan atau Wilayah Pertambangan Sejenis yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara dan terhubung secara fisik dengan areal di dalam Wilayah Izin Pertambangan atau Wilayah Pertambangan Sejenis yang dikenakan PBB Mineral dan Batubara;

(sesuai Pasal 5 ayat (1) PMK 139/PMK.03/2014 juncto Pasal 2 ayat (4) PER-47/PJ/2015);

bahwa berdasarkan ketentuan tersebut maka luas areal Objek Pajak PBB adalah seluas Wilayah Izin Usaha Pertambangan sesuai Surat Keputusan Bupati Karimun Nomor 193 Tahun 2014 tentang Pemberian Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Timah Blok A kepada Pemohon Banding;

e. bahwa berdasarkan data Izin Usaha Pertambangan Nomor 193 Tahun 2014 diketahui bahwa luas usaha pertambangan milik Pemohon Banding seluas 3.061Ha.;
f. bahwa berdasarkan hal di atas maka penetapan SPPT PBB yaitu luas areal objek pajak PBB offshore dengan NOP - mengacu pada luas yang tertera pada IUP telah sesuai ketentuan;

2. bahwa Terbanding telah mengirimkan surat ke Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak dengan Surat Nomor S.KBP-210/WPJ.02/2017 tanggal 31 Maret 2017 terkait permintaan penegasan atas Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-877/PJ.02/2014 tanggal 23 September 2014 hal tanggapan atas Surat Ketua Umum Asosiasi Eksportir Timah Indonesia Nomor 009/AETI.ol/VI/2014;
3. bahwa atas Surat Terbanding tersebut, Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak memberikan tanggapan melalui Surat Nomor S-200/PJ.02/2017 tanggal 17 April 2017 hal Penjelasan terkait PBB Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara Pemohon Banding dengan penjelasan sebagai berikut:
a. bahwa Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara adalah bumi dan/atau bangunan yang berada dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara;
b. bahwa termasuk dalam pengertian bumi adalah permukaan bumi berupa perairan lepas pantai (offshore) yang meliputi areal objek pajak offshore dan areal lainnya;
c. bahwa luas areal objek pajak offshore adalah seluas wilayah izin usaha pertambangan pada permukaan bumi offshore, kecuali areal lainnya;

bahwa berdasarkan penjelasan pada Surat Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Nomor S-200/PJ.02/2017 tanggal 17 April 2017, Terbanding berpendapat bahwa penetapan SPPT PBB Tahun 2016 yaitu luas areal Objek Pajak PBB Offshore dengan NOP - yang mengacu pada luas yang tertera pada IUP (yaitu seluas Wilayah Izin Usaha Pertambangan pada permukaan bumi offshore) telah sesuai ketentuan;

4. bahwa terkait dengan Surat Penegasan dari Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak memberikan tanggapan melalui Surat Nomor S-200/PJ.02/2017 tanggal 17 April 2017, Terbanding memberikan penjelasan sebagai berikut:
a. bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 pada Pasal 8 ayat (1) beserta penjelasannya dan Pasal 8 ayat (1) beserta penjelasannya, Terbanding berpendapat bahwa aturan kebijakan (baik berupa surat edaran, instruksi, petunjuk operasional) yang dibuat oleh Direktur Jenderal Pajak maupun instruksi pimpinan di Organisasi Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki kewenangan membuat peraturan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat masyarakat karena secara organisasi Direktorat Jenderal Pajak dibentuk dan diamanatkan oleh Undang-Undang;
b. bahwa tanggapan dari Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak dalam Suratnya Nomor S-200/PJ.02/2017 tanggal 17 April 2017 bersifat penegasan dan bukan mengatur hal baru yang pada uraiannya yaitu penetapan SPPT Tahun Pajak 2016 kepada Pemohon Banding seluas Izin Usaha Pertambangan sudah sesuai dan diatur dalam sesuai Pasal 5 ayat (1) PMK 139/PMK.03/2014 juncto Pasal 2 ayat (4) PER-47/PJ/2015 sebagaimana penjelasan di atas;
c. bahwa dengan demikian, penerbitan tanggapan dari Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak dalam Suratnya Nomor S-200/PJ.02/2017 tanggal 17 April 2017 telah memiliki legalitas formal sehingga dapat dijadikan landasan hukum dalam pengambilan keputusan oleh Terbanding
5. bahwa berdasarkan uraian pada angka 1 s.d. 4 di atas, Terbanding berpendapat bahwa pengenaan pajak SPPT PBB NOP - telah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.03/2014 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015;
6. bahwa terkait alasan Pemohon Banding yang menyatakan: “Berdasarkan SPPT PBB Tahun 2015, luas objek pajak yang dikenakan hanya sebesar luas yang telah ditambang bukan luas izin pertambangan, jika dilihat SPPT PBB Tahun Pajak 2015 untuk Offshore Blok A Karimun luas objek pajak yang dikenakan PBB adalah seluas 87.000m2 sesuai dengan luas yang ditambang (RKAB 2015). Pada Tahun 2015 ketentuan dan peraturan yang terkait dengan Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara adalah PMK Nomor 139/PMK.03/2014 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015, Terbanding berpendapat sebagai berikut:
a. bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU PBB menyebutkan:
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) diterbitkan atas dasar Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), namun untuk membantu Wajib Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dapat diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang telah ada pada Direktorat Jenderal Pajak”;
b. bahwa berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Keungan Nomor 254/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang menyebutkan: “KPP meneliti SPOP yang telah dikembalikan atau disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak”;
c. bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana tersebut dalam huruf a dan b di atas, pada dasarnya penerbitan SPPT didasarkan SPOP yang disampaikan Wajib Pajak, akan tetapi SPPT juga dapat diterbitkan berdasarkan data objek pajak lain yang telah ada pada Direktorat Jenderal Pajak;
d. bahwa terkait penerbitan SPPT Tahun Pajak 2015 yang diterbitkan berdasarkan luas sesuai dengan SPOP yang disampaikan Wajib Pajak, hal ini sesuai dengan ketentuan di atas;
e. bahwa terkait dengan penerbitan SPPT Tahun Pajak 2016 disampaikan hal sebagai berikut:
1) bahwa pada tanggal 22 Desember 2015 terbit Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015 yang berlaku pada tanggal 1 Januari 2016 yang mengatur jenis/spesifik objek pajak pertambangan, mineral dan batubara baik onshore maupun offshore;
2) bahwa pada saat penerbitan SPPT Tahun Pajak 2016 terdapat data objek pajak berupa Izin Usaha Pertambangan yang menjelaskan luas objek pajak seluas 3.061 Hektar;

bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU PBB, Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Keungan Nomor 254/PMK.03/2014 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015, SPPT Tahun Pajak 2016 diterbitkan berdasarkan luas Izin Usaha Pertambangan;

7. bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, maka penetapan SPPT PBB Tahun Pajak 2016 yaitu luas areal objek pajak PBB Offshore dengan NOP - oleh Terbanding sudah tepat dan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga tidak terdapat cukup alasan untuk menerima banding Pemohon Banding;

Menurut Pemohon Banding:
a. bahwa berdasarkan pada Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Terbanding menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP);

bahwa pada persidangan pada tanggal 20 Maret 2018, Terbanding menyampaikan dan mengakui Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB Tahun Pajak 2016 dengan NOP - diterbitkan tidak berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak Tahun 2016 yang telah Pemohon Banding laporkan (SPOP Offshore Blok A Tahun 2016 Pemohon Banding lampirkan), sehingga tidak sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;

b. bahwa pada persidangan pada tanggal 20 Maret 2018, Terbanding mengakui dalam menghitung PBB Offshore Blok A Tahun Pajak 2016 tidak berdasarkan SPOP (SPOP Wajib Pajak tidak dipertimbangkan). Berdasarkan Peraturan Menteri Keungan Republik Indonesia Nomor 254/PMK.03/2014 pada:
Pasal 11 ayat (1)
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 terdapat indikasi bahwa kewajiban perpajakan dalam pengisian SPOP tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, KPP dapat meminta klarifikasi kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak;
Pasal 11 ayat (2)
Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat permintaan klarifikasi, dan dalam hal diperlukan dapat dilanjutkan dengan melakukan peninjauan Objek Pajak;
Pasal 11 ayat (3)
Hasil Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan pelaksanaan klarifikasi;
Pasal 11 ayat (4)
Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menanggapi surat permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPP tetap menuangkan dalam laporan pelaksanaan klarifikasi;
Pasal 14 ayat (1)
Berdasarkan SPOP yang telah dikembalikan atau disampaikan ke KPP atau tempat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, KPP melakukan penilaian untuk menentukan besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB;

bahwa berdasarkan pengakuan Terbanding (tidak mempertimbangkan SPOP Pemohon Banding) bahwa dalam menentukan NJOP untuk menghitung PBB Offshore Blok A untuk Tahun Pajak 2016 tidak berpedoman dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 254/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pendaftaran Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, maka Pemohon Banding mohon Majelis untuk dapat mengabulkan Permohonan Banding Pemohon Banding dengan membatalkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-00027/KEP/WPJ.02/2017;

bahwa menurut Pemohon Banding terdapat perbedaaan NOP pada SPOP dan Lampiran Formulir L01-42 Tahun 2016 yang telah Pemohon Banding sampaikan ke KPP Pratama Tanjung Balai Karimun dengan NOP pada SPPT PBB Offshore Blok A Tahun 2016 dikarenakan NOP pada SPOP dan lampirannya Pemohon Banding isi berdasarkan NOP pada SPPT PBB Tahun Pajak 2015 yang Pemohon Banding terima dari KPP Tanjung Balai Karimun;

c. bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara, Wajib Pajak melakukan pemutakhiran data objek pajak PBB Mineral dan Batubara, dengan cara mengisi SPOP dan LSPOP, dengan jelas, benar, dan lengkap, serta dilampiri dokumen pendukung paling sedikit berupa Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB);

bahwa Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) Tahun Pajak 2016 yang telah Pemohon Banding laporkan ke Kantor Pajak Pratama Tanjung Balai Karimun, luas permukaan bumi offshore adalah 138.000m2 hal ini sesuai dengan Laporan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2016 yang telah disahkan dan disetujui Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Riau;

bahwa tabel luas permukaan bumi offshore pada RKAB 2016 adalah:

Lokasi Administratif Blok Luas Wilayah (Ha.) Luas Area Penggalian s.d. Desember 2015 (Ha.)
Laut Kenipaan Kecamatan Meral A 3.061 13,8
Laut Kenipaan Kecamatan Meral C 398 82,5
d. bahwa berdasarkan Petunjuk Pengisian Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (L01-42) PBB Mineral dan Batubara Offshore yang terdapat pada Lampiran PER-47/PJ/2015, huruf A. Data Rinci Objek Pajak Bumi angka 1, Areal Objek Pajak Offshore yaitu perairan lepas pantai di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang dikenakan PBB Mineral dan Batubara;

bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara, NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) untuk:
a. Permukaan bumi merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak yang dikenakan dengan NJOP bumi per meter persegi;
b. Tubuh Bumi Eksplorasi merupakan hasil perkalian antara luas Wilayah Izin Pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi;
c. Tubuh Bumi Operasi Produksi merupakan hasil perkalian antara luas wilayah izin pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi;

bahwa luas permukaan bumi Offshore yang Pemohon Banding sampaikan dalam RKAB dan SPOP adalah luas perairan lepas pantai (Offshore) yang sudah Pemohon Banding tambang (kegiatan usaha pertambangan) bukan luas Izin Usaha Pertambangan. Jika mengacu pada Pasal 8 ayat (1) PER-47/PJ/2015 tersebut di atas dan petunjuk pengisian Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (form LSPOP L01-42), terdapat perbedaan penerapan luas yaitu jika permukaan bumi akan digunakan luas areal objek pajak, jika tubuh bumi akan digunakan luas wilayah Izin Pertambangan dan tubuh bumi operasi produksi akan digunakan luas wilayah izin pertambangan;

e. bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan untuk Tahun 2015, Terbanding menggunakan luas permukaan bumi offshore sesuai dengan luas permukaan bumi offshore yang ada pada Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Tahun 2015 yang telah disahkan dan disetujui Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Riau. Pada RKAB dan SPOP Tahun 2015 Pemohon Banding menggunakan luas permukaan bumi offshore sebesar luas yang telah Pemohon Banding tambang;

bahwa Tahun Pajak 2015, peraturan yang terkait adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara dan menurut Pemohon Banding peraturan tersebut tidak bertentangan dengan PER-47/PJ/2015 yang menjadi dasar Terbanding untuk menerbitkan SPPT PBB Tahun 2016;

f. bahwa berdasarkan penjelasan terkait sengketa yang Pemohon Banding terima dari Terbanding pada persidangan tanggal 20 Maret 2018 Terbanding menyampaikan:
1. bahwa Surat dari Kantor Wilayah DJP Riau dan Kepulauan Riau Nomor S-KBP-210/WPJ.02/2017 tentang Permintaan Penjelasan Terkait PBB Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara tertanggal 31 Maret 2017 yang ditujukan kepada Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak yang memohon penjelasan:
Bagaimana cara menetapkan Luas Areal Objek Pajak Offshore PBB sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara?;
Berdasarkan kutipan surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-877/PJ.02/2014 tanggal 23 September 2014 dan Peraturan Direktur Jenderal pajak Nomor PER-47/PJ/2015, bagaimanakah penghitungan areal pajak offshore jika luas areal yang ditambang lebih kecil dari Wilayah Izin Pertambangan?;

bahwa dalam surat tersebut di atas juga dikutip Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-877/PJ.02/2014 tanggal 23 September 2014 hal Tanggapan atas Surat Saudara Nomor 009/AETI.oI/VI/2014 hal Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara yang ditujukan kepada Ketua Umum Asosiasi Eksportir Timah Indonesia, dalam surat tersebut ditegaskan:
d) bahwa terkait dengan simulasi perhitungan yang dikemukakan, dapat dijelaskan pengenaan PBB atas bumi adalah sebagai berikut:
1) Untuk objek pajak yang sudah menghasilkan (Tahap Operasi Produksi):
a) Atas permukaan bumi yang dikenakan PBB adalah seluas objek pajak yang secara nyata dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan (Tidak mesti seluas izin) dan nilainya ditentukan melalui perbandingan harga tanah yang sejenis sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012;...

2. bahwa Surat Nomor S-200/PJ.02/2017 tertanggal 17 April 2017 perihal Penjelasan terkait PBB Sektor Pertambangan Mineral dan batubara Pemohon Banding berikut adalah kutipan dari penjelasan surat tersebut:
a. bahwa Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara adalah bumi dan/atau bangunan yang berada dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara;
b. bahwa termasuk dalam pengertian bumi adalah permukaaan bumi berupa perairan lepas pantai (offshore) yang meliputi Areal Objek Pajak Offshore dan Areal Lainnya;
c. bahwa Luas Areal Objek Pajak Offshore adalah seluas Wilayah Izin Usaha Pertambangan pada permukaan bumi offshore, kecuali Areal Lainnya;

bahwa terkait dengan kedua surat di atas, pendapat Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
bahwa penjelasan pada Surat Direktur Jenderal Pajak yang tertera pada Surat Nomor S-877/PJ.02/2014 tertanggal 23 September 2014 pada point 1 huruf a) atas Permukaan Bumi dikenakan PBB adalah seluas objek pajak yang secara nyata dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan (tidak mesti seluas izin) dan nilainya ditentukan melalui perbandingan harga tanah yang sejenis sebagaimana di atur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012;

bahwa dalam penjelasan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-877/PJ.02/2014 tersebut di atas disebutkan bahwa PBB atas Permukaan Bumi tidak dihitung dengan menggunakan luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan tetapi berdasarkan yang dimanfaatkan sehingga penjelasan dan tanggapan melalui surat tersebut sudah jelas bahwa perhitungan PBB atas Permukaan Bumi tidak seharusnya dihitung berdasarkan Luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan;

bahwa penjelasan pada Surat Direktur Jenderal Pajak yang tertera pada surat Nomor S-200/PJ.02/2017 tertanggal 17 April 2017 pada point c. Luas Areal Objek Pajak Offshore adalah seluas Wilayah Izin Usaha Pertambangan pada permukaan bumi offshore, kecuali Areal Lainnya;

bahwa menurut Pemohon Banding, definisi Luas Areal Objek Pajak Offshore sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015 pada Pasal 1 angka 24 adalah perairan lepas pantai di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang dikenakan PBB Mineral dan Batubara. Definisi yang tertera pada Surat Nomor S-200/PJ.02/2017 tidak sesuai dengan definisi yang tertera pada PER-47/PJ/2015 sehingga menurut Pemohon Banding surat tersebut tidak bisa digunakan sebagai acuan dalam penetapan nilai PBB atas Permukaan Bumi Offshore;

Menurut Majelis:

Dasar Hukum

a. bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
Pasal 1 angka 4
Surat Pemberitahuan Objek Pajak adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data Objek pajak menurut ketentuan Undang-Undang ini;
Pasal 1 angka 5
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada Wajib Pajak;
Pasal 4 ayat (1)
Yang menjadi Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan;
Pasal 9 ayat (1)
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada Wajib Pajak;
Pasal 9 ayat (2)
Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Objek Pajak oleh Subjek Pajak;
Pasal 10 ayat (1)
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang;
Pasal 10 ayat (2)
Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila Surat Pemberitahuan Objek Pajak tidak disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
b. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah yang Terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak;
b. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan:
Pasal 1 angka 7
Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disingkat WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada Pemegang Izin Usaha Pertambangan;
Pasal 1 angka 12
Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat IUP adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam WIUP;
c. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 254/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemetaan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
Pasal 1 angka 8
Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data Objek Pajak menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
Pasal 1 angka 9
Lampiran SPOP yang selanjutnya LSPOP adalah formulir yang digunakan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci Objek Pajak;
Pasal 3 ayat (1)
Dalam rangka Pendaftaran dan Pemuktahiran, KPP menyampaikan SPOP kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak;
Pasal 10 ayat (1)
KPP meneliti SPOP yang telah dikembalikan atau disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak;
Pasal 11 ayat (1)
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 terdapat indikasi bahwa kewajiban perpajakan dalam pengisian SPOP tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, KPP dapat meminta klarifikasi kepada Subjek Pajak atau Wajib Pajak;
Pasal 11 ayat (2)
Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat permintaan klarifikasi, dan dalam hal diperlukan dapat dilanjutkan dengan melakukan peninjauan Objek Pajak;
Pasal 11 ayat (3)
Hasil Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan pelaksanaan klarifikasi;
Pasal 11 ayat (4)
Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak tidak menanggapi surat permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPP tetap menuangkan dalam laporan pelaksanaan klarifikasi;
Pasal 12 ayat (1)
Dalam hal terdapat perbedaan data dalam SPOP dengan hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (3), Subjek Pajak atau Wajib Pajak menindaklanjuti dengan melakukan pembetulan SPOP;
Pasal 14 ayat (1)
Berdasarkan SPOP yang telah dikembalikan atau disampaikan ke KPP atau tempat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, KPP melakukan penilaian untuk menentukan besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB;
d. bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara:
Pasal 1 angka 8
Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disingkat WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan;
Pasal 1 angka 24
Areal Objek Pajak Offshore adalah perairan lepas pantai di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang dikenakan PBB Mineral dan Batubara;
Pasal 1 angka 26
Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh bumi di Wilayah Izin Pertambangan atau Wilayah Pertambangan Sejenis yang sedang dilakukan kegiatan penambangan dalam tahap Eksplorasi;
Pasal 1 angka 27
Tubuh Bumi Operasi Produksi adalah tubuh bumi di Wilayah Izin Pertambangan atau Wilayah Pertambangan Sejenis yang sedang dilakukan kegiatan penambangan dalam tahap Operasi Produksi;
Pasal 1 angka 34
Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara, yang selanjutnya disebut SPOP, adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak sektor pertambangan untuk pertambangan mineral dan batubara ke Direktorat Jenderal Pajak;
Pasal 1 angka 35
Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara, yang selanjutnya disebut LSPOP, adalah formulir yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak sektor pertambangan untuk pertambangan mineral dan batubara;
Pasal 1 angka 36
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT, adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang kepada Wajib Pajak;
Pasal 2 ayat (1)
Objek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara;
Pasal 2 ayat (2)
Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. permukaan bumi, meliputi:
1) tanah dan/atau perairan darat (onshore);
2) perairan lepas pantai (offshore); dan
b. tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi;
Pasal 2 ayat (4)
Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Wilayah Izin Pertambangan atau Wilayah Pertambangan Sejenis; dan
b. Wilayah di luar Wilayah Izin Pertambangan atau Wilayah Pertambangan Sejenis yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, dan terhubung secara fisik dengan areal di dalam Wilayah izin Pertambangan atau Wilayah Pertambangan Sejenis yang dikenakan PBB Mineral dan Batubara;
Pasal 2 ayat (5)
Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan eksplorasi dan operasi produksi yang diberikan IUP, IUPK, IPR, atau izin lainnya yang sejenis;
Pasal 3 ayat (2)
Permukaan bumi offshore sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 2) meliputi:
a. Areal Objek Pajak Offshore; dan
b. Areal Lainnya;
Pasal 5 ayat (1)
Subjek Pajak melakukan pendaftaran Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara atau Wajib Pajak melakukan pemutakhiran data Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara, dengan cara mengisi SPOP dan LSPOP, dengan jelas, benar, dan lengkap, serta dilampiri dokumen pendukung paling sedikit berupa Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB);
Pasal 5 ayat (2)
LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP;
Pasal 5 ayat (3)
SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari SPOP PBB Mineral dan Batubara untuk onshore, offshore, dan tubuh bumi;
Pasal 8 ayat (1)
NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) untuk:
a. Permukaan bumi merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak yang dikenakan dengan NJOP bumi per meter persegi;
b. Tubuh Bumi Eksplorasi merupakan hasil perkalian antara Luas Wilayah Izin Pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi;
c. Tubuh Bumi Operasi Produksi merupakan hasil perkalian antara luas wilayah izin pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi;
Petunjuk Pengisian Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (L01-42) PBB Mineral dan Batubara Offshore yang terdapat pada Lampiran PER-47/PJ/2015, huruf A. Data Rinci Objek Pajak Bumi angka 1. Areal Objek Pajak Offshore yaitu perairam lepas pantai di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang dikenakan PBB Mineral dan Batubara;

bahwa dengan Keputusan Bupati Karimun Nomor 193 Tahun 2014 tanggal 29 Agustus 2014 tentang Pemberian Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Timah Blok A Kepada Pemohon Banding, Lokasi Penambangan terletak di Kecamatan Perairan Laut, Kecamatan Meral dan Kecamatan Karimun, Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau kode Wilayah 3.1.21.02.211.2014.002 dengan luas 3,061 Ha., untuk Jangka Tahap Kegiatan Produksi selama 8 Tahun;

bahwa Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Dinas Pertambangan dan Energi dengan Surat Nomor 16/PUG_SDM/PE/II/2016 tanggal 25 Pebruari 2016 perihal Persetujuan RKAB Tahun 2016 memberikan persetujuan atas Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Tahun 2016 kepada Pemohon Banding dengan Luas Areal yang akan dilakukan kegiatan penambangan seluas 15 Ha. untuk Blok A dan 95,52 Ha. untuk Blok C;

bahwa Terbanding menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) Tahun Pajak 2016 dengan NOP 21.01.000.223.331.0118.3 dengan tidak menggunakan data yang ada pada Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan Wajib Pajak akan tetapi menggunakan data sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Karimun Nomor 193 Tahun 2014, dan seharusnya Terbanding seyogyanya mengadakan klarifikasi dan teguran kepada Wajib Pajak untuk memperbaiki SPOP sesuai dengan Pasal 10 ayat 2 dan dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak berikut dendanya, namun karena Terbanding tidak melaksanakan teguran sebagaimana pasal aquo maka Terbanding tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak tetapi menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan;

bahwa Terbanding telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan atas areal Blok A sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Nomor 193 Tahun 2014 untuk Tahun Pajak 2016 sebagai berikut:
1 Untuk Objek Pajak Offshore NOP 21.01.000.223.331.0118.3 seluas 30.610.000m2 dan
2 Untuk Objek Pajak Tubuh Bumi NOP 21.01.000.223.321.0119.3 seluas 30.610.000m2 ;

bahwa Pemohon Banding mengajukan keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan Objek Pajak Offshore yang menurut Pemohon Banding adalah seluas 138.000m2 sesuai dengan ijin yang diberikan pada Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Tahun 2016, yang dengan Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-00027/KEB/WPJ.02/2017 tanggal 17 Mei 2017 permohonan ditolak sehingga Pemohon Banding mengajukan Banding;

bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, Pasal 4 ayat (1) menyebutkan “Yang menjadi Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan”;

bahwa Keputusan Bupati Karimun Nomor 193 Tahun 2014 adalah memberikan izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Timah Blok A Kepada Pemohon Banding di lokasi Penambangan Perairan Laut atau disebut offshore;

bahwa menurut Majelis oleh karena lokasi izin usaha diberikan di perairan, Pemohon Banding tidak secara eksklusif menguasai perairan laut tersebut oleh karena di Wilayah Izin Pertambangan yang dimiliki Pemohon Banding setiap orang/kapal dapat melalui lokasi WIUP Pemohon Banding, bahkan nelayan dapat mengambil hasil laut dari Wilayah Izin Usaha Penambangan Pemohon Banding, dengan demikian Pemohon Banding tidak secara nyata menguasai perairan tersebut, sesuai Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan;

bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara;

Pasal 1 angka 8
Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disingkat WIUP adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan;

Pasal 1 angka 24
Areal Objek Pajak Offshore adalah perairan lepas pantai di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang dikenakan PBB Mineral dan Batubara;

bahwa Pemohon Banding mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Tahun 2016, dan dengan Surat Nomor 16/PUG_SDM/PE/II/2016 tanggal 25 Pebruari 2016 Pemerintah Daerah Propinsi Kepulauan Riau Dinas Pertambangan dan Energi memberikan Persetujuan atas RKAB dengan Luas Wilayah Penambangan seluas 138.000m2 atau 13,8 Ha., dan menurut Pemohon Banding seluas 13,8Ha. inilah merupakan objek pajak offshore Tahun Pajak 2016;

bahwa menurut Majelis, izin usaha yang diberikan kepada Pemohon Banding adalah izin usaha pertambangan yang lokasinya berupa perairan laut, yang secara eksklusif tidak dapat dikuasai Pemohon Banding dimana siapa saja dapat melewati dan mengambil hasil laut di lokasi Izin Usaha Pertambangan sehingga tidak memenuhi Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;

bahwa Pemohon Banding memperoleh izin Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Tahun 2016 dengan Luas Wilayah Penambangan 138,000m2 atau 13,8Ha. adalah merupakan bagian dari Wilayah Izin Usaha Penambangan seluas 3,061Ha., dan hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 24 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan yang menyatakan Areal Objek Pajak Offshore adalah perairan lepas pantai di dalam kawasan yang digunakan untuk usaha pertambangan mineral dan Batubara;


bahwa berdasarkan bukti-bukti, dokumen-dokumen serta penjelasan-penjelasan yang disampaikan Terbanding dan Pemohon Banding, Majelis berkesimpulan terdapat cukup bukti untuk mengabulkan Permohonan Pemohon Banding sehingga koreksi Terbanding atas luas objek pajak yang dikenakan PBB seluas 30.472.000m2 tidak dapat dipertahankan;

Menimbang:

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai kredit pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, rekapitulasi pendapat Majelis atas pokok sengketa adalah sebagai berikut:

No Keterangan Menurut Pemohon Banding Menurut Terbanding Koreksi Koreksi Dipertahankan Koreksi Dibatalkan Menurut Majelis
1 Luas Offshore 138.000m2 30.610.000m2 30.472.000m2 - 30.472.000m2 138.000m2
2 NJOP Per m2 11.500/m2
3 Total NJOP Rp1.587.000.000
4 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 0
5 NJOP untuk penghitungan PBB Rp1.587.000.000
6 Persentase NJKP 40%
7 NJKP sebagai dasar penghitungan PBB Rp 634.800.000
8 PBB yang Terutang 0,5% x 634.800.000 Rp3.174.000
9 PBB Yang Masih Harus Dibayar Rp3.174.000


bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya Banding Pemohon Banding;

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan:

Mengabulkan seluruhnya Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00027/KEB/WPJ.02/2017 tanggal 17 Mei 2017 tentang Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan atas SPPT Tahun Pajak 2016 Nomor Objek Pajak - tanggal 29 April 2016, atas nama Pemohon Banding, sehingga perhitungan menjadi sebagai berikut:

1 Luas Offshore 138.000 m2
2 NJOP Per m2 11.500/m2
3 Total NJOP Rp1.587.000.000
4 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 0
5 NJOP untuk penghitungan PBB Rp1.587.000.000
6 Persentase NJKP 40%
7 NJKP sebagai dasar penghitungan PBB Rp 634.800.000
8 PBB Terutang Rp 3.174.000
9 PBB Yang Masih Harus Dibayar Rp 3.174.000


Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Selasa tanggal 10 April 2018 oleh Hakim Majelis XVIIIA Pengadilan Pajak dengan dengan susunan Majelis sebagai berikut:

Drs. HP, M.M. sebagai Hakim Ketua,
Drs. KS, M.Sc. sebagai Hakim Anggota,
MA, S.E., Ak. sebagai Hakim Anggota,

dengan dibantu oleh
RY, S.E., M.M.


sebagai Panitera Pengganti.


Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa tanggal 22 Januari 2019, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, namun tidak dihadiri oleh Pemohon Banding maupun Terbanding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA