Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-003277.47
Pokok Sengketa:

bahwa dalam pemeriksaan, terbukti yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa banding ini adalah Penetapan Kembali Tarif dan atau Nilai Pabean dalam SPKTNP Nomor SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018 sesuai dengan Nota Hasil Penelitian Ulang Nomor NHPU-02/WBC.17/BD.02/2018 tanggal 19 Februari 2018 atas barang impor Steel Structure (45 jenis barang sesuai lembar lanjutan PIB), PIB Nomor: 000005 tanggal 17 Januari 2017 dengan tarif bea masuk 5% (MFN), sehingga Pemohon Banding diharuskan membayar kekurangan pembayaran berupa Bea Masuk, pajak dalam rangka impor dan Denda Administrasi sebesar Rp5.170.817.000,00 yang tidak dapat disetujui Pemohon Banding;

Menurut Terbanding:

bahwa Pemohon melakukan importasi barang melalui KPPBC Tipe Madya Pabean C Pare-Pare dengan menggunkan PIB nomor 000005 tanggal 17 Januari 2017 dengan pemberitahuan sebagai berikut:

a. Jenis barang : 45 items
b. Negara Asal : China;
c. Jumlah barang : 1.138 PK;
d. Supplier : China Huadian Engineering Co., Ltd;


bahwa Terbanding menetapkan tarif bea masuk barang impor tersebut dengan tarif Most Favored Nation (MFN), karena Form E yang digunakan tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan BM dengan tarif preferential. Sehingga Terbanding menerbitkan SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018;

bahwa atas penerbitan SPKTNP nomor SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018, terdapat kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebesar Rp5.170.817.000,00;

bahwa Pemohon menggunakan dua SKA Form E, yaitu SKA Nomor E16470ZC38301443 tanggal 5 Desember 2016 dan SKA Nomor E16470ZC38304294 tanggal 1 Desember 2016 untuk importasi atas 12 uraian barang;

bahwa berdasarkan perjanjian kontrak nomor 24/PER-RDM/IV/2014 tanggal 22 Mei 2014, Invoice nomor 008C-PI-012A tanggal 25 oktober 2016 dan invoice nomor 008C-PI-012B tanggal 25 Oktober 2016, serta packing list tanpa nomor yang dilampirkan dalam PIB ditemukan fakta bahwa transaksi jual beli terjadi secara langsung antara Pemohon Banding (pembeli) dan China Huadian Engineering, Co, Ltd (Penjual);

bahwa berdasarkan Bill of Lading Nomor 0487SH005/006/007 tanggal 10 November 2016 ditemukan fakta bahwa barang dikirim dari Shanghai oleh China Huadian Engineering, Co Ltd (shipper) menuju Pelabuhan Belang-Belang di Pare-Pare dengan penerima adalah Pemohon Banding;

bahwa berdasarkan dua dokumen Form E, yaitu SKA Nomor E16470ZC38301443 tanggal 5 Desember 2016 dengan nomor invoice 008C-PI-012A tanggal 25 Oktober 2016 dan SKA Nomor E16470ZC38304294 tanggal 1 Desember 2016 dengan nomor invoice 008-PI-012B tanggal 25 Oktober 2016 ditemukan fakta bahwa:

1. Eksportir dalam transaksi tersebut adalah Shenzhen Weidexin Trade Co Ltd (tertera dalam kolom ke-1 SKA Form E) dan importirnya adalah Pemohon Banding;
2. Tidak terdapat invoice untuk transaksi antara Shenzhen Weidexin Trade Co Ltd dengan China Huadian Engineering Co Ltd atau transaksi antara Shenzhen Weidexin Trade Co Ltd dengan Pemohon Banding sehingga transaksi yang terjadi antara China Huadian Engineering Co Ltd- Shenzhen Weidexin Trade Co Ltd- Pemohon Banding tidak dapat dikategorikan sebagai third party transaction sesuai Rule 23 Operational Certification Procedure (OCP), tidak sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 huruf f dan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.04/2015, dan tidak sesuai dengan Overleaf Note nomor 10;
3. Nomor dan tanggal invoice yang dicantumkan dalam kolom ke-10 SKA Form E adalah nomor dan tanggal invoice untuk transaksi antara China Huadian Engineering CO Ltd dengan Pemohon Banding, tidak sesuai dengan Rule 23 OCP dan tidak sesuai dengan Overleaf Note Rule 10;
4. Kolom ke-13 SKA Form E Nomor E16470ZC3 8301443 tanggal 5 Desember 2016 tidak diberi tanda check list pada keterangan third party invoicing yang berarti perusahaan mengakui transaksinya bukan merupakan transaksi third party invoicing;
5 Kesalahan pencantuman nama eksportir dalam kolom ke-1 SKA Form E tidak termasuk dalam kategori perbedaan yang bersifat minor sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.04/2015;


bahwa berdasarkan tidak terpenuhinya ketentuan prosedural yang bukan termasuk kategori minor discrepancies, SKA Form E Nomor E16470ZC38301443 tanggal 5 Desember 2016 dan SKA Nomor E16470ZC38304294 tanggal 1 Desember 2016 tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan Bea Masuk dengan tarif preferential, sehingga barang impor dengan menggunakan kedua SKA Form E tersebut di atas ditetapkan kembali menggunakan tarif MFN;

bahwa berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. bahwa Pemohon tidak tepat dalam menetapkan pos tarif pada PIB 000005 tanggal 17 Januari 2017;
2. bahwa dalam menetapkan pos tarif atas PIB 000005 tanggal 17 Januari 2017, Terbanding sudah tepat dan telah melaksanakan semua ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan nilai pabean.


bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, terbukti dan tidak terbantahkan lagi bahwa Pemohon tidak tepat dalam mengklasifikasikan barang yang dipermasalahkan, sehingga harus ditolak seluruhnya, dan selanjutnya Terbanding memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang mengadili sengketa a quo kiranya berkenan memberi putusan:

- Menolak permohonan Pemohon Banding untuk seluruhnya;
- Menguatkan Keputusan Terbanding nomor SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018;

Atau jika Majelis Hakim berpendapat lain, maka Pemohon mohon putusan yang seadil-adilnya sesuai azas ex aequo et bono, agar dapat dipertanggungjawabkan kepada Negara dan Tuhan Yang Maha Esa dan atas perhatiannya diucapkan;

Menurut Pemohon Banding:

bahwa Pemohon tidak setuju atas Keputusan Terbanding nomor SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018, dengan alasan sebagai berikut:

bahwa Pemohon Banding telah mengimpor barang yang diberitahukan dalam PIB nomor 000005 tanggal 17 Januari 2017 dengan menggunakan fasilitas preferensi tarif bea masuk dengan skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA);

bahwa berdasarkan penelitian ulang sebagaimana dimaksud diatas, Terbanding memberitahukan kepada Pemohon Banding bahwa SKA (Form E) yang dilampirkan dalam PIB nomor 000005 tanggal 17 Januari 2017 tidak memenuhi syarat sebagai dasar pemberian tarif preferensi karena tidak memenuhi kriteria prosedural ACFTA dimana eksportir dalam Form E tersebut tidak sesuai dengan invoice (supplier), bill of lading (Shipper) dan PIB (supplier);

bahwa berdasarkan kondisi diatas, Terbanding membatalkan penggunaan fasilitas tarif preferensi dalam skema ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) terhadap impor barang yang diberitahukan dalam PIB nomor 000005 tanggal 17 Januari 2017;

bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (selanjutnya disebut “UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan”) dan NPHU Nomor: 02/NHPU/WBC.17/BD.02/2018 tanggal 19 Februari 2018, Terbanding menetapkan kembali tarif yang dituangkan dalam Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018;

bahwa penetapan kembali tarif yang dituangkan dalam SPKTNP Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk sebesar Rp5.170.817.000,00 (lima milyar seratus tujuh puluh juta delapan ratus tujuh belas ribu rupiah);

bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara ini adalah:

1) bahwa penerbitan SPKTNP Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 tidak memenuhi ketentuan Pasal 17 UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan, karena tidak didahului dengan penetapan oleh pejabat bea dan cukai berdasarkan dengan Pasal 16 UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan;
2) bahwa Terbanding membatalkan fasilitas preferensi tarif skema ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) terhadap impor barang yang diberitahukan dalam PIB nomor 000005 tanggal 17 Januari 2017;


bahwa yang menjadi alasan Pemohon Banding dalam mengajukan banding terhadap SPKTNP Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018 adalah sebagai berikut:

A. Penerbitan SPKTNP Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018 tidak memenuhi ketentuan Pasal 17 UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan.
1. Dasar Hukum
a. UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan
1) Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan
Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan Tarif atas barang impor sebelum penyerahan Pemberitahuan Pabean atau dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean.
Penjelasan pasal 16 Ayat (1) UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan
Yang dimaksud dengan penetapan tarif sebelum penyerahan pemberitahuan pabean yaitu penetapan tarif yang dilakukan terhadap importasi tertentu secara official assesment.
2) Penjelasan umum pasal 16 UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan
Penetapan tarif dan nilai pabean atas pemberitahuan pabean secara self assesment hanya dilakukan dalam hal tarif dan nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif yang ada dan/atau nilai pabean barang yang sebenarnya sehingga:
a. bea masuk kurang dibayar dalam hal tarif danatau nilai pabean yang ditetapkan lebih tinggi;
b. bea masuk lebih dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah
Dalam hal tertentu atas barang impor dilakukan penetapan tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk setelah pemeriksaan fisik, tetapi sebelum diserahkan pemberitahuan pabean.
Dalam rangka memberikan kepastian pelayanan kepada masyarakat, jika pemberitahuan pabean sudah didaftarkan, penetapan harus sudah diberikan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran. Batas waktu 30 (tiga puluh) hari dianggap cukup bagi pejabat bea dan cukai untuk mengumpulkan informasi sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan penetapan
3) Pasal 16 ayat (6) UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan
Ketentuan mengenai penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri;
4) Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan dan penjelasannya;
Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean;
Penjelasan
Pada dasarnya penetapan pejabat bea dan cukai sudah mengikat dan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika hasil penelitian ulang atas pemberitahuan pabean atau dalam hal pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan adanya kekurangan dan/atau kelebihan pembayaran bea masuk yang disebabkan oleh kesalahan pemberitahuan tarif dan/atau nilai pabean, Direktur Jenderal membuat penetapan kembali.
5) Pasal 17 ayat (2) UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan
Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Direktur Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada importer untuk:
a. melunasi bea masuk yang kurang dibayar; atau
b. mendapatkan pengembalian bea masuk yang lebih dibayar
6) Pasal 85 ayat (1) UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan
Pejabat bea dan cukai memberikan persetujuan impor atau ekspor setelah pemberitahuan pabean yang telah memenuhi persyaratan diterima dan hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan pemberitahuan pabean;
7) Pasal 95 UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan
Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal atas tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2), Pasal 93A ayat (4), atau Pasal 94 ayat (2), dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah pungutan yang terutang dilunasi.”
b. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia (PMK) Nomor: 51/PMK.04/2008 tanggal 11 April 2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, Dan Sanksi Administrasi, Serta Penetapan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Atau Pejabat Bea Dan Cukai, sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK Nomor: 122/PMK.04/2011 (selanjutnya disebut “PMK Nomor: 51/PMK.04/2008”);
1) Pasal 2 PMK Nomor: 51/PMK.04/2008
(1) Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan tarif atas barang impor yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor;
(1a) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dilakukan dalam hal tarif yang diberitahukan berbeda dengan hasil penelitian;
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor;
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada penetapan, tarif yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dianggap diterima;
(4) Apabila penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, Importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, tanpa dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
2) Pasal 5 PMK Nomor: 51/PMK.04/2008
(1) “Penetapan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, penetapan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dan penetapan tarif dan/atau nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, yang mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor dituangkan dalam Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP);”
(2) SPTNP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai:
a. penetapan pejabat bea dan cukai;
b. pemberitahuan; dan
c. penagihan kepada importir
3) Pasal 10 PMK Nomor: 51/PMK.04/2008
(1) Direktur Jenderal dapat melakukan penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor;
(1a) Penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean sebagaimana tersebut pada ayat (1) dilakukan melalui Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan;
(2) Penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila hasil dari Penelitian Ulang atau pelaksanaan Audit Kepabeanan ditemukan adanya kekurangan atau kelebihan pembayaran Bea Masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang disebabkan oleh kesalahan Tarif dan/atau Nilai Pabean;
(4) Penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran Bea Masuk dan/atau pajak dalam rangka impor, dituangkan dalam Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP);
(5) Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berfungsi sebagai:
a. penetapan Direktur Jenderal;
b. pemberitahuan kepada Importir; dan
c. penagihan kepada Importir.
2. Analisis Terhadap Ketentuan Formal Penerbitan SPKTNP
a. Ketentuan tentang penetapan pejabat bea dan cukai berdasarkan Pasal 16 UU Kepabeanan.
1) bahwa sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan dan penjelasannya, Penjabat Bea dan Cukai dapat menetapkan tarif barang impor sebelum penyerahan Pemberitahuan Pabean (secara official assesment) dan dapat menetapkan barang dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean (secara self assesment);
2) bahwa sesuai dengan Pasal 16 ayat (3) dan ayat (5) serta penjelasan umum Pasal 16 UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan, penetapan tarif atas pemberitahuan pabean yang diajukan secara self assesment dilakukan hanya untuk 2 (dua) kemungkinan berikut:
a) Bea masuk ditetapkan lebih tinggi sehingga terjadi kekurangan pembayaran bea masuk, dan
b) Bea masuk ditetapkan lebih rendah sehingga terjadi kelebihan pembayaran bea masuk.
3) bahwa penjelasan umum Pasal 16 UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan pada intinya juga menyatakan Penetapan tarif dan nilai pabean atas pemberitahuan pabean secara self assesment hanya dilakukan dalam hal tarif dan nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif yang ada dan/atau nilai pabean barang yang sebenarnya, kalimat tersebut jika dimaknai sebaliknya, maka apa bila tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam PIB sama atau tidak berbeda dengan tarif dan/atau nilai pabean barang (barang yang sebenarnya), maka atas PIB tidak dilakukan penetapan;
4) bahwa Pasal 2 PMK Nomor: 51/PMK.04/2008, pada intinya menyatakan sebagai berikut:
a) Penetapan pejabat bea dan cukai dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB;
b) Penetapan tarif hanya dilakukan dalam dalam hal tarif yang diberitahukan berbeda dengan hasil penelitian sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor;
c) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari tidak ada penetapan, maka tarif yang diberitahukan dalam PIB dianggap diterima.
5) bahwa Pasal 5 PMK Nomor: 51/PMK.04/2008, pada intinya menyatakan penetapan tarif yang mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor dituangkan dalam Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP);
6) Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penetapan yang dimaksud dalam Pasal 16 UU Kepabeanan adalah penetapan tertulis yang dituangkan dalam Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP).
a. Ketentuan Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan Pasal 17 UU Kepabeanan
1) bahwa menurut Pemohon Banding, berdasarkan Pasal 17 ayat (1) dan penjelasannya serta ayat (2) UU Kepabeanan, penetapan kembali tarif yang dituangkan dalam Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) harus memenuhi syarat kumulatif sebagai berikut:
a) Penetapan dilakukan dalam jangka waktu 2 tahun sejak tanggal PIB;
b) Telah diterbitkan penetapan nilai kepabeanan berdasarkan Pasal 16 UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan secara tertulis yang dituangkan dalam SPTNP Kepabeanan;
c) Penetapan didasarkan pada hasil penelitian ulang atau hasil audit kepabeanan;
d) Hasil penelitian ulang atau hasil audit kepabeanan tersebut harus berbeda dengan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU Kepabeanan (i.c SPTNP), dalam hal ini harus ada perbandingan antara penetapan pejabat bea dan cukai menurut Pasal 16 UU Nomor 10 Tentang Kepabeanan dengan penetapan kembali oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai sesuai Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2);
e) Penetapan kembali tersebut menimbulkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk.
2) bahwa menurut Pemohon Banding ketentuan Pasal 17 ayat (2) telah jelas menyatakan bahwa penetapan kembali tarif oleh Direktur Jenderal bea dan cukai yang dituangkan dalam SPKTNP harus didahului dengan penerbitan penetapan Pejabat Bea dan Cukai i.c SPTNP, yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) UU Kepabeanan;
3) bahwa menurut Pemohon Banding, Terbanding dalam menerbitkan SPKTNP Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018 hanya mendasarkan pada ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU Kepabeanan dan tidak mempertimbangkan ketentuan pasal 17 ayat (2) UU Kepabeanan yang mengatur secara eksplisit, definitif dan limitatif tentang kewenangan Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam menetapkan kembali tarif (SPKTNP), yaitu yang hanya dapat dilakukan terhadap PIB yang telah mendapatkan penetapan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud Pasal 16 UU Kepabeanan, in casu SPTNP;
4) bahwa Pasal 95 UU Kepabeanan telah memberikan batasan bahwa penetapan kembali yang dibuat oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang dapat diajukan banding ke Pengadilan Pajak dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan adalah penetapan yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) – bukan Pasal 17 ayat (1) – sehingga hal ini memperjelas dan mendukung pendapat Pemohon Banding yang telah disampaikan diatas yang menyatakan penetapan kembali tarif (SPKTNP) hanya dapat dilakukan terhadap PIB yang telah mendapatkan penetapan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud Pasal 16 UU Kepabeanan, in casu SPTNP.
b. bahwa Terbanding tidak pernah menerbitkan penetapan tarif sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 16 UU Kepabeanan berupa SPTNP dari Pejabat Bea dan Cukai atas 28 (dua puluh delapan) PIB yang menjadi pokok sengketa;
c. bahwa berdasarkan hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa SPKTNP Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018 tidak memenuhi ketentuan formal penerbitan SPKTNP sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. Pasal 10, PMK Nomor: 51/PMK.04/2008, sehingga menjadi batal demi hukum;
d. bahwa pendapat Pemohon Banding terkait dengan ketentuan penerbitan SPKTNP sebagaimana diuraikan diatas, sejalan dan sesuai dengan:
1) Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.44804/PP/M.VII/19/2013 yang memutuskan membatalkan SPKTNP Nomor: SPKTNP-298/KPU.01/2012 tanggal 28 Juni 2012 dengan alasan tidak memenuhi ketentuan formal penerbitan SPKTNP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan karena tidak didahului dengan penerbitan SPTNP atau penetapan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan;
2) Putusan atas permohonan peninjauan kembali dari Mahkamah Agung
a) Nomor: 906/B/PK/PJK/2016 tanggal 09 September 2016;
b) Nomor: 933/PK/PJK/2016 tanggal 07 September 2016; dan
c) Nomor: 1059/C/PK/PJK/2015 tanggal 18 Januari 2016.
yang menyatakan penetapan kembali tarif dan/atau nilai pabean berdasrkan Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Kepabeanan, hanya dilakukan terhadap pemberitahuan pabean (PIB) yang telah ditetapkan tarif dan/atau nilai pabean oleh pejabat bea dan cukai berdasarkan Pasal 16 Undang-undang Kepabeanan.
B. bahwa SKA (Form E) telah memenuhi syarat sebagai dasar pemberian tarif preferensi karena memenuhi kriteria prosedural ACFTA
1. Dasar Hukum
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.011/2010 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)
1) Pasal 1 ayat 1 PMK Nomor: 117/PMK.011/2012 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA);
(1) Menetapkan tarif bea masuk atas impor barang dari negara Republik Rakyat China dan negara-negara ASEAN dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
2) Pasal 2 ayat 1 PMK Nomor: 117/PMK.011/2012 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA);
(1) Pengenaan bea masuk berdasarkan penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang lebih rendah dari tarif bea masuk yang berlku secara umum, hanya diberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form E) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwengn di negara-negara bersangkutan;
b. Importer wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form E) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), pada pemberitahuan impor barang;
c. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form E) dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud huruf b di Kantor Pabean pada pelabhuan pemasukan; dan
d. Dalam hal tarif bea masuk yang berlaku secara umum lebih rendah dari tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) sebagaiaman tercantum dalam Lampiran, tarif yang berlaku adalah tarif bea masuk yang berlaku secara umum;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.04/2015 Tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional
1) Pasal 1 angka 8
“Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) yang selanjutnya disingkat SKA adalah dokumen yang diterbitkan oleh instansi penerbit SKA di Negara Anggota pengekspor yang menyatakan bahwa barang ekspor yang akan memasuki daerah pabean Indonesia telah memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin);”
2) Huruf C poin 1 (b) Lampiran II
C. KETENTUAN PROSEDURAL
1. Penelitian atas Pemenuhan Ketentuan penerbitan Surat Keterangan Asal Penelitian atas pemenuhan ketentuan penerbitan SKA Form E meliputi:
b. Penandatanganan SKA Form E oleh pemohon/eksportir.
c. Appendix 1 Attachment A, Revised Operational Certification Procedures (OCP) For The Rules of Origin of The AEAN-China FreeTrade Area.
1) Rule 6 Appendix 1 Attachment A, Revised Operational Certification Procedures (OCP) For The Rules of Origin of The ASEAN-China Free Trade Area;
Rule 6
At the time of carrying out the formalities for exporting the products under preferenstial treatment, the exporter or his authorised representative shall submit a written application for the Certificate of Origin (Form E) together with appropriate supporting documents proving that the products to be exported qualify for the issuance of a Certificate of origin (Form E).
2) Rule 7 Appendix 1 Attachment A, Revised Operational Certification Procedures (OCP) For The Rules of Origin of The ASEAN-China Free Trade Area;
Rule 7
The issuing Authorities shall, to the best of their competence and ability, carry out proper examination of each application for the Certificate of Origin (Form E) to ensure that:
(a) The application and the Certificate of Origin (Form E) are duly completed in accordance with the requirements as defined in the overleaf notes of the Certificates of Origin (form E), and signed by the authorised signatory;
(b) The origin of the product is in conformity with he Rules of Origin for the ACFTA;
(c) The other statements of the Certificates of Origin (Form E) correspond to supporting documentary evidence submitted;
(d) Description, quantity and weight of products, marks and number of packages, number and kinds of packages, as specified, conform to the products to be exported;
(e) Multiple items declared on the same certificate of Origin (Form E) shall be allowed subject to the domestic laws, regulations and administrative rules of the importing party provided each item must qualify separately in its own right.
3) Rule 12 Appendix 1 Attachment A, Rules Of Origin Of The Asean-China Free Trade Area;
Rule 12
“A claim that products shall be accepted as eligible for preferential concession shall be supported by a Certificate of Origin issued by a government authority designated by the exporting Party and notified to the other Parties to the Agreement in accordance with the Operational Certification Procedures, as set out in Attachment A”
4) Rule 14 Appendix1 Attachment A, Revised Operational Certification Procedures (OCP) For The Rules of Origin of The ASEAN-China Free Trade Area;
Rule 14
The original copy of the Certificate of Origin (Form E) shall be submitted to the Customs Authority at the time of lodging the import entry for the products concerned claiming for preferential treatment in accordance with the domestic laws, regulations and administrative rules of the importing Party
2. bahwa analisis penerbitan SKA (Form E) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
a. bahwa Pemohon Banding melakukan transaksi pembelian barang impor dengan China Huadian Engineering Co., Ltd. di China;
b. bahwa barang impor yang dibeli dari China Huadian Engineering Co., Ltd. diberitahukan dalam PIB nomor 000005 tanggal 17 Januari 2017 dengan dokumen pelengkap pabean sebagai berikut:
1) Invoice nomor 008C-PI-012A tanggal 25 Oktober 2016, 008C-PI-012B;
2) Bill of lading nomor 0487sh005/006/007 tanggal 11 Februari 2016; dan
3) Certificate of Origin nomor: E16470ZC38304294 tanggal 01 Desember 2016 dan nomor E16470ZC38301443 tanggal 05 Desember 2016;
c. bahwa karena China Huadian Engineering Co., Ltd. belum memenuhi syarat untuk mengajukan SKA (Form E), sehingga berdasarkan Rule 6 Appendix 1 Attachment A, Revised Operational Certification Procedures (OCP) For The Rules of Origin of The ASEAN-China Free Trade Area, maka China Huadian Engineering Co., Ltd bekerjasama dengan Shenzen Baifencheng Technology Co.,Ltd untuk mengajukan Form E,
d. bahwa berdasarkan Rule 7 Appendix 1 Attachment A, Revised Operational Certification Procedures (OCP) For The Rules of Origin of The ASEAN-China Free Trade Area, Otoritas Penerbit Form E (The Issuing Authority) di China meneribitkan Form E nomor E16470ZC38304294 tanggal 01 Desember 2016 dan nomor E16470ZC38301443 tanggal 05 Desember 2016 yang antara lain mencantumkan data-data sebagai berikut:
1) Kotak nomor 1 dan 11 pada Certificate of Origin (Form E) antara lain tertulis:
Shenzen Baifencheng Technology Co.,Ltd.
2) Kotak nomor 7 pada Certificate of Origin (Form E) antara lain tertulis China Huadian Engineering Co., Ltd
e. bahwa berdasarkan Rule 12 dan Rule 14 Appendix 1 Attachment A, Rules Of Origin Of The Asean-China Free Trade Area dan Pasal 2 ayat 1 PMK Nomor: 117/PMK.011/2012 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), Pemohon Banding menyerahkan/melampirkan Form E E16470ZC38304294 tanggal 01 Desember 2016 dan nomor E16470ZC38301443 tanggal 05 Desember 2016 pada saat pengajuan PIB (PIB nomor 000005 tanggal 17 Januari 2017) untuk mendapatkan fasilitas preferensi tarif skema ACFTA;
f. bahwa berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan Form E Nomor E E16470ZC38304294 tanggal 01 Desember 2016 telah memenuhi memenuhi kriteria prosedural ACFTA sehingga terhadap impor barang yang diberitahukan dalam PIB nomor 000005 tanggal 17 Januari 2017 berhak untuk mendapatkan fasilitas preferensi tarif skema ACFTA;


bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Pemohon Banding memohon kepada Majelis Hakim untuk membatalkan SPKTNP nomor SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018, sehingga tagihan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor menjadi nihil dengan perhitungan sebagai berikut:

Jenis Tagihan Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding Jumlah yg harus dibatalkan
Bea Masuk Rp 4.693.592.000,00 Rp 0,00 Rp 4.693.592.000,00
PPN Rp 0,00 Rp 0,00 Rp 0,00
PPh Pasal 22 Rp 0,00 Rp 0,00 Rp 0,00
Denda Rp 0,00 Rp 0,00 Rp 0,00
Jumlah Rp 5.170.817.000,00 Rp 0,00 Rp 5.170.817.000,00


bahwa atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, Pemohon mohon agar diputuskan seadil-adilnya (ex aequo et bono);

Menurut Majelis:

bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah penetapan nilai pabean dan pembebanan tarif bea masuk oleh Terbanding sesuai keputusan keberatan Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018 atas barang impor Steel Structure (45 jenis barang sesuai lembar lanjutan PIB) dengan PIB Nomor: 000005 tanggal 17 Januari 2017, dengan tarif bea masuk 0% (AC-FTA), dan oleh Terbanding klasifikasi barang ditetapkan ke dalam pos tarif dengan pembebanan tarif bea masuk 5% (MFN) dan tidak mendapat tarif preferensi dalam rangka skema AC-FTA dikarenakan tidak memenuhi ketentuan Point 10 Overleaf Notes dan Rule 23 Operational Certification Procedures (OCP) For The Rules Of Origin Of The Asean-China Free Trade Area;

bahwa sebelum melakukan pemeriksaan materi sengketa, Majelis melakukan pemeriksaan formil materil penerbitan Keputusan Terbanding Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018, sebagai berikut:

bahwa memperhatikan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Undang-Undang Kepabeanan), menyatakan:

“Terhadap barang yang diimpor atau diekspor berlaku segala ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”.


bahwa Penjelasan Pasal 6 ayat (1), menyatakan:

“Ayat ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor atau ekspor harus didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang ini yang pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai”.


bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Kepabeanan beserta Penjelasannya, dapat dikemukakan bahwa ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan bersifat lex specialist dalam penyelesaian sengketa di bidang Kepabeanan;

bahwa berdasarkan Pasal 1 Angka 9 dan Angka 11 Undang-Undang Kepabeanan, menyatakan:

“Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
9. Direktur jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
11. Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang ini”.


bahwa memperhatikan Pasal 5A ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Kepabeanan, menyatakan:

(1) Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dapat disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik.
(3) Data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat bukti yang sah menurut Undang-Undang ini.


bahwa memperhatikan Pasal 10C ayat (2) huruf c Undang-Undang Kepabeanan, menyatakan:

Pasal 10C
(1) Importir dapat mengajukan permohonan perubahan atas kesalahan data pemberitahuan pabean yang telah diserahkan sepanjang kesalahan tersebut terjadi karena kekhilafan yang nyata.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak apabila:
a. barang telah dikeluarkan dari kawasan pabean;
b. kesalahan tersebut merupakan temuan pejabat bea dan cukai; atau
c. telah mendapatkan penetapan pejabat bea dan cukai.


bahwa Penjelasan Pasal 10C ayat (2) huruf c, menyatakan:

“Penetapan pejabat bea dan cukai dapat juga merupakan penetapan dengan menggunakan sistem komputer pelayanan”.


bahwa berdasarkan Pasal 10C ayat (2) huruf c Undang-Undang Kepabeanan beserta Penjelasannya, dapat diartikan bahwa penetapan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai atas pemberitahuan pabean, dapat berupa penetapan secara tertulis dan dapat juga merupakan penetapan di dalam komputer dengan menggunakan sistem komputer pelayanan;

bahwa berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.04/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 Tentang Pemeriksaan Pabean Di Bidang Impor, menyatakan:

(1) Penelitian dokumen dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen dan/atau sistem komputer pelayanan.
(2) Penelitian dokumen oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen dilakukan untuk memastikan bahwa pemberitahuan pabean telah diberitahukan dengan benar, dan dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan telah sesuai dengan syarat yang ditentukan.
(3) Penelitian dokumen oleh sistem komputer pelayanan dilakukan untuk memastikan bahwa pengisian pemberitahuan pabean yang disampaikan telah lengkap dan benar.
(4) Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan penelitian sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian komputer sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang didasarkan pada data yang disajikan oleh sistem komputer pelayanan dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean.
(5) Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan penetapan berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4).


bahwa Terbanding melakukan pelayanan impor dengan menggunakan sistem komputer pelayanan yang dinamakan Customs-Excise Information System and Automation (CEISA) impor, sehingga proses pelayanan terhadap semua pemberitahuan pabean impor, mulai dari pengajuan pemberitahuan pabean, penelitian dokumen, penetapan pejabat bea cukai sampai dengan persetujuan pengeluaran barang impor dilakukan dengan Customs-Excise Information System and Automation (CEISA) impor;

bahwa berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Kepabeanan, menyatakan:

(1) Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan tarif terhadap barang impor sebelum penyerahan pemberitahuan pabean atau dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean.
(2) Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan nilai pabean barang impor untuk penghitungan bea masuk sebelum penyerahan pemberitahuan pabean atau dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean.
(3) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk kecuali importir mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1), importir wajib melunasi bea masuk yang kurang dibayar sesuai dengan penetapan.


bahwa Penjelasan Undang-Undang Kepabeanan dalam Pasal 16, menyatakan:

“Penetapan tarif dan nilai pabean atas pemberitahuan pabean secara self assesment hanya dilakukan dalam hal tarif dan nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif yang ada dan/atau nilai pabean barang yang sebenarnya sehingga:
a. bea masuk kurang dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai pabean yang ditetapkan lebih tinggi;
b. bea masuk lebih dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah...”


bahwa berdasarkan Lampiran II Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pada BAB I Huruf E menyatakan:

177. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.
186. Rumusan penjelasan pasal demi pasal memperhatikan hal sebagai berikut:
a. tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
b. tidak memperluas, mempersempit atau menambah pengertian norma yang ada dalam batang tubuh;
c. tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
d. tidak mengulangi uraian kata, istilah, frasa, atau pengertian yang telah dimuat di dalam ketentuan umum; dan/atau
e. tidak memuat rumusan pendelegasian;


bahwa rumusan Pasal 16 Undang-Undang Kepabeanan tidak menyebutkan secara tersurat (eksplisit) bahwa penetapan pejabat bea cukai hanya dilakukan dalam hal tarif dan nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif yang ada dan/atau nilai pabean barang yang sebenarnya, dengan demikian Penjelasan Pasal 16 Undang-Undang Kepabeanan telah mempersempit atau menambah pengertian norma yang ada pada batang tubuh Pasal 16 Undang-Undang Kepabeanan, sehingga tidak sesuai dengan Bab I Huruf E butir 186 huruf b Lampiran II Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dengan demikian Penjelasan Pasal 16 Undang-Undang Kepabeanan dinyatakan tidak mengikat;

bahwa berdasarkan Pasal 16 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Kepabeanan, dapat diartikan sebagai berikut:

1. Dalam hal penetapan tarif dan nilai pabean sesuai dengan pemberitahuan importir dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB), atau dengan kata lain penetapan tarif dan nilai pabean yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, maka penetapan tarif dan nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai dilakukan di dalam komputer dengan menggunakan sistem komputer pelayanan.
2. Dalam hal penetapan tarif dan nilai pabean berbeda atau tidak sesuai dengan pemberitahuan importir dalam PIB, atau dengan kata lain penetapan tarif dan nilai pabean yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, maka di samping penetapan tarif dan nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai dilakukan di dalam komputer dengan menggunakan sistem komputer pelayanan, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan nota pembetulan secara tertulis yang berfungsi sebagai pemberitahuan dan penagihan atau pengembalian kepada Importir;


bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa semua pemberitahuan pabean impor (PIB) yang diajukan melalui sistem komputer pelayanan Customs-Excise Information System and Automation (CEISA) yang telah mendapat persetujuan pengeluaran barang impor, telah dilakukan penelitian dokumen dan penetapan tarif dan nilai pabean oleh pejabat bea dan cukai di dalam komputer dengan menggunakan sistem komputer pelayanan, baik penetapan tarif dan nilai pabean yang sesuai maupun yang berbeda dengan pemberitahuan pabean impor, namun dalam hal penetapan tarif dan nilai pabean yang mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, pejabat bea dan cukai menerbitkan nota pembetulan secara tertulis yang berfungsi sebagai pemberitahuan dan penagihan atau pengembalian kepada Importir;

bahwa memperhatikan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 Tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, Serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai, dilihat dari konten atau substansinya, SPTNP tidak mencantumkan data atau informasi mengenai uraian/rincian penetapan tarif atau uraian/rincian penetapan nilai pabean, melainkan hanya mencantumkan uraian/rincian tagihan atas kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, dengan demikian dapat diartikan SPTNP bukan sebagai penetapan tarif dan/atau nilai pabean, melainkan berfungsi sebagai pemberitahuan dan penagihan kepada importir atas kekurangan bea masuk dan pajak dalam rangka impor, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Kepabeanan;

bahwa berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Kepabeanan, menyatakan:

(1) Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean.
(2) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Direktur Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada importir untuk:
a. melunasi bea masuk yang kurang dibayar; atau
b. mendapatkan pengembalian bea masuk yang lebih dibayar.


bahwa Penjelasan Undang-Undang Kepabeanan dalam Pasal 17, menyatakan:

Ayat (1)
Pada dasarnya penetapan pejabat bea dan cukai sudah mengikat dan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika hasil penelitian ulang atas pemberitahuan pabean atau dalam hal pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan adanya kekurangan dan/atau kelebihan pembayaran bea masuk yang disebabkan oleh kesalahan pemberitahuan tarif dan/atau nilai pabean, Direktur Jenderal membuat penetapan kembali.
Ayat (2)
Cukup Jelas.


bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kepabeanan beserta Penjelasannya, dapat diartikan bahwa Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean, dan apabila hasil penelitian ulang atas PIB atau dalam hal dilakukan audit kepabeanan atas PIB, ditemukan adanya perbedaan tarif dan/atau nilai pabean yang telah ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam komputer dengan menggunakan sistem komputer pelayanan, yang mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, Direktur Jenderal membuat pemberitahuan secara tertulis yang berfungsi sebagai penagihan atau pengembalian kepada Importir;

bahwa memperhatikan Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 Tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, Serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai, dilihat dari konten atau substansinya, SPKTNP tidak mencantumkan data atau informasi mengenai uraian/rincian penetapan tarif atau uraian/rincian penetapan nilai pabean, melainkan hanya mencantumkan uraian/rincian tagihan atas kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, dengan demikian dapat diartikan SPKTNP bukan sebagai penetapan kembali tarif dan/atau nilai pabean, melainkan berfungsi sebagai pemberitahuan dan penagihan kepada importir atas kekurangan bea masuk dan pajak dalam rangka impor, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Kepabeanan;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berpendapat penerbitan Keputusan Terbanding Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018 telah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kepabeanan, sehingga pemeriksaan dilanjutkan terhadap materi sengketa banding;

bahwa Majelis melakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa, dengan uraian sebagai berikut:

bahwa Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan:

(1) Bea masuk dapat dikenakan berdasarkan tarif yang besarnya berbeda dengan yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) terhadap:
a. barang impor yang dikenakan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional; atau
b. ... dst. ...
(2) Tata cara pengenaan dan besarnya tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.

Penjelasan Pasal 13 Ayat (1) :
Ayat ini memberikan kewenangan kepada menteri untuk menetapkan tarif bea masuk yang besarnya berbeda dengan tarif yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
Huruf a
Tarif bea masuk dikenakan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah negara lain atau beberapa negara lain, misalnya bea masuk berdasarkan Common Effective Preferential Tarif for Asean Free Trade Area (CEPT for AFTA).


bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 26/PMK.010/2017 tanggal 27 Februari 2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-China Free Trade Area (AC-FTA), antara lain disebutkan:

Pasal 1
(1) Menetapkan tarif bea masuk atas impor barang dari negara Republik Rakyat China dan negaranegara ASEAN dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
Pasal 2
(1) Pengenaan bea masuk berdasarkan penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada Pasal 1, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area yang lebih rendah dari tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya diberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form E) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan dan telah memenuhi ketentuan asal barang sesuai perjanjian ASEANChina Free Trade Area;
b. importir, pengusaha tempat penimbunan berikat, dan pengusaha pusat logistik berikat, wajib mencantumkan nomor referensi dan tanggal Surat Keterangan Asal (Form E) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas 54 pada pemberitahuan pabean impor;
c. lembar asli Surat Keterangan Asal (Fonn .E) dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh:
i. importir, pada saat pengajuan dokumen pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada huruf b di kantor pabean pelabuhan pemasukan;
ii. pengusaha tempat penimbunan berikat, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal Surat Persetujuan Pengeluaran Barang Pemberitahuan Impor Barang untuk ditimbun di tempat penimbunan berikat, kepada pejabat bea dan cukai di kantor pabean yang melakukan penelitian dokumen; dan
iii. pengusaha pusat logistik berikat, paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal Surat Persetujuan Pengeluaran Barang Pemberitahuan Pabean Pemasukan Barang Impor untuk ditimbun di pusat logistik berikat, kepada pejabat bea dan cukai di kantor pabean yang melakukan penelitian dokumen.
d. dalam hal tarif bea masuk yang berlaku secara umum lebih rendah dari tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area sebagaimana tercantum dalam Lampiran, tarif bea masuk yang berlaku adalah tarif bea masuk yang berlaku secara umum.


bahwa berdasarkan Rule 7 Attachment A Revised Operational Certification Procedures (OCP) For The Rules Of Origin Of The Asean-China Free Trade Area dinyatakan:

"The issuing Authorities shall, to the best of their competence and ability, carry out proper examination of each application for the Certificate of Origin (Form El to ensure that:
a. The application and the Certificate of Origin (Form E) are duly completed in accordance with the requirements as defined in the overleaf notes of the Certificate of Origin (Fomr E), and signed by the authorised signatory;
b. The origin of the product is in conformity with Rules of Origin for the ACFTA;
c. The other statements of the Certificate of Origin (Form E) correspond to supporting documentary evidence sumitted;
d. Description, quantity and weight of products, marks and number of packages, number and kinds of packages, as specified, conform to the products to be exported;
e. Multiple items declared on the same Certificate of Origin (Form E) shall allowed subject to the domestic laws, regulations and administrative rules of the importing Party provided each item must qualify separately in its own right.


bahwa berdasarkan Rules of Origin for The ASEAN-China Free Trade Area, Annex 3 Rules 1 (a) menyatakan:

“a Party" means the individual parties to the Agreement he. Brunei Darussalam, the Kingdom of Cambodia, the Republic of Indonesia, the Lao People's Democratic Republic ("Lao PDR'), Malaysia, the Union of Myanmar, the Republic of the Philippines, the Republic of Singapore, the Kingdom of Thailand, the Socialist Republic of Vietnam and the People's Republic of China";


bahwa berdasarkan Rule 23 Appendix 1, Attachment A, Revised Operational Certification Procedure (OCP) for the Rules of Origin of the ASEAN-China Free Trade Area, menyatakan:

“The Customs Authority of the importing Party shall accept a Certificate of Origin (Form E) in cases where the sales invoice is issued either by a company located in a third country or by an ACFTA exporter for the account of the said company, provided that the product meets the requirements of the Rules of Origin for the ACFTA. The third party invoice number should be indicated in Box 10 of the Certificate of Origin (Form E), the exporter and consignee must be located in the Parties and the copy of the third party invoice shall be attached to the Certificate of Origin (Form E) when presenting to the Customs Authority of the importing Party”;


bahwa berdasarkan Butir 10 Overleaf Notes for the Rule Of Origin of The ASEAN-China Free Trade Area, menyatakan:

“THIRD PARTY INVOICING: In cases where invoices are issued by a third country, “the Third Party Invoicing” in Box 13 shall be ticked (√). The invoice number shall be indicated in Box 10. Information such as name and country of the company issuing the invoice shall be indicated in Box 7”;


bahwa berdasarkan Rule 18 huruf (a) Revised Operational Certification Procedures (OCP) For The Rules Of Origin Of The Asean-China Free Trade Area menyatakan: “The Customs Authority of the importing Party may request a retroactive check at random and/or when it has reasonable doubt as to the authenticity of the document or as to the accuracy of the information regarding the true origin of the products in question or of certain parts thereof”;

bahwa berdasarkan Rule 8 huruf (f) Revised Operational Certification Procedures (OCP) For The Rules Of Origin Of The Asean-China Free Trade Area menyatakan: “In cases where a Certificate of Origin (Form E) is not accepted, as stated in paragraph (e), the Customs Authority of the importing Party shall consider the clarifications made by the Issuing Authorities and assess whether or not the Certificate of Origin (Form E) can be accepted for the granting of the preferential treatment. The clarification shall be detailed and exhaustive in addressing the grounds for denial of preferential treatment raised by the importing Party”;

bahwa atas keraguan terhadap Form E Nomor E16470ZC383011443 tanggal 05 Desember 2016 dan nomor E16470ZC38304294 tanggal 01 Desember 2016 Terbanding tidak melakukan konfirmasi (confirmation on certificate of origin) kepada issuing authority Shenzhen Entry-Exit Inspection and Quarantine Bureau of People’s Republic of China, sebagaimana dimaksud dalam Rule 18 huruf (a) Revised Operational Certification Procedures (OCP) For The Rules Of Origin Of The Asean-China Free Trade Area;

bahwa Terbanding telah mengirimkan Rejection on Certificate of Origin kepada otoritas penerbit Form E (issuing authority) Shenzhen Entry-Exit Inspection and Quarantine Bureau of People’s Republic of China atas Form E Nomor E16470ZC383011443 tanggal 05 Desember 2016 dan nomor E16470ZC38304294 tanggal 01 Desember 2016, dengan surat nomor: S-117/WBC.17/2018 tanggal 08 Februari 2018, menyatakan:

“After We had examined import documents of Pemohon Banding, Limited Liability Company importing goods from China Huadian Engineering, Co. Ltd, We Found Certificate of Origin (COO) used by those company to claim preferential import tariff is not comply with prevailing Operational Certification Procedure (OCP) for Association of South-East Asian Nation- China Free Trade Agreement (AC-FTA) as well as prevailing law and regulation in Indonesia regulating condition and procedure to get preferential import tariff. Those are COO number E16470ZC38301443 with invoice number 008C-PI-012A dated October 25, 2016 and COO number E16470ZC38304294 with invoice number 008C-PI-012B dated October 25, 2016 (copies document attached in this letter)

Results of our examination can be summarized as follows:
1. Pemohon Banding imported goods from China Huadian Engineering Co. Ltd. Invoice as well as packing list attached for customs clearance supporting document was issued by China Huadian Engineering, Co Ltd. From this invoice we concluded that China Huadian Engineering, Co Ltd in fact (formally) is supplier of the imported goods.
2. Shipping document, namely Bill of Lading showed that imported goods was shipped from Shanghai by China Huadian Engineering, Co. Ltd, destination of Mamuju, West Sulawesi with Pemohon Banding as the consignee party.
3. COO used to claim preferential import tariff, in box 1 showed the name of exporter is Shenzhen Weidexin Trade, Co.Ltd. The number and date of the invoice written in box 10 of the COO is also invoice issued by China Huadian Engineering, Co.Ltd. Those invoice number and date is same with the number and date of invoice.
4. After we had examined the conditions, we concluded that COO can't be used to claim preferential import tariff of the imported goods described above because in fact (formally) there is no transaction between Pemohon Banding and Shenzhen Weidexing Trade, Co. Ltd. Relationship between Pemohon Banding - Shenzhen Weidexin Trade, Co.Ltd - China Huadian Engineering, Co.Ltd also doesn't meet criteria to be said as third party invoicing transaction.


bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Surat Shenzhen Entry-Exit Inspection and Quarantine Bureau of People’s Republic of China Nomor: 47000018210 tanggal 11 April 2018 menyatakan antara lain:

“We acknowledge the receipt of your letter numbered S-117/WBC.17/2018 dated February 8. 2018. After checking against our files, we confirm that the said certificates were issued by us.

For verification, we made an investigation and the result shows that the applicant provided us with inaccurate documents at the time of applying for these certificates. We are of the opinion that the above-mentioned certificates are invalid and shall be withdrawn”;


bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas PIB Nomor 000005 tanggal 17 Januari 2017, tercantum Commercial Invoice Nomor 008C-PPI-012A, 008C-PI-012B dan 008C-PI-012C tanggal 25 Oktober 2016, dan pada kolom 19 (sesuai lembar lanjutan PIB) tercantum Certificate of Origin (Form E) Nomor E16470ZC383011443 tanggal 05 Desember 2016 dan nomor E16470ZC38304294 tanggal 01 Desember 2016;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Commercial Invoice Nomor 008C-PPI-012A, 008C-PI-012B dan 008C-PI-012C tanggal 25 Oktober 2016, diterbitkan oleh China Huadian Engineering Co.,Ltd., CHEC Plaza Building A, Floor 5th No. 6, Automobile Museum East Road, Feng Tai Distric, Beijing 100160 - China;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap Form E nomor E16470ZC383011443 tanggal 05 Desember 2016 dan nomor E16470ZC38304294 tanggal 01 Desember 2016, kedapatan pada kolom 1 tercantum exporter Shenzhen Baipencheng Technology Co., Ltd., China Jian and Road, Baoan District, Shenzhen Composite Residential Floor, 12 Dong, 312,24, District, dan pada kolom 10 tercantum Invoice Nomor: 008C-PPI-012A, 008C-PI-012B dan 008C-PI-012C tanggal 25 Oktober 2016, dan pada kolom 7 tercantum nama Manufacturer: China Huadian Engineering Co.,Ltd., CHEC Plaza Building A, Floor 5th No. 6, Automobile Museum East Road, Feng Tai Distric, Beijing 100160 - China;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis, bahwa Commercial Invoice nomor 008C-PPI-012A, 008C-PI-012B dan 008C-PI-012C tanggal 25 Oktober 2016 diterbitkan oleh China Huadian Engineering Co.,Ltd. dan produsen barang (Manufacturer) adalah China Huadian Engineering Co.,Ltd., namun pada kolom 1 Form E nomor E16470ZC383011443 tanggal 05 Desember 2016 dan nomor E16470ZC38304294 tanggal 01 Desember 2016 tercantum exporter Shenzhen Baipencheng Technology Co., Ltd., dan Pemohon Banding tidak dapat membuktikan hubungan antara eksportir Shenzhen Baipencheng Technology Co., Ltd. dengan supplier China Huadian Engineering Co.,Ltd. dan dengan Manufacturer China Huadian Engineering Co.,Ltd.;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, dan berdasarkan hasil konfirmasi dari issuing authority Shenzhen Entry-Exit Inspection and Quarantine Bureau of People’s Republic of China, Majelis berpendapat bahwa penerbitan Form E a quo tidak memenuhi ketentuan Operational Certification Procedures (OCP) For The Rules Of Origin Of The Asean-China Free Trade Area, sehingga tidak mendapat preferensi tarif bea masuk AC-FTA;

bahwa berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 06/PMK.010/2017 tanggal 27 Februari 2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor, untuk pos tarif atas 45 jenis barang sesuai lembar lanjutan PIB Nomor: 000005 tanggal 17 Januari 2017 dikenakan tarif bea masuk 5% (MFN);

Menimbang:

bahwa berdasarkan uraian di atas, penjelasan Pemohon Banding dan Terbanding dalam persidangan dan data yang ada dalam berkas banding, Majelis berkesimpulan untuk menolak banding Pemohon Banding, dan menetapkan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor Steel Structure (45 jenis barang sesuai lembar lanjutan PIB), negara asal China, dengan PIB Nomor: 000005 tanggal 17 Januari 2017, pos tarif 8402.90.90 dengan tarif bea masuk 5% (MFN) sesuai Keputusan Terbanding Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018;

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan:

Menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018 tentang Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) sesuai Nota Hasil Penelitian Ulang (NHPU) Nomor: NHPU-02/WBC.17/BD.02/2018 tanggal 19 Februari 2018, atas nama: Pemohon Banding, dan menetapkan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor Steel Structure (45 jenis barang sesuai lembar lanjutan PIB), negara asal China, dengan PIB Nomor: 000005 tanggal 17 Januari 2017, pos tarif 8402.90.90 dengan tarif bea masuk 5% (MFN) sesuai Keputusan Terbanding Nomor: SPKTNP-02/WBC.17/2018 tanggal 19 Februari 2018, sehingga bea masuk, pajak dalam rangka impor dan denda yang masih harus dibayar sebesar Rp5.170.817.000,00 (lima milyar seratus tujuh puluh juta delapan ratus tujuh belas ribu rupiah);

Demikian diputus di Jakarta pada hari Rabu, tanggal 21 November 2018 berdasarkan musyawarah Hakim Majelis XIXB Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Dr. BS, S.H., M.M. sebagai Hakim Ketua,
UP, S.Sos., M.H. sebagai Hakim Anggota,
HF, S.H., LL.M. sebagai Hakim Anggota,
dengan dibantu
WH, S.H., M.H.

sebagai Panitera Pengganti.


Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal 30 Januari 2019, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Pemohon Banding dan Terbanding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA