Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Bahwa Tergugat menerbitkan Keputusan Nomor: KEP-00457/NKEB/WPJ.07/2017 tertanggal 24 Februari 2017 yang mempertahankan Surat Tagihan Pajak Nomor 00215/107/11/052/13 tanggal 28 Juni 2013 Masa Pajak Juli 2011 atas dasar koreksi atas Penyerahan Ekspor yang menurut Terbanding terdapat keterlambatan pelaporan PEB yaitu pelaporan di masa setelahnya, dengan nilai sebesar Rp4.001.476.681,00 dan sanksi administrasi sebesar 2% sebesar Rp80.029.534,00;
Bahwa Gugatan diajukan terhadap Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00457/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 24 Februari 2017 perihal Pengurangan atau Pembatalan STP Yang Tidak Benar terkait Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Nomor: 00215/107/11/052/13 tanggal 28 Juni 2013 Masa Pajak Juli 2011 berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c KUP;
bahwa Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00457/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 24 Februari 2017 perihal Pengurangan atau Pembatalan STP Yang Tidak Benar terkait Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c KUP diterbitkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
bahwa berdasarkan
PER-10/PJ/2010 disebutkan Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak antara lain adalah Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut sehingga secara jelas dinyatakan kedudukan PEB sebagai dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak;
bahwa hasil penelitian masing-masing PEB, NPE dan dokumen lainnya yang diserahkan oleh Penggugat diketahui bahwa PEB yang menjadi sengketa sebagaimana disebutkan dalam uraian data dan fakta diatas dinyatakan terbit pada bulan Juli 2011, namun dilaporkan oleh Penggugat pada Masa Agustus 2011;
bahwa berdasarkan uraian di alas, pengenaan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU tentang KUP dalam STP yang dimohonkan telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dan tidak terdapat ketidakbenaran di dalamnya sehingga permohonan Penggugat ditolak
Bahwa terhadap dasar koreksi Tergugat, Penggugat tidak setuju dengan dasar koreksi atas penyerahan ekspor sebesar Rp4.001.476.681,00 dan pengenaan sanksi 2% sebesar Rp80.029.534,00 atas keterlambatan pelaporan PEB di atas, dengan alasan-alasan sebagai berikut:
bahwa dalam realisasinya terjadi perbedaan waktu antara tanggal PEB dengan tanggal persetujuan ekspor karena tanggal persetujuan ekspor terbit setelah tanggal PEB, oleh karenanya pelaporan PEB dengan menggunakan tanggal B/L tidak termasuk dalam kriteria terlambat;
bahwa sesuai peraturan Bea dan Cukai, PEB harus diajukan paling cepat 7 hari sebelum tanggal perkiraan ekspor dan paling lambat sebelum dimasukkan ke kawasan pabean, penggugat tidak pernah mengajukan PEB ketika barang siap dimasukkan, ke kawasan pabean akan tetapi jauh hari sebelum tanggal perkiraan ekspor dilakukan, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
P-40/BC/2008 tentang Tata Laksana Kepabeanan Di Bidang Ekspor, menyatakan:
“Eksportir menyampaikan PEB ke kantor pabean pemuatan paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal perkiraan ekspor dan paling lambat sebelum dimasukkan ke Kawasan Berikat”.
bahwa berdasarkan hal tersebut PEB belum dapat dipersamakan sebagai Faktur Pajak, karena selama jangka waktu dari pengajuan PEB hingga realisasi ekspor terjadi PEB tersebut dapat berubah maupun batal;
bahwa terdapat kemungkinan PEB tersebut tidak jadi digunakan untuk ekspor karena terdapat pembatalan; bahwa PEB baru dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak yaitu pada saat barang telah dimuat ke sarana pengangkutan dan telah mendapar persetujuan dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai, sebagaimana diatur dalan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
145/PMK.04/2007 tentang Ketentuan Kepabeanan Di Bidang Ekspor, menyatakan:
“Barang yang diberitahukan dengan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dan telah dimuat ke sarana pengangkutan yang akan berangkat ke luar daerah pabean, dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor;”
Bahwa menurut Majelis, pengenaan Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP sebesar Rp.80.029.534,00 untuk Masa Pajak Juli 2011 dilakukan oleh Tergugat dengan perhitungan sebagai berikut:
Penghitungan STP |
|
DPP Penyerahan/Faktur Pajak dilaporkan dalam masa pajak yang tidak sesuai |
Rp 4,001,476,681 |
Pasal 14 (4) UU KUP |
2% |
Jumlahsanksi dalam STP |
Rp 80,029,534 |
bahwa berdasarkan perhitungan pengenaan Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP a quo, timbulnya penerbitan sanksi administrasi disebabkan karena adanya Faktur Pajak yang dilaporkan tidak sesuai dengan masa penerbitannya, dengan perincian sebagai berikut:
No. |
Pembeli BKP |
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) |
Nota Pelayanan Ekspor (NPE) |
Nomor |
Tanggal |
USD |
(Rp.) |
nomor |
tanggal |
1 |
SojitzAsia |
426920 |
27-Jul-11 |
79,594.00 |
681,039,282 |
388432/KPU.01/BD.0502/2011 |
27-Jul-11 |
2 |
SojitzAsia |
435440 |
29-Jul-11 |
54,121.52 |
467,988,624 |
396180/KPU.01/BD.0502/2011 |
29-Jul-11 |
3 |
NalcoAustralia |
437931 |
30-Jul-11 |
41,150.00 |
357,126,000 |
398496/KPU.01/BD.0502/2011 |
30-Jul-11 |
4 |
NalcoAustralia |
437932 |
30-Jul-11 |
29,188.40 |
255,416,515 |
398497/KPU.01/BD.0502/2011 |
30-Jul-11 |
5 |
NalcoAustralia |
437936 |
30-Jul-11 |
41,150.00 |
357,126,000 |
398501/KPU.01/BD.0502/2011 |
30-Jul-11 |
6 |
NalcoAustralia |
437941 |
30-Jul-11 |
41,150.00 |
357,126,000 |
398506/KPU.01/BD.0502/2011 |
30-Jul-11 |
bahwa dari tabel a quo diketahui bahwa pada masa pajak Juli 2011 terdapat 9 (sembilan) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah mendapatkan persetujuan dari Pejabat Ditjen Bea dan Cukai dalam bentuk Nota Pelayanan Ekspor (NPE) pada tanggal yang sama dengan tanggal PEB dan semuanya terjadi pada bulan yang sama yaitu bulan Juli 2011;
bahwa berdasarkan hasil Pemeriksaan Tergugat, diketahui bahwa Penggugat baru melaporkan PEB a quo, pada SPT Masa PPN Masa Pajak Agustus 2011;
bahwa atas penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan penyerahan Barang kena Pajak a quo, tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN masa pajak Juli 2011 oleh Penggugat;
bahwa lebih lanjut Tergugat mendalilkan bahwa Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) adalah termasuk dalam kategori sebagai Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak;
bahwa menurut Tergugat, Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) harus dilaporkan dalam masa pajak sesuai tanggal persetujuan ekspor dari Pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC);
bahwa dalil Tergugat a quo didasarkan kepada ketentuan sebagaimana diatur dalam :
Pasal 2 ayat (3) dan Lampiran II Petunjuk Pengisian Formulir 1111 A1 Daftar Ekspor BKP Berwujud Huruf B angka 2, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN), yang pada pokoknya menyatakan bahwa :
Kolom Nomor diisi dengan nomor yang tercantum dalam PEB, contoh : PEB-0000023;
Kolom tanggal diisi dengan tanggal yang tercantum dalam PEB, contoh : 11-07-2011;
PEB atas Ekspor BKP Berwujud dilaporkan dalam Masa Pajak sesuai tanggal Pesetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-10/PJ/2010 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-67/PJ/2010, yang pada pokoknya mengatur tentang Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah mendapatkan persetujuan dari Pejabat DJBC, adalah termasuk dalam pengertian Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak;
Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor
P-40/BC/2008 tentang Tata Laksana Kepabeanan Di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
P-30/BC/2009, menyatakan bahwa:
“Nota Pelayanan Ekspor yang selanjutnya disingkat dengan NPE adalah nota yang diterbitkan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor atau Sistem Komputer Pelayanan atas PEB yang disampaikan, untuk melindungi pemasukan barang yang akan diekspor ke Kawasan Pabean dan/atau pemuatannya ke sarana pengangkut”;
- |
Pasal 25 Ayat (1) huruf a: |
“Pemuatan Barang Ekspor ke atas sarana pengangkut dilakukan setelah mendapat persetujuan ekspor, dengan menggunakan : a. NPE”;
Pasal 14 ayat (1) huruf f :
“Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak”;
Pasal 14 ayat (4) :
“Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak”;
bahwa berdasarkan ketentuan a quo, Tergugat menyatakan bahwa Penggugat telah salah dalam melaporkan Faktur Pajak (dalam hal ini berupa Dokumen Tertentu Yang Dipersamakan Sebagai Faktur Pajak yaitu PEB) yang seharusnya dilaporkan pada masa pajak Juli 2011 namun baru dilaporkan pada masa pajak berikutnya yaitu Agustus 2011;
bahwa atas kesalahan pelaporan a quo, Penggugat dikenakan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yaitu Nilai PEB yang totalnya sebesar Rp.4.001.476.681,00, sehingga sanksi administrasi dendanya adalah 2% x Rp.4.001.476.681,00 = Rp.80.029.534,00;
bahwa atas penerbitan yang dilakukan oleh Tergugat a quo, Penggugat menyatakan tidak setuju dengan alasan sebagai berikut :
bahwa dalam Pasal 1
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tetang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 definisi Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean, selanjutnya Daerah Pabean merupakan wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor :
145/PMK.04/2007 tentang Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor, diantaranya menyatakan :
Pasal 1, mendefinisikan barang ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari daerah pabean;
Pasal 4, menjelaskan bahwa Barang yang diberitahukan dengan pemberitahuan pabean ekspor, dan telah dimuat ke sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar daerah pabean, dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor;
bahwa pihak Ditjen Bea dan Cukai sebagai pihak yang berwenang dalam masalah Ekspor mendefinisikan hal yang sama sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor
P-27/BC/2010;
bahwa dari berbagai definisi ekspor sebagaimana Penggugat sampaikan, menguatkan argumentasi bahwa pada saat Penggugat mendaftarkan PEB dan mendapatkan Persetujuan Ekspor, belum terjadi ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, dikarenakan barang masih berada di kawasan pabean, ekspor terjadi ketika barang telah dimuat ke sarana pengangkut dan akan diberangkatkan ke luar daerah pabean;
bahwa selanjutnya Penggugat menyatakan bahwa, bagaimana mungkin Penggugat dapat melaporkan Ekspor saat barang tersebut belum dapat dikatakan sebagai barang ekspor;
bahwa Penggugat berpendapat bahwa kedudukan PEB disamakan dengan Faktur Pajak bukan hanya dalam hal penentuan saat terutang tetapi juga saat pelaporan, hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-10/PJ/2010 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-67/PJ/2010, yang menyatakan bahwa: “Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah: a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut ;
bahwa menurut Penggugat, terutangnya Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli, atau pada saat Barang Kena Pajak tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan. Hal ini berlaku bukan hanya untuk penyerahan barang secara domestik tetapi juga secara ekspor;
bahwa dengan demikian pendapat Tergugat yang menggunakan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) sebagai dasar pelaporan PEB dalam SPT Masa PPN dengan menggunakan Tanggal Pendaftaran/Persetujuan PEB berlawanan dengan konsep Faktur Pajak karena berarti PEB dilaporkan terlebih dahulu sebelum PEB itu sendiri dinyatakan terutang;
bahwa menurut Penggugat, Faktur Pajak wajib dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan saat terutangnya adalah saat barang kena pajak tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli, atau pada saat Barang Kena Pajak tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan, hal tersebut sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) huruf f, Pasal 13 ayat (1) huruf a dan ayat (1a) huruf a,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tetang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
bahwa pada saat PEB mendapatkan persetujuan ekspor, belum terjadi perpindahan (penyerahan) kepemilikan dan perpindahan resiko atas barang, demikian juga resiko atas kepemilikan barang masih berada ditangan Penjual;
bahwa perpindahan kepemilikan dan perpindahan resiko atas barang yang lazim dalam perdagangan international menggunakan incoterm seperti Free on Board (FOB), Cost and Freight Paid (CFR), Cost Insurance and Freight (CIF), dan Delivery Duty Unpaid (DDU);
bahwa Penggugat menggunakan dasar incoterm a quo sebagai pedoman dalam mencatat saat terjadinya ekspor barang (pengakuan pendapatan) dan penggunaan incoterm juga dapat digunakan sebagai dasar terutangnya pajak, karena pada saat Penggugat menyerahkan barang kepada perusahaan jasa pengangkut terjadi perpindahan kepemilikan dan resiko dan barang tersebut akan dikeluarkan dari daerah pabean;
bahwa Pasal 1 huruf a, Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-10/PJ/2010 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-67/PJ/2010, menjelaskan bahwa PEB merupakan dokumen yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, selanjutnya dijelaskan bahwa dokumen tertentu tersebut paling sedikit harus memuat: nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan, jumlah satuan barang apabila ada, Dasar Pengenaan Pajak, dan jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor;
bahwa dalam ketentuan a quo tidak menyebutkan tanggal dokumen sebagai salah satu syarat minimal yang harus tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak;
bahwa menurut Penggugat apabila pelaporan PEB harus dilakukan berdasarkan tanggal PEB, seharusnya pencantuman tanggal harus menjadi syarat minimal dalam pembuatan dokumen PEB;
bahwa terhadap penggunaan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang KUP sebagai dasar koreksi untuk sengketa a quo, adalah tidak tepat karena di dalam pasal a quo, tidak menyebutkan dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak dapat menjadi dasar diterbitkannya STP;
bahwa menurut Penggugat, sengketa a quo tidak menyebabkan kerugian negara sama sekali, tidak ada unsur kesengajaan untuk menghindari pajak atau menikmati pajak negara yang dilakukan Penggugat ;
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan penilaian terhadap berkas sengketa, penjelasan para pihak serta bukti-bukti yang diserahkan dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa Majelis telah melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor LAP-499/WPJ.07/KP.0205/2013 tanggal 27 Juni 2013 beserta Risalah Pembahasan pada halaman 13 dinyatakan bahwa koreksi terhadap DPP sebesar Rp.4.001.476.681,00 disebabkan karena adanya pelaporan faktur pajak yang tidak sesuai dengan masa penerbitan, sehingga diterbitkan Surat Tagihan Pajak, dan sebagai dasar hukum adalah Peraturan Dirjen Pajak Nomor
29/PJ/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor
15/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010, dan Pasal 14 ayat (4) UU KUP;
bahwa Majelis telah memeriksa Surat Tanggapan sebagaimana disampaikan oleh Tergugat dalam Surat Nomor S-201.TG/WPJ.07/2017 Tanggal 18 Juli 2017 Hal : Surat Tanggapan atas Pengajuan Gugatan Terhadap Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar, diketahui bahwa Tergugat menyimpulkan bahwa Penggugat terlambat melaporkan Faktur Pajak (PEB sebagai dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak) atau melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitannya, yaitu diterbitkan masa Juli 2011, tetapi baru dilaporkan oleh Wajib Pajak pada Masa Agustus 2011;
bahwa Majelis telah melakukan pemeriksaan terhadap Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2011, Nomor 00215/107/11/052/13 tanggal penerbitan 28 Juni 2013, diketahui bahwa sanksi administrasi yang dikenakan terhadap Penggugat adalah Sanksi Administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) KUP;
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana Majelis lakukan, terbukti bahwa penerbitan Sanksi Administrasi dalam sengketa a quo, diterbitkan berdasarkan Pasal 14
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, yang menyatakan :
Ayat (1) huruf f :
“Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila: f.Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak;”
Ayat (4) :
“Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak;”
bahwa sesuai ketentuan a quo pengenaan sanksi administrasi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak dikenakan terhadap Wajib Pajak yang melakukan pelaporan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak;
bahwa menurut Majelis, yang harus dilakukan pembuktian dalam sengketa a quo adalah apakah Penggugat telah melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak ataukah telah sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak;
bahwa Faktur Pajak yang dimaksud dalam sengketa a quo adalah berupa Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB);
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-10/PJ/2010 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-67/PJ/2010, pada pokoknya mengatur bahwa Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah mendapatkan persetujuan dari Pejabat DJBC, adalah termasuk dalam pengertian Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak;
bahwa Majelis telah melakukan pemeriksaan terhadap 9 (sembilan) Pemberitahuan Ekspor Barang dengan DPP sebesar Rp.4.001.476.681,00 yang menjadi dasar penerbitan STP oleh Tergugat karena dianggap telah dilaporkan tidak sesuai dengan masa penerbitannya;
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis, terhadap 9 (sembilan) Faktur Pajak/Pemberitahuan Ekspor Barang a quo Penggugat telah melaporkannya dalam SPT Masa PPN Masa Agustus 2011, sedangkan menurut Tergugat, seharusnya dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2011;
bahwa Penggugat melaporkan Faktur Pajak a quo pada masa pajak Agustus 2011 dengan alasan bahwa baru pada bulan Agustus 2011 Penggugat melakukan penyerahan barang yang diekspor tersebut kepada pembeli dalam hal ini pada saat Barang Kena Pajak a quo diserahkan kepada perusahaan pengangkutan atau dimuat dalam sarana pengangkutan, yang ditandai dengan penerbitan Bill of Lading (BL) oleh perusahaan pengangkutan/pelayaran;
bahwa dalil yang disampaikan Penggugat a quo, didukung oleh praktek pencatatan penghasilan/pengakuan pendapatan yang dilakukan oleh Penggugat, yaitu melakukan pencatatan penghasilan pada saat tanggal Bill of Lading (BL), dimana menurut Penggugat hal ini adalah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 23;
bahwa Majelis telah melakukan pemeriksaan terhadap 9 (sembilan) Faktur Pajak/Pemberitahuan Ekspor Barang a quo dan terbukti bahwa penerbitan Bill of Lading oleh perusahaan pengangkutan/pelayaran adalah pada bulan Agustus 2011, dengan rincian sebagai berikut:
No. |
Pembeli BKP |
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) |
Tanggal BL |
Nomor |
Tanggal |
USD |
(Rp.) |
1 |
Sojitz Asia |
426920 |
27-Jul-11 |
79,594.00 |
681,039,282 |
1 Agustus 2011 |
2 |
Sojitz Asia |
435440 |
29-Jul-11 |
54,121.52 |
467,988,624 |
1 Agustus 2011 |
3 |
Nalco Australia |
437931 |
30-Jul-11 |
41,150.00 |
357,126,000 |
2 Agustus 2011 |
4 |
Nalco Australia |
437932 |
30-Jul-11 |
29,188.40 |
255,416,515 |
2 Agustus 2011 |
5 |
Nalco Australia |
437936 |
30-Jul-11 |
41,150.00 |
357,126,000 |
2 Agustus 2011 |
6 |
Nalco Australia |
437941 |
30-Jul-11 |
41,150.00 |
357,126,000 |
2 Agustus 2011 |
7 |
Sojitz Asia |
437960 |
30-Jul-11 |
107,250.49 |
917,945,445 |
2 Agustus 2011 |
8 |
Nalco Australia |
437961 |
30-Jul-11 |
29,188.40 |
255,416,515 |
2 Agustus 2011 |
9 |
Sumitomo Corp |
437962 |
30-Jul-11 |
41,100.83 |
352,292,300 |
2 Agustus 2011 |
JUMLAH |
463,893.64 |
4,001,476,681 |
|
Pasal 4 ayat (1) huruf f :
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: f.ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.”;
Pasal 11 ayat (1) huruf f:
“Terutangnya pajak terjadi pada saat: f.ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.”;
Pasal 13 :
ayat (1) huruf a:
“Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap: a. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(1) huruf a atau huruf f dan/atau Pasal 16D.”;
ayat (1a) huruf a:
“ Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada: a.saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.”;
bahwa berdasarkan ketentuan a quo, Majelis berpendapat bahwa pembuatan Faktur Pajak dalam hal ini PEB, harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak;
bahwa dalam hal ekspor barang berwujud, pajak terhutang adalah pada saat ekspor barang berwujud dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) huruf f Undang-Undang PPN;
bahwa kemudian atas eksport barang berwujud harus dibuatkan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam pasal 13 ayat 1a Undang-Undang PPN, sebagai berikut :
saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa dari Pasal 13 ayat (1a) dapat disimpulkan bahwa saat pembuatan Faktur Pajak adalah saat penyerahan barang/jasa atau saat penerimaan pembayaran mana yang terjadi terlebih dahulu, hal ini sejalan dengan saat pajak terhutang sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang PPN;
bahwa dalam rumusan Pasal 13 ayat(1a) tidak secara jelas dinyatakan mengenai saat pembuatan faktur untuk ekspor barang berwujud, namun menurut Majelis pengertian penyerahan barang/jasa dan penerimaan pembayaran juga termasuk penyerahan ekspor barang berwujud
bahwa penyerahan ekspor antara penjual/ekportir kepada pembeli/importir terjadi sesuai dengan syarat penyerahan yang disepakati, misalnya syarat FOB yang diartikan penyerahan terjadi di pelabuhan muat, sedangkan syarat CIF diartikan penyerahan terjadi saat barang sampai di pelabuhan bongkar/tujuan;
bahwa Majelis lebih lanjut menggunakan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang PPN yang menyatakan “Ekspor barang kena pajak berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang kena pajak berwujud dari dalam daerah pabean ke luar daerah pabean” Dengan demikian saat pembuatan faktur pajak atas ekspor barang berwujud adalah saat ekspor terjadi;
bahwa selanjutnya Majelis akan membahas kapan saat ekspor terjadi dibawah ini;
“Barang yang dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor”
bahwa dokumen yang dapat dipakai untuk menunjukkan adanya proses pemuatan di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean adalah Bill of Lading (BL) atau Airway Bill;
bahwa dokumen PEB yang telah dikeluarkan NPE-nya adalah dokumen yang masih dimungkinkan adanya perubahan akan jumlah dan jenis barang pada saat secara nyata dimuat dalam sarana pengangkut sebagaimana dokumen BL;
bahwa perubahan jumlah dan jenis barang dapat terjadi penambahan, pengurangan, penggantian jenis barang ataupun pembatalan ekspor;
bahwa oleh karena itu, berdasarkan pasal 2 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dan mengacu pada konsep substansi mengungguli bentuk (substance over form) maka Majelis berpendapat bahwa saat penyerahan ekspor/saat terhutangnya pajak/saat pembuatan faktur pajak adalah saat BL atau Airway Bill diterbitkan;
bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa pelaporan 9 (sembilan) Faktur Pajak/Pemberitahuan Ekspor Barang yang dilakukan oleh Penggugat adalah masih dalam batas waktu yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu dilaporkan pada masa/bulan dimana penyerahan Barang Kena Pajak dilakukan penyerahan;
bahwa terhadap pendapat Tergugat yang menyatakan bahwa terhadap 9 (sembilan) Faktur Pajak/Pemberitahuan Ekspor Barang seharusnya dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juli 2011 yaitu pada masa pajak sesuai tanggal Pesetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Majelis tidak sependapat karena baru pada bulan Agustus 2011 Penggugat melakukan penyerahan Barang kena Pajak a quo kepada pembeli, sebagaimana dibuktikan dalam penerbitan Bill of Lading (BL);
bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa pelaporan terhadap 9 (sembilan) Faktur Pajak/Pemberitahuan Ekspor Barang a quo pada SPT Masa PPN Masa Pajak Agustus 2011 tidak dapat dikategorikan sebagai pelaporan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan masa penerbitannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat 1 huruf f,
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
bahwa Majelis tidak sependapat dengan penggunaan Pasal 2 ayat (3) dan Lampiran II Petunjuk Pengisian Formulir 1111 A1 Daftar Ekspor BKP Berwujud Huruf B angka 2, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) oleh Tergugat untuk menentukan apakah Penggugat telah melakukan pelaporan Faktur Pajak sesuai dengan masa penerbitannya, karena Pasal 13 (1a)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, telah menentukan kapan seharusnya Faktur Pajak a quo dibuat dan dengan demikian dapat ditentukan pula dalam SPT Masa PPN mana Faktur Pajak a quo harus dilaporkan;
bahwa pendapat Majelis a quo adalah sejalan dengan azas lex superior derogat legi inferiori, yaitu bahwa peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah;
bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa, pengenaan Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP sebesar Rp.80.029.534,00 dengan DPP sebesar Rp.4.001.476.681,00 untuk Masa Pajak Juli 2011, yang dilakukan oleh Tergugat tidak dapat dipertahankan, dan harus dibatalkan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
Memperhatikan, Surat Gugatan, Surat Tanggapan, hasil pemeriksaan dan pembuktian di dalam persidangan serta kesimpulan Majelis;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara Gugatan ini adalah penolakan atas Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar Pasal 36 ayat 1 huruf c kedua atas Surat Tagihan Pajak Nomor: 00215/107/11/052/13 tanggal 28 Juni 2013 Masa Pajak Juli 2011 dengan Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00457/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 24 Februari 2017;
Mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat atas penerbitan Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00457/NKEB/WPJ.07/2017 tanggal 24 Februari 2017 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c atas Surat Tagihan Pajak Nomor: 00215/107/11/052/13 tanggal 28 Juni 2013 Masa Pajak Juli 2011 dan membatalkan Surat Tagihan Pajak Nomor: 00215/107/11/052/13 tanggal 28 Juni 2013 Masa Pajak Juli 2011 yang terdaftar dalam berkas sengketa Nomor: 111574.99/2011/PP, atas nama XXX NPWP xxx, beralamat di xxx;
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Rabu tanggal 4 Oktober 2017 oleh Majelis XIIB Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:
AP, Ak., M.M., C.A. |
sebagai Hakim Ketua, |
J, S.H. |
sebagai Hakim Anggota, |
BS, S.H., M.H. |
sebagai Hakim Anggota, |
dengan dibantu oleh
Ir. JS, M.M. |
sebagai Panitera Pengganti, |
Dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal 31 Januari 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dihadiri oleh Penggugat dan Tergugat;
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.