Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 80 Tahun 2023

Kategori : Bea Meterai

Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Dan Surat Tagihan Pajak


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 80 TAHUN 2023

TENTANG

TATA CARA PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK
DAN SURAT TAGIHAN PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa untuk memberikan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dalam penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak;
  2. bahwa tata cara penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak, termasuk surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak di bidang pajak bumi dan bangunan, saat ini diatur dalam beberapa peraturan di bidang perpajakan sehingga perlu dilakukan simplifikasi dengan mengaturnya dalam satu Peraturan Menteri Keuangan;
  3. bahwa untuk memenuhi kebutuhan penyempurnaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan perlu dilakukan penggantian;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (6), Pasal 14 ayat (6), Pasal 15 ayat (5), Pasal 17 ayat (2), dan Pasal 17A ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dan melaksanakan ketentuan Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak;

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6571);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 226, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6834);
  7. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK DAN SURAT TAGIHAN PAJAK.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  3. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
  4. Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  5. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  6. Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  7. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak bumi dan bangunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
  8. Bea Meterai adalah pajak atas dokumen.
  9. Pajak Penjualan adalah pajak yang dipungut atas penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pengusaha di dalam daerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang Pemungutan Pajak Penjualan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1968 tentang Perobahan/Tambahan Undang-Undang Pajak Penjualan 1951.
  10. Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
  11. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  12. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  13. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  14. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
  15. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
  16. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
  17. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  18. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
  19. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
  20. Surat Pemberitahuan Objek Pajak adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang dilampiri dengan lampiran surat pemberitahuan objek pajak yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan surat pemberitahuan objek pajak.
  21. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan terutang kepada Wajib Pajak.
  22. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar.
  23. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
  24. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
  25. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
  26. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
  27. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok Pajak Bumi dan Bangunan atau selisih pokok Pajak Bumi dan Bangunan, besarnya denda administratif, dan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar.
  28. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
  29. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah Surat Tagihan Pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan.
  30. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  31. Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang sama.
  32. Pihak Yang Terutang adalah pihak yang dikenai Bea Meterai dan wajib membayar Bea Meterai yang terutang.
  33. Pemungut Bea Meterai adalah pihak yang wajib memungut Bea Meterai yang terutang atas dokumen tertentu dari Pihak Yang Terutang, menyetorkan Bea Meterai ke kas negara, dan melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai ke Direktorat Jenderal Pajak.
  34. Pembuat Meterai Dalam Bentuk Lain yang selanjutnya disebut Pembuat Meterai adalah Wajib Pajak yang telah memiliki izin untuk mencetak atau membuat meterai dalam bentuk lain.
  35. Surat Pemberitahuan Masa Bea Meterai adalah Surat Pemberitahuan yang digunakan oleh Pemungut Bea Meterai untuk melaporkan pemungutan Bea Meterai dari Pihak Yang Terutang dan penyetoran Bea Meterai ke kas negara untuk suatu Masa Pajak.
  36. Pemungut Pajak Karbon adalah orang pribadi atau badan yang ditunjuk untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Karbon terutang atas penjualan barang yang mengandung karbon.
  37. Menteri adalah menteri yang menyelanggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.


Pasal 2


Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan:
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
  5. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
  6. Surat Tagihan Pajak; dan
  7. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.


Pasal 3


(1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Tagihan Pajak diterbitkan untuk jenis pajak:
  1. Pajak Penghasilan;
  2. Pajak Pertambahan Nilai;
  3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  4. Bea Meterai;
  5. Pajak Penjualan; dan
  6. Pajak Karbon.
(2) Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk jenis pajak:
  1. Pajak Penghasilan;
  2. Pajak Pertambahan Nilai;
  3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  4. Pajak Bumi dan Bangunan;
  5. Bea Meterai;
  6. Pajak Penjualan; dan
  7. Pajak Karbon.
(3) Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diterbitkan untuk jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan.


Pasal 4


(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak diberikan atau diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak.
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dalam hal setelah penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak.


Pasal 5


(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan/atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan untuk Tahun Pajak sebelum objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan diberikan nomor objek pajak yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan yang belum dipenuhi.
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan/atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan untuk Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah penghapusan nomor objek pajak dan pencabutan surat keterangan terdaftar Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal setelah penghapusan nomor objek pajak dan pencabutan surat keterangan terdaftar Pajak Bumi dan Bangunan diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan yang belum dipenuhi.


Pasal 6


Direktur Jenderal Pajak dapat melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk menerbitkan:
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
  5. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
  6. Surat Tagihan Pajak; dan
  7. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.


BAB II
PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK DAN SURAT
KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Pasal 7


(1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan setelah dilakukan tindakan Pemeriksaan dalam hal:
  1. terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar;
  2. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
  3. terdapat Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
  4. terdapat kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 28 atau Pasal 29 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang;
  5. kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4a) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; atau
  6. Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dan/atau ekspor barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dan telah diberikan pengembalian pajak masukan atau telah mengkreditkan pajak masukan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (6e) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Termasuk pajak yang tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yakni pajak yang tidak atau kurang dibayar sebagai akibat dari:
  1. Pemungut Bea Meterai tidak atau kurang memungut dan/atau tidak atau kurang menyetor Bea Meterai;
  2. Pihak Yang Terutang tidak atau kurang membayar Bea Meterai yang terutang, termasuk Pembuat Meterai yang tidak melakukan pemeteraian kemudian atas pembuatan meterai komputerisasi dengan jumlah yang melebihi nilai deposit;
  3. Pemungut Pajak Karbon tidak atau kurang memungut dan/atau tidak atau kurang menyetor Pajak Karbon; dan
  4. Wajib Pajak yang melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon tidak atau kurang membayar Pajak Karbon yang terutang.


Pasal 8


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan setelah dilakukan Pemeriksaan Ulang terhadap:
a. data baru;
b. data yang semula belum terungkap; dan/atau
c. keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan Pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang.


Pasal 9


Surat Ketetapan Pajak Nihil diterbitkan setelah dilakukan tindakan Pemeriksaan dalam hal:
a. jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang; atau
b. pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.


Pasal 10


(1) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan berdasarkan:
  1. hasil penelitian terhadap:
    1. kebenaran pembayaran pajak atas permohonan pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau
    2. permintaan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar atas pembelian barang kena pajak di dalam daerah pabean oleh turis asing yang tidak dikonsumsi di daerah pabean sebagaimana diatur dalam Pasal 17E Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
    atau
  2.  hasil Pemeriksaan terhadap:
    1. Surat Pemberitahuan terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; atau
    2. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
(2) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih dapat diterbitkan lagi jika terdapat data baru dan/atau data yang semula belum terungkap dan ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.


Pasal 11


(1) Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diterbitkan setelah dilakukan tindakan Pemeriksaan atau Pemeriksaan Ulang.
(2) Tindakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
  1. kewajiban perpajakan Wajib Pajak karena tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; atau
  2. objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan data, keterangan, dan/atau bukti serta melalui analisis risiko, yang mengakibatkan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang lebih besar dari jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang dihitung berdasarkan:
    1. Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak; atau
    2. Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak dan data objek pajak yang diperoleh pada saat dilakukan penilaian lapangan.
(3)  Tindakan Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap data baru dan/atau data yang semula belum terungkap dalam Pemeriksaan sebelumnya yang mengakibatkan penambahan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang.


Pasal 12


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.


Pasal 13


(1) Surat Ketetapan Pajak diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dilakukan penelitian, Pemeriksaan, atau Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10.
(2) Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diterbitkan untuk Tahun Pajak yang dilakukan Pemeriksaan atau Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(3) Masa Pajak dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Masa Pajak pada Surat Pemberitahuan Masa atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Meterai, Pajak Penjualan, dan Pajak Karbon.
(4) Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak pada:
  1. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; atau
  2. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Karbon.
(5) Tahun Pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan jangka waktu 1 (satu) tahun takwim atas Pajak Bumi dan Bangunan.
(6) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atas Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar oleh Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b diterbitkan sesuai dengan Masa Pajak saat terutangnya Bea Meterai;
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dikenakan terhadap selain Pengusaha Kena Pajak diterbitkan sesuai dengan Masa Pajak saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atas permohonan Pembuat Meterai terkait penyetoran yang gagal menghasilkan kode yang dibutuhkan untuk mengisi deposit teraan meterai digital diterbitkan sesuai dengan Masa Pajak dilakukannya penyetoran; dan
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atas permohonan Pembuat Meterai terkait deposit yang masih tersisa dalam hal dilakukan pencabutan izin pembuatan meterai dalam bentuk lain diterbitkan sesuai dengan Masa Pajak dilakukannya pencabutan izin pembuatan meterai dalam bentuk lain.


Pasal 14


(1) Surat Ketetapan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.
(2) Nota penghitungan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan laporan hasil penelitian, laporan hasil Pemeriksaan, atau laporan hasil Pemeriksaan Ulang.
(3) Nota penghitungan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan laporan hasil Pemeriksaan atau laporan hasil Pemeriksaan Ulang.


Pasal 15


Untuk Wajib Pajak yang telah memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar Amerika Serikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, Surat Ketetapan Pajak diterbitkan dengan menggunakan satuan mata uang dolar Amerika Serikat.


Pasal 16


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB III
PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK

Pasal 17


(1) Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan apabila:
  1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
  2. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
  3. Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga;
  4. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau terlambat membuat faktur pajak;
  5. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (6) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, selain identitas pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak serta nama dan tanda tangan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
  6. terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak, dalam hal:
    1. diterbitkan keputusan;
    2. diterima putusan; atau
    3. ditemukan data atau informasi,
    yang menunjukkan adanya imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak; atau
  7. terdapat jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam jangka waktu sesuai dengan persetujuan untuk mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(2) Termasuk Wajib Pajak yang dikenai sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yaitu:
  1. Pemungut Bea Meterai yang:
    1. terlambat menyetorkan Bea Meterai;
    2. tidak atau terlambat melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai; dan/atau
    3. membetulkan Surat Pemberitahuan Masa Bea Meterai yang mengakibatkan Bea Meterai yang terutang lebih besar;
  2. Pemungut Pajak Karbon yang:
    1. terlambat menyetorkan Pajak Karbon;
    2. tidak atau terlambat melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Karbon; dan/atau
    3. membetulkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Karbon yang mengakibatkan Pajak Karbon yang terutang menjadi lebih besar;
    dan/atau
  3. Wajib Pajak yang melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon:
    1. terlambat menyetorkan Pajak Karbon;
    2. tidak atau terlambat melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Karbon; dan/atau
    3. membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Karbon yang mengakibatkan Pajak Karbon yang terutang menjadi lebih besar.


Pasal 18


Surat Tagihan Pajak diterbitkan berdasarkan:
  1. hasil penelitian data administrasi perpajakan;
  2. hasil Pemeriksaan; atau
  3. hasil Pemeriksaan Ulang.


Pasal 19


Surat Tagihan Pajak diterbitkan paling lama 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.


Pasal 20


Dikecualikan dari ketentuan jangka waktu penerbitan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19:
  1. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diterbitkan paling lama sesuai dengan daluwarsa penagihan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah;
  2. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (9) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat diterbitkan paling lama 5 (lima) tahun sejak tanggal penerbitan surat keputusan keberatan apabila Wajib Pajak tidak mengajukan upaya banding;
  3. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat diterbitkan paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal putusan banding diucapkan oleh hakim pengadilan pajak dalam sidang terbuka untuk umum; dan
  4. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (5f) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat diterbitkan paling lama dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal putusan peninjauan kembali diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 21


Dasar pengenaan sanksi administratif berupa bunga atau denda dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 diatur sebagai berikut:
  1. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dikenakan terhadap jumlah pajak berdasarkan:
    1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; dan
    2. surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah,
    yang pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar;
  2. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (9) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dikenakan terhadap jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan;
  3. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dikenakan terhadap jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan; dan
  4. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (5f) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dikenakan terhadap jumlah pajak berdasarkan putusan peninjauan kembali dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.


Pasal 22


(1) Penerbitan Surat Tagihan Pajak untuk Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan:
  1. dalam hal Wajib Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, Surat Tagihan Pajak diterbitkan atas Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak dimaksud yang tidak atau kurang dibayar beserta sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; atau
  2. dalam hal Wajib Pajak telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, Surat Tagihan Pajak diterbitkan terhadap sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atas angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam Tahun Pajak dimaksud yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung sejak berakhirnya Masa Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran kekurangan pajak berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(4) Dalam hal tidak terdapat pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sanksi administratif dihitung sejak saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.


Pasal 23


Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diterbitkan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang tidak menerbitkan faktur pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf d merupakan Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan Surat Ketetapan Pajak.


Pasal 24


(1) Surat Tagihan Pajak diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dilakukan penelitian, Pemeriksaan, atau Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(2) Masa Pajak dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Masa Pajak pada Surat Pemberitahuan Masa atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Meterai, Pajak Penjualan, dan Pajak Karbon.
(3) Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak pada:
  1. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; atau
  2. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Karbon.
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat diterbitkan 1 (satu) Surat Tagihan Pajak untuk beberapa Masa Pajak.


Pasal 25


(1) Surat Tagihan Pajak diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.
(2) Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan laporan hasil penelitian, laporan hasil Pemeriksaan, atau laporan hasil Pemeriksaan Ulang.


Pasal 26


Untuk Wajib Pajak yang telah memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar Amerika Serikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, Surat Tagihan Pajak diterbitkan dengan menggunakan satuan mata uang dolar Amerika Serikat kecuali Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


Pasal 27


Surat Tagihan Pajak dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB IV
PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN

Pasal 28

Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diterbitkan dalam hal terdapat Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran.


Pasal 29


Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan meliputi:
  1. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang memuat pokok Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar ditambah dengan denda administratif; dan
  2. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang hanya memuat denda administratif.


Pasal 30


(1) Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a diterbitkan setelah jatuh tempo pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan terlampaui.
(2) Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a dihitung sejak berakhirnya jatuh tempo pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.


Pasal 31


(1) Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b diterbitkan dalam hal:
  1. Wajib Pajak melakukan pelunasan pokok Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan setelah jatuh tempo pembayaran dan belum diterbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1);
  2. Wajib Pajak melakukan pelunasan pokok Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) setelah jatuh tempo pembayaran dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dimaksud;
  3. Wajib Pajak belum melakukan pelunasan pokok Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) setelah melampaui jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan;
  4. Wajib Pajak belum melakukan pelunasan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) setelah melampaui jatuh tempo dan terhadap Wajib Pajak dilakukan penagihan pajak seketika dan sekaligus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sebelum melampaui jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan; atau
  5. Wajib Pajak belum melakukan pelunasan pokok Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) setelah melampaui jatuh tempo pembayaran Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan namun sebelum melampaui jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan dan jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat berakhirnya Tahun Pajak.
(2) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak:
  1. berakhirnya jatuh tempo Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sampai dengan tanggal pembayaran atas pokok Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dalam hal belum diterbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1);
  2. berakhirnya jatuh tempo Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a sampai dengan tanggal pembayaran atas pokok Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; atau
  3. berakhirnya jatuh tempo Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e.


Pasal 32


(1) Dalam hal diterbitkan:
a. surat keputusan pembetulan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
b. surat keputusan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan;
c. surat keputusan pengurangan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang tidak benar;
d. surat keputusan pengurangan atas Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar;
e. surat keputusan pengurangan denda administratif atas Pajak Bumi dan Bangunan;
f. surat keputusan keberatan atas Pajak Bumi dan Bangunan;
g. putusan banding; atau
h. putusan peninjauan kembali,
yang menyebabkan terdapat Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan belum diterbitkan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
(2) Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan mencakup:
  1. Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar berdasarkan surat keputusan atau putusan; dan
  2. denda administratif.
(3) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dihitung dari saat jatuh tempo Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(4) Dalam hal Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sudah diterbitkan sebelum surat keputusan atau putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan pembetulan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan secara jabatan.
(5) Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang telah dilakukan pembetulan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi dasar penagihan.


Pasal 33


Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diterbitkan paling lama 5 (lima) tahun setelah saat berakhirnya Tahun Pajak.


Pasal 34


(1) Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.
(2) Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan laporan hasil penelitian.


Pasal 35


Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB V
PENYAMPAIAN SURAT KETETAPAN PAJAK, SURAT
KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, SURAT
TAGIHAN PAJAK, DAN SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK BUMI
DAN BANGUNAN

Pasal 36


(1) Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak atau pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak.
(2) Penyampaian Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
  1. secara langsung;
  2. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
  3. secara elektronik.
(3) Penyampaian Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia.
(4) Tata cara penyampaian Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik.


BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 37


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. penelitian berdasarkan keterangan lain yang dimulai sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini sehingga diketahui:
1. Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang atas Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang tidak disampaikan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak; atau
2. Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang lebih besar dari jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan subjek pajak atau Wajib Pajak, 
tetap dilanjutkan dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
b. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang diajukan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2011 tentang Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 36); dan
c. dalam hal Direktur Jenderal Pajak belum menetapkan ketentuan mengenai bentuk dan isi dari Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar untuk jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan Peraturan Menteri ini, atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2011 tentang Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 36).


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 902) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1467);
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2010);
c. Pasal 3 yang berkaitan dengan penelitian berdasarkan keterangan lain yang diperoleh dan/atau dimiliki Direktur Jenderal Pajak, Pasal 66 ayat (1) huruf a, Pasal 67, Pasal 68 ayat (1), Pasal 68 ayat (3) yang berkaitan dengan penelitian berdasarkan keterangan lain yang diperoleh saat dilakukan penelitian terhadap permohonan pengembalian pembayaran, Pasal 71 ayat (1), Pasal 77 ayat (5) huruf a, Pasal 78 ayat (1), Pasal 78 ayat (4), dan Pasal 79 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2015); dan
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 747), 
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 39


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Agustus 2023
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Agustus 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ASEP N. MULYANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 662