Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-119133.99
Pokok Sengketa:

bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa gugatan ini mengenai penerbitan Surat Penolakan Penghapusan NPWP Nomor: S-248HPS/WPJ.01/KP.0303/2017 tanggal 21 November 2017 yang tidak disetujui Penggugat;

Menurut Tergugat:

bahwa sehubungan dengan surat Permohonan Gugatan dari Penggugat selaku Penggugat nomor 001/GUGAT/XII/2017 tanggal 15 Desember 2017 hal tersebut disebutkan dalam pokok surat, dengan ini disampaikan sebagai berikut:

bahwa dalam memori penjelasan UU KUP Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan nomor pokok wajib pajak yang dimilikinya;

bahwa pada tanggal 17 April 2017, Penggugat mengajukan permohonan penghapusan NPWP kepada Tergugat dengan alasan sudah tidak memenuhi persyaratan subyektif sebagai Wajib Pajak, kondisi yang menyebabkan tidak terpenuhinya persyaratan subyektif sebagai Wajib Pajak dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Penggugat telah lebih dari 10 (sepuluh) tahun tinggal menetap di Singapura. Saat ini status Penggugat adalah Permanent Residence (Penduduk Tetap) Singapura dan sedang mengajukan permohonan menjadi Warga Negara Singapura. Penggugat juga sudah terdaftar sebagai wajib pajak (tax residence) pada otoritas perpajakan Singapura.
b. Kondisi sebagaimana diuraikan pada poin a bisa dikategorikan sebagai telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4) huruf c PER 20 tahun 2013.


bahwa sebelum mengajukan permohonan penghapusan NPWP tanggal 17 April 2017, Penggugat telah langsung ke datang ke TPT penggugat sebagai berikut:

a. Pada tanggal 10 April 2017, utusan Penggugat datang langsung ke TPT untuk mengajukan Permohonan Penghapusan NPWP dengan alasan bahwa Penggugat sudah tinggal di Luar Indonesia lebih dari 183 hari. Petugas TPT bagian NPWP meneliti permohonan penghapusan dimana Wajib Pajak melampirkan dokumen sebagai berikut:
a) Rekapitulasi catatan passport;
b) Photocopy buku passport 48 halaman
c) Photocopy KTP
d) Photocopy NPWP
e) Photocopy Identity Card No. S2750705J


bahwa namun permohonan tersebut dikembalikan kepada utusan Penggugat karena tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (4) huruf (b) PER-20/PJ/2013 tanggal 30 Mei 2013 yang berbunyi “dokumen yang disyaratkan untuk penghapusan NPWP salah satunya adalah dokumen yang menyatakan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya”. Sehingga dari dokumen yang dilampirkan Penggugat di atas tidak ada dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;

bahwa disamping itu petugas TPT juga menegaskan bahwa Penggugat sudah mengikuti program Pengampunan Pajak (TAX AMNESTY) nomor : KET-7263/PP/WPJ.01/2016 tanggal 27 September 2016;

bahwa pada tanggal 12 April 2017, utusan Penggugat mendatangi kembali petugas Pelayanan dengan maksud yang sama agar petugas menerima Surat Permohonan Penghapusan NPWP tersebut, namun kembali petugas menjelaskan dan memberikan pemahaman kepada utusan Wajib Pajak tersebut alasan penolakan berkasnya, kemudian diarahkan ke Pegawai Seksi Pemeriksaan yang bertugas menyelesaikan Permohonan Penghapusan NPWP. Pegawai Seksi Pemeriksaan mengatakan kepada utusan Penggugat tersebut bahwa Surat Permohonan Penghapusan NPWP tidak dapat diterima karena Penggugat sudah mengikuti Program Tax Amnesty pada tanggal 27 September 2016. Pegawai Seksi Pemeriksaan tersebut berulang kali menegaskan kepada utusan Wajib Pajak bahwa NPWPnya tidak bisa dihapus karena NPWP merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sebagaimana terdapat dalam UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu Pasal 1 angka 6;

bahwa berdasarkan penelitian, permohonan penghapusan NPWP tersebut tidak memenuhi persyaratan formal sebagai mana diuraikan sebelumnya;

bahwa berdasarkan penelitian diketahui bahwa Penggugat melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 pada tanggal 9 Juni 2017 dengan status Lebih Bayar sebesar Rp74.804.259,00 dan telah diterbitkan BPS nomor S-05028948 /PPhOP/WPJ.01/KP.0303/2017;

bahwa pada tanggal 31 Oktober 2017 kuasa Penggugat datang kembali dengan memasukkan Permohonan Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP dan diterima dengan LPAD nomor : PEM-01011517/121/Oct/2017 tanggal 31 Oktober 2017 dan juga permohonan Penghapusan NPWP yang kedua dengan mengisi formulir Penghapusan NPWP dengan alasan lain: “sudah tinggal di luar Indonesia lebih dari 183 hari”, yang diterima dengan LPAD nomor : S-9582S/WPJ.01/KP.03 /2017 tanggal 31 Oktober 2017;

bahwa atas LPAD nomor PEM-01011517 tanggal 31 Oktober 2017, mengenai permohonan penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP, telah dijawab dengan terbitnya surat tanggapan nomor : S-34294/WPJ.01/KP.03/2017 tanggal 20 November 2017 hal tanggapan Surat Permohonan Penghapusan NPWP yang menyatakan bahwa permohonan penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP tidak dapat disetujui dengan alasan sebagai berikut;

bahwa sesuai Pasal 2 ayat (2) PER-03/PJ/2017 tanggal 29 Maret 2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan Dalam Rangka Pengampunan Pajak yang menyatakan : “ Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan…”;

bahwa Penggugat tidak dapat menunjukkan dokumen yang disyaratkan untuk penghapusan NPWP yang salah satunya adalah dokumen yang menyatakan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya;

bahwa atas LPAD nomor : S-9582S/WPJ.01/KP.03/2017 tanggal 31 Oktober 2017 mengenai permohonan Penghapusan NPWP yang kedua dan telah ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Surat Penolakan Penghapusan NPWP nomor : S-248HPS/ WPJ.01/KP.0303/2017 tanggal 21 November 2017. Surat Penolakan Penghapusan NPWP ini diterbitkan atas dasar alasan penggugat masih memenuhi persyaratan subjectif dan objectif sebagai Penggugat. Persyaratan subjectif dan objectif tersebut meliputi:

- Penggugat tidak dapat menunjukkan dokumen yang disyaratkan untuk penghapusan NPWP yang salah satunya adalah dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (4) huruh (b) PER-20/PJ/2013 tanggal 30 Mei 2013.
- Penggugat telah mengikuti Tax Amnesty dan sudah diterbitkan Surat Keputusan nomor : KET-7263/PP/WPJ.01/2016 tanggal 27 September 2016 yang mengharuskan Wajib Pajak menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan.
- Penggugat sedang mengajukan restitusi atas SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun pajak 2016 yang diterima lengkap pada tanggal 09 Juni 2017, yang sampai dengan saat ini masih dalam proses pemeriksaan.


bahwa dalam persidangan 27 Maret 2018, Tergugat menyampaikan Kronologis Sengketa yang pada pokoknya berisi hal-hal sebagai berikut;

Tanggal Kejadian/Peristiwa Dokumen yang terkait Keterangan
21/03/2017 Wajib Pajak melaporkan SPT PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 dengan Status Lebih Bayar SPT PPh OP Tahun Pajak 2016 dengan Status Lebih Bayar
10/04/2017 Permohonan Penghapusan NPWP Surat Permohonan penghapusan tertanggal 9 April 2017 dilampiri dengan:
  1. Rekapitulasi catatan passport
  2. Fotocopy Buku Passport 48 halaman
  3. Fotocopy KTP
  4. Fotocopy NPWP
  5. Fotocopy Identity Card No.S2750705J
Penggugat datang langsung ke TPT untuk mengajukan permohonan Penghapusan NPWP dengan alasan bahwa Penggugat sudah tinggal di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari. Petugas TPT mengembalikan permohonan tersebut kepada Penggugat dengan alasan Penggugat tidak melampirkan dokumen yang menunjukkan bahwa penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
12/04/2017 Permohonan Penghapusan NPWP Surat Permohonan penghapusan tertanggal 9 April 2017 Penggugat datang lagi secara langsung ke TPT untuk mengajukan permohonan Penghapusan NPWP surat dengan alasan bahwa Penggugat sudah tinggal di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari.
Petugas TPT menolak permohonan tersebut dan mengembalikan berkas ke utusan Penggugat dan memberikan penjelasan dan pemahaman alasan penolakan berkasnya.
Petugas TPT mengarahkan Penggugat ke Seksi Pemeriksaan yang bertugas untuk menyelesaikan Permohonan Penghapusan NPWP.
Pegawai seksi Pemeriksaan menegaskan kepada Penggugat bahwa permohonan penghapusan tidak dapat diterima karena:
  1. Penggugat sudah mengikuti program Tax Amnesty pada tanggal 27 September 2016
  2. NPWP merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal did atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
17/04/2017 Permohonan Penghapusan NPWP Surat Permohonan penghapusan tertanggal 9 April 2017 Tidak diregister di Sistem Penerimaan Surat karena:
  1. merupakan permhohonan yang sama yang sudah ditolak (dikembalikan) kepada Penggugat
  2. Penggugat sudah mengikuti Tax Amnesty
12/05/2017 Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 Surat Nomor S-23549/ WPJ.01/KP.03/2017
09/06/2017 Penyampaian Kelengkapan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 LPAD Nomor S-05028948/PPTOP/WPJ.01/ KP.0303/2017 Wajib Pajak menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 berupa Neraca dan Laba Rugi
31/10/2017 Permohonan Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP LPAD Nomor S-01011517/121/Oct/2017
31/10/2017 Permohonan Penghapusan NPWP dengan alasan sudah tinggal di luar Indonesia lebih dari 183 hari. Bukti Penerimaan Surat No.S-9582S/WPJ.01 /KP.0303/2017 Diterima langsung di TPT tanggal 31-10-2017 Permohonan dilampiri dengan:
  1. Formulir Penghapusan NPW
  2. Rekapitulasi Catatan Passport
  3. Fotocopy KTP, NPWP, Identity Card Republic of Singapore
14/11/2017 KPP Pratama Medan Polonia melakukan pemeriksaan SPT LB Surat Perintah Pemeriksaan Nomor Prin-00477/WPJ.01/KP.0305/RIK .SIS/2017 Pemeriksaan Rutin Lapangan SPT lebih Bayar
20/11/2017 Tanggapan Surat Permohonan Penghapusan NPWP Surat Nomor S-34294/ WPJ.01/KP.03/2017 Surat tersebut menyatakan permohonan penghapusan NPWP tidak dapat diproses dengan alasan:
  1. Wajib Pajak sudah mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) No. KET-7263/PPIWPJ.01/2016 tanggal 27 September 2016 sehingga Wajib Pajak harus menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3(tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan
  2. Wajib Pajak tidak melampirkan surat keterangan yang menyatakan bahwa telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
21/11/2017 Penerbitan Surat Penolakan Penghapusan Surat Nomor S-248HPS/ WPJ.01/KP.0303/2017
15/12/2017 Permohonan Gugatan Surat Nomor 001/GUGAT/XII/2017 Gugatan diterima Pengadilan Pajak tanggal 20 Desember 2017 Tanggapan Tergugat:
a. Gugatan dilakukan atas Surat Nomor S-248HPS/WPJ.01/KP.0303/2017
b. Surat Nomor S-248HPS/WPJ.01/KP.0303/2017 (yang diajukan gugatan) adalah surat penolakan penghapusan NPWP terkait dengan permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat tanggal 31 Oktober 2017 yang diterima TPT dengan BPS No.S-9582S/WPJ.01/KP.0303/2017
c. Alasan penolakan permohonan penghapusan NPWP yang dilakukan Tergugat sudah benar dengan alasan sebagai berikut:
1) Berdasarkan bukti berupa KTP dengan NIK XXX diketahui bahwa Penggugat lahir di Medan tanggal 8 Maret 1968 dan bertempat tinggal di Perum Gading Park View Blok ZE 17/5 Pegangsaan Dua Kelapa Gading Jakarta Utara sehingga Penggugat diakui oleh Undang-Undang sebagai warga negara Republik Indonesia.
2) Berdasarkan bukti KTP tersebut maka berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh, Penggugat termasuk dalam pengertian Subjek Pajak dalam negeri yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia.
3) Penggugat tidak melampirkan dokumen yang menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
4) Sehubungan dengan alasan Penggugat yang menyatakan sudah berstatus Permanent Residency Singapura, Tergugat menyatakan bahwa Permanent Residency hanya mengacu pada status visa seseorang yang diperbolehkan untuk berada tanpa batas dalam suatu negara walaupun dia bukan warga negara.
5) Alasan Penggugat mengajukan penghapusan NPWP karena sudah tinggal di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 (dua betas) bulan adalah tidak tepat karena berdasarkan bukti KTP diketahui bahwa Penggugat bertempat tinggal di Indonesia. Sedangkan subjek pajak luar negeri yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a UU PPh adalah:
- orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
- orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tetapi berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua betas bulan.
6) Penggugat mengikuti program Tax Amnesty dan sudah diterbitkan surat Keputusan Nomor KET-7263/PP/WPJ.01/2016 tanggal 27 September 2016 sehingga berdasarkan Pasal 11 ayat (4) huruf b PER-20/PJ/2013 Penggugat diwajibkan untuk menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan.
7) Penggugat mengajukan restitusi atas SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang menyatakan lebih bayar dan sedang dilakukan pemeriksaan rutin lebih bayar oleh KPP Pratama medan Polonia.
8) NPWP merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan dalam UU KUP, sehingga apabila NPWP Penggugat dihapus maka Penggugat tidak bisa melaksanakan hak dan kewajiban tersebut diatas


bahwa dalam persidangan tanggal 24 April 2018, Tergugat menyerahkan surat Nomor S-2638/PJ.07/2018 tanggal 9 April 2018, dengan isi sebagai berikut;

A. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU KUP):
a. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
b. Penjelasan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa:
1) huruf a: persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya
2) huruf b: Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut UU PPh)
a. Pasal 2 ayat (3) huruf a menyebutkan bahwa subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. Pasal 2 ayat (4) huruf a menyebutkan bahwa subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
c. Pasal 2 ayat (4) huruf b menyebutkan bahwa subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak:
a. Pasal 9 ayat (1) menyebutkan bahwa Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
b. Pasal 11 ayat (4) huruf b menyebutkan bahwa dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau dalam Pasal 10 ayat (4) meliputi dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
c. Pasal 11 ayat (7) menyebutkan bahwa terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPP memberikan Bukti Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap;
d. Pasal 11 ayat (8) menyebutkan bahwa terhapat penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterima secara tidak lengkap berlaku ketentuan:
Huruf a: dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak; atau
Huruf b: dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut
e. Pasal 13 ayat (3) menyebutkan bahwa keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau penerbitan Surat Penolakan Penghapusan NPWP.
f. Pasal 13 ayat (7) huruf a menyebutkan bahwa penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7) atau Pasal 11 ayat (7), dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak orang pribadi.
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan dalam rangka Pengampunan Pajak:
a. Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak Harta tambahan yang dialihkan telah seluruhnya disetorkan atau dialihkan ke dalam Rekening Khusus dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
b. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dan mengungkapkan Harta tambahan yang berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dibolehkan mengalihkan dan menginvestasikan Harta tambahan tersebut ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan.
c. Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan laporan penempatan Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
B. Data dan Fakta


bahwa berdasarkan Surat Gugatan Nomor 001/GUGAT/XII/2017 tanggal 15 Desember 2017, Surat Bantahan Nomor 001/BANTAH/II/2018 tanggal 19 Februari 2018, Kronologi Sengketa Gugatan yang disampaikan Penggugat tanggal 27 Maret 2018, dan pembahasan selama proses persidangan dapat diketahui hal-hal sebagai berikut;

bahwa berdasarkan bukti berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan NIK XXX diketahui bahwa Penggugat lahir di Medan tanggal 8 Maret 1968 dan bertempat tinggal di Perum Gading Park View Blok ZE 17/5 Pegangsaan Dua Kelapa Gading Jakarta Utara;

bahwa Penggugat tidak melampirkan dokumen yang menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;

bahwa Penggugat belum pernah mengajukan permohonan untuk mencabut kewarganegaraan Indonesia sehingga Penggugat masih berstatus Warga Negara Indonesia;

bahwa berdasarkan Rekapitulasi Passport diketahui Penggugat sering bolak balik Indonesia - Singapura dengan jumlah hari tinggal di Singapura pada tahun 2016 sebanyak 188 (seratus delapan puluh delapan) hari dan di Indonesia sebanyak 178 (seratus tujuh puluh delapan) hari;

bahwa Penggugat menyatakan berstatus Permanent Residency Singapura tapi bukan warga negara Singapura;

bahwa Penggugat mengikuti program Tax Amnesty dan sudah diterbitkan surat Keputusan Nomor KET-7263/PP/WPJ.01/2016 tanggal 27 September 2016;

bahwa pada saat mengajukan permohonan penghapusan NPWP, Penggugat sedang mengajukan restitusi atas SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Lebih Bayar Tahun Pajak 2016;

bahwa berdasarkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 diketahui bahwa Penggugat mempunyai data penghasilan sebagai berikut:

a. Penghasilan dari usaha bebas di Indonesia.
b. Keuntungan (kerugian) dari penjualan/pengalihan harta di Indonesia
c. Penghasilan sewa properti di Singapura
d. Penghasilan dari PT CII (Indonesia)
e. Penghasilan bunga tabungan/deposito (sebagian besar dari bank di Indonesia)
f. Penghasilan sewa tanah dan bangunan (Indonesia)
g. Penghasilan dividen dari perusahaan di Indonesia
C. Penjelasan Tergugat


bahwa tanggapan Tergugat atas Surat Gugatan Nomor 001/GUGAT/XII/2017 tanggal 15 Desember 2017, Surat Bantahan Nomor 001/BANTAH/II/2018 tanggal 19 Februari 2018, Kronologi Sengketa Gugatan yang disampaikan Penggugat tanggal 27 Maret 2018, dan pembahasan selama proses persidangan adalah sebagai berikut;

bahwa sehubungan dengan permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat secara langsung ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) tanggal 10 April 2017 dan tanggal 12 April 2017, Tergugat mengembalikan permohonan tersebut karena dinyatakan diterima secara tidak lengkap yaitu tidak dilengkapi dengan dokumen yang menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan Penggugat sudah mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Tindakan yang dilakukan Tergugat tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (8) huruf a PER-20/PJ/2013;

bahwa sehubungan dengan permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat tanggal 17 April 2017, Tergugat tidak memberikan Bukti Penerimaan Surat karena permohonan tersebut dinyatakan telah diterima secara tidak lengkap dengan alasan tidak dilengkapi dengan dokumen yang menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan Penggugat sudah mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Tindakan yang dilakukan Tergugat tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (7) PER-20/PJ/2013;

bahwa Tergugat tidak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan permohonan penghapusan NPWP karena permohonan yang diajukan oleh Penggugat adalah permohonan yang sama yang telah diajukan sebelumnya tanggal 10 April 2017 dan 12 April 2017 dan dengan lampiran dokumen yang sama serta sudah dijelaskan secara jelas dan berulang-ulang bahwa permohonan yang diajukan tidak lengkap karena tidak dilengkapi dengan bukti bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan sudah mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty);

bahwa sehubungan dengan pendapat Penggugat bahwa seharusnya Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP karena telah melewati jangka waktu 6 bulan sejak tanggal permohonan, Tergugat berpendapat bahwa hal tersebut tidak tepat karena berdasarkan Pasal 13 ayat (7) huruf a disebutkan bahwa penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7) atau Pasal 11 ayat (7) dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak orang pribadi, sedangkan permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat tanggal 10 April 2017, 12 April 2017, dan 17 April 2018 sejak awal dinyatakan diterima secara tidak lengkap sehingga tidak diberikan Bukti Penerimaan Surat sebagai syarat untuk diproses lebih lanjut permohonannya;

bahwa Surat Tergugat Nomor S-248HPS/WPJ.01/KP.0303/2017 yang diajukan gugatan adalah surat penolakan penghapusan NPWP terkait dengan permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat tanggal 31 Oktober 2017 yang diterima TPT dengan BPS No.S-9582S/WPJ.01/KP.0303/2017;

bahwa Surat Tergugat a quo menyebutkan bahwa alasan penolakan penghapusan NPWP adalah karena Penggugat masih memenuhi persyaratan subjektif dan objektif;

bahwa Tergugat berpendapat bahwa Penggugat masih memenuhi persyaratan subjektif wajib pajak dalam negeri dengan alasan sebagai berikut;

bahwa berdasarkan bukti berupa KTP dengan NIK XXX diketahui bahwa Penggugat lahir di Medan tanggal 8 Maret 1968 dan bertempat tinggal di Perum Gading Park View Blok ZE 17/5 Pegangsaan Dua Kelapa Gading Jakarta Utara sehingga Penggugat diakui oleh Undang-Undang sebagai Warga Negara Republik Indonesia;
bahwa berdasarkan bukti KTP tersebut maka berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh, Penggugat termasuk dalam pengertian Subjek Pajak dalam negeri yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;

bahwa Penggugat tidak melampirkan dokumen yang menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan belum pernah mengajukan permohonan pencabutan kewarganegaraan Indonesia;

bahwa sehubungan dengan alasan Penggugat yang menyatakan sudah berstatus Permanent Residency Singapura, Tergugat menyatakan bahwa Permanent Residency hanya mengacu pada status visa seseorang yang diperbolehkan untuk berada tanpa batas dalam suatu negara walaupun dia bukan warga negara. Faktanya adalah Penggugat belum berstatus warga negara Singapura;

bahwa alasan Penggugat mengajukan penghapusan NPWP karena sudah tinggal di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sehingga tidak memenuhi syarat subjektif wajib pajak dalam negeri adalah tidak tepat karena berdasarkan bukti KTP diketahui bahwa Penggugat bertempat tinggal di Indonesia. Sedangkan subjek pajak luar negeri yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a UU PPh adalah:

- orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
- orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tetapi berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia


bahwa Tergugat berpendapat bahwa Penggugat masih memenuhi persyaratan objektif wajib pajak dalam negeri berdasarkan fakta bahwa Penggugat masih memperoleh/menerima penghasilan dari Indonesia sebagai berikut:

a. Penghasilan dari usaha bebas di Indonesia
b. Keuntungan (kerugian) dari penjualan/pengalihan harta di Indonesia
c. Penghasilan dari PT CII (Indonesia)
d. Penghasilan bunga tabungan/deposito (sebagian besar dari bank di Indonesia)
e. Penghasilan sewa tanah dan bangunan di Indonesia
f. Penghasilan dividen dari perusahaan di Indonesia


bahwa Penggugat mengikuti program Tax Amnesty dan sudah diterbitkan surat Keterangan Nomor KET-7263/PP/WPJ.01/2016 tanggal 27 September 2016 sehingga berdasarkan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 2 ayat (2) PER-03/PJ/2017 Penggugat diwajibkan untuk menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan dengan keharusan mencantumkan NPWP sebagai identitasnya;

bahwa Penggugat mengajukan restitusi atas SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang menyatakan lebih bayar dan sedang dilakukan pemeriksaan rutin lebih bayar oleh KPP Pratama Medan Polonia, sehingga jika NPWP dihapus maka Tergugat tidak bisa menerbitkan SKPLB yang merupakan hak Penggugat;

bahwa NPWP merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan dalam UU KUP, sehingga apabila NPWP Penggugat dihapus maka Penggugat tidak bisa melaksanakan hak dan kewajiban tersebut diatas;

bahwa Surat Nomor S-248HPS/WPJ.01/KP.0303/2017 yang diajukan gugatan oleh Penggugat adalah surat penolakan penghapusan NPWP terkait dengan permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat tanggal 31 Oktober 2017 yang diterima di Tempat Pelayanan Terpadu dengan Bukti Penerimaan Surat No.S-9582S/WPJ.01/KP.0303/2017;

bahwa permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat tidak memenuhi persyaratan karena masih memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai wajib pajak dalam negeri;

bahwa Penggugat mengikuti program Tax Amnesty dan sudah diterbitkan surat Keterangan Nomor KET-7263/PP/WPJ.01/2016 tanggal 27 September 2016 sehingga berdasarkan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 2 ayat (2) PER-03/PJ/2017 Penggugat diwajibkan untuk menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan dengan keharusan mencantumkan NPWP sebagai identitasnya;

bahwa Penggugat mengajukan restitusi atas SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang menyatakan lebih bayar dan sedang dilakukan pemeriksaan rutin lebih bayar oleh KPP Pratama Medan Polonia, sehingga jika NPWP dihapus maka Tergugat tidak bisa menerbitkan SKPLB yang merupakan hak Penggugat;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Tergugat berpendapat bahwa Surat Tergugat Nomor S-248HPS/WPJ.01/KP.0303/2017 tanggal 21 November 2017 tentang Penolakan Penghapusan NPWP telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga Tergugat mengusulkan agar Majelis Hakim yang mulia menolak permohonan gugatan Penggugat;

bahwa dalam persidangan tanggal 24 April 2018, Tergugat menyerahkan S-3211/PJ.07/2018 tanggal 23 April 2018, dengan isi sebagai berikut;

A. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU KUP):
a. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
b. Penjelasan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa:
1) huruf a: persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya
2) huruf b: Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut UU PPh):
a. Pasal 2 ayat (3) huruf a menyebutkan bahwa subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
b. Pasal 2 ayat (4) huruf a menyebutkan bahwa subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
c. Pasal 2 ayat (4) huruf b menyebutkan bahwa subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
d. Pasal 2 ayat (6) menyebutkan bahwa tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.
e. Penjelasan Pasal 2 ayat (6) menyebutkan bahwa beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut, antara lain domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk memudahkan pemenuhan kewajiban pajak.
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak:
a. Pasal 9 ayat (1) menyebutkan bahwa Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
b. Pasal 11 ayat (4) huruf b menyebutkan bahwa dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau dalam Pasal 10 ayat (4) meliputi dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
c. Pasal 11 ayat (7) menyebutkan bahwa terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPP memberikan Bukti Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap
d. Pasal 11 ayat (8) menyebutkan bahwa terhapat penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterima secara tidak lengkap berlaku ketentuan:
Huruf a: dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak; atau
Huruf b: dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut
e. Pasal 13 ayat (3) menyebutkan bahwa keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau penerbitan Surat Penolakan Penghapusan NPWP.
f. Pasal 13 ayat (7) huruf a menyebutkan bahwa penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7) atau Pasal 11 ayat (7), dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak orang pribadi.
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan dalam rangka Pengampunan Pajak:
a. Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak Harta tambahan yang dialihkan telah seluruhnya disetorkan atau dialihkan ke dalam Rekening Khusus dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
b. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dan mengungkapkan Harta tambahan yang berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dibolehkan mengalihkan dan menginvestasikan Harta tambahan tersebut ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan.
c. Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan laporan penempatan Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
B. Data dan Fakta


bahwa berdasarkan Surat Gugatan Nomor 001/GUGAT/XII/2017 tanggal 15 Desember 2017, Surat Bantahan Nomor 001/BANTAH/II/2018 tanggal 19 Februari 2018, Kronologi Sengketa Gugatan yang disampaikan Penggugat tanggal 27 Maret 2018, dan pembahasan selama proses persidangan dapat diketahui hal-hal sebagai berikut;

bahwa berdasarkan bukti berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan NIK XXX diketahui bahwa Penggugat lahir di Medan tanggal 8 Maret 1968 dan bertempat tinggal di Perum Gading Park View Blok ZE 17/5 Pegangsaan Dua Kelapa Gading Jakarta Utara;

bahwa Penggugat tidak melampirkan dokumen yang menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;

bahwa Penggugat belum pernah mengajukan permohonan untuk mencabut kewarganegaraan Indonesia sehingga Penggugat masih berstatus Warga Negara Indonesia;

bahwa berdasarkan Rekapitulasi Passport diketahui Penggugat sering bolak balik Indonesia - Singapura dengan jumlah hari tinggal di Singapura pada tahun 2016 sebanyak 188 (seratus delapan puluh delapan) hari dan di Indonesia sebanyak 178 (seratus tujuh puluh delapan) hari;

bahwa Penggugat menyatakan berstatus Permanent Residency Singapura tapi bukan warga negara Singapura;

bahwa Penggugat mengikuti program Tax Amnesty dan sudah diterbitkan surat Keputusan Nomor KET-7263/PP/WPJ.01/2016 tanggal 27 September 2016;

bahwa pada saat mengajukan permohonan penghapusan NPWP, Penggugat sedang mengajukan restitusi atas SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Lebih Bayar Tahun Pajak 2016;

bahwa pada saat mengajukan permohonan penghapusan NPWP, Penggugat sedang mengajukan restitusi atas SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Lebih Bayar Tahun Pajak 2016;

bahwa berdasarkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 diketahui bahwa Penggugat mempunyai data penghasilan sebagai berikut:

a. Penghasilan dari usaha bebas di Indonesia.
b. Keuntungan (kerugian) dari penjualan/pengalihan harta di Indonesia
c. Penghasilan sewa properti di Singapura
d. Penghasilan dari PT CII (Indonesia)
e. Penghasilan bunga tabungan/deposito (sebagian besar dari bank di Indonesia)
f. Penghasilan sewa tanah dan bangunan (Indonesia)
g. Penghasilan dividen dari perusahaan di Indonesia
C. Penjelasan Tergugat


bahwa tanggapan Tergugat atas Surat Gugatan Nomor 001/GUGAT/XII/2017 tanggal 15 Desember 2017, Surat Bantahan Nomor 001/BANTAH/II/2018 tanggal 19 Februari 2018, Kronologi Sengketa Gugatan yang disampaikan Penggugat tanggal 27 Maret 2018, dan pembahasan selama proses persidangan adalah sebagai berikut;

bahwa sehubungan dengan permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat secara langsung ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) tanggal 10 April 2017 dan tanggal 12 April 2017, Tergugat mengembalikan permohonan tersebut karena dinyatakan diterima secara tidak lengkap yaitu tidak dilengkapi dengan dokumen yang menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan Penggugat sudah mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Tindakan yang dilakukan Tergugat tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (8) huruf a PER-20/PJ/2013;

bahwa sehubungan dengan permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat tanggal 17 April 2017, Tergugat tidak memberikan Bukti Penerimaan Surat karena permohonan tersebut dinyatakan telah diterima secara tidak lengkap dengan alasan tidak dilengkapi dengan dokumen yang menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan Penggugat sudah mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Tindakan yang dilakukan Tergugat tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (7) PER-20/PJ/2013;

bahwa Tergugat tidak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan permohonan penghapusan NPWP karena permohonan yang diajukan oleh Penggugat adalah permohonan yang sama yang telah diajukan sebelumnya tanggal 10 April 2017 dan 12 April 2017 dan dengan lampiran dokumen yang sama serta sudah dijelaskan secara jelas dan berulang-ulang bahwa permohonan yang diajukan tidak lengkap karena tidak dilengkapi dengan bukti bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan sudah mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty);

bahwa sehubungan dengan pendapat Penggugat bahwa seharusnya Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP karena telah melewati jangka waktu 6 bulan sejak tanggal permohonan, Tergugat berpendapat bahwa hal tersebut tidak tepat karena berdasarkan Pasal 13 ayat (7) huruf a disebutkan bahwa penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7) atau Pasal 11 ayat (7) dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak orang pribadi, sedangkan permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat tanggal 10 April 2017, 12 April 2017, dan 17 April 2018 sejak awal dinyatakan diterima secara tidak lengkap sehingga tidak diberikan Bukti Penerimaan Surat sebagai syarat untuk diproses lebih lanjut permohonannya;

bahwa Surat Tergugat Nomor S-248HPS/WPJ.01/KP.0303/2017 yang diajukan gugatan adalah surat penolakan penghapusan NPWP terkait dengan permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat tanggal 31 Oktober 2017 yang diterima TPT dengan BPS No.S-9582S/WPJ.01/KP.0303/2017;

bahwa Surat Tergugat a quo menyebutkan bahwa alasan penolakan penghapusan NPWP adalah karena Penggugat masih memenuhi persyaratan subjektif dan objektif;

bahwa Tergugat berpendapat bahwa Penggugat masih memenuhi persyaratan subjektif wajib pajak dalam negeri dengan alasan sebagai berikut;

bahwa berdasarkan bukti berupa KTP dengan NIK XXX diketahui bahwa Penggugat lahir di Medan tanggal 8 Maret 1968 dan bertempat tinggal di Perum Gading Park View Blok ZE 17/5 Pegangsaan Dua Kelapa Gading Jakarta Utara sehingga Penggugat diakui oleh Undang-Undang sebagai Warga Negara Republik Indonesia;

bahwa Penggugat tidak melampirkan dokumen yang menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan belum pernah mengajukan permohonan pencabutan kewarganegaraan Indonesia;

bahwa sehubungan dengan alasan Penggugat yang menyatakan sudah berstatus Permanent Residency Singapura, Tergugat menyatakan bahwa Permanent Residency hanya mengacu pada status visa seseorang yang diperbolehkan untuk berada tanpa batas dalam suatu negara walaupun dia bukan warga negara. Faktanya adalah Penggugat belum berstatus warga negara Singapura;

bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh tersebut diatas diketahui bahwa orang pribadi menjadi subjek pajak dalam negeri apabila minimal memenuhi salah satu kriteria yaitu:

1) orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia; atau
2) orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau
3) orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia


bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (6) UU PPh dan Penjelasannya tersebut diatas diketahui bahwa penentuan tempat tinggal menurut keadaan yang sebenarnya tidak hanya pada pertimbangan yang bersifat formal tetapi lebih pada kenyataan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat menjalankan usaha pokok, dan hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan;

bahwa berdasarkan hal tersebut maka Tergugat menyampaikan hasil pengujian (tes) kriteria sebagai subjek pajak dalam negeri a.n. Penggugat sebagai berikut:

1) Penggugat masih ber-KTP Indonesia dan diakui sebagai warga negara Indonesia, belum diakui sebagai warga negara Singapura walaupun berstatus Permanent Residency, tidak mengajukan permohonan pencabutan warga negara Indonesia, dan tidak menunjukkan dokumen akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya maka sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh Penggugat memenuhi kriteria sebagai orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
2) Berdasarkan fakta bahwa Penggugat masih mempunyai rumah tinggal di Medan dan di Kelapa Gading Jakarta Utara, memiliki banyak aset berupa tanah dan bangunan di Indonesia, memiliki saham di beberapa perusahaan di Indonesia, sumber penghasilan sebagian besar berasal dari Indonesia, memiliki keluarga yang masih tinggal di Indonesia walaupun sering pulang pergi Singapura maka sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh jo Pasal 2 ayat (6) UU PPh Penggugat memenuhi kriteria sebagai orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia menurut keadaan yang sebenarnya dan/atau masih mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia


bahwa dengan demikian meskipun Penggugat pada tahun 2016 tidak berada di Indonesia selama lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, tetapi karena masih memenuhi kriteria sebagaimana tersebut diatas maka sesuai Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh Penggugat termasuk kriteria sebagai subjek pajak dalam negeri;

bahwa Dr Gunadi dalam buku Pajak Internasional menyatakan bahwa kriteria-kriteria penentu subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) UU PPh bersifat kumulatif yaitu:

1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia; dan
2) Orang pribadi yang berada di Indonesia kurang dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam 12 (dua belas) bulan; dan
3) Tidak mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia


bahwa sehingga berdasarkan fakta bahwa Penggugat masih bertempat tinggal di Indonesia dan/atau masih mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia maka Penggugat tidak bisa dikategorikan sebagai subjek pajak luar negeri;

bahwa sehubungan dengan pernyataan Penggugat bahwa tidak boleh ada dobel NPWP dalam perpajakan internasional, Tergugat berpendapat bahwa pernyataan tersebut tidak benar karena benturan hukum pajak internasional tidak bisa saling mengeliminasi, seperti halnya kasus dual residensi yang terjadi pada Penggugat, sehingga terjadinya dobel NPWP (dual tax residences) adalah hal yang wajar terjadi. Untuk menghindari/mengeliminasi adanya pengenaan Pajak Berganda Internasional (PBI) maka dunia perpajakan intenasional melakukan beberapa pendekatan yaitu unilateral (sepihak), bilateral (antar dua negara), dan multilateral (beberapa negara secara serempak);

bahwa Tergugat berpendapat bahwa Penggugat masih memenuhi persyaratan objektif wajib pajak dalam negeri berdasarkan fakta bahwa Penggugat masih memperoleh/menerima penghasilan dari Indonesia sebagai berikut:

a. Penghasilan dari usaha dan/atau pekerjaan bebas di Indonesia sebesar Rp480.000.000,00
b. Penghasilan bunga tabungan/deposito (sebagian besar (99%) dari bank di Indonesia) sebesar Rp1.730.364.276,00
c. Penghasilan sewa tanah dan bangunan (Indonesia) sebesar Rp38.250.000,00
d. Penghasilan dividen dari beberapa perusahaan di Indonesia sebesar Rp600.000.000,00


bahwa Penggugat mengikuti program Tax Amnesty dan sudah diterbitkan surat Keterangan Nomor KET-7263/PP/WPJ.01/2016 tanggal 27 September 2016 sehingga berdasarkan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 2 ayat (2) PER-03/PJ/2017 Penggugat diwajibkan untuk menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan dengan keharusan mencantumkan NPWP sebagai identitasnya;

bahwa Penggugat mengajukan restitusi atas SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang menyatakan lebih bayar dan sedang dilakukan pemeriksaan rutin lebih bayar oleh KPP Pratama Medan Polonia, sehingga jika NPWP dihapus maka Tergugat tidak bisa menerbitkan SKPLB yang merupakan hak Penggugat;

bahwa NPWP merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan dalam UU KUP, sehingga apabila NPWP Penggugat dihapus maka Penggugat tidak bisa melaksanakan hak dan kewajiban tersebut di atas;

Menurut Penggugat:

bahwa sampai dengan batas waktu yang diatur dalam Pasal 13 ayat (7) PER 20 Tahun 2013 Tergugat tidak menerbitkan keputusan terkait dengan Permohonan Penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (8) PER 20 Tahun 2013, paling lambat tanggal 15 November 2017 Tergugat harus menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP;

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (6) huruf a UU KUP, penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subyektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
bahwa pada tanggal 17 April 2017, Penggugat mengajukan permohonan penghapusan NPWP kepada Tergugat dengan alasan sudah tidak memenuhi persyaratan subyektif sebagai Wajib Pajak. Kondisi yang menyebabkan tidak terpenuhinya persyaratan subyektif sebagai Wajib Pajak dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Penggugat telah lebih dari 10 (sepuluh) tahun tinggal menetap di Singapura. Saat ini status Penggugat adalah Permanent Resident (Penduduk Tetap) Singapura dan sedang mengajukan permohonan untuk menjadi Warga Negara Singapura. Penggugat juga sudah terdaftar sebagai wajib pajak (tax resident) pada otoritas perpajakan Singapura.
b. Kondisi sebagaimana diuraikan pada poin a bisa dikategorikan sebagai telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf c PER 20 Tahun 2013.


bahwa alasan Tergugat yang menyatakan bahwa NPWP Penggugat tidak dapat dihapuskan karena Penggugat telah mengikuti program Pengampunan Pajak sungguh tidak tepat. Tidak ada satu ketentuanpun dalam UU Pengampunan Pajak yang menyatakan bahwa NPWP peserta program Pengampunan Pajak tidak dapat dihapus sampai dengan 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Surat Keterangan. Sebagaimana kita ketahui, NPWP hanyalah sarana administratif bagi Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Sesuai dengan Pasal 24 ayat (2) PP 74 Tahun 2011, Tergugat tetap dapat menagih pajak yang terutang (jika ada) meskipun Wajib Pajak telah dihapus NPWP-nya. Dengan demikian dapat dilihat bahwa kewajiban menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Surat Keterangan tidak terkait dengan ada atau tidaknya NPWP. Penggugat sebagai peserta program Pengampunan Pajak tetap memiliki kewajiban menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Surat Keterangan meskipun NPWP-nya telah dihapus. Dalam hal Penggugat lalai dalam memenuhi kewajibannya, Tergugat tetap dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2) PP 74 Tahun 2011;

bahwa alasan Tergugat lainnya yang menyatakan Penggugat tidak melampirkan surat keterangan yang menyatakan bahwa telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya sungguh terlalu mengada-ada. Dalam surat permohonan penghapusan NPWP, Penggugat telah melampirkan fotokopi dokumen terkait dengan status Penggugat sebagai Permanent Resident Singapura. Selain itu penggugat juga telah melampirkan rekapitulasi paspor yang menyatakan Penggugat pada tahun 2016 telah tinggal selama lebih dari 183 hari di luar Indonesia. Selama pemeriksaan pajak dalam rangka penghapusan NPWP, tim pemeriksa juga tidak pernah meminta surat keterangan dimaksud kepada Penggugat;

bahwa berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Penggugat sudah tidak memenuhi persyaratan subyektif sebagai Wajib Pajak karena telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Keikutsertaan Penggugat dalam program Pengampunan Pajak tidak menghalangi proses penghapusan NPWP sepanjang Penggugat sudah tidak memenuhi persyaratan subyektif sebagai Wajib Pajak;

bahwa dalam persidangan 27 Maret 2018, Penggugat menyampaikan Kronologis Sengketa yang pada pokoknya berisi hal-hal sebagai berikut;

Tanggal Peristiwa Kejadian/Peristiwa Dokumen Terkait Keterangan/Lampiran
10-04-2017 Utusan Bapak Penggugat (selanjutnya disebut "Penggugat") datang ke KPP Pratama Medan Polonia untuk menyampaikan Surat Permohonan Penghapusan NPWP dengan alasan Penggugat telah tinggal di luar Indonesia lebih dari 183 hari. Bersama Surat Permohonan tersebut Penggugat melampirkan:
Rekapitulasi catatan paspor;
Fotokopi buku paspor 48 halaman;
Fotokopi KTP atas nama Penggugat;
Fotokopi Idendity Card No. S2750705J
Fotokopi Kartu NPWP atas nama Penggugat;
Surat Permohonan Penghapusan NPWP beserta lampiran-lampirannya. Tergugat mengembalikan langsung Surat Permohonan tersebut kepada Utusan Penggugat dengan alasan:
Tidak dilampiri dokumen yang menunjukkan Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, tanpa menyebutkan secara spesifik dokumen yang dimaksud serta instansi mana yang menerbitkan dokumen tersebut; dan
Penggugat telah mengikuti Program Pengampunan Pajak dengan Surat Keterangan Nomor : KET-7263/PP/WPJ.01/2016 tanggal 27 September 2016.
12-04-2017 Utusan Penggugat kembali mendatangi ke KPP Pratama Medan Polonia untuk menyampaikan Surat Permohonan Penghapusan NPWP dengan alasan Penggugat telah tinggal di luar Indonesia lebih dari 183 hari. Bersama Surat Permohonan tersebut Penggugat melampirkan:
Rekapitulasi catatan paspor;
Fotokopi buku paspor 48 halaman;
Fotokopi KTP atas nama Penggugat;
Fotokopi Idendity Card No. S2750705)
Fotokopi Kartu NPWP atas nama Penggugat;
Surat Permohonan Penghapusan NPWP beserta lampiran-lampirannya. Sekali lagi Tergugat mengembalikan langsung Surat Permohonan tersebut dengan alasan yang sama dengan sebelumnya. Utusan Penggugat memohon kepada Tergugat agar penolakan atau pengembalian surat permohonan dilakukan secara resmi melalui surat tertulis sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik. Akan tetapi Tergugat tidak memenuhi permohonan tersebut dan tetap mengembalikan Surat Permohonan Penggugat secara langsung.
17-04-2017 Penggugat mengirimkan Surat Permohonan Penghapusan NPWP melalui pos sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (5) huruf b PER 20 Tahun 2013 (surat tersebut diterima Tergugat pada tanggal 19 April 2017).
Surat Permohonan Penghapusan NPWP beserta lampiran-lampirannya.
Resi pengiriman pos dan hasil pelacakan kiriman pos.
Sampai dengan batas waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (7) huruf a PER 20 Tahun 2013 (tanggal 16 Oktober 2017) tidak ada respon apapun (surat pengembalian maupun surat keputusan) dari Tergugat.
31-10-2017 Penggugat menyampaikan malalui Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Permohonan Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP sesuai dengan amanat Pasal 13 ayat (8) PER 20 Tahun 2013. Surat Permohonan Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP beserta Bukti Penerimaan Surat (BPS) dari TPT. Lampiran:
Surat Permohonan Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP beserta Bukti Penerimaan Surat (BPS) dari TPT.
31-10-2017 Penggugat diminta oleh Tergugat untuk menyampaikan melalui TPT Fotokopi Permohonan Penghapusan NPWP yang telah disampaikan Penggugat melalui pos pada tanggal 17 April 2017 karena Tergugat tidak dapat menemukan asli Permohonan Penghapusan NPWP tersebut.
Surat Permohonan Penghapusan NPWP beserta lampiran-lampirannya.
BPS dari TPT atas penyampaian Fotokopi Surat Permohonan Penghapusan NPWP.
Penyampaian Fotokopi Surat Permohonan Penghapusan NPWP ini semata-mata hanya memenuhi permintaan Tergugat. Bagi Penggugat, Permohonan Penghapusan NPWP hanya sekali disampaikan kepada Tergugat yaitu melalui pos pada tanggal 17 April 2017 dan diterima Tergugat pada tanggal 19 April 2017.
20-11-2017 Tergugat menerbitkan surat nomor : S-34294/WPJ.01/KP.03/2017 perihal tanggapan Surat Permohonan Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP yang menyatakan bahwa permohonan penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP tidak dapat disetujui. Surat nomor : S-34294/WPJ.01/KP.03/201 7 tanggal 20 November 2017 Penerbitan surat ini telah nyata-nyata melanggar ketentuan Pasal 13 ayat (8) PER 20 Tahun 2013 dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
20-11-2017 Tergugat menerbitkan Surat Penolakan Penghapusan NPWP. Surat Penolakan Penghapusan NPWP nomor : S-248HPS/ WPJ.01/KP.0303/2017 tanggal 21 November 2017 Lampiran:
Surat Permohonan Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP beserta Bukti Penerimaan Surat (BPS) dari TPT.
20-12-2017 Penggugat mengajukan Gugatan ke Pengadilan Pajak atas Surat Penolakan Penghapusan NPWP nomor : S-248HPS/WPJ.01/KP.0303/2017 tanggal 21 November 2017
Surat Gugatan nomor 001/GUGAT/XII/2017 tanggal 15 Desember 2017
Tanda Terima Surat Gugatan dari Pengadilan Pajak.
Lampiran:
Surat Permohonan Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP beserta Bukti Penerimaan Surat (BPS) dari TPT.
28-12-2017 Pengadilan Pajak meminta Surat Tanggapan kepada Tergugat melalui Surat nomor: TG.391/ PAN.Wk/BG.2/2017 tanggal 28 Desember 2017. Surat nomor: TG.391/ PAN.Wk/BG.2/2017 tanggal 28 Desember 2017 Lampiran:
Surat nomor: TG.391/ PAN.Wk/BG.2/2017 tanggal 28 Desember 2017
24-01-2018 Tergugat mengirimkan Tanggapan melalui Surat Nomor: S-191/WP1.01/2018 tanggal 24 Januari 2018 perihal Surat Tanggapan atas Pengajuan Gugatan terhadap Surat Keputusan Penolakan Penghapusan NPWP. Surat Nomor: S-191/ WPJ.01/2018 tanggal 24 Januari 2018 Lampiran:
Surat Nomor: S-191/WPJ.01/2018 tanggal 24 Januari 2018
30-01-2018 Pengadilan Pajak mengirimkan salinan Surat Tanggapan sekaligus meminta Surat Bantahan atas Surat Tanggapan tersebut kepada Penggugat melalui Surat nomor: BG.52/PAN.Wk/B6.2/2018 Tanggal 30 Januari 2018. Surat nomor: BG.52/ PAN.Wk/BG.2/2018 Tanggal 30 Januari 2018 Lampiran:
Surat nomor: BG.52/PAN.Wk/BG.2/2018 Tanggal 30 Januari 2018
27-02-2018 Penggugat mengirimkan Surat Bantahan nomor: 001/BANTAH/II/2018 tanggal 19 Februari 2018. Surat Bantahan nomor: 001/BANTAH/11/2018 tanggal 19 Februari 2018. Lampiran:
Surat Bantahan nomor: 001/BANTAH/II/2018 tanggal 19 Februari 2018.
27-02-2018 Pengadilan Pajak mengirimkan Pemberitahuan Sidang. Surat Pemberitahuan Sidang nomor: PEMB-094/PAN.021/2018 tanggal 27 Februari 2018. Lampiran:
Surat Pemberitahuan Sidang nomor: PEMB-094/PAN.021/2018 tanggal 27 Februari 2018.
13-03-2018 Sidang Pertama atas Sengketa Gugatan Nomor: 99-119133-2017 dilaksanakan di Pengadilan Pajak


bahwa dalam persidangan tanggal 10 April 2018, Penggugat menyerahkan Surat Nomor: 001/PENJELASAN/IV/2018 tanggal 9 April 2018, dengan isi sebagai berikut;

bahwa Penggugat menyampaikan penjelasan mengenai latar belakang permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Penggugat, dengan uraian serta penjelasan sebagai berikut;

- Status Permanent Resident

bahwa pada awalnya yang tinggal menetap di Singapura dengan status permanent resident adalah istri dan anak-anak Penggugat. Alasan kepindahan istri dan anak-anak Penggugat ke Singapura adalah fasilitas pendidikan di Singapura yang lebih baik daripada Kota Medan. Istri dan anak-anak penggugat mulai berstatus sebagai permanent resident Singapura pada Bulan September 2006;

bahwa selanjutnya karena alasan ingin mendampingi keluarga yang telah lebih dahulu tinggal di Singapura serta adanya beberapa kemudahan yang diberikan pemerintah Singapura kepada investor yang berinvestasi di Singapura, maka sejak tanggal 5 November 2007 Penggugat juga ikut tinggal di Singapura dengan status permanen resident;

- Status Domisili Pajak (Tax Resident)

bahwa karena kurang memahami ketentuan tentang perpajakan internasional, meskipun telah berstatus permanent resident di Singapura dan terdaftar sebagai Singapore Tax Residence pada administrasi Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) sampai dengan pertengahan tahun pajak 2016 Penggugat masih mempertahankan statusnya sebagai Indonesian Tax Resident (Wajib Pajak yang berdomisili di Indonesia). Dengan demikian, sejak tanggal 5 November 2007 Penggugat termasuk dalam kategori sebagai Wajib Pajak dengan status domisili pajak ganda (dual tax residences);

- Keikutsertaan Penggugat dalam Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)

bahwa pada pertengahan tahun pajak 2016 pemerintah Indonesia mencanangkan program pengampunan pajak (tax amnesty). Sebagai warga negara yang baik Penggugat merasa terpanggil untuk mengikuti program tersebut. Oleh karena itu, sesuai dengan Surat Keterangan Pengampunan Pajak Nomor : KET-7263/PP/WPJ.01/2016 pada tanggal 27 September 2016 Penggugat tercatat sebagai Peserta Program Pengampunan Pajak dengan nilai dana repatriasi (dana dari luar negeri yang dialihkan ke dalam negeri) sebesar Rp38.982.274.320,00 (tiga puluh delapan milyar sembilan ratus delapan puluh dua juta dua ratus tujuh puluh empat ribu tiga ratus dua puluh rupiah);

- Permohonan Non Efektif

bahwa setelah mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty) Penggugat baru mengetahui bahwa sesuai dengan prinsip perpajakan internasional, Wajib Pajak dilarang untuk memiliki domisili pajak ganda. Oleh karena itu pada tanggal 14 November 2016 mengajukan permohonan non efektif ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia. Akan tetapi pada tanggal 23 November 2016, melalui surat Nomor : S-139NE/WPJ.01/KP.0303/2016 KPP Pratama Medan Polonia menolak permohonan tersebut dengan alasan Penggugat tidak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif;

bahwa pada tanggal 6 Desember 2016 Penggugat mengajukan kembali permohonan non efektif ke KPP Pratama Medan Polonia dengan lampiran yang lebih lengkap dari sebelumnya. Akan tetapi sekali lagi KPP Pratama Medan Polonia menolak permohonan tersebut dengan alasan yang sama dengan sebelumnya. Penolakan tersebut dituangkan dalam surat nomor : S-156NE/WPJ.01/KP.0303/2016 tanggal 21 Desember 2016;

- Permohonan Penghapusan NPWP

bahwa setelah dua kali ditolak oleh KPP Pratama Medan Polonia, Penggugat memutuskan untuk berkonsultasi kepada konsultan pajak terkait masalah status domisili pajaknya. Berdasarkan penjelasan dan konsultan pajak, Penggugat baru mengetahui bahwa pada dasarnya permohonan non efektif memang tidak tepat untuk menyelesaikan status domisili pajak Penggugat;

bahwa status Wajib Pajak Non Efektif adalah status yang diberikan kepada Wajib Pajak yang masih memenuhi persyaratan subjektif sebagai Wajib Pajak akan tetapi tidak memenuhi persyaratan objektif. Berbeda halnya dengan kondisi Penggugat dimana sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif sebagai Wajib Pajak meskipun masih memenuhi persyaratan objektif sebagai Wajib Pajak (masih memiliki harta atau sumber penghasilan di Indonesia). Langkah yang lebih tepat sebagai solusi sesuai dengan kondisi Penggugat adalah mengajukan Permohonan Penghapusan NPWP;

bahwa sesuai dengan saran dari konsultan pajak maka pada tanggal 10 April 2017 Penggugat mengirim utusan untuk menyampaikan Surat Permohonan Penghapusan NPWP ke KPP Pratama Medan Polonia. Kronologis terjadinya sengketa antara Pengugat dan Tergugat dimulai pada saat penyampaian Surat Permohonan Penghapusan NPWP untuk pertama kalinya (10 April 2017) sampai dengan sidang sengketa Gugatan di Pengadilan Pajak telah Penggugat sampaikan pada persidangan sebelumnya (sidang tanggal 27 Maret 2018);

bahwa Permohonan Penghapusan NPWP diajukan Penggugat semata-mata untuk mematuhi ketentuan atau prinsip yang dianut perpajakan internasional. Penggugat telah tidak memenuhi persyaratan subjektif sebagai Wajib Pajak dan Permohonan Penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat telah melalui beberapa tahapan sehingga sudah seharusnya Tergugat mengabulkan permohonan tersebut;

bahwa dalam persidangan tanggal 24 April 2018 Penggugat menyerahkan kesimpulan akhir dalam Surat Nomor: 002/PENUTUP/IV/2018 tanggal 19 April 2018, dengan isi sebagai berikut;

bahwa Penggugat tidak setuju dengan Tanggapan Tergugat atas Gugatan yang diajukan Penggugat dengan alasan dan penjelasan sebagai berikut:

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut "UU KUP");
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (selanjutnya disebut "UU Pengampunan Pajak");
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (selanjutnya disebut "PP 74 Tahun 2011");
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013 (selanjutnya disebut "PER 20 Tahun 2013")


Alasan dan Penjelasan:

bahwa Penggugat tidak setuju dengan Tergugat yang menyatakan bahwa Bahwa tidak benar pada tanggal 10 April 2017 dan tanggal 12 April 2017 Permohonan Penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat ditolak/ dikembalikan oleh petugas TPT/Tergugat karena tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (4) huruf b PER 20 Tahun 2013 yang berbunyi : "Dokumen yang disyaratkan untuk penghapusan NPWP salah satunya adalah dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-Iamanya". Yang sebenarnya terjadi adalah perbedaan pendapat antara Tergugat dan Penggugat. Tergugat berpendapat atau menganggap dokumen yang dilampirkan Penggugat bersama Permohonan Penghapusan NPWP tidak ada yang menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-Iamanya akan tetapi tidak menyebutkan secara spesifik dokumen apa dan diterbitkan oleh siapa yang bisa menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Sedangkan Penggugat berpendapat bahwa Fotokopi Passport, Rekapitulasi Catatan Passport, serta Fotokopi Identity Card No. S2750705J adalah dokumen yang menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Kalaupun Tergugat menganggap Fotokopi Passport, Rekapitulasi Catatan Passport, serta Fotokopi Identity Card No. S2750705J bukan merupakan dokumen yang menunjukkan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, Penggugat mohon Tergugat tetap menerima terlebih dahulu Permohonan Penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat dan selanjutnya menyatakan pendapat atau penolakannya melalui surat resmi secara tertulis. Tergugat bersikeras tidak mau menerima secara langsung (di TPT) Permohonan Penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat dan mengembalikannya begitu saja;

bahwa karena Tergugat tetap bersikeras tidak mau menerima secara langsung (di TPT) Permohonan Penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat meskipun telah diajukan berulang-ulang, maka Penggugat memutuskan menyampaikan Permohonan Penghapusan NPWP melalui pos sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (5) huruf b PER 20 Tahun 2013;

bahwa Permohonan Penghapusan NPWP yang disampaikan melalui pos pada tanggal 17 April 2017 telah diterima Tergugat pada tanggal 19 April 2017 (bukti pengiriman pos dan hasil pelacakan pengiriman pos terlampir). Hal tersebut juga telah diakui Tergugat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Tanggapan atas Permohonan Gugatan halaman 3 huruf c meskipun selanjutnya Tergugat mengabaikan begitu saja permohonan tersebut karena menganggap permohonan tersebut tidak memenuhi persyaratan formal. Tindakan Tergugat tersebut telah nyata-nyata melanggar ketentuan Pasal 11 ayat (8) huruf b PER 20 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa terhadap penyampaian permohonan secara tertulis yang diterima secara tidak lengkap, berlaku ketentuan dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP (Tergugat) menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut;

bahwa karena Penggugat tidak pernah menerima pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (8) huruf b PER 20 Tahun 2013 maka Penggugat menganggap Permohonan Penghapusan NPWP yang diajukannya telah diterima secara lengkap dan dapat diproses lebih lanjut;

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (7) huruf a PER 20 Tahun 2013 batas akhir Tergugat menerbitkan keputusan terkait dengan permohonan Penggugat adalah tanggal 16 Oktober 2017 atau setidak-tidaknya tanggal 18 Oktober 2017;

bahwa mengingat sampai dengan tanggal 30 Oktober 2017 Tergugat belum juga menerbitkan keputusan terkait dengan Permohonan Penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat maka pada tanggal 31 Oktober 2017 Penggugat menyampaikan Permohonan Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP sesuai dengan amanat Pasal 13 ayat (8) PER 20 Tahun 2013. Permohonan tersebut diterima di TPT pada tanggal 31 Oktober 2017;

bahwa penerbitan surat nomor : S-34294/WPJ.01/KP.03/2017 tanggal 20 November 2017 perihal tanggapan Surat Permohonan Penghapusan NPWP yang menyatakan bahwa permohonan penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP tidak dapat disetujui telah nyata-nyata melanggar ketentuan Pasal 13 ayat (8) PER 20 Tahun 2013. Sesuai dengan amanat Pasal 13 ayat (8) PER 20 Tahun 2013, jika dalam waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan telah diterima secara lengkap Tergugat tidak menerbitkan keputusan maka permohonan Penggugat dianggap dikabulkan dan Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut berakhir. Karena permohonan Penggugat dianggap dikabulkan maka Tergugat tidak perlu lagi melakukan penelitian maupun pemeriksaan baik formal ataupun material atas permohonan tersebut. Apapun kondisinya, dengan kuasa Pasal 13 ayat (8) PER 20 Tahun 2013 permohonan Penggugat tetap dianggap dikabulkan dan Tergugat harus menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP;

bahwa tidak benar Penggugat menyampaikan Permohonan Penghapusan NPWP yang kedua dengan mengisi formulir Penghapusan NPWP dengan alasan lain: "sudah tinggal diluar Indonesia lebih dari 183 hari" sebagaimana dinyatakan Tergugat dalam Surat Tanggapan atas Gugatan halaman 3 huruf d dan halaman 10 paragraf 5. Fakta sebenarnya adalah Penggugat diminta oleh Tergugat untuk menyampaikan melalui TPT Fotokopi Permohonan Penghapusan NPWP yang telah disampaikan Penggugat melalui pos pada tanggal 17 April 2017 karena Tergugat tidak dapat menemukan asli Permohonan Penghapusan NPWP tersebut. Bagi Penggugat, Permohonan Penghapusan NPWP hanya sekali disampaikan kepada Tergugat yaitu melalui pos pada tanggal 17 April 2017 dan diterima Tergugat pada tanggal 19 April 2017;

bahwa tidak benar jika Tergugat menyatakan Surat Penolakan Penghapusan NPWP nomor : S-248HPS/WPJ.01/KP.0303/2017 tanggal 21 November 2017 diterbitkan untuk menindaklanjuti Permohonan Penghapusan NPWP yang kedua. Faktanya tidak ada Permohonan Penghapusan NPWP yang kedua, permohonan yang disampaikan Penggugat ke TPT pada tanggal 31 Oktober 2017 hanyalah fotokopi Permohonan Penghapusan NPWP yang telah disampaikan pada tanggal 17 April 2017 dan diterima Tergugat pada tanggal 19 April 2017;

bahwa tidak benar NPWP tidak dapat dihapus karena NPWP merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sebagaimana terdapat dalam UU KUP Pasal 1 angka 6 sebagaimana dinyatakan Tergugat dalam Surat Tanggapan atas Gugatan halaman 10 paragraf 2. Pernyataan Tergugat tersebut telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (6) dan ayat (7) UU KUP yang menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan penghapusan NPWP apabila terpenuhi satu atau beberapa kondisi yang telah ditentukan, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap;

bahwa tidak benar pernyataan Tergugat yang menyatakan Penggugat masih memenuhi persyaratan subjectif sebagai Wajib Pajak. Berdasarkan dokumen-dokumen yang Penggugat lampirkan dalam Permohonan Penghapusan NPWP seperti fotokopi passport, rekapitulasi catatan passport, dan fotokopi Identity Card No. S2750705J sudah sangat jelas menyatakan bahwa Penggugat telah dapat dianggap meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Bersama Surat Bantahan ini Penggugat akan melampirkan dokumen tambahan yang semakin memperkuat pernyataan tersebut seperti Surat Keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura dan Certificate of Singapore Tax Residence yang diterbitkan oleh otoritas perpajakan Singapura. Sebaliknya Tergugat sama sekali tidak dapat menunjukkan bukti atau dokumen yang memperkuat argumennya, bahwa saat Penggugat menanyakan dokumen seperti apa yang menurut Tergugat dapat menunjukkan Penggugat telah/belum meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, Tergugat tidak dapat memberikan jawaban yang jelas dan spesifik;

bahwa tidak benar jika Wajib Pajak yang telah mengikuti Program Pengampunan Pajak tidak dapat mengajukan Permohonan Penghapusan NPWP. Tidak ada satu ketentuanpun dalam UU Pengampunan Pajak yang menyatakan bahwa NPWP peserta program Pengampunan Pajak tidak dapat dihapus sampai dengan 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Surat Keterangan. Sebagaimana kita ketahui, NPWP hanyalah sarana administratif bagi Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Sesuai dengan Pasal 24 ayat (2) PP 74 Tahun 2011, Tergugat tetap dapat menagih pajak yang terutang (jika ada) meskipun Wajib Pajak telah dihapus NPWP-nya. Dengan demikian dapat dilihat bahwa kewajiban menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Surat Keterangan tidak terkait dengan ada atau tidaknya NPWP. Penggugat sebagai peserta program Pengampunan Pajak tetap memiliki kewajiban menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Surat Keterangan meskipun NPWP-nya telah dihapus. Dalam hal Penggugat lalai dalam memenuhi kewajibannya, Tergugat tetap dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2) PP 74 Tahun 2011;

bahwa tidak benar jika proses pemeriksaan atas permohonan restitusi kelebihan pembayaran pajak dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 menghalangi proses penghapusan NPWP. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 13 ayat (2) PER 20 Tahun 2013, dalam mengambil keputusan atas permohonan penghapusan NPWP selain mempertimbangkan pemenuhan persyaratan subjectif dan/atau objectif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan KPP juga mempertimbangkan:

a. utang pajak; dan
b. proses hukum atau proses administrasi berupa:
1) pembetulan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU KUP;
2) gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU KUP;
3) keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UU KUP;
4) banding sebagaimana diatur dalam Pasal 27 UU KUP;
5) pengurangan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU KUP; dan
6) peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU Pengadilan Pajak.
c. Status seluruh NPWP cabang Wajib Pajak, dalam hal penghapusan NPWP dilakukan terhadap NPWP pusat.


bahwa karena pengambilan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP tidak perlu mempertimbangkan pelaksanaan pemeriksaan pajak, maka pelaksanaan pemeriksaan pajak harus menyesuaikan dengan jangka waktu permohonan penghapusan NPWP bukan sebaliknya. Meskipun sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17B ayat (1) UU KUP jangka waktu Tergugat untuk menerbitkan surat ketetapan pajak adalah 12 (dua belas) bulan setelah permohonan diterima lengkap, akan tetapi dalam hal Wajib Pajak yang mengajukan permohonan juga mengajukan permohonan penghapusan NPWP maka surat ketetapan pajak seharusnya bisa diterbitkan sebelum batas akhir penyelesaian permohonan penghapusan NPWP;

bahwa selama sidang pemeriksaan, terungkap beberapa fakta sebagai berikut;

bahwa dalam persidangan terungkap maksud dari Penggugat mengajukan permohonan penghapusan NPWP adalah semata-mata untuk mematuhi ketentuan atau prinsip yang dianut perpajakan internasional (penjelasan tertulis Penggugat yang disampaikan pada persidangan tanggal 10 April 2018). Berdasarkan ketentuan Pasal 4 angka 2 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Singapura diatur bahwa dalam hal seorang Wajib Pajak memiliki domisili pajak ganda (di Singapura dan di Indonesia) maka harus ditentukan satu domisili pajak dengan mepertimbangkan di mana tempat tinggal permanen dari Wajib Pajak tersebut, hubungan personal (keluarga) serta hubungan ekonomi (sumber penghasilan) dari Wajib Pajak tersebut, serta tempat tinggal sehari-hari dari Wajib Pajak tersebut. Setelah mempertimbangkan bahwa Penggugat memiliki tempat tinggal permanen di Singapura serta keluarga dan sumber penghasilan utama juga berada di negara tersebut maka dapat ditentukan bahwa domisili pajak yang paling tepat untuk Penggugat adalah domisili pajak Singapura (Singaporean Tax Residence). Penentuan satu domisili pajak sangat penting dalam penerapan P3B karena dengan demikian bisa ditentukan di mana negara domisili dan di mana negara sumber diantara dua negara mitra dalam hal terdapat penghasilan lintas negara;

bahwa dalam persidangan terbukti dan diakui oleh Tergugat bahwa Penggugat telah menyampaikan permohonan penghapusan NPWP pada tanggal 10 April 2017 dan tanggal 12 April 2017 melalui Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) akan tetapi dikembalikan begitu saja oleh Tergugat. Tindakan Tergugat tersebut sangat bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (selanjutnya disebut "UU AP"). Dalam Pasal 10 ayat (1) huruf h menyatakan bahwa AUPB yang dimaksud dalam UU AP meliputi asas pelayanan yang baik. Sesuai dengan asas pelayanan yang baik, apapun kondisinya seharusnya surat permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat diterima terlebih dahulu di TPT untuk selanjutnya dijawab secara resmi dengan surat tertulis apakah permohonan tersebut dikabulkan, ditolak, atau dikembalikan;

bahwa dalam persidangan terbukti dan diakui oleh Tergugat bahwa surat permohonan penghapusan NPWP yang dikirimkan Penggugat melalui pos tercatat pada tanggal 17 April 2017 telah diterima oleh Tergugat pada tanggal 19 April 2017 akan tetapi dengan sengaja diabaikan karena menurut Tergugat permohonan tersebut tidak memenuhi persyaratan formal dan Tergugat merasa telah menjawab secara lisan surat permohonan tersebut pada saat disampaikan di TPT beberapa hari sebelumnya;

bahwa tindakan tersebut telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 11 ayat (8) huruf b PER 20 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa terhadap penyampaian permohonan secara tertulis yang diterima secara tidak lengkap, berlaku ketentuan dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP (Tergugat) menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut;

bahwa mengingat Penggugat tidak pernah menerima pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (8) huruf b PER 20 Tahun 2013 maka Penggugat menganggap Permohonan Penghapusan NPWP yang diajukannya telah diterima secara lengkap dan dapat diproses lebih lanjut;

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (7) huruf a PER 20 Tahun 2013 batas akhir Tergugat menerbitkan keputusan terkait dengan permohonan Penggugat adalah tanggal 16 Oktober 2017 atau setidak-tidaknya tanggal 18 Oktober 2017;

bahwa dalam persidangan terbukti sampai dengan tanggal 18 Oktober 2017 terlampaui Tergugat tidak menerbitkan keputusan terkait permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat. Oleh karena itu, sesuai dengan amanat Pasal 13 ayat (8) PER 20 Tahun 2013, jika dalam waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan telah diterima secara lengkap Tergugat tidak menerbitkan keputusan maka permohonan Penggugat dianggap dikabulkan dan Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut berakhir;

bahwa karena permohonan Penggugat dianggap dikabulkan maka Tergugat tidak perlu lagi melakukan penelitian maupun pemeriksaan baik formal ataupun material atas permohonan tersebut. Apapun kondisinya, dengan kuasa Pasal 13 ayat (8) PER 20 Tahun 2013 permohonan Penggugat tetap dianggap dikabulkan dan Tergugat harus menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP;

bahwa meskipun sesuai dengan ketentuan 13 ayat (8) PER 20 Tahun 2013 permohonan penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat harus dikabulkan tanpa adanya penelitian atau pemeriksaan lebih lanjut, sebagai iktikad baik, dalam persidangan Penggugat tetap menyampaikan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Penggugat telah dapat dianggap meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Bukti-bukti tersebut antara lain, Surat Keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura yang menerangkan bahwa Penggugat sejak bulan Januari 2009 telah berdomisili di Singapura dengan status tinggal Permanent Resident, Identity Card, Fotokopi Paspor yang menunjukkan Penggugat tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam setahun, serta Certification of Singapore Tax Residence yang diterbitkan oleh Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) yang menunjukkan bahwa Penggugat telah memiliki domisili pajak di Singapura;

bahwa tidak ada satu ketentuanpun dalam UU Pengampunan Pajak yang menyatakan bahwa NPWP peserta program Pengampunan Pajak tidak dapat dihapus sampai dengan 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Surat Keterangan. Sebagaimana kita ketahui, NPWP hanyalah sarana administratif bagi Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Sesuai dengan Pasal 24 ayat (2) PP 74 Tahun 2011, Tergugat tetap dapat menagih pajak yang terutang (jika ada) meskipun Wajib Pajak telah dihapus NPWP-nya. Dengan demikian dapat dilihat bahwa kewajiban menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Surat Keterangan tidak terkait dengan ada atau tidaknya NPWP;
bahwa Penggugat sebagai peserta program Pengampunan Pajak tetap memiliki kewajiban menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Surat Keterangan meskipun NPWP-nya telah dihapus. Dalam hal Penggugat lalai dalam memenuhi kewajibannya, Tergugat tetap dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2) PP 74 Tahun 2011;

bahwa tidak benar jika proses pemeriksaan atas permohonan restitusi kelebihan pembayaran pajak dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 menghalangi proses penghapusan NPWP. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 13 ayat (2) PER 20 Tahun 2013, dalam mengambil keputusan atas permohonan penghapusan NPWP selain mempertimbangkan pemenuhan persyaratan subjectif dan/atau objectif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan KPP juga mempertimbangkan:

a. utang pajak; dan
b. proses hukum atau proses administrasi berupa:
1) pembetulan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU KUP;
2) gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU KUP;
3) keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UU KUP;
4) banding sebagaimana diatur dalam Pasal 27 UU KUP;
5) pengurangan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU KUP; dan
6) peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU Pengadilan Pajak.
c. Status seluruh NPWP cabang Wajib Pajak, dalam hal penghapusan NPWP dilakukan terhadap NPWP pusat.


bahwa karena pengambilan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP tidak perlu mempertimbangkan pelaksanaan pemeriksaan pajak, maka pelaksanaan pemeriksaan pajak harus menyesuaikan dengan jangka waktu permohonan penghapusan NPWP bukan sebaliknya. Meskipun sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17B ayat (1) UU KUP jangka waktu Tergugat untuk menerbitkan surat ketetapan pajak adalah 12 (dua belas) bulan setelah permohonan diterima lengkap, akan tetapi dalam hal Wajib Pajak yang mengajukan permohonan juga mengajukan permohonan penghapusan NPWP maka surat ketetapan pajak seharusnya bisa diterbitkan sebelum batas akhir penyelesaian permohonan penghapusan NPWP;

bahwa dalam persidangan terbukti bahwa sampai dengan persidangan terakhir, pemeriksaan yang dilakukan Tergugat atas SPT Tahunan Tahun Pajak 2017 yang disampaikan Penggugat melalui pos pada tanggal 21 Maret 2017 belum diselesaikan;

bahwa dalam persidangan pemeriksaan Penggugat telah menyerahkan bukti-bukti yang telah dimateraikan sebagai berikut:

1. Fotokopi Surat Permohonan Penghapusan NPWP;
2. Fotokopi bukti pengiriman Surat Permohonan Penghapusan NPWP melalui pos tercatat beserta hasil pelacakannya;
3. Fotokopi Surat Permohonan Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP dan Bukti Penerimaan Surat (BPS) terkait;
4. Fotokopi paspor 48 halaman;
5. Fotokopi Identity Card;
6. Fotokopi Surat Keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura;
7. Fotokopi Certification of Singapore Tax Residence yang diterbitkan oleh Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS);
8. Surat Penjelasan terkait Latar Belakang Permohonan Penghapusan NPWP yang diajukan Penggugat; dan
9. Kronologis Sengketa


bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku serta fakta-fakta sebagaimana diuraikan dalam Bantahan Penggugat dapat disimpulkan bahwa penerbitan Surat Keputusan Penolakan Penghapusan NPWP oleh Tergugat sangat tidak tepat dan menyebabkan ketidakadilan bagi Penggugat. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku serta dokumen pendukung yang dapat disediakan oleh Penggugat, seharusnya Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP - atas nama Penggugat paling lambat tanggal 16 Oktober 2017 atau setidak-tidaknya tanggal 15 Nopember 2017;

bahwa dengan mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, fakta-fakta yang terjadi, serta dokumen pendukung sebagaimana telah diuraikan dalam Bantahan Penggugat di atas, Penggugat mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak untuk membatalkan Surat Keputusan Penolakan Penghapusan NPWP dan memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP - atas nama Penggugat;

Menurut Majelis:

bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa gugatan ini mengenai penerbitan Surat Penolakan Penghapusan NPWP Nomor: S-248HPS/WPJ.01/ KP.0303/2017 tanggal 21 November 2017 yang tidak disetujui Penggugat;

berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan, penjelasan Tergugat dan Penggugat dalam persidangan, diketahui hal-hal sebagai berikut:

bahwa Penggugat mengajukan permohonan penghapusan NPWP kepada Tergugat melalui pos pada tanggal 17 April 2017 dan diterima oleh Tergugat pada tanggal 19 April 2017;
bahwa sebelumnya Penggugat telah beberapa kali datang ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Tergugat namun ditolak/dikembalikan oleh Tergugat dengan alasan tidak memenuhi persyaratan formal (tidak lengkap) sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (4) huruf b Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 yang berbunyi: “Dokumen yang disyaratkan untuk penghapusan NPWP adalah dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya”;
bahwa Penggugat tidak pernah menerima pemberitahuan secara tertulis, maka Penggugat menganggap bahwa permohonan penghapusan NPWP yang diajukannya telah diterima secara lengkap dan dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (8) huruf b Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013;
bahwa menurut Penggugat, apabila permohonan penghapusan NPWP yang disampaikan secara tertulis yang diterima secara tidak lengkap melalui pos, melalui perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir, maka Tergugat berkewajiban juga menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut sesuai ketentuan Pasal 11 ayat (8) huruf b yang berbunyi: “dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut”;
bahwa menurut Penggugat, batas waktu penerbitan Keputusan terkait permohonan penghapusan NPWP (yang diajukan tanggal 17 April 2017) adalah tanggal 18 Oktober 2017, maka sesuai dengan amanat Pasal 13 ayat (8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 yang menyatakan bahwa “Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut telah terlampaui dan KPP tidak menerbitkan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan KPP menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud berakhir”;
bahwa berdasarkan penelitian, menurut Tergugat permohonan penghapusan NPWP yang diajukan oleh Penggugat tersebut tidak memenuhi persyaratan formal atau tidak lengkap di mana dalam hal ini Penggugat tidak dapat menunjukkan dokumen yang disyaratkan untuk penghapusan NPWP yang salah satunya adalah dokumen yang menyatakan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya;
bahwa menurut Tergugat, sebelum Penggugat mengajukan permohonan penghapusan NPWP tanggal 17 April 2017, Penggugat melalui utusannya telah datang langsung ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di KPP untuk mengajukan permohonan penghapusan NPWP dengan alasan bahwa Penggugat sudah tinggal di Luar Indonesia lebih dari 183 hari;
bahwa dalam permohonan tersebut, Penggugat telah melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:
a) Rekapitulasi catatan Passport;
b) Fotocopy buku passport 48 halaman;
c) Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
d) Fotocopy NPWP;
e) Fotocopy Kartu Identitas (Identity Card) No. S2750705J;
namun permohonan tersebut akhirnya dikembalikan karena tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (4) huruf b Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013;
bahwa menurut Tergugat, untuk yang kedua kalinya utusan Penggugat datang lagi ke TPT dengan maksud yang sama agar petugas TPT mau menerima Surat Permohonan Penghapusan NPWP tersebut, namun kembali petugas TPT tersebut menolak dengan memberikan penjelasan dan pemahaman kepada utusan Penggugat mengenai alasan penolakan berkasnya;
bahwa menurut Tergugat, Surat Permohonan Penghapusan NPWP tersebut tidak dapat dapat diterima, juga karena alasan bahwa Penggugat sudah mengikuti Program Tax Amnesty pada tanggal 27 September 2016 dan sudah diterbitkan Surat Keterangan Nomor: KET-7263/PP/WPJ.01/ 2016;
bahwa menurut Tergugat, berdasarkan penelitian diketahui bahwa Penggugat melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 pada tanggal 9 Juni 2017 dengan status Lebih Bayar sebesar Rp74.804.259,00 dan telah diterbitkan BPS Nomor: S-05028948/PPhOP/ WPJ.01/KP.0303/2017;
bahwa kemudian pada tanggal 31 Oktober 2017 melalui kuasanya Penggugat datang kembali memasukkan Permohonan Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP sebagai berikut:
1) Surat Permohonan diterima dengan LPAD nomor: PEM-01011517/ 121/Oct/2017 tanggal 31 Oktober 2017, dan telah dijawab dengan terbitnya Surat Tanggapan nomor: S-34294/WPJ.01/KP.03/2017 tanggal 20 November 2017 yang isinya menyatakan bahwa permohonan penerbitan Surat Keputusan Penghapusan NPWP tidak dapat disetujui dengan alasan:
- Bahwa sesuai Pasal 2 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 tanggal 29 Maret 2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan Dalam Rangka Pengampunan Pajak yang menyatakan: "Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan…..”;
- bahwa Penggugat tidak dapat menunjukkan dokumen yang disyaratkan untuk penghapusan NPWP yang salah satunya adalah dokumen yang menyatakan bahwa Penggugat telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya;
2) Surat Permohonan kedua yang diterima dengan LPAD nomor: S-9582S /WPJ.01/KP.03/2017 tanggal 31 Oktober 2017, telah ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Surat Penolakan Penghapusan NPWP nomor: S-248HPS/ WPJ.01/KP.0303/2017 tanggal 21 November 2017 yang isinya menyatakan penolakan atas dasar alasan penggugat yang masih memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif sebagai Penggugat (Wajib Pajak);
bahwa menurut Tergugat, berdasarkan bukti berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan NIK XXX diketahui bahwa Penggugat lahir di Medan tanggal 8 Maret 1966 dan bertempat tinggal di Perum Gading Park View Blok ZE 17/5 Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara dan Penggugat belum pernah mengajukan permohonan untuk mencabut kewarganegaraan Indonesia dan masih berstatus Warga Negara Indonesia;
bahwa menurut Tergugat, berdasarkan Rekapitulasi Passport diketahui bahwa Penggugat masih sering bolak balik Indonesia-Singapura dengan jumlah hari tinggal di Singapura pada tahun 2016 sebanyak 188 (seratur delapan puluh delapan) hari dan di Indonesia sebanyak 178 (seratur tujuh puluh delapan) hari;


bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis, data-data yang ada serta fakta-fakta dalam persidangan, Majelis berpendapat bahwa:

bahwa dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, menyatakan:
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya”;
bahwa Penggugat melalui utusannya sebelumnya telah mengajukan Permohonan Penghapusan NPWP dengan datang langsung ke TPT di KPP, namun ditolak dan dikembalikan berkasnya oleh petugas pelayanan di TPT dengan alasan tidak memenuhi persyaratan formal (tidak lengkap) sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (4) huruf b Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013, yang berbunyi: “Dokumen yang disyaratkan untuk penghapusan NPWP adalah dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya";
bahwa selanjutnya Penggugat untuk kedua kalinya datang lagi melalui utusannya ke TPT dengan maksud yang sama agar petugas TPT mau menerima Surat Permohonan Penghapusan NPWP tersebut, namun kembali petugas TPT tersebut menolak dengan memberikan penjelasan dan pemahaman kepada utusan Penggugat mengenai alasan penolakan berkasnya dan selanjutnya Penggugat mengajukan lagi permohonan penghapusan NPWP kepada Tergugat melalui pos pada tanggal 17 April 2017 dan diterima oleh Tergugat pada tanggal 19 April 2017. Oleh Tergugat surat permohonan penghapusan tersebut tidak dibalas dengan surat keputusan secara tertulis dengan alasan bahwa sebelumnya sudah diberikan penjelasan mengenai ketidaklengkapan persyaratan formal tersebut;
bahwa Penggugat berdalih batas waktu penerbitan Keputusan terkait permohonan penghapusan NPWP (yang diajukan tanggal 17 April 2017) adalah tanggal 18 Oktober 2017, maka sesuai dengan amanat Pasal 13 ayat (8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 yang menyatakan bahwa “Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut telah terlampaui dan KPP tidak menerbitkan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan KPP menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud berakhir”;
bahwa Penggugat tidak bisa menunjukkan bukti/dokumen yang menyatakan bahwa telah meninggalkan Indonesia selama-lamanya karena Penggugat juga belum pernah mengajukan permohonan pencabutan Kewarganegaraan Indonesia sehingga sampai saat ini masih berstatus sebagai Warga Negara Indonesia, meskipun Penggugat telah memiliki status sebagai Permanent Residency (Penduduk Tetap) Singapura tetapi bukan warga negara Singapura;
bahwa Penggugat sudah mengikuti Program Tax Amnesty pada tanggal 27 September 2016 dan sudah diterbitkan Surat Keterangan Nomor: KET-7263/PP/WPJ.01/2016, di mana berdasarkan kuasa Pasal 2 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 tanggal 29 Maret 2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan Dalam Rangka Pengampunan Pajak yang menyatakan: "Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan…..”;
berdasarkan bukti berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan NIK XXX diketahui bahwa Penggugat lahir di Medan tanggal 8 Maret 1966 dan bertempat tinggal di Perum Gading Park View Blok ZE 17/5 Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Hal ini terbukti dengan diketahuinya bahwa Penggugat masih sering bolak balik Indonesia-Singapura dengan jumlah hari tinggal di Singapura pada tahun 2016 sebanyak 188 (seratus delapan puluh delapan) hari dan di Indonesia sebanyak 178 (seratus tujuh puluh delapan) hari;
bahwa Penggugat telah melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 pada tanggal 9 Juni 2017 dengan status Lebih Bayar sebesar Rp74.804.259,00 dan telah diterbitkan BPS Nomor: S-05028948/PPhOP/WPJ.01/KP.0303/2017. Dari laporan SPT tersebut diketahui bahwa Penggugat masih mempunyai penghasilan di Indonesia, antara lain:
- Penghasilan dari usaha bebas di Indonesia;
- Keuntungan/kerugian dari penjualan/pengalihan harta di Indonesia;
- Penghasilan dari PT CII (Indonesia);
- Penghasilan bunga tabungan/deposito (sebagian besar dari bank di Indonesia);
- Penghasilan sewa tanah dan bangunan (Indonesia);
- Penghasilan dividen dari perusahaan di Indonesia;


bahwa berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan, penjelasan Tergugat dan Penggugat dalam persidangan dan data yang ada dalam berkas gugatan, Majelis berkesimpulan bahwa Penerbitan Surat Penolakan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) oleh Tergugat sudah benar dan menolak permohonan gugatan Penggugat, dengan penjelasan sebagai berikut:

Penggugat tidak bisa menunjukkan bukti/dokumen yang menyatakan bahwa telah meninggalkan Indonesia selama-lamanya;
Penggugat belum pernah mengajukan permohonan pencabutan Kewarganegaraan Indonesia sehingga sampai saat ini masih berstatus sebagai Warga Negara Indonesia. Hal ini juga diperkuat dengan belum dilakukannya pencabutan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan NIK XXX dan dapat diketahui bahwa Penggugat lahir di Medan tanggal 8 Maret 1966 dan bertempat tinggal di Perum Gading Park View Blok ZE 17/5 Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara, di samping itu Penggugat juga sering bolak balik Indonesia-Singapura;
bahwa meskipun Penggugat telah memiliki status sebagai Permanent Residency (Penduduk Tetap) Singapura tetapi Penggugat bukan warga negara Singapura;
Penggugat masih memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif sebagai Wajib Pajak karena masih mempunyai penghasilan di Indonesia serta adanya kewajiban melaporkan Harta sehubungan dengan Program Tax Amnesty pada tanggal 27 September 2016 dan sudah diterbitkan Surat Keterangan Nomor: KET-7263/PP/WPJ.01/2016, di mana berdasarkan kuasa Pasal 2 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 tanggal 29 Maret 2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan Dalam Rangka Pengampunan Pajak yang menyatakan: "Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan Laporan Penempatan Harta Tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan…..”;
bahwa meskipun Penggugat berdalih batas waktu penerbitan Keputusan terkait permohonan penghapusan NPWP yang diajukan tanggal 17 April 2017 (melalui pos) adalah tanggal 18 Oktober 2017, maka sesuai dengan kuasa Pasal 13 ayat (8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 dianggap dikabulkan, menurut Majelis hal tersebut tidak tepat karena pada 2 (dua) kali permohonan sebelumnya sudah ditolak dan berkas Penggugat dikembalikan dengan diberikan penjelasan dan pemahaman atas berkas permohonan yang tidak memenuhi persyaratan formal tersebut, namun demikian Penggugat tidak berusaha melengkapi kekurangan tersebut malahan justru Penggugat mengajukan permohonan kembali melalui pos;

Menimbang:

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk menolak gugatan Penggugat terhadap Surat Penolakan Penghapusan NPWP Nomor: S-248HPS/WPJ.01/KP.0303/2017 tanggal 21 November 2017;

Mengingat:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan berkaitan;

Memutuskan:

Menyatakan menolak gugatan Penggugat atas Surat Penolakan Penghapusan NPWP Nomor: S-248HPS/WPJ.01/KP.0303/2017 tanggal 21 November 2017, atas nama: Penggugat, NPWP -.

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Selasa tanggal 24 April 2018 oleh Hakim Majelis IIA Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:

Drs. BB, M.A., M.P.A., sebagai Hakim Ketua,
AH, S.E., Ak., M.Si., C.A. sebagai Hakim Anggota,
YSW, S.E., M.Si., sebagai Hakim Anggota,

dengan dibantu oleh

LL, S.E., Ak., M.M.



sebagai Panitera Pengganti.


Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa tanggal 18 September 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dan Penggugat, namun tidak dihadiri oleh Tergugat

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA