Home
/
Data Center
/
Putusan
/
PUT-109706.18
Pokok Sengketa:
bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah perbedaan besarnya angka Nilai Jual Objek Pajak PBB Tahun Pajak 2015 antara penetapan yang dilakukan Terbanding dengan perhitungan menurut Pemohon Banding dengan nilai sengketa sebesar Rp13.988.800.000 dengan perincian sebagai berikut:
Obyek Pajak NJOP menurut Terbanding NJOP menurut Pemohon Banding Koreksi
Luas (M²) Per M² Jumlah Luas
(M²)
Per M² Jumlah Luas
(M²)
Per M² Jumlah
(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)
Bumi 99.920.000 140 13.988.800.000 --- --- --- 99.920.000 140 13.988.800.000
Bangunan --- --- --- --- --- --- --- --- ---
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB 13.988.800.000 --- 13.988.800.000
Menurut Terbanding:
bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 diatur bahwa:
Pasal 1 angka 1
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya;
Pasal 2 ayat (1)
Yang menjadi obyek pajak adalah bumi dan/atau bangunan;
Pasal 8 ayat (2)
Saat yang menentukan pajak yang terhutang adalah menurut keadaan obyek pajak pada tanggal 1 Januari;
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Mineral dan Batubara tanggal 28 Desember 2012, disampaikan hal-hal sebagai berikut:
Pasal 2 ayat 1
Objek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara;
Pasal 2 ayat (2)
Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
  1. permukaan bumi,
    1. tanah dan/atau perairan pedalaman (onshore); dan
    2. perairan lepas pantai (offshore)
  2. tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi
Pasal 2 ayat (2)
Tubuh bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf b berupa:
  1. Tubuh Bumi Eksplorasi; atau
  2. Tubuh Bumi Operasi Produksi
Pasal 3 ayat (1)
Subjek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Mineral dan Batubara;
Pasal 3 ayat (2)
Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar PBB Mineral dan Batubara menjadi Wajib Pajak PBB Mineral dan Batubara;
Pasal 8 ayat (1) huruf b
NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) untuk Tubuh Bumi Eksplorasi merupakan hasil perkalian antara luas Wilayah lzin Pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi;
Pasal 8 ayat (2)
NJOP bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bumi.
Pasal 8 ayat (3) huruf b
Nilai bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk Tubuh Bumi Eksplorasi ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak;
Pasal 8 ayat (4)
NJOP bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP Bumi.
bahwa sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-64/PJ/2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Mineral dan Batubara, disampaikan hal-hal sebagai berikut:
Huruf G. Pengenaan PBB Mineral dan Batubara
Huruf a Angka 2 Penilaian
Penilaian objek PBB Mineral dan Batubara dalam rangka penentuan besarnya nilai bumi per meter persegi dan/atau nilai bangunan per meter persegi adalah sebagai berikut:
a. Nilai bumi per meter persegi:
2) Tubuh Bumi Eksplorasi
Nilai bumi per meter persegi untuk tubuh bumi eksplorasi menggunakan nilai bumi per meter persegi yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
bahwa berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-17/PJ/2015 tanggal 10 Februari 2015 tentang Penetapan Nilai Bumi Per meter Persegi untuk Permukaan Bumi Offshore, Nilai Bumi Per Meter Persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi, Angka Kapitalisasi, Harga Uap, dan Harga Listrik untuk Penentuan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pertambangan Tahun Pajak 2015 KEEMPAT;
Nilai bumi per meter persegi untuk tubuh bumi eksplorasi pertambangan minyak bumi dan gas bumi, pertambangan panas bumi, serta pertambangan mineral dan batubara ditetapkan sebesar Rp140,00 (seratus empat puluh rupiah);
bahwa berdasarkan Keputusan Bupati Barito Utara Nomor 188.45/562/2013 tanggal 20 September 2013, telah diberikan Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada Pemohon Banding dengan luas wilayah 9.992 Hektar;
bahwa berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah nomor 188.44/322/2015 tanggal 26 Juni 2015, telah diberikan Penciutan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada Pemohon Banding yang semula seluas 9.992 Ha menjadi seluas 8.192 Ha;
bahwa berdasarkan Surat Pernyataan Camat Gunung Timang nomor 411.I/83/III/PMD/2016 tanggal 28 Maret 2016 menerangkan bahwa Pemohon Banding yang Ijin Kuasa Pertambangan masuk di Kecamatan Gunung Timang Kabupaten Barito Utara seluas 8.192 Ha dengan Ijin Kuasa Pertambangan Batubara Nomor 188.44/322/2015 tanggal 26 Juni 2015 oleh Gubernur Kalimantan Tengah, belum melakukan operasi dan benar belum pernah melakukan
pembebasan atas tanah di wilayah Kecamatan Gunung Timang Kabupaten Barito Utara;
bahwa berdasarkan Surat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Tengah nomor 540/960/Tamben tanggal 26 Oktober 2015 perihal Surat Keterangan Belum Melakukan Kegiatan Produksi a.n. Pemohon Banding, menerangkan sebagai berikut:
  1. Secara administrasi Pemohon Banding telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Nomor 44/322/2015 tanggal 26 Juni 2015 tentang Pemberian Penciutan Wilayah Izin Usaha Pertambangan atas nama Pemohon Banding;
  2. Pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) a.n. Pemohon Banding telah dilakukan pengambilan titik koordinat dan dilakukan pengecekan berdasarkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lapangan Pemohon Banding tanggal 12 Oktober 2015 dengan hasil sebagai berikut:
    1. Terdapat lahan bukaan masyarakat;
    2. Wilayah IUP OP Pemohon Banding dilalui jalan negara menuju Desa Montalat;
    3. Wilayah IUP OP Pemohon Banding dilalui sungai Montalat;
    4. Tidak ada kegiatan penambangan.
  3. Berdasarkan point a dan b, maka dapat diberikan keterangan bahwa Pemohon Banding tidak melakukan kegiatan produksi.
bahwa berdasarkan uraian dan penelitian di atas, Terbanding berpendapat bahwa;
bahwa Luas Wilayah yang diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi kepada Pemohon Banding adalah seluas 9.992 Hektar berdasarkan Keputusan Bupati Barito Utara;
bahwa berdasarkan Surat Pernyataan Camat Gunung Timang, Pemohon Banding belum melakukan kegiatan operasi produksi termasuk kegiatan eksplorasi di dalamnya yaitu pembebasan lahan yang dimiliki masyarakat;
bahwa berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah, Pemohon Banding baru mendapatkan Penciutan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Opreasi Produksi dari Gubernur Kalimantan Tengah pada tanggal 26 Juni 2015 sehingga dalam perhitungan ketetapan PBB tahun 2015 Peneliti menetapkan Luas Bumi Pemohon Banding sebesar 99.920.000 m2 (luas Wilayah Izin Pertambangan sebelum diberikan penciutan);
bahwa berdasarkan Surat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Tengah, diketahui bahwa Pemohon Banding tidak melakukan kegiatan produksi;
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012, NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) untuk Tubuh Bumi Eksplorasi merupakan hasil perkalian antara luas Wilayah Izin Pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi;
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012, Nilai bumi per meter persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak yaitu sebesar Rp140,00 (seratus empat puluh rupiah);
bahwa Rincian Perhitungan SPPT PBB menurut Terbanding adalah sebagai berikut:
Pemohon Banding Terbanding
1
Luas Bumi (m2)
- 99.920.000
2
Luas Bangunan (m2)
- 0
3
NJOP Bumi/m`
- 140
4
NJOP Bangunan/m2
- 0
5
NJOP Bumi (Rp)
- 13.988.800.000
6
NJOP Bangunan (Rp)
- 0
7
NJOP sebagai dasar Pengenaan PBB
- 13.988.800.000
8
NJOPTKP
- 12.000.000
9
NJOP untuk penghitungan PBB
- 13.976.800.000
10
NJKP
- 5.590.720.000
11
PBB yang terutang
- 27.953.600
bahwa dalam persidangan tanggal 21 November 2017 Terbanding menyerahkan matriks sengketa banding beserta uraiannya dengan isi sebagai berikut:
Jenis Sengketa Cfm WP Cfm SPPT Koreksi Keberatan Keputusan Keberatan Banding Sengketa Banding
NJOP Tubuh Bumi
-
13.976.800.000
13.976.800.000
-
13.976.800.000
-
13.976.800.000
PBB Terutang
-
27.953.600
27.953.600
-
27.953.600
-
27.953.600
Penjelasan koreksi:
Perhitungan NJOP Tubuh Bumi:
Obyek Pajak Luas (m2) NJOP
Per m2 Jumlah (Rp)
Tubuh Bumi
99.920.000 140 13.988.800.000
bahwa luas obyek pajak ditentukan berdasarkan Keputusan Bupati Barito Utara Nomor 188.45/562/2013 tanggal 20 September 2013 yang memberikan Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin usaha Pertambangan Operasi Produk kepada Pemohon Banding dengan luas wilayah 9.992 Ha;
bahwa sehubungan dengan Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 188.44/322/2015 tanggal 26 Juni 2015 yang memberikan Penciutan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada Pemohon Banding yang semula 9.992 Ha menjadi seluas 8.192 Ha, bahwa menurut Terbanding untuk menentukan PBB terutang tahun 2015 dihitung berdasarkan keadaan per 1 Januari 2015 sehingga penentuan luas obyek pajak tetap menggunakan kuasa IUP sebelum penciutan yaitu sebesar 9.992 Ha;
bahwa berdasarkan Surat Pernyataan Camat Gunung Timang, Pemohon Banding belum melakukan kegiatan operasi produksi;
bahwa berdasarkan Surat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan diketahui bahwa Pemohon Banding tidak melakukan operasi produksi;
bahwa berdasarkan fakta bahwa Pemohon Banding belum melakukan kegiatan operasi produksi maka NJOP bumi per m2 persegi ditentukan berdasarkan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 sebagai berikut:
  1. Pasal 1 angka 6: Yang dimaksud dengan Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk meperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup;
  2. Pasal 8 ayat (3) huruf b: NJOP bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk tubuh bumi eksplorasi merupakan hasil perkalian anatara luas wijalaya izin pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi.
  3. Pasal 9 ayat (1) huruf b: Nilai bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) untuk tubuh bumi eksplorasi ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak;
bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-17/PJ/2015 tentang Penetapan Nilai Bumi Per Meter Persegi Untuk Permukaan Bumi Offshore, Nilai Bumi Per Meter Persegi Untuk Tubuh Bumi Eksplorasi, Angka Kapitalisasi, Harga Uap, Dan Harga Listrik, untuk penentuan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Tahun Pajak 2015 memutuskan Nilai Bumi per meter persegi untuk tubuh bumi eksplorasi pertambangan minyak bumi dan gas, pertambangan panas bumi, serta pertambangan mineral dan batubara ditetapkan sebesar Rp140;
Perhitungan PBB:
NJOP Bumi 13.988.800.000
NJOPTKP 12.000.000
NJOP Perhitungan Bumi 13.988.800.000
NJKP 5.590.720.000
PBB Terutang 27.953.600
bahwa dalam persidangan tanggal 19 Desember 2017 Terbanding menyampaikan Penjelasan tertulis Terbanding tanggal 18 Desember 2017, dengan isi sebagai berikut;

A. Dasar Hukum:
  1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (selanjutnya disebut UU PBB)
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
  3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disebut UU Pertambangan)
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Obyek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
  5. Peraturan Direktur Jenderai Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 tentang Tata Cara Pengenaan PBS Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disebut PER-32/PJ/2012)

B. Penjelasan Dasar Hukum
bahwa Pasal 2 huruf d UU No 11 Tahun 1967 menyebutkan bahwa eksplorasi adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/seksama adanya dan sifat letakan bahan galian;
bahwa Pasal 1 angka 8 UU Pertambangan menyebutkan bahwa IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan;
bahwa Pasal 1 angka 9 UU Pertambangan menyebutkan bahwa IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi;
bahwa Pasal 1 angka 15 UU Pertambangan menyebutkan bahwa eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup;
bahwa Pasal 36 ayat (1) UU Pertambangan menyebutkan bahwa IUP terdiri atas dua tahap:
  1. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan;
  2. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan;
bahwa Pasal 1 angka 6 PER-32/PJ/2012 menyebutkan eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup;
bahwa Pasal 1 angka 20 PER-32/PJ/2012 menyebutkan bahwa Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh bumi yang memiliki potensi hasil produksi galian tambang berupa sumber daya mineral atau batubara;
bahwa Pasal 2 ayat (5) PER-32/PJ/2012 menyebutkan bahwa Tubuh Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
  1. Tubuh Bumi Eksplorasi; atau
  2. Tubuh Bumi Operasi
bahwa Pasal 8 ayat (3) huruf b PER-32/PJ/2012 menyebutkan bahwa NJOP bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk tubuh bumi eksplorasi merupakan hasil perkalian antara luas wilayah izin pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi;
bahwa Pasal 9 ayat (1) huruf b PER-32/PJ/2012 menyebutkan bahwa Nilai bumi per meter
persegi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) untuk tubuh bumi eksplorasi ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak;
C. Data/Fakta berdasarkan dokumen yang disampaikan Pemohon Banding
bahwa berdasarkan Keputusan Bupati Barito Utara Nomor 188.45/240/2008 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi diketahui bahwa sejak tanggal 30 April 2008 Pemohon Banding sudah diberikan Izin Kuasa Pertambangan karena permohonan yang diajukan Pemohon Banding telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Sesuai ketentuan Pasal 2 huruf d UU No 11 Tahun 1967 tersebut diatas, Pemohon Banding selaku pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi diberikan izin untuk melakukan eksplorasi yang meliputi segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/seksama adanya dan sifat letakan bahan galian;
bahwa berdasarkan Keputusan Bupati Barito Utara Nomor 188.45/240/2008 tersebut Pemohon Banding diwajibkan untuk antara lain:
  1. Menyampaikan laporan kegiatan 3 (tiga) bulan secara berkala dan laporan hasil eksplorasi kepada Bupati Barito Utara;
  2. Menyampaikan Rencana Kerja dan Rencana Biaya Eksplorasi kepada Bupati Barito Utara;
  3. Melakukan pematokan tata batas wilayah kuasa pertambangan yang disaksikan oleh aparat Pemerintah Daerah dan melaporkannya kepada Bupati Barito Utara Kepala Dinas Pertambangan, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Barito Utara;
  4. Selambat-lambatnya dalam 6 (enam) bulan setelah ditetapkan Keputusan harus sudah melaksanakan Kegiatan Eksplorasi/pelaksanaan kegiatan yang nyata di lapangan;
  5. Mengangkat seorang Kepala Teknik yang ahli dalam melakukan eksplorasi pertambangan, melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan serta pengelolaan lingkungan pertambangan;
bahwa berdasarkan Keputusan Bupati Barito Utara Nomor 188.45/224/2010 tentang Penyesuaian Kuasa Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi diketahui bahwa sejak tanggal 29 Maret 2010 Pemohon Banding diberikan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi, dalam arti bahwa Pemohon Banding diberikan izin untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Sedangkan pengertian eksplorasi sesuai UU Pertambangan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup;
bahwa berdasarkan IUP Eksplorasi tersebut Pemohon Banding sudah diharuskan untuk antara lain:
  1. Selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kerja setelah diterbitkannya Keputusan ini harus menyampaikan rencana kerja dan anggaran biaya kepada Bupati Barito Utara
  2. Terhitung sejak 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya Pemegang IUP Eksplorasi (Pemohon Banding) sudah harus memulai aktifitas di lapangan;
  3. Pemegang IUP Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah;
bahwa berdasarkan Keputusan Bupati Barito Utara Nomor 188.45/562/2013 tanggal 20 September 2013 tentang Persetujuan Peningkatan Izin usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi diketahui bahwa:
  1. berdasarkan hasil evaluasi kegiatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, Pemohon Banding telah memenuhi syarat untuk diberikan persetujuan peningkatan kegiatan usaha IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi;
  2. Pemohon Banding sudah diberikan Izin Pertambangan usaha untuk melakukan Operasi Produksi sehingga berhak untuk melakukan kegiatan konstruksi, produksi, pengangkutan dan penjualan serta pengolahan dan pemurnian dalam WIUP;

D. Tanggapan Terbanding berdasarkan data/fakta dan peraturan yang berlaku
bahwa berdasarkan fakta bahwa Pemohon Banding sudah memperoleh Kuasa Pertambangan Eksplorasi Nomor 188.45/240/2008 yang kemudian disesuaikan menjadi Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Nomor 188.45/224/2010, Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding sudah memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundangan untuk melakukan kegiatan eksplorasi;
bahwa berdasarkan fakta bahwa IUP Operasi Produksi diberikan berdasarkan hasil evaluasi kegiatan IUP Eksplorasi yang telah memenuhi persyaratan, Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding sudah melakukan kegiatan/tahapan pekerjaan yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan serta melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan dalam IUP Eksplorasi;
bahwa pengertian eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam PER-32/PJ/2012 adalah sama dengan pengertian eksplorasi dalam UU Pertambangan;
bahwa berdasarkan hal tersebut dan sesuai ketentuan PER-32/PJ/2012, Tubuh Bumi Eksplorasi sebagaimana tercantum dalam IUP Eksplorasi dan Operasi Produksi tersebut merupakan Obyek Pajak yang terutang PBB dengan perhitungan NJOP Tubuh Bumi dihitung berdasarkan hasil perkalian antara luas wilayah izin pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi;
bahwa berdasarkan hal tersebut, Terbanding berpendapat bahwa perhitungan PBB terutang sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Menurut Pemohon Banding:
bahwa berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pemohon Banding mengajukan banding ke Pengadilan Pajak;
bahwa dari koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak / Peneliti Keberatan di atas, Pemohon Banding mengajukan banding sebagai berikut;
bahwa Pemohon Banding sampai dengan saat ini belum memiliki Obyek Pajak baik bumi dan bangunan yang ada diatasnya, karena sampai saat ini belum ada pembebasan lahan di area IUP atas nama Pemohon Banding, namun demikian bilamana perusahaan sudah mengadakan aktivitas termasuk pembebasan lahan maka pemindahan laporan pajak perusahaan akan terlebih dahulu dikordinasikan dengan kantor pajak Jakarta;
bahwa Lokasi areal IUP Pemohon Banding sampai saat ini belum ada kesepakatan batas wilayah antara Kab. Barito Utara dengan Kab. Barito Selatan, sehingga sampai saat ini Pemohon Banding juga belum melakukan aktivitas seperti pada butir 1 di atas, sebaliknya Pemohon Banding sebagai pengusaha merasa dirugikan dengan ketidakpastian iklim investasi dimana sampai saat sejak Pemohon Banding mendapatkan IUP Operasi dan produksi 20 September 2013, tetapi Pemohon Banding juga belum melakukan aktivitas baik untuk pembebasan lahan dan aktivitas lainnya oleh karena tapal batas wilayah antara kedua kabupaten yang tidak jelas;
bahwa Pemohon Banding sudah melakukan segala upaya dari tingkat kabupaten sampai tingkat propinsi termasuk sudah melaporkan ke Direktorat Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta karena sejak dikeluarkannya Izin Eksplorasi tahun 2008 sampai saat ini ditagihkan iuran tetapnya (PNBP) dan Pemohon Banding tetap membayar iuran tersebut karena izin usaha pertambangan (IUP) sudah dikeluarkan artinya kewajiban Pemohon Banding sudah dilaksanakan namun hak Pemohon Banding sebagai investor untuk melakukan aktivitas dan sebagainya tidak dilindungi dan ini sudah berlangsung selama 6 tahun sejak IUP Pemohon Banding dapatkan izin tersebut;
bahwa IUP Eksplorasi dan Operasi Produksi yang Pemohon Banding dapatkan sejak 17 September 2013, sekarang ini dinyatakan Status Quo oleh pemerintah propinsi Kalimantan Tengah dan secara belum ada kepastian kapan Pemohon Banding bisa bekerja dan beraktivitas;
bahwa pada Hasil Penelitian Keberatan, Peneliti Keberatan SETUJU dengan Keberatan Pemohon Banding, bahwa tidak ada PPB Terhutang, tetapi pada Keputusan Keberatan hasilnya tetap menolak Keberatan Pemohon Banding;
bahwa dari penjelasan Pemohon Banding diatas Pemohon Banding tidak setuju dengan PBB yang masih harus dbayar yang tercantum dalam SPPT tersebut di atas;
bahwa berdasarkan penjelasan dari surat permohonan banding Pemohon Banding diatas maka perhitungan PBB menurut Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
Dalam Rupiah
Keterangan Menurut Hasil Penelitian Keberatan dari Terbanding Menurut Keputusan Terbanding Menurut Pemohon Banding Selisih Diajukan Banding
(a) (b) (c) (b-c)
Luas Bumi (m2)
99.920.000 99.920.000 - 99.920.000
NJOP Bumi/m2 (Rp)
140 140 - 140
NJOP Bumi (Rp)
13.988.800.000 13.988.800.000 - 13.988.800.000
NJOPTKP
12.000.000 12.000.000 - 12.000.000
NJOP Untuk Perhitungan PBB
13.976.800.000 13.976.800.000 - 13.976.800.000
NJKP (40% X NJOP) (Rp)
5.590.720.000 5.590.720.000 - 5.590.720.000
PBB Terhutang (0.5% X NJKP)
27.953.600 27.953.600 - 27.953.600
bahwa dalam persidangan tanggal 5 Desember 2017 Pemohon Banding menyerahkan Surat Nomor: 513/RBPK-GCM/XI/2017 tanggal 30 November 2017, dengan isi sebagai berikut;
A. Penjelasan Koreksi Terbanding

bahwa Pemohon Banding dikenakan PBB Tubuh Bumi atas Luas wilayah IUP 9.992 Ha dan NJOP Bumi per m2 sebesar Rp140,00. Dengan PBB terutang sebesar Rp27.953.600,00;
bahwa berdasarkan fakta bahwa Pemohon Banding belum melakukan kegiatan operasi produksi maka NJOP bumi per m2 ditentukan berdasarkan ketentuan PER-32/PJ/2012 sebagai berikut:
bahwa Pasal 1 angka 6 : yang dimaksud dengan Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan hidup;
bahwa Pasal 8 ayat (3) huruf b : NJOP bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk tubuh bumi eksplorasi merupakan hasil perkalian antara luas wilayah izin pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi;
bahwa Pasal 9 ayat (1) huruf b : Nilai bumi per meter persegi sebagairnana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) untuk tubuh bumi eksplorasi ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Pajak;
B. Tanggapan dan Penjelasan Pemohon Banding

bahwa Pemohon Banding masih tidak setuju dengan penetapan PBB terutang atas Tubuh Bumi dengan alasan bahwa Pemohon Banding belum memiliki Obyek Pajak baik bumi dan bangunan yang ada diatasnya, karena sampai saat ini belum ada pembebasan lahan di area IUP atas nama Pemohon Banding;
bahwa berdasarkan Laporan Penelitian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan Nomor LAP-10710/WPJ.29/2016 tanggal 03 Oktober 2016, pada butir 9 Peneliti sudah berpendapat dan berkesimpulan bahwa berdasarkan Surat Pernyataan Camat Gunung Timang, Pemohon Banding belum melakukan kegiatan operasi produksi termasuk kegiatan eksplorasi di dalamnya yaitu pembebasan lahan yang dimiliki masyarakat;
bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Mineral dan Batu Bara, diatur bahwa :
Pasal 2 ayat (1):
Objek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
Pasal 2 ayat (2):
Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
  1. Permukaan bumi;
  2. Tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi
Pasal 2 ayat (5):
Tubuh bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
  1. Tubuh Bumi Eksplorasi; atau
  2. Tubuh Bumi Operasi
Pasal 1 ayat (20) dan (21) dijelaskan definisi:
  1. Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh bumi yang memiliki potensi hasil produksi galian tambang berupa sumber daya mineral atau batubara
  2. Tubuh Bumi Operasi Produksi adalah tubuh bumi yang telah menghasilkan basil produksi galian tambang berupa mineral atau batubara.
Pasal 3 ayat (1):
Subjek pajak PBB Mineral dan Batubara adalahorang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Mineral dan Batubara.
bahwa berdasarkan ketentuan diatas, dikarenakan secara fakta bahwa Pemohon Banding belum memperoleh manfaat atas Objek Pajak Tubuh Bumi tersebut, maka menurut Pemohon Banding PBB yang terutang adalah sebesar Rp. 0;
bahwa dalam persidangan tanggal 19 Desember 2017 Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis tentang tahapan-tahapan yang ada sehingga kegiatan pembebasan lahan merupakan kegiatan pertambangan dalam Surat Nomor: 536/RBPK-GCM/XII/2017 tanggal 18 Desember 2017 dengan isi sebagai berikut:
Prosedur Pembebasan Lahan/Tanah
bahwa Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Tata Cara Pembebasan Tanah disebutkan bahwa:
Pasal 1 ayat (1)
Yang dimaksud dengan Pembebasan Tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat diantara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi.
Pasal 1 ayat (5)
Tanah-tanah yang dibebaskan dengan mendapatkan ganti rugi dapat berupa:
  1. Tanah-tanah yang telah mempunyai sesuatu hak berdasarkan Undang-Undang 5 Tahun 1960
  2. Tanah-tanah dari masyarakat hukum adat;
bahwa karena pengadaan tanah yang dilakukan oleh perusahaan tambang batubara adalah diperuntukkan dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan bukan diperuntukkan untuk kepentingan umum, maka tata cara perolehan tanahnya berbeda dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum;
bahwa terkait dengan ketentuan tata cara pengadaan tanah, bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa "Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan";
bahwa pada umumnya, tahapan atau tata cara untuk mengajukan pembebasan tanah milik warga masyarakat kepada Perusahaan Tambang Batubara yaitu sebagai berikut;
bahwa masyarakat tanah yang ingin melepas tanah mereka membuat suatu surat petisi kepada pihak Perusahaan tambang batubara yang isinya menyatakan bahwa mereka ingin menjual tanah miliknya tersebut kepada pihak Perusahaan beserta alasannya. Dicantumkan juga luas tanah per pemilik beserta harga yang ingin diajukan;
bahwa apabila pihak Perusahaan menyetujui surat petisi tersebut, maka proses bisa dilanjutkan ke proses jual beli tanah antara warga masyarakat dengan pihak Perusahaan. Pihak perusahaan akan membayar ganti rugi kepada pemilik tanah dan pemilik tanah menyerahkan Sertifikat (bagi tanah yang bersertifikat) atau Surat Keterangan Penguasaan Fisik atau Surat Keterangan Tanah (bagi tanah yang belum bersertifikat) kepada pihak perusahaan;
bahwa Surat Keterangan Penguasaan Fisik atau Surat Keterangan. Tanah dibuat oleh pemilik tanah sendiri yang diketahui oleh Kepala Desa setempat dan dihadiri oleh minimal 2 (dua) orang saksi;
bahwa pihak perusahaan sebagai pembeli harus melakukan verifikasi terkait dengan kondisi fisik tanah (luasan dan bentuk tanah), status hukum tanah dan status hukum pemilik tanah tersebut;
bahwa surat dan dokumen yang harus diserahkan oleh warga masyarakat pemilik tanah antara lain
  • Bukti Kepemilikan;
  • Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku;
  • Surat Persetujuan Pasangan untuk yang telah berkeluarga;
  • Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan minimal 3 tahun terakhir;
  • Surat Pernyataan dari pemilik tanah bahwa tanah miliknya tidak berada dalam sengketa;
  • Surat Keterangan Riwayat Tanah dari Kepala Desa setempat yang kemudian dikuatkan oleh Camat setempat;
  • Untuk tanah yang telah bersertifikat maka dilampirkan juga Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT);
bahwa proses pelaksanaan jual beli tanah dan pembuatan Akta Jual Beli tanah dilakukan di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Camat Setempat;

II. Tahapan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara
bahwa berikut tahapan kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009:
Kegiatan Usaha Deskripsi Jenis Izin
Pertambangan
1. Penyelidikan Umum
Tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya
mineralisasi
IUP Eksplorasi
2. Eksplorasi
Tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi
mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup
IUP Eksplorasi
3. Studi Kelayakan
  • Tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonornis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pasca tambang
  • Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan
IUP Eksplorasi
4. Konstruksi
Kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan
pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan
IUP Operasi
Produksi
5. Penambangan
Bagian kegiatan usaha pertambangan untuk
memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya
IUP Operasi
Produksi
6. Pengolahan & Pemurnian
Kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan
mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan
IUP Operasi
Produksi
7. Pengangkutan
Kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan
mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/atau Kegiatan Utama Deskripsi Jenis Izin Pertambangan tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan
IUP Operasi
Produksi
8. Penjualan
Kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil
pertambangan mineral atau batubara
IUP Operasi
Produksi
9. Kegiatan Pascatambang
Kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan
alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan
IUP Operasi Produksi
bahwa sedangkan tahapan kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara berdasarkan PSAK 33 (Revisi 1994) adalah sebagai berikut:
Tahapan Deskripsi Kegiatan
1. Eksplorasi
1) Penyelidikan Umum penyelidikan secara geologi umum atau geofisik yang dilakukan di daratan, dan/atau dari udara dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan
galian
2) Perijinan dan Administrasi kegiatan pengurusan ijin untuk melakukan kegiatan eksplorasi di suatu daerah tertentu, antara lain meliputi pengurusan hak Kuasa Pertambangan, Kontrak Kerja Sama, Kontrak Karya, dan
pembebasan tanah serta kegiatan administrasi eksplorasi
3) Geologi dan Geofisika
  • Kegiatan geologi meliputi pekerjaan analisis foto udara dan pemetaan geologi permukaan tanah dengan tujuan untuk memetakan penyebaran mineral.
  • Geofisika merupakan suatu teknologi eksplorasi dengan menggunakan sifat-sifat fisik batuan yang diselidiki untuk tujuan memperoleh data di bawah permukaan tanah
4) Pemboran Eksplorasi Pemboran digunakan untuk rnengetahui data endapan di bawah permukaan tanah secara rinci. Melalui pemeriksaan laboratoriurn atas contoh bar dapat diketahui jenis dan kadar batuan. Hasil pemboran beberapa lubang dapat dikorelasikan untuk batuan-batuan yang sejenis dan dapat pula dihitung besarnya cadangan bahan
galian tambang umum
5) Evaluasi kegiatan untuk mengkaji apakah suatu cadangan secara teknis layak untuk ditambang dan mempunyai nilai komersial. Kegiatan pada tahap pengenalisisan dampak lingkungan, perijinan yang dibutuhkan, metode penambangan, proses pengolahan, survei mengenai transportasi, prasarana yang dibutuhkan, anggaran yang dibutuhkan,
serta nilai pasar cadangan dan rencana produksi
2.Pengembangan & Konstruksi
1) Kegiatan administrasi kegiatan pengurusan perijinan dalam lingkup pertambangan umum
guna mendukung dimulainya pelaksanaan kegiatan pengembangan
dan konstruksi
2) Kegiatan teknis Kegiatan rancang bangun dan kegiatan fisik Iapangan untuk memudahkan masuk ke tempat cadangan bahan tambang dalam
rangka persiapan kegiatan produksi
3. Produksi
1) Pengupasan lapisan tanah Pengupasan Iapisan tanah selama masa produksi meliputi kegiatan
penggarukan/dorong, gali/muat, dan pengangkutan tanah dari lokasi penggalian ke lokasi penimbunan atau lokasi lainnya
2) Pengambilan bahan galian Pengambilan bahan galian dengan cara yang sesuai dengan sifat
dan karakteristik bahan galian tambang yang bersangkutan seperti: penggalian, penyemprotan dengan air, penggunaan alat-alat berat (buldozer dan shovel), pengerukan dengan menggunakan kapal keruk, dan peledakan
3) Pencucian bahan galian kegiatan untuk membersihkan dan memisahkan bahan galian dengan mineral atau bahan galian ikutan lainnya seperti: tanah, abu, lempung, pasir, belerang, lumpur, atau mineral pengotor lainnya. Kegiatan pencucian dilakukan dengan menggunakan air, bahan kimia (proses kimia), alat pencuci misalnya polong atau jig), atau saringan. Dalam kegiatan pencucian termasuk pula proses penghancuran bahan galian yang berukuran besar menjadi ukuran sesuai dengan yang ditetapkan, sehingga layak dijual atau diolah
lebih lanjut
4) Pengangkutan bahan galian Pengangkutan bahan galian dari lokasi penambangan ke stasiun pengumpul dilakukan dengan peralatan seperti: belt conveyor, lori
pengangkut, dump truck, tongkang atau kapal
4. Pengelolaan Lingkungan Hidup
  1. Penyusunan dokumen Analis Mengenai Dampak lingkungan (AMDAL)
  2. Upaya pencegahan pencemaran sungai oleh air hasil penirisan tambang, berupa pembuatan kolam pengendap lumpur di sekitar Iokasi penggalian, dumping area, dan stockpile. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pengurasan lumpur dari kolam pengendap.
  3. Pengaturan bentuk lahan (landscaping) disesuaikan dengan kondisi topografi dan hidrologi setempat. Kegiatan ini meliputi: (i) Pengaturan bentuk lereng, dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan air permukaan, erosi, sedimentasi, dan longsor; (ii) Pengaturan saluran pembuangan air, dimaksudkan untuk mengatur air agar tidak mengalir pada tempat tempat tertentu, sehingga dapat mengurangi kerusakan lahan akibat erosi.
  4. Pengelolaan tanah pucuk (top soil), yaitu kegiatan pengambilan dan penyimpanan tanah pucuk dari lokasi tanah yang akan ditambang dan ditimbun untuk dimanfaatkan kembali pada kegiatan reklamasi bekas daerah timbunan yang telah selesai.
  5. Revegetasi, yaitu penanaman kembali pada lahan bekas tambang yang vegetasi awalnya telah rusak atau terganggu.
  6. Pengendalian erosi, yaitu kegiatan berupa penanaman rumput, pembautan teras, pemberian batu pecah, pembuatan saluran pengelak, dan lain-lain.
  7. Pencegahan pencemaran akibat debu, antara lain kegiatan berupa penyemprotan air di Iokasi jalan produksi, loading station, stockpile, dan tempat lainnya yang dapat menimbulkan debu.
  8. Pencegahan kelongsoran, yaitu kegiatan berupa pemantapan lereng dengan melandaikannya, pembuatan slope dan tanggul pengaman (dike).
  9. Peneliti tanah dan tanaman untuk mendapatkan cara dan teknik penanaman yang baik dan cocok.
  10. Pemantauan kualitas yang dari kolam-kolam pengendapan, saluran pemukiman, dan sungai di sekitar loaksi penambangan.
  11. Pemantauan kualitas udara di lokasi kegiatan penambangan dan pemukiman karyawan, serta penduduk sekitarnya.
  12. Pemantauan kualitas tanah di dumping area
  13. Pemantauan luas lokasi vegetasi yang rusak dan yang telah direvegetasi
  14. Pemantauan keberhasilan dari usaha pengendaIian dan pengelolaan lingkungan yang dilakukan.
  15. Pemantauan laju erosi
bahwa dari dua (2) tabel perbandingan di atas, bahwa proses perizinan dan administrasi yang diuraikan dalam PSAK 33 (Revisi 1994) tidak terlihat pada tahapan menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 karena perizinan telah diproses sebelumnya dengan penerbitan IUP Eksplorasi;


III. Fakta pada Pemohon Banding
bahwa memang secara administrasi saja Pemohon Banding telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi. Namun, faktanya Pemohon Banding belum sama sekali melakukan aktivitas penambangan;
bahwa berdasarkan Surat Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah No. 540/960/Tamben tanggal 26 Oktober 2015, disebutkan bahwa menurut hasil pemeriksaan lapangan dan evaluasi dinyatakan bahwa areal lokasi IUP Operasi Produksi atas nama Pemohon Banding terdapat bukaan lahan masyarakat dan tidak ada kegiatan penambangan;
Menurut Majelis:
bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00154/KEB/WPJ.29/2016 tanggal 3 Oktober 2016 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Tahun Pajak 2015 dengan Nomor Objek Pajak (NOP) XXX tanggal 28 Mei 2015;
bahwa pokok sengketa dalam perkara banding ini adalah perbedaan besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB Tahun Pajak 2015 antara penetapan yang dilakukan oleh Terbanding dengan perhitungan menurut Pemohon Banding dengan nilai sengketa NJOP sebesar Rp13.988.800.000,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
DASAR HUKUM:
  1. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen;
  2. Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen;
  3. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
  4. Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
  5. Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
  6. Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
  7. Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001;
  8. Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Mineral dan Batubara;
  9. Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Mineral dan Batubara;
  10. Pasal 8 ayat (1) huruf b Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Mineral dan Batubara
  11. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-17/PJ/2015 tanggal 10 Februari 2015 tentang Penetapan Nilai Jual Bumi Per Meter Persegi untuk Permukaan Bumi Offshore, Nilai Bumi Per Meter Persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi, Angka Kapitalisasi, Harga Uap, dan Harga Listrik untuk Penentuan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pertambangan Tahun Pajak 2015;
bahwa dari hasil penelitian atas data yang terdapat dalam berkas banding, keterangan dan bukti-bukti yang disampaikan para pihak yang bersengketa dalam persidangan, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
- bahwa pada awalnya berdasarkan Keputusan Bupati Barito Utara Nomor 45/240/2008 tanggal 30 April 2008, Pemohon Banding mendapatkan Izin Kuasa Pertambangan Eksplorasi seluas 9.992 Ha;
- bahwa selanjutnya berdasarkan Keputusan Bupati Barito Utara Nomor 188.45/224/2010 tanggal 29 Maret 2010, Pemohon Banding memperoleh Penyesuaian Izin Kuasa Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi masih seluas 992 Ha;
- bahwa selanjutnya berdasarkan Keputusan Bupati Barito Utara Nomor 188.45/562/2013 tanggal 20 September 2013, Pemohon Banding memperoleh Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi;
- bahwa berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 188.44/322/2015 tanggal 26 Juni 2015, Pemohon Banding mendapatkan Penciutan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi yang semula 992 Ha menjadi 8.192 Ha;
- bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Tahun 2015 dengan Nomor Objek Pajak (NOP) XXX tanggal 28 Mei 2015;
- bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan Keputusan Terbanding Nomor KEP-00154/KEB/WPJ.29/2016 tanggal 3 Oktober 2016, yang isinya menolak keberatan Pemohon Banding dan tetap mempertahankan besarnya ketetapan PBB dengan rincian sebagai berikut:
Uraian Luas (m2) NJOP/m2 (Rp.) Ketetapan
Bumi Bangunan Bumi Bangunan
Semula
99.920.000 0 140,- 0 27.953.600,-
Menjadi
99.920.000 0 140,- 0 27.953.600,-
- bahwa menurut Pemohon Banding, sampai dengan saat ini belum memiliki Objek Pajak baik bumi dan bangunan yang ada di atasnya, karena sampai saat ini belum ada pembebasan lahan di area IUP atas nama Pemohon Banding, namun demikian bilamana perusahaan sudah mengadakan aktivitas termasuk pembebasan lahan maka pemindahan laporan pajak perusahaan akan terlebih dahulu dikoordinasikan dengan kantor pajak Jakarta;
- bahwa lokasi areal IUP Pemohon Banding sampai saat ini belum ada kesepakatan batas wilayah antara Kab. Barito Utara dengan Kab. Barito Selatan, sehingga sampai saat ini Pemohon Banding belum melakukan aktivitas;
- bahwa berdasarkan Surat Pernyataan Camat Gunung Timang yang menyatakan bahwa Pemohon Banding belum melakukan kegiatan operasi;
- bahwa Pemohon Banding sudah melakukan segala upaya dari tingkat kabupaten sampai tingkat provinsi termasuk sudah melaporkan ke Direktorat Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta, karena sejak dikeluarkan izin eksplorasi tahun 2008 sampai saat ini ditagihkan iuran tetapnya (PNBP) dan Pemohon Banding tetap membayar iuran tersebut;
- bahwa IUP Eksplorasi dan Operasi Produksi yang Pemohon Banding dapatkan sejak 20 September 2013, sekarang ini dinyatakan Status Quo oleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah dan secara belum ada kepastian kapan Pemohon Banding bisa bekerja dan beraktivitas;
- bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan ketetapan PBB yang harus dibayar yang tercantum dalam SPPT PBB Tahun 2015 dan menurut Pemohon Banding perhitungan PBB adalah sebagai berikut:
Keterangan Menurut Hasil Penelitian Keberatan dari Terbanding Menurut Keputusan Terbanding Menurut Pemohon Banding Selisih Diajukan Banding
a b c (b-c)
Luas Bumi (m2)
99.920.000 99.920.000 0 99.920.000
NJOP Bumi/m2 (Rp)
140 140 0 140
NJOP Bumi (Rp)
13.988.800.00
0
13.988.800.00
0
0 13.988.800.0
00
NJOPTKP
12.000.000 12.000.000 0 12.000.000
NJOP Untuk
Perhitungan PBB
13.976.800.00
0
13.976.800.00
0
0 13.976.800.0
00
NJKP (40% x NJOP) (Rp)
5.590.720.000 5.590.720.000 0 5.590.720.00
0
PBB Terutang (0,5% x NJKP)
27.953.600 27.953.600 0 27.953.600
- bahwa menurut Terbanding, berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Mineral dan Batubara, disampaikan hal-hal sebagai berikut:


Pasal 2 ayat (1): Objek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara;

Pasal 2 ayat (2): Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
  1. permukaan bumi,
    1. tanah dan/atau perairan pedalaman (onshore); dan
    2. perairan lepas pantai (offshore)
  2. tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi;
Tubuh bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b berupa:
  1. Tubuh Bumi Eksplorasi; atau
  2. Tubuh Bumi Operasi Produksi;

Pasal 3 ayat (1):
Subjek Pajak PBB Mineral dan Batubara adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Mineral dan Batubara;
Pasal 3 ayat (2):
Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar PBB Mineral dan Batubara menjadi Wajib Pajak PBB Mineral dan Batubara;
Pasal 8 ayat (1) huruf b:
NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) untuk Tubuh Bumi Eksplorasi merupakan hasil perkalian antara luas Wilayah Izin Pertambangan dengan NJOP bumi per meter persegi;
- bahwa menurut Terbanding, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-17/PJ/2015 tanggal 10 Februari 2015 tentang Penetapan Nilai Bumi Per Meter Persegi untuk Permukaan Bumi Offshore, Nilai Bumi Per Meter Persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi, Angka Kapitalisasi, Harga Uap, dan Harga Listrik untuk Penentuan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pertambangan Tahun Pajak 2015 KETIGA, adalah:
“Nilai bumi per meter persegi untuk tubuh bumi eksplorasi pertambangan minyak bumi dan gas bumi, pertambangan panas bumi, serta pertambangan mineral dan batubara ditetapkan sebesar Rp140,00 (seratus empat puluh rupiah)”;
bahwa setelah memeriksa dokumen-dokumen, penjelasan tertulis Tergugat dan Penggugat serta fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut:
1. Penetapan Bumi seluas 99.920.000 M2 atau 9.992 Ha sebagai Objek Pajak
- bahwa menurut Pemohon Banding dan berdasarkan Surat Pernyataan Camat Gunung Timang yang menyatakan bahwa Pemohon Banding belum melakukan kegiatan operasi produksi sehingga seharusnya tidak dikenakan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara;
- bahwa Majelis berpendapat sengketa yang terjadi adalah sengketa yuridis mengenai apakah tubuh bumi seluas 992 Ha seluruhnya merupakan Objek Pajak PBB dan dikenakan PBB;
- bahwa Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 Amandemen menyatakan:
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”;
- bahwa Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen menyatakan:
“Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”;
- bahwa Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang PBB menyatakan:
“Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan “Bumi” adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya;
- bahwa Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang PBB menyatakan:
“Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan/atau bangunan”;

dengan demikian Majelis berpendapat bahwa objek PBB dapat berupa permukaan bumi saja, tubuh bumi yang ada di bawahnya saja, atau permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya;
- bahwa menurut Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2001 menyatakan:
“Suatu wilayah Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum, Kuasa Pertambangan Eksplorasi, dan Kuasa Pertambangan Eksploitasi diberikan dalam proyeksi tegak lurus dari sebidang tanah yang luasnya ditentukan pada pemberian Kuasa Pertambangan yang bersangkutan;
bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa Pasal 18 aquo menjadi dasar bagi penentuan luas objek pajak PBB;
- bahwa berdasarkan data dan keterangan yang diperoleh dalam persidangan diketahui Pemohon Banding mendapat sesuatu hak dari kekuasaan negara berupa Izin Usaha Pertambangan a quo untuk wilayah seluas 920.000 m2 atau 9.992 Ha;
- bahwa meskipun berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 188.44/322/2015 tanggal 26 Juni 2015, Pemohon Banding mendapatkan Penciutan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi yang semula 992 Ha menjadi 8.192 Ha, namun penentuan luas bumi yang dihitung untuk menentukan PBB Terutang tahun 2015 tetap dihitung berdasarkan keadaan per 1 Januari 2015 yaitu sebesar 99.920.000 M2 atau 9.992 Ha;
- bahwa Izin Usaha Pertambangan a quo memberikan suatu hak atas bumi dalam proyeksi tegak lurus dari sebidang tanah seluas 9.992 Ha, dan dengan demikian Majelis berpendapat bahwa dengan diberikannya Izin Usaha Pertambangan a quo, maka terdapat Objek Pajak seluas bidang tanah yang diberikan dalam lzin Usaha Pertambangan tersebut;
- bahwa Izin Usaha Pertambangan a quo memberikan suatu hak atas bumi dalam proyeksi tegak lurus dari sebidang tanah seluas 9.992 Ha, dan dengan demikian Majelis berpendapat bahwa dengan diberikannya Izin Usaha Pertambangan a quo, maka terdapat Objek Pajak seluas bidang tanah yang diberikan dalam lzin Usaha Pertambangan tersebut;
2. Penetapan Pemohon Banding sebagai Subjek Pajak
- bahwa menurut Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan menyatakan:
Dalam negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, karena mendapat sesuatu hak dari kekuasaan negara, wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran pajak”;
- bahwa Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan menyatakan:
“Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan pajak ditetapkan dengan undang-undang. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku sejak tahun 1986 merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi dan/atau perolehan manfaat atas bumi dan/atau kepemilikan, penguasaan dan/atau perolehan manfaat atas bangunan”;
- bahwa Majelis berpendapat bahwa seluruh bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah milik Negara Kesatuan Republik Oleh karena itu siapapun yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, karena mendapat sesuatu hak dari kekuasaan negara, wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya kepada negara sebagai penguasa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan;
- bahwa berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang PBB menyatakan:
(1) “Yang menjadi Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan”;
(2) Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak menurut Undang-Undang ini;
- bahwa Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi yang berarti orang atau badan tersebut mempunyai suatu hak atas permukaan bumi saja, tubuh bumi yang ada dibawahnya saja, dan permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya;
- bahwa dalam PBB terdapat kemungkinan bahwa atas bumi yang sama terdapat Subjek Pajak yang berbeda yaitu Subjek Pajak atas objek pajak permukaan bumi dan Subjek Pajak atas objek pajak tubuh bumi yang ada di bawahnya;
- bahwa Pemohon Banding sebagai pemilik Izin Usaha Pertambangan menjadi Subjek Pajak karena Pemohon Banding secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi seluas bidang tanah yang diberikan dalam Izin Usaha Pertambangan;
- bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyatakan bahwa jenis usaha Pemohon Banding adalah pertambangan terbuka yang berarti penambangan hanya dapat dilakukan dengan menguasai tanah-tanah yang ada di atasnya sebelum kegiatan penambangan dilakukan sehingga Pemohon Banding bukan Subjek Pajak PBB;
- bahwa sesuai dengan aturan yang disebutkan di atas Majelis berpendapat, bahwa izin usaha pertambangan memberikan suatu hak atas tubuh bumi dalam proyeksi tegak lurus dari luas tanah berdasarkan izin usaha pertambangan, dan Majelis berpendapat meskipun jenis usaha Pemohon Banding adalah pertambangan terbuka, Pemohon Banding memiliki hak atas tubuh bumi dan permukaan bumi sehingga Pemohon Banding adalah Subjek Pajak atas objek pajak berupa tubuh bumi yang ada di bawahnya dan permukaan bumi sebesar luas tanah yang diberikan dalam izin usaha pertambangan;
- bahwa fakta Pemohon Banding belum membebaskan lahan di permukaan bumi untuk melaksanakan operasinya tidak menjadikan Pemohon Banding sebagai bukan Subjek Pajak atas objek pajak berupa permukaan bumi;

3. Penetapan kelas bumi dengan NJOP sebesar Rp 140,00/M2
- bahwa Pasal 1 Undang-Undang PBB menyatakan:
“Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak Pengganti”;
- bahwa Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang PBB menyatakan:
“Klasifikasi obyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan”;
- bahwa Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.03/2014 Tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan menyatakan:
“Klasifikasi NJOP Bumi dan klasifikasi NJOP Bangunan untuk objek pajak sektor perkebunan, sektor perhutanan, sektor pertambangan, dan sektor lainnya adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini”;
- bahwa berdasarkan Lampiran huruf A Peraturan Menteri Keuangan a quo NJOP Bumi untuk Nilai Jual Bumi antara > 0 s/d Rp150,-/m2, ketetapan NJOP adalah sebesar Rp140,00 per m2;
- bahwa berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-17/PJ/2015 tanggal 10 Februari 2015 tentang Penetapan Nilai Jual Bumi Per Meter Persegi untuk Permukaan Bumi Offshore, Nilai Bumi Per Meter Persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi, Angka Kapitalisasi, Harga Uap, dan Harga Listrik untuk Penentuan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pertambangan Tahun Pajak 2015 bagian KETIGA, menyatakan:
“Nilai bumi per meter persegi untuk tubuh bumi eksplorasi pertambangan minyak bumi dan gas bumi, pertambangan panas bumi, serta pertambangan mineral dan batubara ditetapkan sebesar Rp140,00 (seratus empat puluh rupiah)”;
- berdasarkan hal tersebut Majelis berpendapat bahwa nilai jual bumi untuk Tubuh Bumi Operasi Produksi/Areal Produktif yang tidak terdapat hasil produksi maupun kegiatan tambang yang dimiliki Pemohon Banding adalah sebesar Rp.0,00 sehingga sesuai ketentuan yang berlaku, NJOP Tubuh Bumi Operasi Produksi tersebut termasuk dalam kisaran harga jual > 0 s/d Rp150,-/m2 dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah sebesar Rp140,00 per m2;
- bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berketetapan koreksi Terbanding sudah benar sehingga tetap dipertahankan dan karenanya menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap pengenaan NJOP Tubuh Bumi – Operasi Produksi sebesar Rp140,00 per m2 dengan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB sebesar 988.800.000,00;
bahwa berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan, penjelasan Terbanding dan Pemohon Banding dalam persidangan, bukti-bukti yang dilampirkan serta data yang ada dalam berkas permohonan banding, Majelis berkesimpulan bahwa koreksi Terbanding atas NJOP Bumi sudah benar dan tetap dipertahankan serta menolak permohonan banding Pemohon Banding;

Mengingat:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan berkaitan;
Memutuskan:
Menyatakan menolak banding Pemohon Banding atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-00154/KEB/WPJ.29/2016 tanggal 3 Oktober 2016, tentang keberatan Wajib Pajak atas Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Pajak 2015 Nomor XXX tanggal 28 Mei 2015, atas nama: Pemohon Banding.
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Selasa tanggal 19 Desember 2017 oleh Hakim Majelis IIA Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:

Drs. BB, M.A., M.P.A., sebagai Hakim Ketua,
AH, S.E., Ak., M.Si., C.A.,, sebagai Hakim Anggota,
YSW, S.E., M.Si., sebagai Hakim Anggota,
dengan dibantu oleh
LL, S.E., Ak., M.M.,

sebagai Panitera Pengganti,
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa tanggal 24 April 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Pemohon Banding dan tidak dihadiri oleh Terbanding.

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA