Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 80 Tahun 2024

Kategori : PPN

Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 80 TAHUN 2024
 
TENTANG
 
TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG  MEWAH DAN PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN HIBAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERI
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

                                        
Menimbang :

a. bahwa untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan kesederhanaan dalam pemberian fasilitas perpajakan atas pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri, perlu mengatur tata cara pemberian fasilitas pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah dan pajak penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri yang selaras dengan perkembangan terkini pelaksanaan dan pengadministrasian hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri;
b. bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000 tentang Perubahan Kedua Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 463/KMK.01/1998 tanggal 21 Oktober 1998 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri belum cukup mengatur hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri;

                                      
Mengingat :

1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 70) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 48);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202);
7. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.05/2017 tentang Administrasi Pengelolaan Hibah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 990);
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);

                                        

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DAN PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK PEMERINTAH YANG DIBIAYAI DENGAN HIBAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERI.
                                        

 

BAB I
KETENTUAN UMUM
 

Pasal 1

 

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Hibah Luar Negeri yang selanjutnya disebut Hibah adalah setiap penerimaan negara yang diperoleh pemerintah dari pemberi hibah yang berasal dari luar negeri dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang dan/atau jasa, yang tidak perlu dibayar kembali.
2. Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disebut Pinjaman adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh pemerintah dari kreditor yang berasal dari luar negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
5. Kementerian/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
6. Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pemda adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
7. Proyek Pemerintah adalah proyek atau kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga atau Pemda untuk melaksanakan fungsi pemerintahan yang meliputi fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan, dan pelindungan.
8. Pemberi Hibah adalah pihak yang berasal dari luar negeri yang memberikan Hibah kepada pemerintah.
9. Pemberi Pinjaman adalah kreditor yang berasal dari luar negeri yang memberikan pinjaman kepada pemerintah.
10. Penerima Hibah adalah Kementerian/Lembaga yang menerima Hibah dari Pemberi Hibah.
11. Penerima Pinjaman adalah Kementerian/Lembaga yang menerima Pinjaman dari Pemberi Pinjaman.
12. Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman adalah Pemda yang menerima penerusan Hibah dan/atau Pinjaman dari Penerima Hibah atau Penerima Pinjaman.
13. Hibah Uang adalah Hibah yang diterima oleh Kementerian/Lembaga dalam bentuk uang tunai atau uang untuk membiayai kegiatan yang penarikannya dapat dilakukan melalui Kuasa Bendahara Umum Negara maupun tidak melalui Kuasa Bendahara Umum Negara yang dilaksanakan sebagai bagian dari APBN dan dapat diterushibahkan kepada Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman untuk dibelanjakan melalui mekanisme APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
14. Hibah Barang dan/atau Jasa adalah Hibah yang diterima oleh Kementerian/Lembaga dalam bentuk barang dan/atau jasa yang dilaksanakan sebagai bagian dari APBN dan dapat diterushibahkan kepada Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
15. Nomor Register adalah nomor register sebagaimana tercantum dalam surat penetapan nomor register atas perjanjian Hibah dan/atau Pinjaman yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah.
16. Kontraktor Utama adalah kontraktor, konsultan, atau pemasok yang menandatangani perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis dengan Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, atau Pemberi Hibah barang dan/atau jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah.
17. Pemberitahuan Kontraktor Utama adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman kepada Direktorat Jenderal Pajak bahwa Kontraktor Utama berdasarkan kontrak ditunjuk untuk melaksanakan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman.
18. Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atas Pemberitahuan Kontraktor Utama.
19. Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak adalah kegiatan meregistrasikan barang kena pajak yang akan diimpor, barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean yang akan dimanfaatkan di dalam daerah pabean, dan jasa kena pajak dari luar daerah pabean yang akan dimanfaatkan di dalam daerah pabean oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman, yang disampaikan oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman kepada Direktorat Jenderal Pajak.
20. Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak adalah bukti registrasi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atas pengajuan Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak.
21. Permohonan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut yang selanjutnya disebut Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM adalah permohonan pemanfaatan fasilitas berupa pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah tidak dipungut yang disampaikan oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, atau Kontraktor Utama kepada Direktorat Jenderal Pajak.
22. Surat Keterangan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut Surat Keterangan Tidak Dipungut adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa wajib pajak memperoleh fasilitas tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah berdasarkan Peraturan Menteri ini.
23. Permohonan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Ditanggung oleh Pemerintah yang selanjutnya disebut Permohonan Fasilitas PPh adalah permohonan yang disampaikan oleh Kontraktor Utama kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk dapat memanfaatkan fasilitas berupa Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah, sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman.
24. Surat Keterangan Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan Ditanggung oleh Pemerintah yang selanjutnya disebut Surat Keterangan Fasilitas PPh adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atas pengajuan Permohonan Fasilitas PPh.
25. Laporan Realisasi Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan yang Ditanggung oleh Pemerintah yang selanjutnya disebut Laporan Realisasi Fasilitas PPh adalah laporan yang disampaikan oleh Kontraktor Utama kepada Direktorat Jenderal Pajak sehubungan dengan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman.
26. Kantor Pelayanan Pajak adalah kantor pelayanan pajak tempat Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, atau Kontraktor Utama terdaftar.
27. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
28. Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
29. Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan.
30. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
31. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
32. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
33. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Surat Pemberitahuan Masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak.
34. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
35. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

 

 

BAB II
JENIS DAN PENERIMA FASILITAS PERPAJAKAN

 

Pasal 2

 

Dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman dapat diberikan fasilitas di bidang perpajakan berupa:

a. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut bagi:
1. Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman;
2. Pemberi Hibah barang dan/atau jasa; dan/atau
3. Kontraktor Utama; dan/atau
b. Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah bagi Kontraktor Utama.


 

Pasal 3


(1) Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
a. Hibah Uang; dan/atau
b. Hibah Barang dan/atau Jasa.
(2) Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan dana pinjaman kegiatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah.
(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus:
a. dituangkan dalam perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis; dan
b. telah mendapatkan surat penetapan Nomor Register,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Pasal 4


(1) Proyek Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi proyek/kegiatan Kementerian/Lembaga dan/atau Pemda yang:
a. dibiayai dengan Hibah Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2); dan/atau
b. diperoleh dari Hibah Barang dan/atau Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b.
(2) Proyek Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai bagian dari APBN atau APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Proyek Pemerintah yang diperoleh dari Hibah Barang dan/atau Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa:
a. barang yang diterima oleh Penerima Hibah atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman dicatat sebagai barang milik negara/daerah yang berasal dari perolehan lain yang sah berupa hibah; dan/atau
b. jasa yang diterima oleh Penerima Hibah atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman dicatat sebagai beban jasa yang berasal dari hibah,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Pasal 5

 

Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a angka 1 merupakan pihak yang dinyatakan sebagai instansi pelaksana (implementing agency) pada proses bisnis registrasi perjanjian Hibah dan/atau Pinjaman yang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

                                        

 

BAB III
KRITERIA JENIS DAN OBJEK PAJAK YANG DIBERIKAN FASILITAS PERPAJAKAN

 

Pasal 6


(1) Fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat diberikan atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang kepada:
a. Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, atas kegiatan:
1. perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
2. impor Barang Kena Pajak;
3. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan
4. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
b.  Kontraktor Utama, atas kegiatan:
1. impor Barang Kena Pajak;
2. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;dan
3. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
c. Pemberi Hibah barang dan/atau jasa, atas kegiatan perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari Kontraktor Utama.
(2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan sepanjang Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, Kontraktor Utama, atau Pemberi Hibah barang dan/atau jasa telah memiliki Surat Keterangan Tidak Dipungut sebelum saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(3) Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
(4) Surat Keterangan Tidak Dipungut bagi Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan sepanjang Kontraktor Utama telah memiliki:
a. Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama; dan
b. Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak
(5) Fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dapat diberikan kepada Kontraktor Utama atas Pajak Penghasilan yang terutang dari penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama.
(6) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diberikan sepanjang Kontraktor Utama telah:
a. memiliki Surat Keterangan Fasilitas PPh; dan
b. menyampaikan Laporan Realisasi Fasilitas PPh.
(7) Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah meliputi Pajak Penghasilan yang bersifat:
a. final; dan/atau
b. tidak final.
(8) Dalam hal Kontraktor Utama merupakan wajib pajak berbentuk bentuk usaha tetap, fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak diberikan atas penghasilan bentuk usaha tetap berupa selisih penghasilan kena pajak dengan Pajak Penghasilan dari suatu bentuk usaha tetap dimaksud yang tidak ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
(9) Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan.

 

 

Pasal 7

 

(1) Dalam hal atas pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) hanya sebagian:
a. dananya yang dibiayai dari Hibah Uang dan/atau Pinjaman; dan/atau
b. barang dan/atau jasanya yang diperoleh dari Hibah Barang dan/atau Jasa,
fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan terhadap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas bagian kegiatan yang dibiayai atau barang dan/atau jasa yang berasal dari Hibah dan/atau Pinjaman.
(2) Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dalam suatu tahun pajak diterima atau diperoleh dari:
a. pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman; dan
b. selain pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b diberikan atas bagian Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman.

 

 

BAB IV
PEMBERITAHUAN KONTRAKTOR UTAMA DAN REGISTRASI BARANG KENA PAJAK/JASA KENA PAJAK
 

Pasal 8


(1) Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman:
a. menyampaikan Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagai dasar penerbitan Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama; dan
b. melakukan Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak untuk dapat diterbitkan Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak,
kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam hal fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 akan dimanfaatkan oleh Kontraktor Utama.
(2) Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menyampaikan formulir Pemberitahuan Kontraktor Utama, yang dilengkapi dengan dokumen pendukung.
(3) Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi dengan informasi mengenai:
a. Nomor Register;
b. nama Proyek Pemerintah;
c. tanggal efektif berlakunya perjanjian Hibah atau Pinjaman;
d. tanggal dimulainya dan diselesaikannya atau tanggal perkiraan dimulainya dan diselesaikannya Proyek Pemerintah;
e. nomor perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis antara:
1. Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman dan Kontraktor Utama; atau
2. Pemberi Hibah barang dan/atau jasa dan Kontraktor Utama; dan
f. identitas:
1. pihak yang melakukan Pemberitahuan Kontraktor Utama, berupa nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak;
2. pihak yang melakukan penerusan Hibah dan/atau Pinjaman dalam hal Hibah dan/atau Pinjaman merupakan penerushibahan atau penerus pinjaman, berupa nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak;
3. Kontraktor Utama, berupa:
a) nama;
b) nomor pokok wajib pajak bagi Kontraktor Utama yang merupakan wajib pajak dalam negeri termasuk bentuk usaha tetap; dan
c) tax identity number atau identitas perpajakan lainnya bagi Kontraktor Utama yang merupakan wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap; dan
4. Pemberi Hibah atau Pemberi Pinjaman, berupa nama dan alamat kedudukan di luar negeri.
(4) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. dokumen perjanjian Hibah dan/atau Pinjaman;
b. ringkasan (ikhtisar) Hibah dan/atau Pinjaman; dan
c. perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e.
(5) Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas setiap perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis, untuk masing-masing Kontraktor Utama.

 

 

Pasal 9

 

(1) Atas Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dan menerbitkan:
a. Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama dalam hal pemberitahuan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2); atau
b. surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan dalam hal pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
(2) Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama atau surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Pemberitahuan Kontraktor Utama diterima.

 

 

Pasal 10

 

(1) Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b disampaikan oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak setelah memperoleh Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a.
(2) Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menyampaikan formulir Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak, yang dilengkapi dengan dokumen pendukung.
(3) Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan informasi mengenai:
a. Nomor Register;
b. nomor Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama;
c.  nomor perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis antara:
1. Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman dan Kontraktor Utama; atau
2. Pemberi Hibah barang dan/atau jasa dan Kontraktor Utama;
d. identitas:
1. pihak yang melakukan Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak, berupa nama dan nomor pokok wajib pajak
2. Kontraktor Utama, berupa:
a)  nama;
b) alamat;
c) nomor pokok wajib pajak bagi Kontraktor Utama yang merupakan wajib pajak dalam negeri termasuk bentuk usaha tetap; dan
d) tax identity number atau identitas perpajakan lainnya bagi Kontraktor Utama yang merupakan wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap; dan
3. pihak di luar Daerah Pabean yang menyerahkan:
a) Barang Kena Pajak berwujud dari luar Daerah Pabean;
b) Barang Kena Pajak berwujud dari luar Daerah Pabean;
c) asa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, kepada Kontraktor Utama, berupa nama dan alamat; dan
e. Barang Kena Pajak yang diimpor, atau Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean oleh Kontraktor Utama, yang meliputi:
1. nama Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
2. spesifikasi atau detail Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
3. jenis Barang Kena Pajak yang meliputi barang jadi atau komponen/bahan untuk pembuatan barang jadi yang akan diserahkan kepada:
a) Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman; atau
b) Pemberi Hibah barang; dan
4. estimasi nilai Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam mata uang rupiah dan mata uang asing dalam hal nilai yang dicantumkan dalam perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis yang menyatakan nilai dalam mata uang asing.

 

 

Pasal 11

 

(1) Atas Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dan menerbitkan:
a. Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak dalam hal registrasi memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2); atau
b. surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan dalam hal registrasi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).
(2) Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak atau surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak dilakukan.

 

BAB V
PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


Pasal 12

 

(1) Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diperoleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, Kontraktor Utama, dan/atau Pemberi Hibah atau Pinjaman dengan menyampaikan Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak.
(2) Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh:
a. Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman yang akan memanfaatkan fasilitas sehubungan dengan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a;
b. Pemberi Hibah barang dan/atau jasa melalui Penerima Hibah dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman dalam hal fasilitas sehubungan dengan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c akan dimanfaatkan oleh Pemberi Hibah barang dan/atau jasa; atau
c. Kontraktor Utama yang akan memanfaatkan fasilitas sehubungan dengan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dalam hal Kontraktor Utama merupakan subjek pajak dalam negeri.
(3) Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mengisi dan menyampaikan formulir Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM, yang dilengkapi dengan dokumen pendukung.
(4) Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilengkapi dengan informasi mengenai:
a. Nomor Register;
b.  nomor:
1. Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama; dan
2. Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak,
dalam hal Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM disampaikan oleh Kontraktor Utama;
c. nomor perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis antara pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, atau huruf c dan pihak yang melakukan penyerahan barang dan/atau jasa;
d. identitas:
1. pihak yang menyampaikan Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM, berupa nama dan nomor pokok wajib pajak;
2. Pengusaha Kena Pajak atau pihak di luar Daerah Pabean yang melakukan penyerahan kepada Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, dan/atau Pemberi Hibah barang dan/atau jasa, berupa:
a) nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak Pengusaha Kena Pajak; atau
b) nama, alamat, dan tax identity number atau identitas perpajakan lainnya pihak di luar Daerah Pabean, dalam hal Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM disampaikan oleh atau melalui Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman; dan
3. pihak di luar Daerah Pabean yang melakukan penyerahan:
a) Barang Kena Pajak berwujud dari luar Daerah Pabean;
b) Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean; dan/atau
c) Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, kepada Kontraktor Utama dalam hal Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM disampaikan oleh Kontraktor Utama, berupa nama, alamat, dan tax identity number atau identitas perpajakan lainnya; dan
e. Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diperoleh, Barang Kena Pajak yang diimpor, atau Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, yang meliputi:
1. nama Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
2. spesifikasi atau detail Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; dan
3. estimasi nilai Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam mata uang rupiah dan mata uang asing dalam hal nilai yang dicantumkan dalam perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis yang menyatakan nilai dalam mata uang asing.
(5) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis antara Kontraktor Utama dengan pihak di luar Daerah Pabean yang melakukan penyerahan barang dan/atau Jasa.

 

 

Pasal 13

 

(1) Atas Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dan menerbitkan:
a. Surat Keterangan Tidak Dipungut dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3); atau
b. surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3).
(2) Surat Keterangan Tidak Dipungut atau surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM diterima.
(3) Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:
a. berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember dari tahun kalender diterbitkannya Surat Keterangan Tidak Dipungut, dalam hal permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut diajukan pada bulan Januari sampai dengan bulan November; dan
b. berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember dari 1 (satu) tahun kalender setelah diajukannya permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut, dalam hal permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut diajukan pada bulan Desember.
(4) Surat Keterangan Tidak Dipungut atas Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b, diterbitkan untuk Pemberi Hibah barang dan/atau jasa.

 

 

Pasal 14

 

(1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada:
a. Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman; dan/atau
b. Pemberi Hibah barang dan/atau jasa,
yang memanfaatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf c, wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat pada:
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; atau
b. saat diterimanya pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum dilakukannya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
(3) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diisi secara benar, lengkap dan jelas, dan memuat informasi berupa:
a.  identitas Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, atau Pemberi Hibah barang dan/atau jasa, yang memperoleh Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, berupa:
1) nama;
2) alamat; dan
3)  nomor pokok wajib pajak dalam hal pihak yang memperoleh Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak memiliki nomor pokok wajib pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan;
b. nama dan uraian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1);
c. Nomor Register pada pengisian kolom referensi Faktur Pajak; dan
d. nomor Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
(4) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diberikan keterangan "PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995".
(5) Dalam hal keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tersedia dalam aplikasi pembuatan Faktur Pajak, Pengusaha Kena Pajak melakukan pemutakhiran aplikasi pembuatan Faktur Pajak.
(6) Atas 1 (satu) nomor Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b hanya dapat digunakan untuk pembuatan 1 (satu) Faktur Pajak.
(7) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

 

Pasal 15

 

Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, atau Kontraktor Utama yang memanfaatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan/atau Pajak Penghasilan atas impor barang harus mencantumkan nomor Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dalam dokumen pemberitahuan pabean yang dibuat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

BAB VI
PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH
 
Pasal 16


(1) Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) huruf a diperoleh Kontraktor Utama dengan menyampaikan Permohonan Fasilitas PPh kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak.
(2) Permohonan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kontraktor Utama dengan mengisi dan menyampaikan formulir Permohonan Fasilitas PPh, yang dilengkapi dengan dokumen pendukung.
(3) Permohonan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal dilengkapi dengan informasi mengenai:
a. Nomor Register;
b. nomor Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama;
c. identitas:
1. Kontraktor Utama berupa:
a) nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak bagi Kontraktor Utama yang merupakan wajib pajak dalam negeri termasuk bentuk usaha tetap; atau
b) nama, alamat, dan tax identity number atau identitas perpajakan lainnya bagi Kontraktor Utama yang merupakan wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap;
2. nama dan nomor pokok wajib pajak Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman; dan
3. nama dan alamat Pemberi Hibah dalam hal pelaksanaan Proyek Pemerintah diperoleh dari Hibah Barang/Jasa; dan
d. nomor perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis antara:
1. Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman dan Kontraktor Utama; atau
2. Pemberi Hibah barang dan/atau jasa dan Kontraktor Utama.
(4) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d.
(5) Dalam hal Kontraktor Utama merupakan subjek pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, Permohonan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Kontraktor Utama melalui Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman terdaftar.

 

 

Pasal 17

 

(1) Atas permohonan fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dan menerbitkan:
a. Surat Keterangan Fasilitas PPh dalam hal memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2); atau
b. surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2).
(2) Surat Keterangan Fasilitas PPh atau surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima.
(3) Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan tanggal berakhirnya Proyek Pemerintah sebagaimana tercantum dalam perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis.
(4) Dalam hal terdapat perubahan perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis yang mengakibatkan adanya perubahan jangka waktu pelaksanaan Proyek Pemerintah, Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sampai dengan jangka waktu sesuai dalam perubahan perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis.
(5) Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dimiliki oleh Kontraktor Utama sebelum diterima atau diperolehnya penghasilan dari pelaksanaan Proyek Pemerintah.
(6) Dalam hal penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, Kontraktor Utama harus menyerahkan Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman.
(7) Surat Keterangan Fasilitas PPh atas Permohonan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) diterbitkan untuk Kontraktor Utama.

 

 

Pasal 18

 

(1) Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) huruf b harus:
a. disampaikan oleh Kontraktor Utama kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak sehubungan dengan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah dalam 1 (satu) tahun pajak; dan
b. dilampirkan dalam surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Kontraktor Utama.
(2) Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan lembar penghitungan jumlah Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Surat Pemberitahuan Masa dianggap sebagai Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal penghasilan Kontraktor Utama dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(4) Surat Pemberitahuan Masa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. Surat Pemberitahuan Masa Kontraktor Utama dalam hal pelunasan Pajak Penghasilan terutang atas penghasilan Kontraktor Utama dilakukan dengan penyetoran sendiri oleh Kontraktor Utama; dan/atau
b. Surat Pemberitahuan Masa Penerima Hibah, Penerima Pinjaman dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman dalam hal pelunasan Pajak Penghasilan terutang atas penghasilan Kontraktor Utama dilakukan melalui pemotongan dan/atau pemungutan oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman.
(5) Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi mengenai:
a. nomor Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama;
b. nomor Surat Keterangan Fasilitas PPh;
c. identitas:
1. nama dan nomor pokok wajib pajak Kontraktor Utama;
2. nama dan nomor pokok wajib pajak Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman; dan
3. nama dan alamat Pemberi Hibah atau Pemberi Pinjaman dalam hal pelaksanaan Proyek Pemerintah diperoleh dari Hibah Barang dan/atau Jasa;
d. tahun pajak;
e. jumlah Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final yang terutang dan ditanggung oleh pemerintah; dan
f. status pelaporan atas Laporan Realisasi Fasilitas PPh.
(6) Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3) harus disampaikan paling lambat sampai dengan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak atau masa pajak diterima atau diperolehnya penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(7) Laporan Realisasi Fasilitas PPh yang tidak disampaikan dan/atau tidak dilampirkan dalam surat pemberitahuan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), harus disampaikan dan dilampirkan dalam surat pemberitahuan Pajak Penghasilan paling lambat:
a. akhir masa pajak berikutnya setelah batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa untuk masa pajak diterima atau diperolehnya penghasilan dalam hal Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
b. akhir bulan November tahun pajak berikutnya setelah tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan dalam hal Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final,
untuk dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah pada masa pajak atau tahun pajak bersangkutan.
(8) Dalam hal terdapat perubahan nilai Pajak Penghasilan terutang yang ditanggung oleh pemerintah yang telah dilaporkan sebelumnya, Kontraktor Utama dapat menyampaikan pembetulan Laporan Realisasi Fasilitas PPh dan pembetulan surat pemberitahuan Pajak Penghasilan paling lambat pada batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(9) Pajak Penghasilan yang diberikan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) yaitu sebesar jumlah Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah yang tercantum pada Laporan Realisasi Fasilitas PPh atau pembetulannya dan dilampirkan dalam surat pemberitahuan atau pembetulannya yang dilaporkan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), atau ayat (8).
(10) Dalam hal Laporan Realisasi Fasilitas PPh tidak memenuhi ketentuan ayat (6), ayat (7), atau ayat (8), atas penghasilan Kontraktor Utama tidak diberikan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah.
(11) Atas Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (10) tidak dianggap sebagai Laporan Realisasi Fasilitas PPh.
(12) Dalam hal Kontraktor Utama menyampaikan pembetulan atas Laporan Realisasi Fasilitas PPh dan pembetulan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang mengakibatkan jumlah Pajak Penghasilan menjadi lebih besar, jumlah Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah yaitu sebesar jumlah Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah yang tercantum pada Laporan Realisasi Fasilitas PPh dan dilampirkan dalam surat pemberitahuan tahunan sampai dengan batas waktu dimaksud.
(13) Kontraktor Utama wajib melakukan penyetoran sendiri ke kas negara atas:
a. jumlah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (10); atau
b. selisih kurang jumlah Pajak Penghasilan akibat pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (12),
sesuai saat terutangnya Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, kecuali atas Pajak Penghasilan yang bersifat final dari penghasilan sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah Uang dan/atau Pinjaman.
(14) Selisih kurang sebagaimana dimaksud pada ayat (13) huruf b atas Pajak Penghasilan yang bersifat final dari penghasilan sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah Uang dan/atau Pinjaman dilunasi dengan cara pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan dan penyetoran ke kas negara oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman sesuai saat terutangnya Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

 

Pasal 19

 

Fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) huruf a sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang:

a. dibiayai dengan Hibah Uang dan/atau Pinjaman, dilakukan dengan memberikan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah atas Pajak Penghasilan yang dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman pada saat terutangnya Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama; dan/atau
b. diperoleh dari Hibah Barang dan/atau Jasa, dilakukan dengan memberikan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah atas Pajak Penghasilan terutang sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah dimaksud yang dilakukan melalui penghitungan dan penyetoran sendiri oleh Kontraktor Utama dalam Surat Pemberitahuan Masa pada masa pajak diterima atau diperolehnya penghasilan.

 

 

Pasal 20

 

(1) Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman yang melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a wajib:
a. membuat bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan;
b. menyerahkan bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada Kontraktor Utama; dan
c. melaporkan bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam Surat Pemberitahuan Masa,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Dalam hal:
a. bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan tidak dibuat dan Surat Pemberitahuan Masa tidak disampaikan; atau
b.  bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan telah dibuat tetapi Surat Pemberitahuan Masa tidak disampaikan,
sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman membuat bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Masa paling lambat pada batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) huruf a.
(3) Dalam hal:
a. terdapat bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa yang telah dilaporkan; atau
b.  terdapat kesalahan dalam pembuatan bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan dalam Surat Pemberitahuan Masa yang telah dilaporkan,
Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman melakukan pembetulan bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan dan melaporkannya dalam pembetulan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat pada batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8).
(4) Dalam hal pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan selisih lebih jumlah pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, atas selisih lebih dimaksud tidak dapat diajukan permohonan pengembalian pajak oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman, atau Kontraktor Utama.

 

 

Pasal 21

 

(1) Kontraktor Utama wajib melaporkan Pajak Penghasilan terutang yang dilakukan penghitungan dan penyetoran sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b dalam Surat Pemberitahuan Masa untuk masa pajak diterima atau diperolehnya penghasilan bersangkutan sesuai dengan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Dalam hal terdapat Pajak Penghasilan terutang yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa sesuai dengan batas waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor Utama dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat pada batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) huruf a.
(3) Dalam hal terdapat perubahan jumlah Pajak Penghasilan terutang yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa sebelumnya, Kontraktor Utama dapat menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat pada batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8).
(4) Dalam hal pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan selisih lebih jumlah Pajak Penghasilan, atas selisih lebih dimaksud tidak dapat diajukan permohonan pengembalian pajak oleh Kontraktor Utama.

 

 

Pasal 22

 

(1) Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) huruf b sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah Uang atau Pinjaman, dilakukan melalui:
a. pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang dibayarkan oleh Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman kepada Kontraktor Utama;
b. pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang yang dilakukan oleh Kontraktor Utama; dan/atau
c. penyampaian Laporan Realisasi Fasilitas PPh atas pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah oleh Kontraktor Utama dalam 1 (satu) tahun pajak yang dilampirkan dalam surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan.
(2) Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) huruf b sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang diperoleh dari Hibah Barang dan/atau Jasa, dilakukan melalui:
a. pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang yang dilakukan oleh Kontraktor Utama; dan/atau
b. penyampaian Laporan Realisasi Fasilitas PPh atas pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah oleh Kontraktor Utama dalam 1 (satu) tahun pajak yang dilampirkan dalam surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan.
(3) Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf a, meliputi:
a. Pajak Penghasilan Pasal 22 yang terutang atas impor barang; dan/atau
b. Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan,
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan dalam hal Kontraktor Utama memiliki:
a. Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a sebelum dilakukannya kegiatan impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a; dan/atau
b. Surat Keterangan Fasilitas PPh sebelum diterima atau diperolehnya penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
(5) Penerima Hibah, Penerima Pinjaman, dan/atau Penerima Penerusan Hibah dan/atau Pinjaman yang melakukan pembayaran kepada Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah Uang atau Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. membuat bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan Kontraktor Utama yang dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
b. menyerahkan bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada Kontraktor Utama; dan
c. melaporkan bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam Surat Pemberitahuan Masa,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Dalam hal Kontraktor Utama tidak memiliki Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, atas kegiatan impor tidak dapat diberikan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf a.
(7) Dalam hal Kontraktor Utama tidak memiliki Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama tidak dapat diberikan:
a. pembebasan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
b. fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah atas penghasilan dimaksud.
(8) Besarnya Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah dalam 1 (satu) tahun pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat 2 huruf b dihitung berdasarkan:
a. besarnya perbandingan antara bagian penghasilan neto yang berasal dari Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman dengan seluruh penghasilan neto yang dikalikan dengan jumlah Pajak Penghasilan terutang atas seluruh penghasilan kena pajak dalam 1 (satu) tahun pajak, bagi Kontraktor Utama wajib pajak orang pribadi; atau
b. tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan yang dikalikan dengan penghasilan kena pajak yang berasal dari Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman, bagi Kontraktor Utama wajib pajak badan.
(9) Dalam hal Kontraktor Utama wajib pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b merupakan wajib pajak badan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan, penghasilan kena pajak yang berasal dari Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a dapat memperoleh fasilitas berupa pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E Undang¬-Undang mengenai Pajak Penghasilan, dengan terlebih dahulu memperhitungkan bagian penghasilan kena pajak yang berasal dari selain Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b.
(10) Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) wajib:
a. menyelenggarakan pembukuan secara terpisah, bagi wajib pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan; atau
b. melakukan pencatatan secara terpisah, bagi wajib pajak yang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan,
antara penghasilan dari pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a untuk setiap proyek dan penghasilan dari selain pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b.
(11) Dalam hal pada saat melakukan pembukuan terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan oleh Kontraktor Utama dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak atas penghasilan dari pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a dengan penghasilan dari selain pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b, pembebanan biaya bersama dimaksud dialokasikan secara proporsional.
(12) Kerugian selama pelaksanaan suatu Proyek Pemerintah dikompensasikan dengan penghasilan dari pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sama pada tahun pajak berikutnya.
(13) Sisa kerugian pada tahun pajak berakhirnya suatu Proyek Pemerintah dikompensasikan dengan penghasilan selain dari pelaksanaan Proyek Pemerintah.
(14) Tata cara kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dan ayat (13) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

 

Pasal 23

 

(1) Pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah.
(2) Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi belanja subsidi Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah dan pendapatan Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah.

 

 

Pasal 24

 

(1) Dalam hal Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b yang akan memanfaatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan/atau Pajak Penghasilan merupakan subjek pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, pemanfaatan fasilitas dimaksud dilakukan melalui mekanisme Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2)  Untuk dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan/atau Pajak Penghasilan, Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak perlu:
a. memiliki Surat Keterangan Tidak Dipungut;
b. memiliki Surat Keterangan Fasilitas PPh; dan
c. menyampaikan Laporan Realisasi Fasilitas PPh.
(3) Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama dan Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak dipersamakan sebagai Surat Keterangan Tidak Dipungut bagi Kontraktor Utama yang merupakan subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

 

BAB VII
PENGGANTIAN, PENCABUTAN, DAN PEMBATALAN

 

Pasal 25

 

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan penggantian, pembatalan, dan/atau pencabutan atas:
a. Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama;
b. Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak;
c. Surat Keterangan Tidak Dipungut; dan/atau
d. Surat Keterangan Fasilitas PPh,
 berdasarkan permohonan atau secara jabatan setelah melakukan penelitian.
(2) Permohonan penggantian, pembatalan, dan/atau pencabutan diajukan oleh pihak yang melakukan pemberitahuan, registrasi, atau permohonan untuk memperoleh dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak.
(3) Permohonan penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan dalam hal terdapat:
a. kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dengan disertai alasan; atau
b. perubahan perjanjian, kontrak, dan/atau dokumen sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) yang mengakibatkan adanya perubahan jangka waktu pelaksanaan Proyek Pemerintah.
(4) Kesalahan tulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tidak termasuk perubahan Kontraktor Utama, atau penambahan jenis dan jumlah barang dan/atau jasa.
(5) Atas permohonan penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
a. Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama pengganti, Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak pengganti, Surat Keterangan Tidak Dipungut pengganti, atau Surat Keterangan Fasilitas PPh pengganti; atau
b. surat penolakan permohonan disertai alasan penolakan,
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.
(6) Atas penggantian secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dokumen pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a.
(7) Dokumen pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan ayat (6) berlaku sejak tanggal diterbitkannya dokumen yang pertama kali dilakukan penggantian.
(8) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam hal:
a. surat penetapan Nomor Register dibatalkan;
b. pihak yang memanfaatkan fasilitas perpajakan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (5); dan/atau
c. terdapat informasi dan/atau dokumen yang disampaikan dalam Pemberitahuan Kontraktor Utama,
Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak, Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM, atau Permohonan Fasilitas PPh yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Pencabutan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal diperoleh data dan/atau informasi bahwa Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman dihentikan.
(10) Ketentuan dan/atau tata cara mengenai penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara penerbitan pembatalan dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(11) Pencabutan mengakibatkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku sampai dengan tanggal penghentian Proyek Pemerintah.
(12) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan fasilitas di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak dapat diberikan.

 

 

BAB VIII
PERTUKARAN DATA

 

Pasal 26

 

(1) Direktur Jenderal yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara memberikan data dan/atau informasi registrasi Hibah dan/atau Pinjaman kepada Direktur Jenderal Pajak melalui sistem pertukaran data yang tersedia di lingkungan Kementerian Keuangan untuk dapat digunakan dalam mendukung pelaksanaan pemberian fasilitas perpajakan.
(2) Penyampaian data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik.

 

 

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

 

Pasal 27


(1) Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak telah memiliki sistem penyampaian secara elektronik, penyampaian:
a. Pemberitahuan Kontraktor Utama;
b. Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak;
c. Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM;
d. Permohonan Fasilitas PPh;
e. Laporan Realisasi Fasilitas PPh; atau
f. permohonan penggantian, pencabutan, dan/atau pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1),
dilakukan melalui saluran elektronik.
(2) Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak telah memiliki sistem penerbitan secara elektronik, penerbitan:
a. Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama;
b. Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak;
c. Surat Keterangan Tidak Dipungut; atau
d. Surat Keterangan Fasilitas PPh,
dilakukan melalui saluran elektronik.
(3) Penggunaan sistem penyampaian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sistem penerbitan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan melalui pemberitahuan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Dalam hal sistem penyampaian secara elektronik tidak dapat diakses yang disebabkan oleh keadaan kahar, penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara langsung kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak.
(5) Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

 

 

Pasal 28

 

Direktur Jenderal Pajak mendelegasikan kewenangan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), dan Pasal 25 ayat (1).

 

 

Pasal 29

 

Contoh format:

a. Pemberitahuan Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
b. Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
c. Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);
d. Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1);
e. Permohonan Fasilitas PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);
f. Surat Keterangan Tidak Dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1);
g. Permohonan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1);
h. Surat Keterangan Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1);
i. surat pemberitahuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), dan Pasal 17 ayat (1);
j. Laporan Realisasi Fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1);
k. Lembar penghitungan jumlah Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);
l. dokumen:
1. permohonan penggantian, pembatalan, atau pencabutan;
2. surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1; dan
3. Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama pengganti, Bukti Registrasi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak pengganti, Surat Keterangan Tidak Dipungut Pengganti, atau Surat Keterangan Fasilitas PPh pengganti, pencabutan, atau pembatalan yang diterbitkan:
a) berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1; atau
b) secara jabatan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,

dan contoh penghitungan Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

 
Pasal 30

 

(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan/atau Pinjaman yang memenuhi ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000 tentang Perubahan Kedua Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, yang terutang Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final untuk tahun pajak 2024 yang belum berakhir sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, maka:
a. Kontraktor Utama harus menyampaikan Permohonan Fasilitas PPh setelah memperoleh Surat Keterangan sebagai Kontraktor Utama, sebelum tanggal 31 Desember 2024;
b. Kontraktor Utama harus menyampaikan Laporan Realisasi PPh dan melampirkannya pada saat penyampaian surat pemberitahuan tahunan tahun pajak 2024; dan
c. fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah diberikan atas Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Realisasi Fasilitas PPh dalam surat pemberitahuan tahunan tahun pajak 2024 dan disampaikan paling lambat tanggal 30 November 2025.
(2) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang diperoleh dari Hibah Barang dan/atau Jasa sejak Peraturan Menteri ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2024 yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final, pemberian fasilitas Pajak Penghasilan ditanggung oleh pemerintah dilakukan melalui penyetoran sendiri oleh Kontraktor Utama dalam Surat Pemberitahuan Masa masa pajak Juli 2025 yang disampaikan paling lambat tanggal 30 November 2025.



BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
 

Pasal 31

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000 tentang Perubahan Kedua Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

 

Pasal 32

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
                                        
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 







 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2024
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


SRI MULYANI INDRAWATI

 

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2024

PLT. DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd.

 

ASEP N. MULYANA

 

 
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 770