Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 64 TAHUN 2024
TENTANG
TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN DANA ABADI DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 82
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Dana Abadi Daerah;
Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 166 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4);
- Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6906);
- Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN DANA ABADI DAERAH.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
- Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing pembantu pengguna anggaran bendahara umum negara baik di kantor pusat maupun kantor Daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran bendahara umum negara.
- Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
- Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota.
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
- Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
- Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah pejabat pengelola keuangan daerah yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum Daerah.
- Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
- Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.
- Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
- Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalah program prioritas dan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada Perangkat Daerah untuk setiap program dan kegiatan sebagai acuan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja Perangkat Daerah.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
- Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1 (satu) periode anggaran.
- Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke Daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antar Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
- Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari transfer ke Daerah yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar-Daerah.
- Kapasitas Fiskal Daerah adalah kemampuan keuangan masing-masing Daerah yang dihitung berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri untuk berbagai kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Dana Abadi Daerah yang selanjutnya disingkat DAD adalah dana yang bersumber dari APBD yang bersifat abadi dan dana hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk belanja Daerah dengan tidak mengurangi dana pokok.
- Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
- Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
- Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penanda tangan SPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari daftar isian pelaksanaan anggaran.
- Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku kuasa bendahara umum negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara berdasarkan SPM.
- Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh satuan kerja Perangkat Daerah atau unit satuan kerja Perangkat Daerah pada satuan kerja Perangkat Daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.
- Unit Pengelola DAD yang selanjutnya disingkat UPD adalah pelaksana fungsi operasional pengelolaan DAD yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
- Unit Pelaksana Program yang selanjutnya disingkat UPP adalah Perangkat Daerah yang ditugasi untuk melaksanakan program dan/atau kegiatan yang didanai oleh DAD.
- Lembaga Keuangan Bank yang selanjutnya disingkat LKB adalah lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan dan menarik dana dari masyarakat secara langsung, termasuk LKB yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
- Lembaga Keuangan Bukan Bank yang selanjutnya disingkat LKBB adalah lembaga atau badan pembiayaan yang melakukan kegiatan dalam bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan cara mengeluarkan surat berharga dan menyalurkan kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi Pemerintah/Pemerintah Daerah atau swasta, termasuk LKBB yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
- Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan yang berasal dari hasil pengelolaan DAD dengan pengeluaran dalam rangka pemanfaatan hasil pengelolaan DAD pada tahun tertentu.
- Tunggakan Penarikan Pokok DAD yang selanjutnya disebut Tunggakan adalah jumlah kewajiban pengembalian penarikan pokok DAD oleh Pemerintah Daerah.
- Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mengatur mengenai pembentukan, pengelolaan, pemantauan, dan evaluasi DAD.
Pasal 3
Pengelolaan DAD dilaksanakan berdasarkan prinsip:
- tertib, yaitu dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan;
- efisien, yaitu pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu;
- efektif, yaitu pencapaian hasil program dengan sasaran yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil;
- transparansi, yaitu dilakukan secara terbuka dan dapat menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh para pemangku kepentingan;
- akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar;
- responsibilitas, yaitu dilaksanakan dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab;
- independensi, yaitu dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak mana pun yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- kewajaran dan kesetaraan, yaitu dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan peran dan kedudukan para pemangku kepentingan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing;
- profesionalisme, yaitu dijalankan oleh orang yang mempunyai kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas; dan
- kehati-hatian, yaitu dilakukan dengan cermat, teliti, aman, dan tertib serta dengan mempertimbangkan aspek risiko keuangan dan memperhatikan batasan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB II
PEMBENTUKAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 4
(1) |
Daerah dapat membentuk DAD. |
(2) |
Pembentukan DAD bagi Pemerintah Daerah bertujuan untuk:
a. |
mengelola keuangan demi kemanfaatan dan keberlanjutan lintas generasi; dan |
b. |
memperbaiki kualitas pengelolaan keuangan Daerah. |
|
(3) |
Pembentukan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Perda. |
(4) |
DAD dialokasikan sebagai pengeluaran pembiayaan dalam APBD. |
Pasal 5
(1) |
Pembentukan DAD dilakukan untuk meningkatkan dan/atau memperluas 1 (satu) atau beberapa pelayanan publik yang menjadi prioritas Daerah. |
(2) |
Tujuan pembentukan 1 (satu) jenis DAD hanya diperuntukan bagi 1 (satu) bidang urusan dan/atau bidang unsur. |
(3) |
Pembentukan DAD dilakukan dengan tahapan: a. persiapan; b. penilaian; dan c. penetapan. |
Bagian Kedua
Kriteria Pembentukan
Pasal 6
(1) |
Daerah yang akan membentuk DAD harus memenuhi kriteria:
a. |
memiliki Kapasitas Fiskal Daerah yang tinggi atau sangat tinggi; dan |
b. |
kebutuhan Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik telah terpenuhi. |
|
(2) |
Kapasitas Fiskal Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai peta Kapasitas Fiskal Daerah minimal pada tahun berkenaan. |
(3) |
Pemenuhan pelayanan dasar publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditandai dengan capaian standar pelayanan minimal dengan kategori tuntas pratama. |
(4) |
Data capaian standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang keuangan dan/ atau kementerian/lembaga terkait lainnya. |
(5) |
Dalam hal data capaian standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum tersedia, kriteria pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar publik menggunakan data indeks pelayanan publik dengan kategori minimal sedang. |
(6) |
Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menggunakan Urusan Pemerintahan wajib yang digunakan dalam penghitungan alokasi DAU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(7) |
Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Daerah yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Bagian Kedua
Tahapan Pembentukan
Paragraf 1
Tahap Persiapan
Pasal 7
(1) |
Tahap persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a terdiri atas:
a. |
penyusunan rancangan Perda mengenai DAD; |
b. |
pencantuman sumber dan besaran dana yang akan digunakan untuk membentuk DAD pada KUA dan PPAS; |
c. |
penyiapan pengelola DAD; dan |
d. |
penyiapan sarana dan prasarana pengelola DAD. |
|
(2) |
Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a minimal memuat:
a. |
sumber dan besaran dana yang akan digunakan untuk membentuk DAD; |
b. |
penempatan DAD; |
c. |
tahun penganggaran; |
d. |
pengelola DAD; |
e. |
pemanfaatan hasil pengelolaan DAD; dan |
f. |
pelaporan dan pertanggungjawaban atas pemanfaatan hasil pengelolaan DAD. |
|
(3) |
Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya memuat ketentuan mengenai pembentukan dan pengelolaan DAD pada 1 (satu) jenis DAD tertentu. |
(4) |
Dana untuk membentuk DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat bersumber dari:
a. |
SiLPA yang belum ditentukan penggunaannya; dan/atau |
b. |
sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
(5) |
Penyiapan pengelola DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. |
UPD; dan |
b. |
sumber daya manusia pengelola DAD. |
|
(6) |
Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan fasilitas yang digunakan oleh pengelola DAD untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan DAD. |
Paragraf 2
Tahap Penilaian
Pasal 8
(1) |
Tahap penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b merupakan proses yang dilakukan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dalam menilai permohonan pembentukan DAD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. |
(2) |
Kepala Daerah menyampaikan surat permohonan persetujuan usulan pembentukan DAD kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. |
(3) |
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam huruf A Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) |
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) minimal dilampiri dengan:
a. |
kerangka acuan kegiatan, yang disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam huruf B Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; |
b. |
rencana kerja Pemerintah Daerah; |
c. |
KUA PPAS yang mencantumkan pembentukan DAD; |
d. |
Rancangan Perda mengenai pembentukan dan pengelolaan DAD; dan |
e. |
Rincian dokumen terkait struktur organisasi, perangkat kerja, dan sumber daya manusia UPD yang disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam huruf C Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
(5) |
Dalam hal usulan pembentukan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan lengkap dan benar, Menteri menyampaikan usulan tersebut kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri untuk mendapatkan pertimbangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 9
(1) |
Dalam hal berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyatakan:
a. |
kegiatan yang didanai dari hasil pengelolaan DAD sesuai dengan prioritas Daerah; |
b. |
program dan/atau kegiatan sesuai dengan dokumen perencanaan dan penganggaran Daerah; dan |
c. |
unit pengelola telah siap dan memiliki tata kelola DAD, |
Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penilaian substantif. |
(2) |
Pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak usulan pembentukan DAD yang disampaikan oleh Menteri diterima secara lengkap dan benar. |
(3) |
Dalam hal pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diberikan sampai batas waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak usulan pembentukan DAD diterima secara lengkap dan benar, Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penilaian substantif. |
(4) |
Penilaian substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3) meliputi:
a. |
pemenuhan kriteria Kapasitas Fiskal Daerah; |
b. |
pemenuhan urusan Pemerintah wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik; dan |
c. |
pemenuhan muatan rancangan Perda mengenai DAD. |
|
Pasal 10
(1) |
Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan pembentukan DAD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah, dengan memperhatikan pertimbangan yang disampaikan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). |
(2) |
Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah Daerah dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak dokumen dari Pemerintah Daerah diterima secara lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5). |
(3) |
Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sesuai dengan periode/tahun penganggaran yang dicantumkan dalam surat permohonan pembentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). |
(4) |
Dalam hal Menteri menolak usulan pembentukan DAD, pencantuman DAD dalam APBD tidak diperkenankan. |
Paragraf 3
Tahap Penetapan
Pasal 11
(1) |
Tahap penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c terdiri atas:
a. |
penetapan Perda mengenai DAD; dan |
b. |
pengalokasian DAD dalam APBD, |
dalam hal Menteri telah memberikan persetujuan pembentukan DAD. |
(2) |
Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus ditetapkan sebelum persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD atas rancangan Perda mengenai APBD yang mengalokasikan DAD sebagai pengeluaran pembiayaan. |
BAB III
PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 12
Pengelolaan DAD meliputi:
- perencanaan;
- penganggaran;
- pelaksanaan;
- pemanfaatan hasil pengelolaan;
- penambahan dana;
- pelaporan;
- pengawasan;
- pertanggungjawaban; dan
- penarikan dalam kondisi darurat.
Bagian Kedua
Pengelola
Paragraf 1
Umum
Pasal 13
(1) |
Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Daerah berwenang mengelola DAD. |
(2) |
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. |
menyusun dan mengajukan rancangan Perda mengenai DAD; |
b. |
menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan DAD; |
c. |
menetapkan pejabat yang bertindak selaku kepala UPD; |
d. |
menetapkan pejabat yang bertindak selaku kepala UPP; |
e. |
menetapkan usulan program dan kegiatan yang akan didanai melalui DAD; |
f. |
menetapkan usulan pemanfaatan atas Surplus DAD |
g. |
memberikan arahan kepada UPD dan UPP atas pengelolaan DAD; |
h. |
melakukan pengawasan dan evaluasi atas pengelolaan DAD; |
i. |
menerima laporan pengelolaan DAD yang disampaikan oleh UPD; dan |
j. |
meminta laporan dan/atau informasi selain laporan pengelolaan DAD. |
|
(3) |
Penentuan pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan:
a. |
efisiensi; |
b. |
kesiapan sumber daya pengelola; |
c. |
besaran dana yang dikelola;dan |
d. |
rentang kendali. |
|
(4) |
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, fungsi UPD dilakukan oleh:
|
(5) |
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, fungsi UPP dapat dilakukan oleh:
a. |
Perangkat Daerah sesuai kewenangan; atau |
b. |
BLUD. |
|
Paragraf 2
Unit Pengelola Dana
Pasal 14
(1) |
Dalam hal fungsi UPD dilakukan oleh BUD, BUD dapat dibantu oleh Kuasa BUD. |
(2) |
Dalam hal DAD dikelola oleh BLUD, struktur kelembagaan pengelola dana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai BLUD. |
Pasal 15
UPD memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
- mengusulkan kebijakan rencana strategis dan rencana kerja pengelolaan DAD, yang merupakan bagian dari dokumen perencanaan dan penganggaran Daerah;
- melakukan perjanjian dalam rangka pengelolaan DAD;
- mengusulkan rencana kebutuhan DAD;
- menempatkan dana dan/atau aset keuangan untuk pengelolaan DAD;
- mengusulkan pemanfaatan atas Surplus hasil pengelolaan DAD;
- melakukan tata kelola yang baik dan pengendalian risiko atas pengelolaan DAD; dan
- menyusun laporan pengelolaan DAD.
Pasal 16
(1) |
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, UPD menerapkan pengaturan pemisahan kewenangan untuk memastikan prinsip pengelolaan DAD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dilaksanakan dengan baik. |
(2) |
Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemisahan kewenangan terhadap:
a. |
pihak yang membuat atau menginisiasi transaksi atau dokumen; |
b. |
pihak yang memverifikasi keakuratan dan kelengkapan informasi atas inisiasi transaksi atau dokumen serta melaksanakan transaksi atas inisiasi transaksi; dan |
c. |
pihak yang menandatangani atau menyetujui transaksi atau dokumen. |
|
(3) |
Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh pejabat yang berbeda. |
Pasal 17
(1) |
Dalam hal fungsi UPD dilakukan oleh BUD, maka BUD bertindak sebagai kepala UPD. |
(2) |
Dalam hal fungsi UPD dilakukan oleh BLUD, pemimpin BLUD sekaligus bertindak sebagai kepala UPD. |
(3) |
Sumber daya manusia UPD diwajibkan memiliki pengetahuan terkait investasi berupa:
a. |
manajemen portofolio; |
b. |
manajemen risiko; dan |
c. |
pengetahuan regulasi. |
|
(4) |
Pengetahuan terkait investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuktikan dengan sertifikat keikutsertaan mengikuti pelatihan di bidang investasi yang diselenggarakan oleh asosiasi para pelaku industri reksa dana dan pengelolaan investasi atau lembaga pendidikan dan pelatihan pasar modal yang menyelenggarakan ujian sertifikasi profesi pasar modal dengan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Pasar Modal Indonesia yang akan diujikan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi pasar modal Indonesia yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. |
Pasal 18
UPD dapat mengelola lebih dari 1 (satu) jenis DAD.
Paragraf 3
Unit Pelaksana Program
Pasal 19
UPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
- mengusulkan kebijakan rencana kerja dan rencana strategis program yang bersumber dari hasil pengelolaan DAD, yang merupakan bagian dari dokumen perencanaan dan penganggaran Daerah;
- melaksanakan program dan kegiatan yang didanai dari hasil pengelolaan DAD; dan
- menyusun laporan pelaksanaan program yang bersumber dari hasil pengelolaan DAD.
Bagian Ketiga
Perencanaan
Pasal 20
(1) |
UPD menyusun rencana penempatan DAD. |
(2) |
Penyusunan rencana penempatan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan risiko serta imbal hasil. |
Pasal 21
(1) |
UPP menyusun program dan kegiatan yang akan didanai dari hasil pengelolaan DAD. |
(2) |
Penyusunan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan Daerah. |
Bagian Keempat
Pelaksanaan
Paragraf 1
Pola Pengelolaan
Pasal 22
Pengelolaan DAD dapat dilakukan melalui:
- swakelola oleh BUD atau BLUD; dan/atau
- pola kerja sama.
Pasal 23
Pengelolaan DAD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dapat menggunakan jasa penasihat investasi.
Pasal 24
(1) |
Dalam hal pengelolaan DAD dilakukan melalui pola kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b, UPD dapat mengutamakan bekerja sama dengan pengelola dana abadi di Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lain, dan/atau LKB/LKBB, dalam menempatkan DAD dengan biaya pengelolaan maksimal sebesar 0,25% (nol koma dua lima persen) per tahun dari dana kelolaan. |
(2) |
Kerja sama pengelolaan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan perjanjian kerja sama pengelolaan DAD. |
Paragraf 2
Penempatan Dana Abadi Daerah
Pasal 25
(1) |
UPD memilih instrumen keuangan yang akan menjadi penempatan DAD. |
(2) |
DAD ditempatkan dalam investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai. |
(3) |
Pemilihan instrumen keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain bebas dari risiko penurunan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan berdasarkan tingkat imbal hasil yang optimal. |
(4) |
Investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa penempatan dana pada instrumen keuangan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan yang telah diakui kredibilitasnya sehingga nilai pokok/awal investasi tidak dipengaruhi fluktuasi di pasar uang/pasar modal dan hanya akan memengaruhi imbal hasil. |
(5) |
Penempatan dengan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui:
a. |
investasi pada surat berharga negara hingga jatuh tempo atau tidak merealisasikan kerugian pada saat dijual; |
b. |
deposito pada bank yang sehat; dan/atau |
c. |
obligasi pada proyek yang dijamin oleh Pemerintah. |
|
Pasal 26
Dalam memilih instrumen keuangan yang akan menjadi penempatan DAD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, UPD harus melakukan analisis terhadap risiko.
Bagian Kelima
Pemanfaatan Hasil Pengelolaan
Pasal 27
(1) |
Hasil pengelolaan DAD dimanfaatkan untuk meningkatkan dan/atau memperluas pelayanan publik yang menjadi prioritas Daerah. |
(2) |
Meningkatkan dan/atau memperluas pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan di atas dan/atau di luar standar pelayanan minimal. |
(3) |
Pelayanan publik yang menjadi prioritas Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pelayanan publik di bidang:
a. |
pendidikan; |
b. |
kesehatan; |
c. |
lingkungan hidup; dan |
d. |
pariwisata. |
|
(4) |
Hasil pengelolaan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:
a. |
memperoleh manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat lainnya yang ditetapkan sebelumnya; |
b. |
memberikan sumbangan kepada penerimaan Daerah; dan |
c. |
menyelenggarakan kemanfaatan umum lintas generasi. |
|
(5) |
Hasil pengelolaan DAD dapat dimanfaatkan untuk menambah pokok DAD dan ditetapkan dalam APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) |
Hasil pengelolaan DAD dapat digunakan untuk:
a. |
operasional pengelolaan; dan |
b. |
peningkatan kompetensi pengelola. |
|
Pasal 28
(1) |
DAD dapat diperhitungkan sebagai bagian pemenuhan belanja wajib sesuai ketentuan Peraturan Menteri mengenai belanja wajib. |
(2) |
Hasil pengelolaan DAD hanya dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pembentukan dana. |
Pasal 29
(1) |
UPD dapat bekerja sama dengan pengelola dana abadi di Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lain, LKB/LKBB, dan/atau pihak lain yang kredibel, dalam memanfaatkan DAD. |
(2) |
Kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. |
Pasal 30
(1) |
Dalam hal terdapat Surplus hasil pengelolaan DAD, dapat digunakan pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk:
a. |
menambah pokok DAD; dan/atau |
b. |
pemanfaatan lainnya sesuai kebutuhan dan prioritas Daerah, setelah terpenuhinya target dari tujuan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27. |
|
(2) |
Pemanfaatan lainnya sesuai kebutuhan dan prioritas Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pemanfaatan Surplus hasil pengelolaan DAD yang berdasarkan kebutuhan dan prioritas Daerah. |
(3) |
Penggunaan Surplus hasil pengelolaan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan asas kepatutan dan kewajaran. |
Bagian Keenam
Penambahan Dana
Pasal 31
(1) |
Pemerintah Daerah dapat menambah pokok DAD. |
(2) |
Penambahan pokok DAD dapat bersumber dari:
a. |
APBD; |
b. |
Surplus hasil pengelolaan DAD; dan/atau |
c. |
sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
Pasal 32
(1) |
Penambahan pokok DAD dicantumkan dalam Perda mengenai APBD atau perubahannya. |
(2) |
Penambahan pokok DAD dilakukan melalui mekanisme pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Bagian Ketujuh
Pelaporan
Pasal 33
(1) |
Laporan pengelolaan DAD terdiri atas:
a. |
laporan hasil pengelolaan; dan |
b. |
laporan kinerja program. |
|
(2) |
UPD menyusun laporan hasil pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. |
(3) |
Laporan hasil pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a minimal memuat:
a. |
kinerja portofolio investasi; |
b. |
pengelolaan risiko; dan |
c. |
informasi penting lainnya. |
|
(4) |
Laporan hasil pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam huruf D Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) |
UPP menyusun laporan kinerja program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. |
(6) |
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b minimal memuat:
a. |
pemanfaatan hasil pengelolaan; |
b. |
capaian kinerja program/kegiatan; dan |
c. |
informasi penting lainnya. |
|
(7) |
Laporan kinerja program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam huruf E Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 34
(1) |
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dikompilasi oleh UPD dan disampaikan kepada Kepala Daerah. |
(2) |
Waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselaraskan dengan jadwal penyusunan laporan keuangan Pemerintah Daerah. |
Pasal 35
(1) |
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melalui platform digital. |
(2) |
Dalam hal pelaporan belum dapat disampaikan melalui platform digital, laporan disampaikan dalam bentuk ADK atau softcopy dan dokumen hardcopy atau pindai Format Dokumen Portabel melalui media yang disediakan oleh DJPK. |
(3) |
Mekanisme pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional. |
Bagian Kedelapan
Pengawasan
Pasal 36
Aparat pengawas internal Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap pengelolaan DAD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesembilan
Pertanggungjawaban
Pasal 37
Pengelola DAD menjalankan pengelolaan DAD untuk kepentingan Pemerintah Daerah dan sesuai dengan maksud dan tujuan DAD.
Bagian Kesepuluh
Penarikan Dalam Kondisi Darurat
Pasal 38
(1) |
Dalam hal Daerah mengalami kondisi darurat, Daerah dapat menarik pokok DAD. |
(2) |
Kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kondisi darurat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. |
(3) |
Penarikan pokok DAD dalam kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai pilihan terakhir. |
Pasal 39
(1) |
Penarikan pokok DAD sebagaimana dimaksud pada Pasal 38 ayat (1) dilakukan setelah Kepala Daerah menyampaikan surat permohonan usulan penarikan pokok DAD kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. |
(2) |
Surat permohonan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam huruf F Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) |
Surat permohonan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal dilampiri dengan:
a. |
rencana penggunaan dana penarikan pokok DAD sebagaimana tercantum dalam huruf G Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan |
b. |
laporan Pengelolaan DAD sebagaimana tercantum dalam huruf H Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
(4) |
Dalam hal usulan penarikan pokok DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan lengkap dan benar, Menteri menyampaikan usulan tersebut kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri untuk mendapatkan pertimbangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 40
(1) |
Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4) menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri melakukan penilaian terhadap:
a. |
kegiatan yang akan didanai dari hasil penarikan pokok DAD; dan |
b. |
keberlanjutan atas target dari tujuan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4). |
|
(2) |
Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri kepada Menteri sebagai bahan pertimbangan paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen rencana penarikan pokok DAD diterima secara lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4). |
(3) |
Dalam hal pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diberikan sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dianggap telah memberikan pertimbangan yang menyatakan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) |
Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan penarikan pokok DAD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak dokumen dari Pemerintah Daerah diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1). |
Pasal 41
(1) |
Dalam hal Menteri Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan memberikan persetujuan atas penarikan pokok DAD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4), Pemerintah Daerah menganggarkan penerimaan pembiayaan dalam APBD pada tahun anggaran berjalan atau tahun anggaran berikutnya. |
(2) |
Daerah wajib mengembalikan penarikan pokok DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah berakhirnya kondisi darurat dengan memperhatikan kemampuan keuangan Daerah. |
Pasal 42
(1) |
Apabila dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya kondisi darurat Daerah belum mengembalikan penarikan pokok DAD, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan rekonsiliasi besaran penarikan pokok DAD dengan Pemerintah Daerah. |
(2) |
Dalam rangka pelaksanaan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pemerintah Daerah yang memuat minimal:
a. |
jumlah Tunggakan beserta lampiran hasil perhitungan Tunggakan; |
b. |
jangka waktu pelaksanaan rekonsiliasi; dan |
c. |
pernyataan bahwa dalam hal Pemerintah Daerah tidak memenuhi pelaksanaan rekonsiliasi pemotongan DAU dan/atau DBH akan dilaksanakan berdasarkan hasil perhitungan Tunggakan. |
|
(3) |
Jangka waktu pelaksanaan rekonsiliasi atas hasil perhitungan Tunggakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan. |
(4) |
Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi dan ditandatangani oleh pejabat yang mewakili Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Pemerintah Daerah yang mempunyai Tunggakan. |
(5) |
Berita acara rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memuat minimal:
a. |
nama Pemerintah Daerah; |
b. |
nomor dan tanggal surat permohonan usulan penarikan pokok DAD; dan |
c. |
jumlah dan rincian Tunggakan. |
|
(6) |
Dalam hal Pemerintah Daerah tidak bersedia melakukan rekonsiliasi, hasil perhitungan Tunggakan dilakukan berdasarkan surat pemberitahuan dari Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
Pasal 43
(1) |
Berdasarkan berita acara rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) atau atau surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pemotongan DAU dan/atau DBH. |
(2) |
Keputusan Menteri sebagaimana pada ayat (1) memuat minimal:
a. |
nama Daerah; |
b. |
jumlah dan rincian Tunggakan; |
c. |
jenis, jumlah, dan periode penyaluran DAU dan/atau DBH yang akan dipotong; dan |
d. |
besaran dan waktu penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH ke Rekening DAD. |
|
Pasal 44
(1) |
Berdasarkan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, KPA BUN Penyaluran DTU melakukan:
a. |
pemotongan penyaluran DAU dan/atau DBH ke RKUD; dan |
b. |
penyaluran atas dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada huruf a ke rekening DAD. |
|
(2) |
Penyaluran dana hasil pemotongan sebagaimana pada ayat (1) huruf b dilakukan sebagai penambah pokok DAD bagi Pemerintah Daerah yang terkena pemotongan DAU dan/atau DBH akibat memiliki Tunggakan. |
Pasal 45
(1) |
Pemotongan penyaluran DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dituangkan dalam SPP dan SPM penyaluran DAU dan/atau DBH periode berkenaan. |
(2) |
Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara menerbitkan SP2D untuk pemotongan penyaluran DAU dan/atau DBH ke RKUD. |
(3) |
Dana hasil pemotongan penyaluran DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam akun penerimaan transito hasil pemotongan DAU dan/atau DBH. |
Pasal 46
(1) |
KPA BUN Penyaluran DTU melakukan penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b ke rekening DAD berdasarkan pencatatan dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3). |
(2) |
Penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH ke rekening DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan besaran Tunggakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42. |
(3) |
Pejabat Pembuat Komitmen menerbitkan SPP sebagai dasar penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH ke rekening DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) |
Berdasarkan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pejabat penandatangan SPM menerbitkan SPM untuk penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH ke rekening DAD. |
(5) |
Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara menerbitkan SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH ke rekening DAD. |
(6) |
Penerbitan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2). |
(7) |
Tata cara penerbitan SPP, SPM, dan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 47
Pemerintah Daerah melakukan pencatatan realisasi anggaran atas penyaluran dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH yang diterima rekening DAD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 48
(1) |
KPA BUN Penyaluran DTU melakukan penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan atas:
a. |
dana hasil pemotongan penyaluran DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a. |
b. |
penyaluran atas dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH ke rekening DAD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b. |
|
(2) |
Penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB IV
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 49
(1) |
Pemantauan dan/atau evaluasi dilakukan oleh:
a. |
Menteri; |
b. |
menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri; |
c. |
Kepala Daerah; dan |
d. |
UPD. |
|
(2) |
Pemantauan dan/atau evaluasi yang dilakukan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. |
potensi pembentukan DAD; |
b. |
pemanfaatan DAD; |
c. |
pemanfaatan atas Surplus DAD; |
d. |
proses penarikan pokok DAD; dan |
e. |
perbaikan pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah atas pembentukan DAD. |
|
(3) |
Pemantauan dan/atau evaluasi yang dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengacu pada pedoman yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. |
(4) |
Pemantauan dan/atau evaluasi yang dilakukan oleh Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi proses pengelolaan DAD yang berupa proses perencanaan, penambahan dana, pengembangan dana, pemanfaatan hasil pengelolaan, pelaporan, pengawasan, dan pertanggungjawaban DAD. |
(5) |
Pemantauan dan/atau evaluasi yang dilakukan oleh UPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi proses pengembangan dana dan pemanfaatan hasil pengelolaan DAD. |
(6) |
Tindak lanjut dari hasil pemantauan dan/atau evaluasi akan diatur lebih lanjut sesuai kewenangan masing-masing unit penanggung jawab. |
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 September 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2024
PLT. DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ASEP N MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 627
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.