Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 139 TAHUN 2024
TENTANG
TATA CARA PEMBAYARAN ATAS TAGIHAN KEPADA PEMERINTAH DALAM KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa untuk mengoptimalkan penerimaan negara serta memenuhi kebutuhan dan perkembangan pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, perlu dilakukan perubahan atas beberapa Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai ketentuan pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi;
- bahwa untuk simplifikasi regulasi terhadap perubahan atas beberapa Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan pengaturan kembali ketentuan pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dalam satu Peraturan Menteri Keuangan;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran atas Tagihan kepada Pemerintah dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
- Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245);
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757);
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5047);
- Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5173) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6066);
- Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5696);
- Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pemungutan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6848);
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6881);
- Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 226);
- Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 24) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 62);
- Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.05/2020 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1676) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.05/2020 tentang Sistem Penerimaan Negara secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1356);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 212/PMK.02/2021 tentang Rekening Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1510);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN ATAS TAGIHAN KEPADA PEMERINTAH DALAM KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SKK Migas adalah satuan kerja khusus yang melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di bawah pembinaan, koordinasi, dan pengawasan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
- Badan Pengelola Migas Aceh, yang selanjutnya disingkat BPMA adalah suatu badan Pemerintah yang dibentuk sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh untuk melakukan pengelolaan dan pengendalian bersama kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh (0 s.d. 12 mil laut).
- Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
- Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan SKK Migas atau BPMA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Badan Usaha adalah badan usaha yang ditunjuk sebagai penjual minyak dan/atau gas bumi bagian negara.
- Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi.
- Unitisasi adalah pengelolaan bersama oleh Kontraktor pada lapangan minyak dan gas bumi yang terbukti memiliki pelamparan reservoar yang berada pada dua atau lebih Wilayah Kerja dengan Kontrak Kerja Sama yang berbeda untuk melakukan pengembangan dan produksi minyak dan gas bumi secara komersial dari suatu lapangan berdasarkan persetujuan Menteri yang membidangi sektor energi dan sumber daya mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Operator Pelaksana Unitisasi adalah salah satu Kontraktor yang ditentukan oleh Menteri yang membidangi sektor energi dan sumber daya mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan pengembangan dan produksi minyak dan/atau gas bumi secara komersial dari lapangan unitisasi yang ditetapkan.
- First Tranche Petroleum yang selanjutnya disingkat FTP adalah sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas bumi yang diproduksi dari suatu Wilayah Kerja dalam satu tahun kalender, yang dapat diambil dan diterima oleh SKK Migas atau BPMA dan/atau Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi dalam tiap tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi (own use).
- Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM, adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
- Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM adalah pengembalian PPN atau PPN dan PPnBM atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak kepada Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi atas PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor ke kas negara sesuai dengan kontrak kerja sama yang ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 20I7 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- Pajak Air Permukaan yang selanjutnya disingkat PAP adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan.
- Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
- Pajak Air Tanah yang selanjutnya disingkat PAT adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
- Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
- Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut PBJT atas Tenaga Listrik adalah pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi tenaga listrik.
- Tenaga Listrik adalah tenaga atau energi yang dihasilkan oleh suatu pembangkit tenaga listrik yang didistribusikan untuk bermacam peralatan listrik.
- Domestic Market Obligation yang selanjutnya disingkat DMO adalah kewajiban penyerahan bagian Kontraktor berupa minyak dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
- Imbalan DMO yang selanjutnya disebut DMO Fee adalah imbalan yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada Kontraktor atas penyerahan minyak dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan menggunakan harga yang ditetapkan oleh Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
- Lifting adalah sejumlah minyak mentah dan/atau gas bumi yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody transfer point).
- Over Lifting Kontraktor adalah kelebihan pengambilan minyak dan/atau gas bumi oleh Kontraktor dibandingkan dengan haknya yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama pada periode tertentu.
- Under Lifting Kontraktor adalah kekurangan pengambilan minyak dan/atau gas bumi oleh Kontraktor dibandingkan dengan haknya yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama pada periode tertentu.
- Imbalan (Fee) adalah imbalan (fee) yang diberikan kepada Badan Usaha sebagai penjual minyak dan/atau gas bumi bagian negara.
- Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran/penyetoran ke kas negara yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan oleh sistem settlement.
- Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh bank sebagai bank persepsi.
- Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh kantor pos sebagai pos persepsi.
- Equity to be Split yang selanjutnya disebut Equity adalah hasil produksi yang tersedia untuk dibagi antara SKK Migas atau BPMA dan Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi setelah dikurangi FTP, insentif investasi (jika ada), dan pengembalian biaya operasi.
- Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.
- Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur dan peraturan bupati/walikota.
- Rek Lain BI Penerimaan dan Pengeluaran Migas Nomor 600000411980 pada Bank Indonesia yang selanjutnya disebut Rekening Minyak dan Gas Bumi adalah rekening dalam valuta dolar Amerika Serikat (USD) untuk menampung penerimaan dan membayar pengeluaran terkait kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Pasal 2
(1) |
Peraturan Menteri ini mengatur mengenai tata cara pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. |
(2) |
Pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. |
Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM kepada Kontraktor; |
b. |
Pembayaran DMO Fee dan/atau Under Lifting Kontraktor kepada Kontraktor; |
c. |
Pembayaran Imbalan (Fee) Penjualan Minyak dan/atau Gas Bumi Bagian Negara kepada Badan Usaha; dan |
d. |
Pembayaran PAP, PAT, dan PBJT atas Tenaga Listrik kepada Pemerintah Daerah. |
|
BAB II
TATA CARA PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS PEMBAYARAN KEMBALI (REIMBURSEMENT) PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) |
Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi yang mengoperasikan Wilayah Kerja memiliki hak memperoleh Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. |
(2) |
Hak memperoleh Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi setelah setoran bagian negara diterima di rekening kas negara. |
(3) |
Pengajuan hak memperoleh Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 5 (lima) tahun sejak berakhirnya masa Kontrak Kerja Sama. |
(4) |
Bagian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa setoran FTP dan/atau Equity dari Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi sebagaimana diatur dalam Kontrak Kerja Sama. |
(5) |
Jumlah pengajuan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM tidak melampaui jumlah bagian negara yang telah disetorkan oleh Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(6) |
Dalam hal Kontrak Kerja Sama mengatur Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM menggunakan bagian negara tidak termasuk FTP, nilai Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM kepada Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi paling tinggi hanya sebesar Equity. |
Pasal 4
(1) |
Dalam hal pengaturan mengenai hak Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi untuk memperoleh Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diatur berbeda oleh Kontrak Kerja Sama, pelaksanaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM dilaksanakan sesuai dengan Kontrak Kerja Sama. |
(2) |
Pengaturan mengenai hak Operator Pelaksana Unitisasi memperoleh Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM disesuaikan dengan Kontrak Kerja Sama dari dua atau lebih wilayah kerja yang melakukan Kerja Sama Unitisasi. |
Bagian Kedua
Surat Tagihan Permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pasal 5
(1) |
Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) mengajukan tagihan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA melalui pejabat setingkat di bawahnya yang membidangi urusan di bidang keuangan atas jumlah PPN atau PPN dan PPNBM yang telah disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi/pos persepsi. |
(2) |
PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikembalikan bagi pengeluaran untuk:
a. |
PPN atau PPN dan PPnBM yang dibebaskan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak; |
b. |
PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas biaya operasional kilang Liquified Natural Gas sebagai kegiatan pemrosesan lebih lanjut gas sampai dengan penjualannya, kecuali diatur berbeda dalam Kontrak Kerja Sama dan/atau ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan; dan/atau |
c. |
PPN atau PPN dan PPnBM atas pengadaan barang dan/atau jasa yang tidak dapat dibebankan dalam biaya operasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
(3) |
Tagihan Permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal PPN atau PPN dan PPnBM dipungut oleh Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi, dilengkapi dengan dokumen minimal berupa:
a. |
Bukti Penerimaan Negara dan surat konfirmasi penerimaan negara yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat berupa NTPN/NTB/NTP dalam hal setoran dilakukan setelah pelaksanaan Modul Penerimaan Negara Generasi 2 atau tahun 2015 dan setelahnya; |
b. |
Bukti Penerimaan Negara dan surat konfirmasi penerimaan negara yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat berupa NTPN/NTB/NTP serta ditambah dengan konfirmasi data antara Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dengan Direktorat Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan, dalam hal setoran dilakukan mulai tahun 2008 sampai dengan tahun 2015; |
c. |
Surat konfirmasi bank persepsi/pos persepsi yang sekurang kurangnya berisi kode billing/ NTPN/NTB/NTP serta ditambah dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak oleh Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi, dalam hal setoran dilakukan sebelum tahun 2008; dan |
d. |
Surat Keterangan Fiskal. |
|
(4) |
Tagihan Permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal PPN atau PPN dan PPnBM pemungutannya tidak dilakukan oleh Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi, dilengkapi dengan dokumen minimal berupa:
a. |
Asli Faktur Pajak dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang sudah dibubuhi cap "disetor tanggal..." dan ditandasahkan oleh Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi; dan |
b. |
Surat Keterangan Fiskal. |
|
(5) |
Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dan ayat (4) huruf b merupakan surat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang berisi keterangan mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak/Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi untuk masa pajak dan tahun pajak tertentu. |
(6) |
Tagihan Permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) disampaikan kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA melalui pejabat setingkat di bawahnya yang membidangi urusan di bidang keuangan untuk dilakukan verifikasi sesuai dengan kewenangannya. |
(7) |
Selain verifikasi terhadap tagihan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (6), SKK Migas atau BPMA memperhitungkan pembayaran dimaksud dengan:
a. |
kelebihan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM periode sebelumnya; |
b. |
nilai Over Lifting Kontraktor yang telah jatuh tempo; dan/atau |
c. |
nilai kewajiban lain dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dan/atau kegiatan pendukung pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang telah ditetapkan dan/atau mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan, sepanjang terdapat perikatan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau telah disetujui/disepakati dalam dokumen perjanjian/kontrak/pengakuan utang. |
|
(8) |
Nilai tukar yang digunakan dalam penyelesaian tagihan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM yang diperhitungkan dengan nilai Over Lifting Kontraktor yang telah jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, menggunakan nilai tukar sesuai Peraturan Bank Indonesia. |
(9) |
Dalam rangka melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), SKK Migas atau BPMA:
a. |
melakukan penelitian untuk memastikan adanya penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM berdasarkan Surat Setoran Pajak yang telah disahkan oleh bank persepsi/pos persepsi dan memastikan adanya Surat Keterangan Fiskal dari Direktorat Jenderal Pajak, untuk PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Kontraktor; dan |
b. |
meminta konfirmasi atas pelaporan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak dan memastikan adanya Surat Keterangan Fiskal dari Direktorat Jenderal Pajak, untuk PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya tidak dilakukan oleh Kontraktor. |
|
Pasal 6
(1) |
Berdasarkan surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (9) huruf b, Direktorat Jenderal Pajak memberikan jawaban kepada SKK Migas atau BPMA dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan konfirmasi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
atas permintaan konfirmasi terkait Faktur Pajak yang dibuat sejak tahun 2007, jawaban konfirmasi disediakan secara elektronik; dan |
b. |
atas permintaan konfirmasi terkait Faktur Pajak yang dibuat sebelum tahun 2007, jawaban konfirmasi disediakan secara non elektronik. |
|
(2) |
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jawaban konfirmasi pelaporan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak belum diterima seluruhnya oleh SKK Migas atau BPMA, Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM hanya diproses berdasarkan jawaban konfirmasi atas Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) |
Dalam hal:
a. |
permintaan konfirmasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dijawab sebagian atau seluruhnya, Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan penjelasan tertulis kepada SKK Migas atau BPMA paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui; atau |
b. |
hasil konfirmasi atas surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak ditemukan, SKK Migas atau BPMA dapat melakukan penelitian atas faktur pembelian atau bukti pengeluaran yang memuat nilai PPN atau PPN dan PPnBM dan berkaitan dengan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut. |
|
(4) |
Penelitian atas faktur pembelian atau bukti pengeluaran yang memuat nilai PPN atau PPN dan PPnBM dan berkaitan dengan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilakukan terbatas pada Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang dibuat sebelum tahun 2007. |
(5) |
Dalam rangka pelaksanaan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKK Migas atau BPMA dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Anggaran dapat melakukan koordinasi bersama. |
(6) |
Hasil koordinasi bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dituangkan dalam suatu berita acara. |
Pasal 7
(1) |
Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 telah terpenuhi, Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA melalui pejabat setingkat di bawahnya yang tugas dan fungsinya melaksanakan urusan di bidang keuangan menyampaikan surat tagihan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM kepada Direktur Jenderal Anggaran. |
(2) |
Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tidak terpenuhi, Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA melalui pejabat setingkat di bawahnya yang tugas dan fungsinya melaksanakan urusan di bidang keuangan menyampaikan pengembalian atas permintaan pembayaran kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM kepada Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi sebagaimana tertuang dalam berita acara. |
(3) |
Terhadap tagihan permintaan pembayaran kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM yang berdasarkan hasil verifikasi belum terpenuhi, dapat disampaikan kembali setelah dilakukan perbaikan dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. |
(4) |
Surat Tagihan Permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi data dengan informasi berupa:
a. |
jumlah permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM untuk masing-masing Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi; |
b. |
nama dan nomor rekening bank penerima masing- masing Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi; |
c. |
jumlah bagian negara yang telah diterima untuk masing-masing Wilayah Kerja/Lapangan Unitisasi; |
d. |
daftar NTPN sesuai Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang dimintakan pembayaran kembali; |
e. |
dokumen pendukung terkait lainnya dalam hal diperlukan, sesuai dengan tagihan yang diajukan; dan |
f. |
rekomendasi atas penyelesaian nilai kewajiban lain dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dan/atau kegiatan pendukung pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang telah ditetapkan dan/atau mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan. |
|
Pasal 8
Tata cara penyampaian tagihan permintaan Pembayaran Kembali (
Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM dari Kontraktor/Operator Pelaksana Unitisasi kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA ditetapkan oleh Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA melalui pejabat setingkat di bawahnya yang membidangi urusan di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Tagihan Permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pasal 9
(1) |
Terhadap tagihan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelitian terhadap:
a. |
kesesuaian surat permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1); |
b. |
kelengkapan data berupa informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4); |
c. |
perbandingan jumlah permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM dan jumlah setoran bagian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4); |
d. |
kebenaran akurasi perhitungan matematis atas nilai Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM; |
e. |
penyelesaian saldo kewajiban nilai Over Lifting Kontraktor yang telah jatuh tempo; dan |
f. |
rekomendasi SKK Migas atau BPMA atas penyelesaian nilai kewajiban lain dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dan/atau kegiatan pendukung pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang telah ditetapkan dan/atau mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan. |
|
(2) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dokumen permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, hasil penelitian dituangkan dalam lembar hasil penelitian Direktorat Jenderal Anggaran. |
(3) |
Dalam hal diperlukan, Direktorat Jenderal Anggaran dapat melaksanakan konfirmasi kepada SKK Migas atau BPMA atas dokumen tagihan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) |
Hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara konfirmasi. |
(5) |
Dalam hal berdasarkan:
a. |
hasil penelitian dokumen tagihan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi; atau |
b. |
berita acara konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dokumen tagihan permintaan pembayaran tidak terpenuhi, |
Direktorat Jenderal Anggaran tidak dapat memproses lebih lanjut tagihan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM. |
(6) |
Dalam hal tagihan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM tidak dapat diproses lebih lanjut, Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan surat pengembalian kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA. |
(7) |
Terhadap tagihan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM yang tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), dapat disampaikan kembali setelah dilakukan perbaikan dengan mengikuti tata cara permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
(8) |
Berdasarkan lembar hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau berita acara konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dokumen permintaan pembayaran telah terpenuhi, Direktur Jenderal Anggaran memproses lebih lanjut dengan menyampaikan permintaan pembayaran kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(9) |
Permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilampiri daftar NTPN sesuai Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. |
(10) |
Pemrosesan penyelesaian atas tagihan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM yang disampaikan oleh SKK Migas atau BPMA dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak dokumen diterima lengkap. |
BAB III
TATA CARA PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS PEMBAYARAN
DOMESTIC MARKET OBLIGATION FEE DAN/ATAU
UNDER LIFTING KONTRAKTOR
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 10
(1) |
Kontraktor melaksanakan DMO sebagaimana diatur dalam Kontrak Kerja Sama. |
(2) |
Atas pelaksanaan DMO sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor berhak menerima DMO Fee. |
(3) |
Nilai DMO Fee Kontraktor untuk suatu periode tertentu diperoleh melalui perhitungan yang dilakukan oleh SKK Migas atau BPMA. |
Pasal 11
(1) |
DMO Fee Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dibayar oleh SKK Migas atau BPMA yang pelaksanaannya melalui Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran. |
(2) |
Pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan permintaan dari SKK Migas atau BPMA. |
(3) |
Pembayaran DMO Fee sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan dana dari Rekening Minyak dan Gas Bumi. |
Pasal 12
(1) |
SKK Migas atau BPMA melakukan perhitungan lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor dari masing-masing Wilayah Kerja untuk periode tertentu sesuai dengan Kontrak Kerja Sama. |
(2) |
Hasil perhitungan lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa nilai Over Lifting atau Under Lifting. |
Pasal 13
(1) |
Dalam hal terjadi Over Lifting Kontraktor, SKK Migas atau BPMA segera mengajukan penagihan nilai Over Lifting Kontraktor tersebut kepada Kontraktor. |
(2) |
Terhadap penagihan nilai Over Lifting Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor segera menyetorkan ke Rekening Minyak dan Gas Bumi. |
(3) |
Dalam hal terjadi Under Lifting Kontraktor, SKK Migas atau BPMA segera membayar nilai Under Lifting Kontraktor tersebut kepada Kontraktor. |
(4) |
Pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melalui Kementerian Keuangan berdasarkan permintaan dari SKK Migas atau BPMA. |
(5) |
Pembayaran nilai Under Lifting Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan dana dari Rekening Minyak dan Gas Bumi. |
Pasal 14
(1) |
Untuk melakukan perhitungan nilai DMO Fee Kontraktor untuk suatu periode tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA melalui pejabat setingkat di bawahnya yang tugas dan fungsinya melaksanakan urusan di bidang keuangan menyusun ketentuan yang mengatur mengenai tata cara perhitungan dan prosedur permintaan pembayaran DMO Fee Kontraktor. |
(2) |
Untuk melakukan perhitungan nilai Over Lifting Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan nilai Under Lifting Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA melalui pejabat setingkat di bawahnya yang tugas dan fungsinya melaksanakan urusan di bidang keuangan menyusun ketentuan yang mengatur mengenai tata cara perhitungan dan prosedur penagihan Over Lifting Kontraktor, dan tata cara perhitungan dan prosedur permintaan pembayaran nilai Under Lifting Kontraktor. |
Bagian Kedua
Surat Tagihan Permintaan Atas Pembayaran Domestic Market Obligation Fee Dan/Atau Under Lifting Kontraktor
Pasal 15
(1) |
Tagihan permintaan pembayaran DMO Fee Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan tagihan permintaan pembayaran nilai Under Lifting Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) disampaikan oleh Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA melalui pejabat setingkat di bawahnya yang tugas dan fungsinya melaksanakan urusan di bidang keuangan kepada Direktur Jenderal Anggaran. |
(2) |
Tagihan permintaan pembayaran DMO Fee Kontraktor dan permintaan pembayaran nilai Under Lifting Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal dilengkapi dengan kertas kerja verifikasi, nama dan nomor rekening Kontraktor yang bersangkutan. |
Pasal 16
(1) |
Untuk menyampaikan tagihan permintaan pembayaran DMO Fee Kontraktor kepada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), SKK Migas atau BPMA dapat memperhitungkan pembayaran dimaksud dengan:
a. |
nilai kelebihan pembayaran DMO Fee periode sebelumnya; |
b. |
nilai Over Lifting Kontraktor yang telah jatuh tempo; |
c. |
nilai kelebihan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM kepada Kontraktor; dan/atau |
d. |
nilai kewajiban lain dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dan/atau kegiatan pendukung pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang telah ditetapkan dan/atau mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan, sepanjang terdapat perikatan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau telah disetujui/disepakati dalam dokumen perjanjian/kontrak/pengakuan utang. |
|
(2) |
Untuk menyampaikan tagihan permintaan pembayaran nilai Under Lifting Kontraktor kepada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), SKK Migas atau BPMA dapat memperhitungkan pembayaran dimaksud dengan:
a. |
kewajiban nilai Over Lifting Kontraktor; |
b. |
nilai kelebihan pembayaran DMO Fee periode sebelumnya; |
c. |
nilai kelebihan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM kepada Kontraktor; dan/atau |
d. |
nilai kewajiban lain dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dan/atau kegiatan pendukung pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang telah ditetapkan dan/atau mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan, sepanjang terdapat perikatan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau telah disetujui/disepakati dalam dokumen perjanjian/kontrak/pengakuan utang. |
|
Bagian Ketiga
Penyelesaian Tagihan Permintaan Pembayaran Domestic Market Obligation Fee Dan/Atau Under Lifting Kontraktor
Pasal 17
(1) |
Untuk penyelesaian tagihan permintaan pembayaran DMO Fee dan/atau Under Lifting Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran dapat memperhitungkan kewajiban Pemerintah kepada Kontraktor dengan kewajiban PT Pertamina (Persero) dan/atau anak perusahaannya dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dan/atau kegiatan pendukung pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi kepada Pemerintah. |
(2) |
Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Kontraktor dengan kriteria:
a. |
sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki secara langsung maupun tidak langsung oleh PT Pertamina (Persero); dan |
b. |
bertindak selaku operator dalam Wilayah Kerja usaha hulu minyak dan gas bumi. |
|
(3) |
Dalam hal Kontrak Kerja Sama atas Wilayah Kerja tersebut ditandatangani oleh Pemerintah dan beberapa Kontraktor, Kontraktor yang bertindak selaku operator dalam Wilayah Kerja usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan Kontraktor yang ditunjuk oleh Pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab mengelola suatu Wilayah Kerja usaha hulu minyak dan gas bumi. |
(4) |
Jumlah DMO Fee dan/atau Under Lifting Kontraktor yang dapat diperhitungkan Pemerintah atas Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu kepada besaran yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama masing- masing Kontraktor dan maksimum sebesar hak partisipasi (participating interest) Kontraktor yang bersangkutan dalam Wilayah Kerja usaha hulu minyak dan gas bumi. |
(5) |
Hak partisipasi (participating interest) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan besaran hak Kontraktor dalam suatu Wilayah Kerja usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan persentase kepemilikan sesuai Kontrak Kerja Sama. |
(6) |
Kewajiban PT Pertamina (Persero) dan/atau anak perusahaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk di dalamnya kewajiban minyak mentah kondensat bagian negara yang disetor ke Rekening Kas Umum Negara. |
Pasal 18
(1) |
Untuk memproses tagihan permintaan pembayaran DMO Fee Kontraktor dan/atau permintaan pembayaran nilai Under Lifting Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelitian terhadap:
a. |
kesesuaian dokumen permintaan pembayaran DMO Fee dan/atau nilai Under Lifting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1); |
b. |
kelengkapan dokumen permintaan pembayaran DMO Fee Kontraktor dan/atau nilai Under Lifting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2); |
c. |
kebenaran akurasi perhitungan matematis atas nilai DMO Fee Kontraktor dan/atau nilai Under Lifting Kontraktor; |
d. |
penyelesaian saldo kewajiban nilai Over Lifting Kontraktor yang telah jatuh tempo; dan |
e. |
rekomendasi SKK Migas atau BPMA atas penyelesaian nilai kewajiban lain dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dan/atau kegiatan pendukung pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang telah ditetapkan dan/atau mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan. |
|
(2) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dokumen tagihan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, hasil penelitian dituangkan dalam lembar hasil penelitian Direktorat Jenderal Anggaran. |
(3) |
Dalam hal diperlukan, Direktorat Jenderal Anggaran dapat melaksanakan konfirmasi kepada SKK Migas atau BPMA atas dokumen tagihan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) |
Hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara konfirmasi. |
(5) |
Dalam hal berdasarkan:
a. |
hasil penelitian dokumen tagihan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi; atau |
b. |
berita acara konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dokumen tagihan permintaan pembayaran tidak terpenuhi, |
Direktorat Jenderal Anggaran tidak dapat memproses lebih lanjut permintaan pembayaran DMO Fee Kontraktor dan/atau nilai Under Lifting Kontraktor. |
(6) |
Dalam hal permintaan pembayaran DMO Fee Kontraktor dan/atau permintaan pembayaran nilai Under Lifting Kontraktor tidak dapat diproses lebih lanjut, Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan surat pengembalian kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA. |
(7) |
Proses tagihan permintaan pembayaran DMO Fee Kontraktor dan/atau permintaan pembayaran nilai Under Lifting Kontraktor yang tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), dapat disampaikan kembali setelah dilakukan perbaikan dengan mengikuti tata cara permintaan pembayaran DMO Fee Kontraktor dan/atau permintaan pembayaran nilai Under Lifting Kontraktor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
(8) |
Berdasarkan lembar penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau berita acara konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dokumen permintaan pembayaran telah terpenuhi, Direktur Jenderal Anggaran memproses lebih lanjut dengan menyampaikan permintaan pembayaran kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(9) |
Proses penyelesaian atas tagihan permintaan pembayaran DMO Fee Kontraktor dan/atau permintaan pembayaran nilai Under Lifting Kontraktor yang disampaikan oleh SKK Migas atau BPMA dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak dokumen diterima lengkap. |
BAB IV
TATA CARA PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS PEMBAYARAN IMBALAN (FEE) PENJUALAN MINYAK DAN/ATAU GAS BUMI BAGIAN NEGARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 19
(1) |
Dalam rangka menjual minyak dan/atau gas bumi bagian negara yang berasal dari suatu wilayah kerja, Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA dapat menunjuk Badan Usaha sebagai penjual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) |
Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Imbalan (Fee). |
(3) |
Imbalan (Fee) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada bagian negara dari hasil penjualan minyak dan/atau gas bumi. |
Pasal 20
Imbalan (
Fee) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dihitung berdasarkan formula dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang energi dan sumber daya mineral.
Bagian Kedua
Surat Tagihan Permintaan Pembayaran Imbalan (Fee) Penjualan Minyak Dan/Atau Gas Bumi Bagian Negara
Pasal 21
(1) |
Badan Usaha menyampaikan surat tagihan atas Imbalan (Fee) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA. |
(2) |
Surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling sedikit setiap triwulan. |
(3) |
Surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat perhitungan atas nilai Imbalan (Fee) dan komponen Pajak Pertambahan Nilai. |
Pasal 22
(1) |
Berdasarkan surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, SKK Migas atau BPMA melakukan verifikasi atas kewajaran dan kebenaran nilai Imbalan (Fee) sesuai dengan formula dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20. |
(2) |
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama dengan Badan Usaha dan Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang energi dan sumber daya mineral. |
(3) |
Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara. |
(4) |
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tagihan diterima secara lengkap dan benar. |
Pasal 23
(1) |
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA melalui pejabat setingkat di bawahnya yang tugas dan fungsinya melaksanakan urusan di bidang keuangan menyampaikan surat tagihan permintaan pembayaran Imbalan (Fee) kepada Direktur Jenderal Anggaran. |
(2) |
Surat tagihan permintaan pembayaran Imbalan (Fee) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut:
a. |
surat tagihan Badan Usaha kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA; |
b. |
kertas kerja verifikasi perhitungan Imbalan (Fee) yang dirinci per KKKS dan per Wilayah Kerja; |
c. |
berita acara verifikasi; |
d. |
nama dan nomor rekening bank penerima; |
e. |
Keputusan Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang energi dan sumber daya mineral mengenai formula dan kriteria Imbalan (Fee); |
f. |
perjanjian penunjukan penjual dengan Badan Usaha; dan |
g. |
dokumen pendukung terkait lainnya dalam hal diperlukan, sesuai dengan tagihan yang diajukan, antara lain informasi/laporan perkembangan tindak lanjut/penyelesaian hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait Imbalan (Fee). |
|
(3) |
Surat tagihan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) ditandatangani. |
Pasal 24
Dalam hal Badan Usaha memiliki kewajiban atas setoran hasil penjualan minyak dan/atau gas bumi bagian negara, SKK Migas atau BPMA harus memperhitungkan kewajiban Badan Usaha tersebut dalam surat tagihan permintaan pembayaran Imbalan (
Fee) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1).
Bagian Ketiga
Penyelesaian Tagihan Permintaan Pembayaran Imbalan (Fee) Penjualan Minyak Dan/Atau Gas Bumi Bagian Negara
Pasal 25
(1) |
Berdasarkan surat tagihan permintaan pembayaran Imbalan (Fee) yang diajukan oleh Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelitian terhadap:
a. |
kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2); |
b. |
kesesuaian formula dan kriteria perhitungan Imbalan (Fee) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20; |
c. |
besaran volume penjualan minyak dan/atau gas bumi bagian negara; dan |
d. |
informasi/laporan perkembangan tindak lanjut/penyelesaian dalam hal terdapat hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan terkait Imbalan (Fee). |
|
(2) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dokumen tagihan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, hasil penelitian dituangkan dalam lembar hasil penelitian Direktorat Jenderal Anggaran. |
(3) |
Dalam hal diperlukan, Direktorat Jenderal Anggaran dapat melaksanakan konfirmasi kepada SKK Migas atau BPMA atas dokumen tagihan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) |
Hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara konfirmasi. |
(5) |
Dalam hal berdasarkan:
a. |
hasil penelitian dokumen tagihan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi; atau |
b. |
berita acara konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dokumen tagihan permintaan pembayaran tidak terpenuhi, |
Direktorat Jenderal Anggaran tidak dapat memproses lebih lanjut permintaan pembayaran Imbalan (Fee). |
(6) |
Dalam hal permintaan pembayaran Imbalan (fee) tidak dapat diproses lebih lanjut, Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan surat pengembalian kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA. |
(7) |
Proses tagihan permintaan pembayaran Imbalan (Fee) yang tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), dapat disampaikan kembali setelah dilakukan perbaikan dengan mengikuti tata cara permintaan Pembayaran Imbalan (Fee) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
(8) |
Berdasarkan lembar penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau berita acara konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dokumen tagihan permintaan pembayaran telah terpenuhi, Direktur Jenderal Anggaran memproses lebih lanjut dengan menyampaikan permintaan pembayaran kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(9) |
Proses penyelesaian atas tagihan permintaan pembayaran Imbalan (Fee) yang disampaikan oleh SKK Migas dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak dokumen diterima lengkap. |
BAB V
TATA CARA PENYELESAIAN ATAS TAGIHAN PEMBAYARAN PAJAK AIR PERMUKAAN, PAJAK AIR TANAH, DAN PAJAK BARANG DAN JASA TERTENTU ATAS TENAGA LISTRIK
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 26
(1) |
Jenis pajak dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang ditanggung dan dibayarkan oleh pemerintah pusat melalui Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara kepada pemerintah daerah terdiri atas:
a. |
PAP; |
b. |
PAT; dan |
c. |
PBJT atas Tenaga Listrik. |
|
(2) |
Ketentuan mengenai besaran tarif, penghitungan dasar pengenaan, dan pemungutan Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. |
Bagian Kedua
Surat Tagihan Permintaan Atas Pembayaran Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik
Pasal 27
(1) |
Kontraktor menyampaikan data realisasi volume pemanfaatan Air Permukaan, Air Tanah, dan T enaga Listrik kepada Pemerintah Daerah setiap bulan paling lambat pada minggu kedua bulan berikutnya. |
(2) |
Data realisasi volume sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk menghitung besaran pokok pajak yang terutang. |
(3) |
Data realisasi volume sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu divalidasi oleh SKK Migas atau BPMA bersama dengan Kontraktor dan Pemerintah Daerah. |
(4) |
Validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh pihak K ontraktor, Pemerintah Daerah, dan SKK Migas atau BPMA. |
(5) |
Jenis berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:
a. |
Berita Acara Pemanfaatan Air Permukaan untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; |
b. |
Berita Acara Pemanfaatan Air Tanah untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; dan |
c. |
Berita Acara Pemanfaatan Tenaga Listrik untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. |
|
(6) |
Berita Acara Pemanfaatan Air Permukaan untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dan Rekapitulasi Pemanfaatan Air Permukaan untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi disusun sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(7) |
Berita Acara Pemanfaatan Air Tanah untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi d a n Rekapitulasi Pemanfaatan Air Tanah untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi disusun sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(8) |
Berita Acara Pemanfaatan Tenaga Listrik untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, dan Rekapitulasi Pemanfaatan Tenaga Listrik untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi disusun sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 28
(1) |
Nilai perolehan Air Permukaan dan volume dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5) huruf a, digunakan oleh Kepala Daerah untuk menghitung besaran pokok PAP yang terutang. |
(2) |
Nilai perolehan Air Tanah dan volume dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5) huruf b, digunakan oleh Kepala Daerah sebagai dasar untuk menghitung besaran pokok PAT yang terutang. |
(3) |
Nilai jual tenaga listrik, tarif PBJT atas Tenaga Listrik, dan volume dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5) huruf c, digunakan oleh Kepala Daerah untuk menghitung besaran pokok PBJT atas Tenaga Listrik yang terutang. |
Pasal 29
(1) |
Gubernur atau Sekretaris Daerah atas nama Gubernur menyampaikan surat tagihan pokok PAP yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) secara tertulis kepada Kepala Perwakilan SKK Migas atau Kepala BPMA. |
(2) |
Surat tagihan pokok PAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. |
Asli berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5) huruf a; |
b. |
Asli Surat Ketetapan Pajak Daerah; |
c. |
Peraturan Daerah mengenai PAP; |
d. |
Peraturan Gubernur mengenai nilai perolehan air permukaan; |
e. |
Surat keterangan dari Gubernur atau Sekretaris Daerah atas nama Gubernur yang menerangkan bahwa Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d masih berlaku; dan |
f. |
Dokumen pendukung terkait lainnya dalam hal diperlukan, sesuai dengan tagihan yang diajukan. |
|
(3) |
Bupati/Walikota atau Sekretaris Daerah atas nama Bupati/Walikota menyampaikan surat tagihan pokok PAT dan/atau pokok PBJT atas Tenaga Listrik yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) secara tertulis kepada Kepala Perwakilan SKK Migas atau Kepala BPMA. |
(4) |
Surat tagihan pokok PAT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan:
a. |
Asli berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5) huruf b; |
b. |
Asli Surat Ketetapan Pajak Daerah; |
c. |
Peraturan Daerah mengenai PAT; |
d. |
Peraturan Bupati/Walikota mengenai nilai perolehan air tanah; |
e. |
Surat keterangan dari Bupati/Walikota atau Sekretaris Daerah atas nama Bupati/Walikota yang menerangkan bahwa Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d masih berlaku; dan |
f. |
Dokumen pendukung terkait lainnya dalam hal diperlukan, sesuai dengan tagihan yang diajukan. |
|
(5) |
Surat tagihan pokok PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan:
a. |
Asli berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5) huruf c; |
b. |
Asli Surat Pemberitahuan Pajak Daerah; |
c. |
Peraturan Daerah mengenai PBJT atas Tenaga Listrik; |
d. |
Peraturan Bupati/Walikota mengenai harga jual tenaga listrik sesuai dengan ketentuan yang berlaku; |
e. |
Surat keterangan dari Bupati/Walikota atau Sekretaris Daerah atas nama Bupati/Walikota yang menerangkan bahwa Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d masih berlaku; dan |
f. |
Dokumen pendukung terkait lainnya dalam hal diperlukan, sesuai dengan tagihan yang diajukan. |
|
(6) |
Surat tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(7) |
Hak untuk melakukan penagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik menjadi daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak. |
Pasal 30
(1) |
Terhadap surat tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, SKK Migas atau BPMA melakukan verifikasi. |
(2) |
Dalam rangka proses verifikasi tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKK Migas atau BPMA melakukan penelitian terhadap:
a. |
kelengkapan dokumen tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5); |
b. |
kesesuaian dokumen tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (6); |
c. |
kesesuaian tarif dan dasar pengenaan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik; dan |
d. |
kebenaran perhitungan atas besaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik terutang. |
|
(3) |
Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, SKK Migas atau BPMA tidak dapat memproses lebih lanjut surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3). |
(4) |
Dalam hal surat tagihan tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Perwakilan SKK Migas atau Kepala BPMA menyampaikan surat pemberitahuan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota. |
(5) |
Surat tagihan yang tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat disampaikan kembali oleh Gubernur atau Bupati/Walikota kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA setelah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(6) |
Dalam hal verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memenuhi persyaratan, Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA melalui pejabat setingkat di bawahnya yang tugas dan fungsinya melaksanakan urusan di bidang keuangan menyampaikan surat permintaan pembayaran kepada Direktur Jenderal Anggaran dilengkapi dengan:
a. |
kertas kerja verifikasi yang digunakan dalam proses penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan |
b. |
dokumen tagihan pokok PAP, PAT dan PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5). |
|
(7) |
Pelaksanaan proses verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyampaian surat pemberitahuan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan/atau penyampaian surat permintaan pembayaran kepada Direktur Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan oleh SKK Migas atau BPMA dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3). |
(8) |
Surat tagihan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Ketiga
Penyelesaian Tagihan Permintaan Pembayaran Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik
Pasal 31
(1) |
Terhadap tagihan permintaan pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok Tenaga Listrik yang disampaikan oleh Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA melalui pejabat setingkat di bawahnya yang tugas dan fungsinya melaksanakan urusan di bidang keuangan, Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelitian terhadap:
a. |
kesesuaian surat permintaan pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (6); dan |
b. |
kesesuaian surat permintaan pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (8). |
|
(2) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dokumen permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, hasil penelitian dituangkan dalam lembar hasil penelitian Direktorat Jenderal Anggaran. |
(3) |
Dalam hal diperlukan, Direktorat Jenderal Anggaran dapat melaksanakan konfirmasi kepada SKK Migas atau BPMA atas dokumen tagihan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) |
Hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara konfirmasi. |
(5) |
Dalam hal berdasarkan:
a. |
hasil penelitian dokumen tagihan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi; atau |
b. |
berita acara konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dokumen tagihan permintaan pembayaran tidak terpenuhi, |
Direktorat Jenderal Anggaran tidak dapat memproses lebih lanjut permintaan pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik. |
(6) |
Dalam hal tagihan permintaan pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik tidak dapat diproses lebih lanjut, Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan surat pengembalian kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA. |
(7) |
Proses tagihan permintaan pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik yang tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), dapat disampaikan kembali setelah dilakukan perbaikan dengan mengikuti tata cara permintaan pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
(8) |
Berdasarkan lembar hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau berita acara konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dokumen permintaan pembayaran telah terpenuhi, Direktur Jenderal Anggaran memproses lebih lanjut dengan menyampaikan permintaan pembayaran kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(9) |
Proses penyelesaian atas tagihan permintaan pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PBJT atas Tenaga Listrik yang disampaikan oleh SKK Migas atau BPMA dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak dokumen diterima lengkap. |
BAB VI
PENYELESAIAN PEMBAYARAN ATAS TAGIHAN KEPADA PEMERINTAH
Pasal 32
(1) |
Permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (8), Pasal 18 ayat (8), Pasal 25 ayat (8), dan Pasal 31 ayat (8) disampaikan oleh Direktur Jenderal Anggaran dengan mempertimbangkan kondisi keuangan negara dan ketersediaan dana pada rekening minyak dan gas bumi. |
(2) |
Dalam hal dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi untuk membayar keseluruhan permintaan pembayaran, Direktorat Jenderal Anggaran menangguhkan pembayaran sampai tersedianya dana dan/atau membayar sebagian tagihan. |
Pasal 33
(1) |
Terhadap permintaan pembayaran yang diajukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan penelitian. |
(2) |
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi persyaratan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan menerbitkan surat perintah pencairan dana dan/atau surat perintah transfer secara elektronik kepada Bank Indonesia. |
(3) |
Surat perintah pencairan dana dan/atau surat perintah transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan pembayaran dan arsip data komputer Surat Perintah Membayar dari Direktorat Jenderal Anggaran. |
(4) |
Berdasarkan surat perintah pencairan dana dan/atau surat perintah transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Indonesia memindahbukukan dana untuk permintaan pembayaran atas tagihan kepada pemerintah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi ke rekening Kontraktor, rekening Badan Usaha, atau rekening Pemerintah Daerah yang bersangkutan. |
(5) |
Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Anggaran melakukan monitoring transaksi dan mengunduh rekening koran atas pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melalui sistem informasi yang disediakan oleh Bank Indonesia. |
Pasal 34
Direktorat Jenderal Anggaran menyampaikan pemberitahuan pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan bukti transaksi pemindahbukuan di rekening minyak dan gas bumi dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (5) kepada SKK Migas atau BPMA.
Pasal 35
(1) |
Dalam hal ditemukan kesalahan atas pembayaran kewajiban Pemerintah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, terhadap kesalahan dimaksud diperhitungkan dalam pembayaran kewajiban periode berikutnya. |
(2) |
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan instansi yang berwenang ditemukan kesalahan atas pembayaran kewajiban Pemerintah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, terhadap kesalahan dimaksud dikoreksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB VII
SISTEM INFORMASI
Pasal 36
(1) |
Permintaan pembayaran atas tagihan kepada pemerintah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran melalui sistem aplikasi yang dibangun, dikelola, dan/atau dikembangkan oleh Kementerian Keuangan. |
(2) |
Proses penyampaian melalui sistem aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak penyampaian permintaan pembayaran atas tagihan kepada pemerintah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi oleh Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA melalui pejabat setingkat di bawahnya yang tugas dan fungsinya melaksanakan urusan di bidang keuangan kepada Direktur Jenderal Anggaran sampai dengan penyampaian permintaan pembayaran oleh Direktur Jenderal Anggaran kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(3) |
Dalam hal:
a. |
kondisi kahar; atau |
b. |
keadaan lain yang menyebabkan sistem aplikasi tidak dapat digunakan, |
proses penyampaian tagihan permintaan pembayaran kepada Direktur Jenderal Anggaran dilakukan melalui non-aplikasi. |
(4) |
Non-aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan mekanisme tata cara persuratan. |
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, proses pembayaran kewajiban Pemerintah dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berupa:
a. |
Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disampaikan oleh Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA kepada Direktorat Jenderal Anggaran dan belum diselesaikan pembayarannya sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.02/2019 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Kepada Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; |
b. |
Pembayaran DMO Fee dan/atau Under Lifting Kontraktor yang telah disampaikan oleh Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA kepada Direktorat Jenderal Anggaran dan belum diselesaikan pembayarannya sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.02/2019 tentang Tata Cara Pembayaran Domestic Market Obligation Fee, Over Lifting Kontraktor dan/atau Under Lifting Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.02/2019 Tentang Tata Cara Pembayaran Domestic Market Obligation Fee, Over Lifting Kontraktor dan/atau Under Lifting Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi; |
c. |
Pembayaran Imbalan (Fee) Penjualan Minyak dan/atau Gas Bumi Bagian Negara yang telah disampaikan oleh Kepala SKK Migas kepada Direktorat Jenderal Anggaran dan belum diselesaikan pembayarannya sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 114/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Pembayaran Imbalan (Fee) kepada Penjual Minyak dan/atau Gas Bumi Bagian Negara yang Dibebankan pada Bagian Negara dari Penerimaan Hasil Penjualan Minyak dan/atau Gas Bumi; dan |
d. |
Tagihan atas PAP, PAT, dan pajak penerangan jalan yang telah dimanfaatkan dan belum diselesaikan pembayarannya sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Pembayaran Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Penerangan Jalan untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang Dibayarkan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.02/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Pembayaran Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Penerangan Jalan untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang Dibayarkan oleh Pemerintah Pusat. |
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Pembayaran Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Penerangan Jalan untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang Dibayarkan oleh Pemerintah Pusat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 122); |
b. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 114/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Pembayaran Imbalan (Fee) kepada Penjual Minyak dan/atau Gas Bumi Bagian Negara yang Dibebankan pada Bagian Negara dari Penerimaan Hasil Penjualan Minyak dan/atau Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1134); |
c. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.02/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Pembayaran Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Penerangan Jalan untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang Dibayarkan oleh Pemerintah Pusat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1822); |
d. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.02/2019 tentang Tata Cara Pembayaran Domestic Market Obligation Fee, Over Lifting Kontraktor dan/atau Under Lifting Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 923); |
e. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.02/2019 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Kepada Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 924); dan |
f. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.02/2019 tentang Tata Cara Pembayaran Domestic Market Obligation Fee, Over Lifting Kontraktor dan/atau Under Lifting Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 365), |
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 39
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
DHAHANA PUTRA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 1109
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.