Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 24/PJ/2014

Kategori : KUP, Lainnya

Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 24/PJ/2014

TENTANG

TATA CARA PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN DAN PENYITAAN HARTA KEKAYAAN
PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK DALAM RANGKA
PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank dalam rangka penagihan pajak dengan Surat Paksa telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-627/PJ./2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-109/PJ./2007;
  2. bahwa untuk memberikan kepastian hukum pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank serta dalam rangka upaya penagihan dengan Surat Paksa di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, perlu dilakukan penyesuaian dan penyempurnaan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dalam rangka penagihan pajak dengan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, perlu menerapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan Pada Bank dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4953);
  2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
  3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4049);
  5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa;
  6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2010;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN DAN PENYITAAN HARTA KEKAYAAN PENANGGUNG PAJAK YANG TERSIMPAN PADA BANK DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA.


Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
  1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  2. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kepala Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Pejabat untuk Penagihan Pajak.
  4. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.
  5. Harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank meliputi simpanan, dan bentuk simpanan lain yang lazim dalam praktik perbankan.
  6. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  7. Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.
  8. Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai harta dan hak Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 2


(1) Penyitaan terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu.
(2) Untuk melaksanakan pemblokiran harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib mengajukan permintaan pemblokiran kepada pimpinan bank pengelola simpanan dan/atau kantor pusat bank tempat harta kekayaan Penanggung Pajak tersimpan.
(3) Permintaan pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan:
  1. salinan Surat Paksa;
  2. salinan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
  3. Daftar Surat Paksa.
(4) Dalam hal pelaksanaan pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang namanya tidak tercantum dalam Surat Paksa dan/atau Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, maka surat permintaan pemblokiran disertai dengan Surat Keterangan Kedudukan Penanggung Pajak Pada Wajib Pajak.


Pasal 3


(1) Permintaan pemblokiran diajukan kepada pimpinan bank pengelola simpanan yang berada di wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
(2) Dalam hal permintaan pemblokiran diajukan kepada pimpinan bank pengelola simpanan yang berada di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimaksud meminta bantuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi bank pengelola simpanan.
(3) Dalam hal di 1 (satu) kota terdapat lebih dari 1 (satu) wilayah kerja dari beberapa Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat memerintahkan Jurusita Pajak untuk melaksanakan permintaan pemblokiran kepada pimpinan bank pengelola simpanan di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan Pajak sepanjang masih berada di kota tersebut.
(4) Dalam hal permintaan pemblokiran diajukan kepada pimpinan bank pengelola simpanan yang terletak di luar kota tempat kedudukan Kepala Kantor Pelayanan Pajak namun masih dalam wilayah kerjanya, Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimaksud:
  1. meminta bantuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya juga meliputi bank pengelola simpanan untuk melaksanakan pemblokiran; atau
  2. memerintahkan Jurusita Pajak untuk melaksanakan pemblokiran secara langsung tanpa meminta bantuan Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat.
(5) Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) huruf a wajib membantu dan memberitahukan tindakan yang telah dilaksanakannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan.
(6) Dalam hal permintaan pemblokiran ditujukan ke kantor pusat bank yang berada di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimaksud dapat meminta pemblokiran kepada pimpinan kantor pusat bank atau pejabat kantor pusat bank yang ditunjuk tanpa meminta bantuan Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi kantor pusat bank tersebut.


Pasal 4


(1) Penyampaian permintaan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) huruf b dilakukan secara langsung oleh Jurusita Pajak.
(2) Penyampaian permintaan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (4) huruf a dilakukan secara langsung oleh Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan.
(3) Penyampaian permintaan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6) dilakukan dengan cara:
  1. menyampaikan secara langsung;
  2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
  3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.


Pasal 5


Dalam hal Penanggung Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) nomor rekening simpanan, bank melakukan pemblokiran hanya terhadap sejumlah rekening simpanan yang dananya cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam surat permintaan pemblokiran harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank.


Pasal 6


(1) Pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk wajib melaksanakan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (4) berdasarkan permintaan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
(2) Pelaksanaan pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara seketika setelah permintaan pemblokiran dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak diterima oleh pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk yang berwenang melakukan pemblokiran.
(3) Atas pelaksanaan pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk wajib membuat berita acara pemblokiran yang sekurang-kurangnya memuat:
  1. nomor dan tanggal surat permintaan pemblokiran;
  2. tanggal dan waktu diterima surat permintaan pemblokiran;
  3. hari, tanggal, dan waktu dilakukan pemblokiran oleh bank; dan
  4. nama, NPWP, dan alamat Wajib Pajak/Penanggung Pajak.
(4) Berita acara pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat rangkap 3 (tiga), dan disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan Penanggung Pajak.
(5) Penyampaian Berita acara pemblokiran sebagaimana dimaksud ayat (4) kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dilakukan secara seketika dan penyampaian kepada Penanggung Pajak harus dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal dilakukan pemblokiran.


Pasal 7


(1) Setelah menerima berita acara pemblokiran, Jurusita Pajak memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberikan kuasa kepada bank pengelola simpanan agar memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak dengan menggunakan surat perintah memberikan kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank.
(2) Penyampaian surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan surat pengantar penyampaian surat perintah memberikan kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank.
(3) Dalam hal Penanggung Pajak bersedia memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank, Penanggung Pajak memberikan kuasa kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk dengan membuat surat kuasa memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank dan menyampaikan surat kuasa beserta salinannya kepada Jurusita Pajak.
(4) Dalam hal Penanggung Pajak menolak memberikan kuasa kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk untuk memberitahukan saldo harta kekayaannya yang tersimpan pada bank, Jurusita Pajak membuat berita acara penolakan pemberian kuasa oleh Penanggung Pajak kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank kepada Jurusita Pajak.
(5) Dalam hal Penanggung Pajak:
  1. tidak memberikan jawaban atas perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak disampaikannya surat perintah tersebut; atau
  2. tidak dapat ditemukan,
Jurusita Pajak membuat berita acara tidak diperoleh kuasa Penanggung Pajak kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank.
(6) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) digunakan sebagai dasar bagi Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk mengajukan permohonan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan melalui Menteri Keuangan untuk memberikan perintah kepada bank guna memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak.
(7) Pimpinan Bank atau pejabat bank yang ditunjuk memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank secara tertulis kepada Jurusita Pajak berdasarkan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau perintah kepada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (6).


Pasal 8


(1) Dalam hal berita acara pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) diterima oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan dari bank pengelola Simpanan yang berada di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan meneruskan berita acara pemblokiran kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan.
(2) Berdasarkan berita acara pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan, memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberikan kuasa kepada bank pengelola simpanan agar memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan dengan menggunakan surat perintah memberikan kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank.
(3) Penyampaian surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan surat pengantar penyampaian surat perintah memberikan kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank.
(4) Dalam hal Penanggung Pajak bersedia memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank, Penanggung Pajak memberikan kuasa kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk dengan membuat surat kuasa memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank dan menyampaikan surat kuasa beserta salinannya kepada Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan.
(5) Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan meneruskan surat kuasa beserta salinannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan.
(6) Dalam hal Penanggung Pajak menolak memberikan kuasa kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk untuk memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank, Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan membuat berita acara penolakan pemberian kuasa oleh Penanggung Pajak kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank.
(7) Dalam hal Penanggung Pajak:
  1. tidak memberikan jawaban atas perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak disampaikannya surat perintah tersebut; atau
  2. tidak dapat ditemukan,
Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan membuat berita acara tidak diperoleh kuasa Penanggung Pajak kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank.
(8) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (7) digunakan sebagai dasar bagi Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan untuk mengajukan permohonan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan melalui Menteri Keuangan untuk memberikan perintah kepada bank guna memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank.
(9) Pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank secara tertulis kepada Jurusita Pajak berdasarkan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau perintah kepada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (8).


Pasal 9


(1) Dalam hal berita acara pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) diterima oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang dari kantor cabang bank pengelola simpanan yang berada di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang mengajukan permintaan pemblokiran, Kepala Kantor Pelayanan Pajak:
  1. meminta bantuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi kantor cabang bank pengelola simpanan untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terkait obyek pemblokiran dimaksud; dan
  2. mengirimkan surat pemberitahuan kepada kantor cabang bank pengelola simpanan bahwa pemblokiran akan ditindaklanjuti oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi kantor cabang bank tersebut.
(2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan wajib menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan menindaklanjutinya.
(3) Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan, memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberikan kuasa kepada bank pengelola simpanan agar memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan dengan menggunakan surat perintah memberikan kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank.
(4) Penyampaian surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai dengan surat pengantar penyampaian surat perintah memberikan kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank.
(5) Dalam hal Penanggung Pajak bersedia memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank, Penanggung Pajak memberikan kuasa kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk dengan membuat surat kuasa memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank dan menyampaikan surat kuasa beserta salinannya kepada Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan.
(6) Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan meneruskan surat kuasa beserta salinannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan.
(7) Dalam hal Penanggung Pajak menolak memberikan kuasa kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk untuk memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank, Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan membuat berita acara penolakan pemberian kuasa oleh Penanggung Pajak kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank.
(8) Dalam hal Penanggung Pajak:
  1. tidak memberikan jawaban atas perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak disampaikannya surat perintah tersebut; atau
  2. tidak dapat ditemukan,
Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan membuat berita acara tidak diperoleh kuasa Penanggung Pajak kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank.
(9) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau ayat (8) digunakan sebagai dasar bagi Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan untuk mengajukan permohonan kepada Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan melalui Menteri Keuangan untuk memberikan perintah kepada bank guna memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank.
(10) Pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan berdasarkan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau perintah kepada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (9).


Pasal 10


(1) Penanggung Pajak dapat melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan menggunakan harta kekayaan yang telah diblokir.
(2) Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
  1. mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan melampirkan Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak yang telah ditandatangani oleh Penanggung Pajak;
  2. memberikan kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3);
  3. membuat surat perintah pemindahbukuan kepada bank pengelola simpanan untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan menggunakan harta kekayaan yang telah diblokir.
(3) Berdasarkan permohonan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengajukan permintaan pembukaan blokir dan pemindahbukuan harta kekayaan Penanggung Pajak yang telah diblokir untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak kepada bank pengelola simpanan.
(4) Permintaan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan surat permintaan pembukaan blokir dan pemindahbukuan harta kekayaan Penanggung Pajak yang telah diblokir untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, dengan melampirkan:
  1. Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak yang telah ditandatangani oleh Penanggung Pajak;
  2. Surat perintah pemindahbukuan dari Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.
(5) Berdasarkan surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), bank pengelola simpanan setelah membuka blokir wajib secara serta merta memindahbukukan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank sebesar jumlah yang diminta sebagaimana tercantum dalam surat permintaan tersebut.


Pasal 11


(1) Dalam hal harta kekayaan yang telah diblokir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berada pada kantor cabang bank pengelola simpanan di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Penanggung Pajak dapat melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan menggunakan harta kekayaan yang telah diblokir dengan cara:
  1. mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan melampirkan Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak yang telah ditandatangani oleh Penanggung Pajak;
  2. memberikan kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) atau Pasal 9 ayat (5);
  3. membuat surat perintah pemindahbukuan kepada bank pengelola simpanan unluk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan menggunakan harta kekayaan yang telah diblokir.
(2) Berdasarkan permohonan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Pelayanan Pajak meminta secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan untuk mengajukan permintaan pembukaan blokir dan pemindahbukuan harta kekayaan Penanggung Pajak kepada bank pengelola simpanan untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.
(3) Permintaan bantuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
  1. Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak yang telah ditandatangani oleh Penanggung Pajak;
  2. Surat Kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5);
  3. surat perintah pemindahbukuan dari Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
(4) Berdasarkan permintaan Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan mengajukan permintaan kepada bank pengelola simpanan untuk melakukan pembukaan blokir dan pemindahbukuan harta kekayaan Penanggung Pajak ke kas negara dalam rangka pelunasan biaya penagihan pajak dan utang pajak.
(5) Permintaan pembukaan blokir dan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan menggunakan surat permintaan pembukaan blokir dan pemindahbukuan, dengan melampirkan:
  1. Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak yang telah ditandatangani oleh Penanggung Pajak;
  2. Surat perintah pemindahbukuan dari Penanggung Pajak sebagaimana pada ayat (1) huruf c.
  3. Berdasarkan surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bank pengelola simpanan setelah membuka blokir wajib secara serta merta memindahbukukan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank sebesar jumlah yang diminta sebagaimana tercantum dalam surat permintaan tersebut.


Pasal 12


(1) Dalam hal Penanggung Pajak tidak melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank telah diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan dengan membuat berita acara pelaksanaan sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, saksi-saksi, dan pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk.
(2) Jurusita Pajak menyampaikan salinan berita acara pelaksanaan sita kepada Penanggung Pajak menggunakan surat pengantar penyampaian salinan berita acara pelaksanaan sita dengan tembusan kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk.


Pasal 13


(1) Dalam hal harta kekayaan yang telah diblokir berada pada kantor cabang bank pengelola simpanan di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan Penanggung Pajak tidak melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak serta saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank telah diketahui, Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengirimkan permintaan untuk menindaklanjuti pemblokiran dengan melakukan penyitaan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi kantor cabang bank pengelola simpanan.
(2) Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan melaksanakan penyitaan dengan membuat berita acara pelaksanaan sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, saksi-saksi, dan pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk.
(3) Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan menyampaikan salinan berita acara pelaksanaan sita kepada Penanggung Pajak menggunakan surat pengantar penyampaian salinan berita acara pelaksanaan sita dengan tembusan kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk.


Pasal 14


(1) Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dalam jangka waktu setelah 14 (empat belas) hari sejak penyitaan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak segera menyampaikan surat permintaan kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk untuk memindahbukukan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank ke kas negara sejumlah yang tercantum dalam berita acara pelaksanaan sita, yang tembusannya disampaikan kepada Penanggung Pajak.
(2) Permintaan kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan melampirkan Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak.
(3) Berdasarkan surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk selaku pengelola simpanan membuka blokir dalam rangka pemindahbukuan dan wajib secara serta merta memindahbukukan sebesar jumlah yang diminta oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.


Pasal 15


(1) Apabila harta kekayaan yang telah diblokir berada pada kantor cabang bank pengelola simpanan di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan Penanggung Pajak tidak melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dalam jangka waktu setelah 14 (empat belas) hari sejak penyitaan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak meminta Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan untuk menerbitkan dan menyampaikan surat permintaan kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk untuk memindahbukukan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank ke kas negara sejumlah yang tercantum dalam berita acara pelaksanaan sita.
(2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan segera menerbitkan dan menyampaikan surat permintaan kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk untuk memindahbukukan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank ke kas negara.
(3) Permintaan kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan dengan melampirkan Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan.
(4) Berdasarkan surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk selaku pengelola simpanan membuka blokir dalam rangka pemindahbukuan dan wajib secara serta merta memindahbukukan sebesar jumlah yang diminta oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan.


Pasal 16


(1) Sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) berakhir, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk menggunakan harta kekayaan Penanggung Pajak yang disita guna melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.
(2) Permohonan Penanggung Pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak yang telah ditandatangani oleh Penanggung Pajak.
(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak meminta kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk selaku pengelola simpanan untuk memindahbukukan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank ke kas negara sejumlah yang tercantum dalam berita acara pelaksanaan sita, yang tembusannya disampaikan kepada Penanggung Pajak.
(4) Permintaan kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diajukan dengan melampirkan Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak yang ditandatangani oleh Penanggung Pajak.
(5) Berdasarkan surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk selaku pengelola simpanan membuka blokir dalam rangka pemindahbukuan dan wajib secara serta merta memindahbukukan sebesar jumlah yang diminta oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.


Pasal 17


(1) Dalam hal harta kekayaan yang telah diblokir berada pada kantor, cabang bank pengelola simpanan di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) berakhir, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan untuk menggunakan harta kekayaan yang disita guna melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
(2) Permohonan Penanggung Pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak yang telah ditandatangani oleh Penanggung Pajak.
(3) Permohonan Penanggung Pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteruskan kepada Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan.
(4) Berdasarkan permohonan yang diterima dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan meminta kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk selaku pengelola simpanan untuk membuka blokir dalam rangka pemindahbukuan dan secara serta merta memindahbukukan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank ke kas negara sejumlah yang tercantum dalam berita acara pelaksanaan sita, yang tembusannya disampaikan kepada Penanggung Pajak.
(5) Permintaan kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diajukan dengan melampirkan Surat Setoran Pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak yang ditandatangani oleh Penanggung Pajak.
(6) Berdasarkan surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk selaku pengelola simpanan membuka blokir dalam rangka pemindahbukuan dan wajib secara serta merta memindahbukukan sebesar jumlah yang diminta oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan.


Pasal 18


(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengajukan surat permintaan pencabutan pemblokiran kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk setelah biaya penagihan pajak dan utang pajak yang tercantum dalam Daftar Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (3) lunas.
(2) Dalam hal jumlah yang diblokir lebih besar dari jumlah yang disita, atas sisa lebih tersebut diajukan permintaan pencabutan pemblokiran oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk.


Pasal 19


(1) Dalam hal harta kekayaan yang telah diblokir berada pada Kantor cabang bank pengelola simpanan di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan Pajak serta biaya penagihan pajak dan utang pajak yang tercantum dalam Daftar Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (3) telah lunas, Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengirimkan permintaan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan untuk menerbitkan surat permintaan pencabutan pemblokiran kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk.
(2) Dalam hal harta kekayaan yang telah diblokir berada pada kantor cabang bank pengelola simpanan di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan Pajak serta jumlah yang diblokir lebih besar dan jumlah yang disita, atas sisa lebih tersebut, Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengirimkan permintaan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan untuk menerbitkan surat permintaan pencabutan pemblokiran kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk.
(3) Berdasarkan permintaan Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk.


Pasal 20


(1) Pencabutan sita harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dilakukan apabila:
  1. Penanggung Pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak yang tercantum dalam Daftar Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3); atau
  2. terdapat putusan pengadilan, putusan badan peradilan pajak, atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(2) Dalam hal harta kekayaan yang telah diblokir berada pada kantor cabang bank pengelola simpanan di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan:
  1. Penanggung Pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak yang tercantum dalam Daftar Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3); atau
  2. terdapat putusan pengadilan, putusan badan peradilan pajak, atau ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan,
Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang meminta bantuan mengirimkan permintaan bantuan untuk menerbitkan surat permintaan pencabutan sita kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan.
(3) Berdasarkan permintaan Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan menerbitkan surat pencabutan sita kepada Penanggung Pajak.
(4) Pencabutan sita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan berdasarkan Surat Pencabutan Sita yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan dan tembusannya disampaikan kepada bank yang bersangkutan.


Pasal 21


Formulir berupa:
  1. Surat permintaan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2);
  2. Daftar Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c;
  3. Surat Keterangan Kedudukan Penanggung Pajak Pada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4);
  4. Berita acara pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3);
  5. Surat perintah untuk memberikan kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank kepada Jurusita Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 9 ayat (3);
  6. Surat pemberitahuan kepada bank bahwa pemblokiran akan ditindaklanjuti oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi kantor bank pengelola simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b;
  7. Surat pengantar penyampaian surat perintah untuk memberikan kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank kepada Jurusita Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 9 ayat (4);
  8. Surat kuasa memberitahukan saldo harta kekayaan yang tersimpan pada bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Pasal 8 ayat (4) dan Pasal 9 ayat (5);
  9. Berita Acara Penolakan Pemberian Kuasa Oleh Penanggung Pajak Kepada Bank Untuk Memberitahukan Saldo Harta Kekayaan Yang Tersimpan Pada Bank Kepada Jurusita Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), Pasal 8 ayat (6) dan Pasal 9 ayat (7);
  10. Berita Acara Tidak Diperoleh Kuasa Penanggung Pajak Kepada Bank Untuk Memberitahukan Saldo Harta Kekayaan Yang Tersimpan Pada Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5), Pasal 8 ayat (7) dan Pasal 9 ayat (8);
  11. Surat permohonan Penanggung Pajak untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan menggunakan harta kekayaan yang telah diblokir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a dan Pasal 11 ayat (1) huruf a;
  12. Surat permintaan pemindahbukuan harta kekayaan Penanggung Pajak yang telah diblokir untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (4) dan Pasal 11 ayat (5);
  13. Surat pengantar penyampaian salinan berita acara pelaksanaan sita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (2) dan Pasal 13 ayat (3);
  14. Surat permintaan bantuan untuk menindaklanjuti pemblokiran dengan penyitaan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi kantor cabang bank pengelola simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1);
  15. Surat permintaan pemindahbukuan harta kekayaan Penanggung Pajak yang telah disita untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), Pasal 16 ayat (3),dan Pasal 17 ayat (4);
  16. Surat permintaan bantuan untuk menerbitkan dan menyampaikan surat permintaan pemindahbukuan harta kekayaan Penanggung Pajak yang telah disita untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dengan dalam Pasal 15 ayat (1);
  17. Surat permohonan untuk menggunakan harta kekayaan yang disita untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (1);
  18. Surat permintaan pencabutan pemblokiran kepada pimpinan bank atau pejabat bank yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (3);
  19. Surat permintaan bantuan untuk melakukan pencabutan pemblokiran kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2);
  20. Surat Pencabutan Sita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4);
  21. Surat permintaan bantuan untuk menerbitkan Surat Pencabutan Sita sebagaimana dimaksud Pasal 20 ayat (2),
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 22


Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, terhadap pemblokiran yang belum dilakukan pencabutan pemblokiran dan/atau pencabutan sita sampai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-627/PJ./2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-109/PJ./2007.


Pasal 23


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku:
  1. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-627/PJ./2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
  2. Pasal 6 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-21/PJ/2002 tentang Tata Cara Pemberitahuan Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Penyitaan di Luar Wilayah Kerja Pejabat yang Berwenang Menerbitkan Surat Paksa;
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-109/PJ./2007 tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-627/PJ./2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa; dan
  4. Formulir dalam KEP-474/PJ./2002 dan KEP-645/PJ./2001 yang diperbaharui dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 24


Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 September 2014
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

A. FUAD RAHMANY