Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : P - 01/BC/2007
Perubahan Kelima Atas Keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor Kep-81/BC/1999 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR P - 01/BC/2007
TENTANG
PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-81/BC/1999
TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang :
- bahwa agar pelaksanaan penetapan nilai pabean dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien serta penggunaan Data base harga dapat digunakan secara optimal, maka dipandang perlu untuk mengubah Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-81/BC/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor P-17/BC/2005;
- bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-81/BC/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk.
Mengingat :
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4661);
- Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 690/KMK.05/1996 tanggal 18 Desember 1996 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk;
- Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 491/KMK.05/1996 tanggal 31 Juli 1996 tentang Dasar Penghitungan Bea Masuk atas Barang Impor;
- Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/2002 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor;
- Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-81/BC/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor P-17/BC/2005;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-81/BC/1999 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN NILAI PABEAN UNTUK PEBGHITUNGAN BEA MASUK.
Beberapa ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-81/BC/1999 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk, yang telah beberapa kali diubah dengan :
- Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-33/BC/2001 tanggal 7 Juni 2001;
- Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-44/BC/2002 tanggal 17 Juli 2002;
- Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-69/BC/2003 tanggal 31 Maret 2003;
- Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-17/BC/2005 tanggal 29 September 2005, diubah sebagai berikut :
- Ketentuan Pasal 1 ditambah huruf l sampai dengan p sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :
- Orang "saling berhubungan" atau "berhubungan" adalah :
(i) Pegawai atau pimpinan pada suatu perusahaan sekaligus pegawai atau pimpinan pada perusahaannya (ii) Mereka yang dikenal/diketahui secara hukum sebagai rekan dalam perdagangan; (iii) Pekerja dan pemberi kerja; (iv) mereka yang salah satu diantaranya secara langsung atau tidak langsung menguasai 5 persen atau lebih saham yang mereka miliki dalam satu perusahaan; (v) mereka yang salah satu diantaranya secara langsung atau tidak langsung mengawasi pihak lainnya; (vi) mereka yang secara langsung atau tidak langsung diawasi pihak ketiga; (vii) mereka yang secara bersamaan langsung atau tidak langsung menguasai pihak ketaiga; atau (viii) mereka yang merupakan anggota dari satu keluarga yaitu suami, isteri, orang tua, anak, adik dan kakak (sekandung atau tidak), kakek, nenek, cucu, paman, bibi, keponakan, mertua, menantu dan ipar.
- "Diproduksi" diartikan termasuk pengertian ditanam, dibuat dan ditambang.
- Barang identik adalah barang yang sama dalam segala hal, meliputi karakter fisik, mutu dan reputasi, serta :
(i) diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau (ii) diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama, dalam hal tidak terdapat barang identik yang diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama. - Barang serupa adalah barang yang walupun tidak sama dalam segala hal, tetapi memiliki
karakteristik dan komponen material serupa, secara komersial dapat dipertukarkan dan
berfungsi sama, serta :(i) diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau (ii) diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama, dalam hal tidak terdapat barang serupa yang diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama. - Bukti nyata atau data yang obyektif dan terukur adalah bukti atau data berdasarkan dokumen yang benar-benar tersedia dan pada dokumen tersebut terdapat besaran, nilai atau ukuran tertentu dalam bentuk angka, kata dan/atau kalimat.
- Tingkat perdagangan (Commercial level) adalah tingkatan atau status pembeli, misalnya wholeseller, retailer dan end-user.
- Barang dari kelas dan jenis yang sama adalah barang yang termasuk dalam suatu group atau kelompok barang yang diproduksi oleh suatu sektor industri tertentu, dalam hal ini
termasuk juga barang identik atau barang serupa. - Tempat impor adalah tempat dilakukan penyelesaian kewajiban pabean dengan penyerahan pemberitahuan impor barang.
- Terminologi penyerahan FOB,C&F,CIF, Ex Works, dan DDP adalah sebagaimana didefinisikan dalam INCOTERM.
- Pasal VII GATT 1994 adalah salah satu article dari the General Agreement on Tariffs and Trade 1994 yang mengatur tentang Valuation for Customs Purposes.
- GATT Valuation Agreement adalah Agreement On Implementation of Article VII of the General Agreement on Tariffs and Trade 1994.
- PIB Low Risk adalah Pemberitahuan Impor Barang yang diajukan oleh importir selaku pembeli yang berada dalam kategori "Low Risk" dalam profil importir yang dibuat oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
- Data Base Harga (DBH) adalah kumpulan data harga barang impor dalam CIF yang telah dilakukan proses penghitungan berdasarkan data yang tersedia.
- Informasi Nilai Pabean (INP) adalah pemberitahuan kepada importir untuk menyerahkan deklarasi tentang fakta yang berkaitan dengan transaksi dan/atau importasi barang yang
bersangkutan dalam bentuk Deklarasi Nilai Pabean (DNP). - Deklarasi Nilai Pabean (DNP) adalah tanggapan dari importir atas INP yang diterbitkan Pejabat tentang fakta yang berkaitan dengan transaksi dan/atau importasi barang yang bersangkutan."
- Ketentuan Bab III diubah sehingga Bab III berbunyi sebagai berikut :
"BAB III
TATA LAKSANA PENELITIAN DAN
PENETAPAN NILAI PABEAN
Pasal 20
(1) | Dalam rangka menetapkan nilai pabean, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemberitahuan nilai pabean yang tertera pada dokumen PIB dan semua dokumen yang menjadi lampirannya. | ||||||||
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut :
|
||||||||
(3) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik kedapatan jenis dan/atau jumlah tidak sesuai, nilai pabean ditetapkan berdasarkan salah satu metode dari metode II sampai dengan VI sesuai hirarki penggunaannya. | ||||||||
(4) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d tidak dapat digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian nilai pabean, pejabat Bea dan Cukai dapat mengembalikan hasil pemeriksaan fisik tersebut kepada Pemeriksa Barang untuk dilengkapi sehingga dapat menunjukkan jumlah dan jenis barang termasuk spesifikasi barang dengan jelas. | ||||||||
(5) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap PIB yang wajib dilakukan pemeriksaan fisik maupun yang tidak wajib dilakukan pemeriksaan fisik, kecuali importir jalur prioritas. | ||||||||
(6) | Terhadap importir jalur prioritas yang melakukan importasi :
|
Pasal 21
(1) | Penelitian kewajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) huruf a dilakukan dengan cara membandingkan nilai pabean yang diberitahukan dalam PIB dengan harga barang identik yang terdapat pada Data Base Harga I. | ||||
(2) | Nilai pabean yang diberitahukan dalam PIB dikategorikan :
|
||||
(3) | Dalam hal hasil uji kewajaran, kedapatan :
|
Pasal 22
(1) | Penelitian profil importir sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara menentukan kategori importir yang nilai pabeannya tidak wajar atau tidak ditemukan data pembanding barang identiknya pada DBH I berdasarkan profil importir yang tersedia. |
(2) | Profil importir dibuat dan diterbitkan oleh Komite yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. |
(3) | Profil importir terdiri dari 3 (tiga) kategori yaitu Importir Low Risk, Importir Medium Risk dan Importir High Risk, yang kriterianya ditentukan oleh Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
Pasal 23
(1) | Dalam hal Nilai Pabean yang diberitahukan tidak wajar atau tidak ditemukan data pembanding harga barang identik dalam DBH I, dan PIB diserahkan oleh Importir Low Risk, maka nilai pabean yang diberitahukan diterima, kecuali jika kedapatan hasil pemeriksaan fisik menunjukkan jenis dan/atau jumlah barang yang diberitahukan tidak sesuai dengan pemberitahuan maka nilai pabean ditetapkan berdasarkan salah satu metode dari Metode II sampai dengan VI sesuai hirarki penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3). | ||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal Nilai Pabean yang diberitahukan tidak wajar atau tidak ditemukan data pembanding harga barang identik dalam DBH I, dan PIB diserahkan oleh Importir Medium Risk, maka :
|
||||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal Nilai Pabean yang diberitahukan tidak wajar atau tidak ditemukan data pembanding harga barang identik dalam DBH I, dan PIB diserahkan oleh Importir High Risk, maka Pejabat Bea dan Cukai menetapkan nilai pabean berdasarkan salah satu metode dari Metode II sampai dengan VI sesuai hirarki penggunannya |
Pasal 24
(1) | Dalam hal hasil penelitian pemenuhan ketentuan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) terhadap Importir Medium Risk, menunjukkan bahwa :
|
||||||||||
(2) | Dalam hal hasil penelitian pemenuhan ketentuan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) terhadap Importir Medium Risk, menunjukkan bahwa, bahwa :
|
Pasal 25
(1) | Dalam hal :
|
||||||
(2) | Nilai Pabean yang diberitahukan oleh Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan salah satu metode dari Metode II sampai dengan VI sesuai hirarki penggunaannya. | ||||||
(3) | DNP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan pada saat penyerahan hardcopy PIB. |
Pasal 26
(1) | Hasil pengujian kewajaran pemberitahuan nilai pabean, penelitian dan penetapan nilai pabean yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai wajib dituangkan dalam Lembar Penelitian dan Penetapan Nilai Pabean (BCF 2.7) sebagaimana diatur dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(2) | Lembar Penelitian dan Penetapan Nilai Pabean (BCF 2.7) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah diisi sesuai hasil penelitian dilampirkan pada PIB yang bersangkutan serta merupakan dokumen penetapan nilai pabean yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. |
Pasal 27
(1) | Dalam rangka menetapkan nilai pabean secara akurat dan benar diperlukan fakta dan/atau data transaksi dan/atau importasi yang lengkap, benar dan akurat. Untuk kepentingan hal tersebut, maka apabila diminta oleh Pejabat Bea dan Cukai, importir wajib :
|
||||
(2) | Apabila importir atau kuasanya tidak memenuhi permintaan yang diajukan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Pejabat Bea dan Cukai dapat menggunakan data lain yang relevan yang tersedia dalam rangka menetapkan nilai pabean. |
Pasal 28
(1) | Berdasarkan permintaan dari importir, Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penetapan nilai pabean wajib memberikan penjelasan tentang penetapan nilai pabean atas barang impor yang bersangkutan. |
(2) | Di dalam memberikan penjelasan, semua informasi/data yang bersifat rahasia harus diperlakukan secara rahasia oleh Pejabat Bea dan Cukai." |
- Ketentuan Pasl 31 diubah sehingga Pasal 31 berbunyi sebagi berikut :
"Pasal 31
(1) | Data Base Harga (DBH) terdiri dari DBH I dan DBH II |
(2) | Data Base Harga I disusun dan dimutakhirkan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(3) | Sumber data untuk penyusunan dan pemutakhiran DBH I adalah DBH II, PIB yang telah diterima nilai pabeannya berdasarkan Metode I, katalog, brosur dan informasi harga lainnya yang berasal dari dalam dan luar negeri yang telah dilakukan proses penghitungan kembali. |
(4) | Data Base Harga II dusun dan dimutakhirkan oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Seksi Pabean atau Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan. |
(5) | Sumber data untuk penyusunan dan pemutakhiran DBH II adalah PIB low risk yang telah diterima nilai pabeannya berdasarkan nilai transaksi barang impor yang bersangkutan (Metode I) dan jenis barang yang diimpor sesuai dengan core business importir low risk yang bersangkutan. |
(6) | Ketentuan lebih lanjut tentang proses penyusunan/pemutakhiran dan penggunaan Data Base Harga diatur dalam Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal ini." |
- Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 32
(1) | Fungsi Data Base Harga (DBH) I adalah :
|
||||
(2) | Fungsi Data Base (DBH) II adalah :
|
||||
(3) | DBH II Tidak dapat digunakan sebagai dasar penetapan nilai pabean." |
-
Ketentuan Lampiran II diubah sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini.
-
Ketentuan Lampiran VII diubah sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini.
-
Ketentuan Lampiran IX diubah sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam lampiran III Peraturan Direktur Jenderal ini.
-
Ketentuan Lampiran X diubah sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal ini.
-
Ketentuan Lampira XII diubah sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal ini.
-
Ketentuan Lampiran XIII diubah sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal ini.
(1) | Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini, maka keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-69/BC/2003, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-17/BC/2005 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-81/BC/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk, serta Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor SE-13/BC/2002 tentang Data Base Harga II dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
(2) | Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Maret 2007. |
(3 | Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Januari 2007
DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
ANWAR SUPRIJADI
NIP 120050332
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.