Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 15 Tahun 2025

Kategori : KUP

Pemeriksaan Pajak


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2025

TENTANG

PEMERIKSAAN PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
  1. bahwa untuk memberikan kepastian hukum terhadap pemeriksaan pajak, termasuk pemeriksaan pajak bumi dan bangunan, yang saat ini diatur dalam beberapa peraturan di bidang perpajakan, perlu dilakukan simplifikasi dan pengaturan kembali ketentuan mengenai pemeriksaan pajak dalam satu Peraturan Menteri Keuangan;
  2. bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai pemeriksaan pajak;
  3. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan, belum menampung penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, sehingga perlu diganti;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17B ayat (1a), Pasal 30 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan serta ketentuan Pasal 8 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemeriksaan Pajak;

Mengingat  :
  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 226, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6834);
  6. Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan  :   

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMERIKSAAN PAJAK.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
  2. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
  3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
  4. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
  5. Undang-Undang Akses Informasi Keuangan adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
  6. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
  7. Pemeriksaan Lengkap adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang mencakup seluruh pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam.
  8. Pemeriksaan Terfokus adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang terfokus pada satu atau beberapa pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam.
  9. Pemeriksaan Spesifik adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan secara spesifik atas satu atau beberapa pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak, data, atau kewajiban perpajakan tertentu secara sederhana.
  10. Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  11. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  12. Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  13. Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang pengenaannya sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
  14. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak bumi dan bangunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
  15. Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
  16. Pajak Penjualan adalah pajak yang dipungut atas penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pengusaha di dalam daerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang Pemungutan Pajak Penjualan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1968 tentang Perobahan/Tambahan Undang-Undang Pajak Penjualan 1951.
  17. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  18. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
  19. Seorang Kuasa yang selanjutnya disebut Kuasa adalah seorang yang menerima surat kuasa khusus dari Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.
  20. Wakil Wajib Pajak yang selanjutnya disebut Wakil adalah wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
  21. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  22. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  23. Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan yang merupakan objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan minyak dan gas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan mineral atau batubara, dan Pajak Bumi dan Bangunan sektor lainnya.
  24. Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemberitahuan bahwa Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan Wajib Pajak telah terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
  25. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
  26. Surat Pemberitahuan Objek Pajak adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan menurut ketentuan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang dilampiri dengan lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Surat Pemberitahuan Objek Pajak.
  27. Pemeriksa Pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.
  28. Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada tanda pengenal tersebut sebagai Pemeriksa Pajak.
  29. Surat Perintah Pemeriksaan adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
  30. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan adalah surat pemberitahuan mengenai dilakukannya Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  31. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
  32. Data Elektronik adalah data berbentuk elektronik yang tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi.
  33. Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak termasuk media penyimpan data dan akses data yang dikelola secara elektronik dan benda lain yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk Data Elektronik dan benda-benda lain.
  34. Pembahasan Temuan Sementara adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan sementara Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara untuk memberikan keyakinan bahwa temuan telah didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  35. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan adalah surat yang berisi hasil pengujian Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang, dan perhitungan sementara dari sanksi dan/atau denda administratif.
  36. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang dan perhitungan sanksi dan/atau denda administratif.
  37. Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.
  38. Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
  39. Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir adalah laporan yang berisi penghentian Pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan surat ketetapan pajak atau surat ketetapan pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
  40. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
  41. Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak atau surat ketetapan pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang sama.
  42. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar.
  43. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok Pajak Bumi dan Bangunan atau selisih pokok Pajak Bumi dan Bangunan, besarnya denda administratif, dan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar.
  44. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
  45. Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai wewenang melaksanakan tugas dan fungsi Pemeriksaan yang menjadi kewenangan Direktur Jenderal Pajak.
  46. Standar Pemeriksaan adalah standar yang digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai acuan dalam melaksanakan Pemeriksaan.
 

BAB II
KEWENANGAN, TUJUAN, TIPE, RUANG LINGKUP, DAN KRITERIA PEMERIKSAAN

Bagian Kesatu
Kewenangan, Tujuan, dan Tipe Pemeriksaan

Pasal 2


(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan tipe:
a. Pemeriksaan Lengkap;
b. Pemeriksaan Terfokus; atau
c. Pemeriksaan Spesifik.
(3) Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan melakukan administrasi Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
  

Bagian Kedua
Ruang Lingkup Pemeriksaan

Pasal 3


(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, termasuk satu atau beberapa Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
(2) Jenis pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pajak Penghasilan;
b. Pajak Pertambahan Nilai;
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
d. Bea Meterai;
e. Pajak Bumi dan Bangunan;
f. Pajak Penjualan;
g. Pajak Karbon; dan
h. pajak lainnya yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat berupa penentuan, pencocokan, pemenuhan kewajiban berdasarkan ketentuan perundang-undangan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan.

 

Bagian Ketiga
Kriteria Pemeriksaan

Pasal 4


(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dalam hal:
a. Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17B Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
d. Wajib Pajak telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
e. Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku;
f. Wajib Pajak melakukan perubahan metode Pembukuan;
g. Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva tetap;
h. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
i. Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dan/atau ekspor barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dan telah diberikan pengembalian pajak masukan atau telah mengkreditkan pajak masukan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (6e) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
j. Wajib Pajak terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan risiko kepatuhan Wajib Pajak;
k. pihak lain yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 32A ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
l. terdapat data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
m. Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; dan/atau
n. terdapat indikasi jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang berdasarkan data, keterangan, dan/atau bukti, serta berdasarkan hasil analisis, lebih besar daripada jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang dihitung berdasarkan:
  1. Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak; atau
  2. Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak dan data Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang diperoleh pada saat dilakukan penilaian lapangan, sepanjang data, keterangan, dan/atau bukti yang menunjukkan indikasi tersebut tidak diperoleh pada saat dilakukan penilaian lapangan.
(2) Data konkret sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l merupakan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak yang berupa:
a. faktur pajak yang sudah memperoleh persetujuan melalui sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak tetapi belum atau tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
b. bukti pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang belum atau tidak dilaporkan oleh penerbit bukti pemotongan atau pemungutan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan; dan/atau
c. bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak,
yang ditindaklanjuti melalui pengujian secara sederhana.
(3) Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), dengan kriteria:
a. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
b. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan;
d. pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
e. pendaftaran Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan secara jabatan;
f. pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
g. penyelesaian keberatan;
h. pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
i. pencocokan data dan/atau alat keterangan;
j. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
k. penetapan Wajib Pajak pemberi kerja berlokasi usaha di daerah tertentu;
l. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
m. penyelesaian penagihan pajak;
n. penentuan saat mulai beroperasi atau berproduksi komersial sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan;
o. penetapan penambahan jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan;
p. pemenuhan pertukaran informasi berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan;
q. penyelesaian prosedur persetujuan bersama;
r. penyelesaian permohonan kesepakatan harga transfer;
s. pengujian kepatuhan atas pelaksanaan Undang- Undang Akses Informasi Keuangan;
t. penetapan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi;
u. pelaksanaan pemeriksaan fisik dalam rangka pemberian endorsement dari tempat lain dalam daerah pabean ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas;
v. pengumpulan atau perolehan data dalam rangka perluasan basis data perpajakan;
w. pengujian pihak lain atas pemenuhan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
x pengujian fasilitas perpajakan yang telah diberikan; dan/atau
y kriteria lainnya untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


BAB III
STANDAR PEMERIKSAAN

Pasal 5


(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.
(2) Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. standar umum Pemeriksaan;
b. standar pelaksanaan Pemeriksaan; dan
c. standar pelaporan hasil Pemeriksaan.
(3) Standar umum Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan standar umum bagi Pemeriksa Pajak yang harus memenuhi minimal persyaratan sebagai berikut:
a. mendapat pendidikan dan/atau pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak; dan
b. memiliki integritas dan independensi dalam melaksanakan tugas sebagai Pemeriksa Pajak.
(4) Standar pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b minimal sebagai berikut:
a. melakukan persiapan sesuai dengan tujuan Pemeriksaan;
b. melakukan pengujian berdasarkan metode dan teknik Pemeriksaan;
c. mendasarkan hasil temuan Pemeriksaan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
d. melaksanakan Pemeriksaan di kantor Direktorat Jenderal Pajak atau di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, lokasi Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak; dan
e. mendokumentasikan pelaksanaan Pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja Pemeriksaan.
(5) Standar pelaporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c minimal sebagai berikut:
a. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun berdasarkan kertas kerja Pemeriksaan; dan
b. Laporan Hasil Pemeriksaan memuat tentang pelaksanaan Pemeriksaan, simpulan, dan usulan Pemeriksa Pajak serta dapat memuat pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.


BAB IV
JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN

Pasal 6


(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu Pemeriksaan yang meliputi:
a. jangka waktu pengujian; dan
b. jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan.
(2) Jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama:
a. 5 (lima) bulan untuk Pemeriksaan Lengkap;
b. 3 (tiga) bulan untuk Pemeriksaan Terfokus; dan
c. 1 (satu) bulan untuk Pemeriksaan Spesifik, 
terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
(3) Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3), Pemeriksaan Spesifik terkait kriteria Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf l dilakukan dalam jangka waktu Pemeriksaan yang meliputi:
a. jangka waktu pengujian paling lama 10 (sepuluh) hari kerja; dan
b. jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
(5) Jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang terkait dengan:
a. Wajib Pajak dalam satu grup; dan/atau
b. Wajib Pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang terindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan,
dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan.
(6) Wajib Pajak dalam satu grup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a yakni kumpulan dari dua atau lebih Wajib Pajak, baik Badan maupun orang pribadi, dalam suatu kelompok usaha yang terdiri dari pihak- pihak yang memiliki hubungan istimewa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(7) Dalam hal dilakukan perpanjangan jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pejabat pada Unit Pelaksana Pemeriksaan harus menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian kepada Wajib Pajak.
(8) Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu Pemeriksaan paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
(9) Dalam hal terdapat ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai jangka waktu penyelesaian permohonan Wajib Pajak, penyelesaian Pemeriksaan juga harus memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. jangka waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. jangka waktu penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
c. jangka waktu pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (9) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan/atau
d. jangka waktu lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), jangka waktu Pemeriksaan atas Pajak Penghasilan minyak dan gas bumi Wajib Pajak kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi dengan kontrak kerja sama dengan pengembalian biaya operasi (Production Sharing Contract Cost Recovery) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pedoman pelaksanaan Pemeriksaan bersama atas pelaksanaan kontrak kerja sama minyak dan gas bumi serta perubahannya.


BAB V
KEWAJIBAN DAN HAK DALAM PEMERIKSAAN

Bagian Kesatu
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak

Pasal 7


(1) Dalam melakukan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak harus memenuhi kewajiban:
a. memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak;
c. memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
d. mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjamkan saat Pemeriksaan; dan
e. merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal dilakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak juga harus memenuhi kewajiban:
a. memberikan penjelasan kepada Wajib Pajak mengenai:
  1. alasan dan tujuan Pemeriksaan; dan
  2. hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan;
b. memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
c. menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai pos dalam Surat Pemberitahuan, data, dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang diperiksa dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan tipe Pemeriksaan Terfokus;
d. menyampaikan pemberitahuan tertulis dalam hal terdapat perubahan atas pos dalam Surat Pemberitahuan, data, dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang diperiksa dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan tipe Pemeriksaan Terfokus;
e. melakukan Pembahasan Temuan Sementara;
f. menyampaikan daftar temuan hasil Pemeriksaan yang dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
g. memberikan hak untuk hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
h. menyampaikan surat pemberitahuan penangguhan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
i. menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan dilanjutkan kepada Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dilanjutkan kembali.
(3) Kewajiban Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dikecualikan dalam hal Pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan tipe Pemeriksaan Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c.
(4) Dalam melakukan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak berwenang:
a. melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar Pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak, atau yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan;
b. mengakses dan/atau mengunduh Data Elektronik yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan;
c. memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang dipandang perlu guna kelancaran Pemeriksaan, termasuk yang digunakan untuk:
  1. menyimpan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, yang menjadi dasar Pembukuan atau pencatatan;
  2. menyimpan dokumen lain;
  3. menyimpan uang; dan/atau
  4. menyimpan barang,
yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, objek yang terutang pajak, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan.
d. meminta data, informasi, atau keterangan dan/atau penjelasan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak, termasuk memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak;
e. meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa;
f. melakukan Penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan
g. meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, dapat berupa:
  1. penyediaan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses Data Elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
  2. pemberian hak akses atas barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
  3. penyediaan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan dalam hal Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak dan/atau lokasi Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan/atau
  4. penyediaan tenaga pendamping dalam hal diperlukan.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Pasal 8


(1) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Wajib Pajak berhak:
a. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan;
b. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan;
c. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak apabila susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan; dan
d. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak juga berhak:
a. melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. menerima pemberitahuan tertulis mengenai pos dalam Surat Pemberitahuan, data, dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang diperiksa dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan tipe Pemeriksaan Terfokus;
c. menerima pemberitahuan tertulis dalam hal terdapat perubahan atas pos dalam Surat Pemberitahuan, data, dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang diperiksa dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan tipe Pemeriksaan Terfokus;
d. menghadiri Pembahasan Temuan Sementara;
e. memperlihatkan, menyampaikan, dan/atau memberikan buku, catatan, data, informasi, atau keterangan lain, termasuk Data Elektronik dalam rangka Pembahasan Temuan Sementara;
f. menghadirkan saksi, ahli, atau pihak ketiga dalam rangka Pembahasan Temuan Sementara;
g. menerima daftar temuan hasil Pemeriksaan yang dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
h. menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan;
i. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, kecuali untuk Pemeriksaan yang dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf l;
j. menerima surat pemberitahuan penangguhan Pemeriksaan dalam hal Pemeriksaan ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
k. menerima surat pemberitahuan Pemeriksaan dilanjutkan dalam hal Pemeriksaan yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilanjutkan kembali.
(3) Hak Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, huruf e, dan huruf f dikecualikan dalam hal Pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan tipe Pemeriksaan Spesifik.
(4) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Wajib Pajak wajib:
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan kepada Pemeriksa Pajak buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar Pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang pajak, atau yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan;
b. memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk mengakses dan/atau mengunduh Data Elektronik;
c. memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang dipandang perlu guna kelancaran Pemeriksaan, termasuk yang digunakan untuk:
  1. menyimpan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, yang menjadi dasar Pembukuan atau pencatatan;
  2. menyimpan dokumen lain;
  3. menyimpan uang; dan/atau
  4. menyimpan barang,
yang dapat memberi petunjuk tentang, penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, objek yang terutang pajak, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan;
d. memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, yang dapat berupa:
  1. menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses Data Elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
  2. memberikan hak akses atas barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
  3. menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan dalam hal Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak dan/atau lokasi Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
  4. menyediakan tenaga pendamping dalam hal diperlukan;
dan
e. memberikan data, informasi, keterangan dan/atau penjelasan lisan dan/atau tertulis yang diminta oleh Pemeriksa Pajak, termasuk memenuhi panggilan dari Pemeriksa Pajak untuk hadir di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak juga wajib menyampaikan tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.


BAB VI
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN

Bagian Kesatu
Surat Perintah Pemeriksaan

Pasal 9


(1) Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam tim Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan.
(2) Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak diubah, kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan menerbitkan surat perintah Pemeriksaan perubahan.
(3) Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, maupun pihak lain yang berasal dari luar Direktorat Jenderal Pajak.
 

Bagian Kedua
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan

Pasal 10


(1) Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak atau Wakil mengenai dilakukannya Pemeriksaan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan yang diterbitkan oleh pejabat pada Unit Pelaksana Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan tidak dapat disampaikan kepada Wajib Pajak atau Wakil, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan dapat disampaikan kepada:
a. Kuasa;
b. pegawai; atau
c. anggota keluarga yang telah dewasa, 
dari Wajib Pajak.
(3) Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan tidak dapat disampaikan kepada Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan dianggap telah disampaikan.
(4) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan pemberitahuan tertulis mengenai pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak, data, dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang akan dilakukan Pemeriksaan dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan tipe Pemeriksaan Terfokus.
(5) Dalam hal terdapat perubahan pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak, data, dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang akan dilakukan Pemeriksaan dengan tipe Pemeriksaan Terfokus sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tim Pemeriksa Pajak menyampaikan secara tertulis kepada Wajib Pajak atau Wakil mengenai perubahan tersebut.
(6) Tanggal penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) merupakan tanggal dimulainya Pemeriksaan.
(7) Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan telah disampaikan, Wajib Pajak tidak dapat:
a. menyampaikan Surat Pemberitahuan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (7) huruf d Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan/atau
b. membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
dalam ruang lingkup yang dilakukan Pemeriksaan.
(8) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak ada di tempat dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan telah disampaikan maka:
a. Pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang terdapat pegawai dari Wajib Pajak yang mempunyai tugas dan fungsi yang relevan untuk membantu kelancaran Pemeriksaan;
b. Pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang terdapat anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dapat membantu kelancaran Pemeriksaan; atau
c. Pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.
(9) Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan, maka Wajib Pajak dianggap menolak untuk dilakukan Pemeriksaan.
(10) Dalam hal pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b menolak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meminta pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk menandatangani surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan.
(11) Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak menolak untuk menandatangani surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.


Bagian Ketiga
Pertemuan dengan Wajib Pajak

Pasal 11


(1) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak memberikan penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a melalui pertemuan dengan Wajib Pajak atau Wakil setelah menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak atau Wakil tidak dapat melakukan pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pertemuan tersebut dapat dilakukan dengan Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(3) Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) dapat dilakukan secara:
a. luring dengan tatap muka langsung; dan/atau
b. daring dengan video conference.
(4) Setelah melakukan pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara hasil pertemuan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(5) Dalam hal pertemuan dilakukan secara daring sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Pemeriksa Pajak membuat berita acara hasil pertemuan dan menyampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(6) Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menandatangani berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menyampaikan kembali kepada Pemeriksa Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak berita acara hasil pertemuan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(7) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa:
a. tidak menandatangani berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5); atau
b. tidak menyampaikan kembali berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
Wajib Pajak dianggap menolak menandatangani berita acara hasil pertemuan.
(8) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa:
a. menolak menandatangani berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan tersebut pada berita acara hasil pertemuan;
b. tidak menandatangani berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan pada berita acara hasil pertemuan; atau
c. tidak menyampaikan kembali berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, Pemeriksa Pajak membuat kembali berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai catatan mengenai penolakan penandatanganan tersebut.
(9) Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) dikecualikan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan tipe Pemeriksaan Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c.
(10) Dalam hal pertemuan dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pemberitahuan mengenai alasan dan tujuan Pemeriksaan serta hak dan kewajiban Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a disampaikan secara tertulis bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan.
(11) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak dapat ditemui dalam rangka pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), pemberitahuan mengenai alasan dan tujuan Pemeriksaan serta hak dan kewajiban Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a disampaikan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
 

Bagian Keempat
Buku, Catatan, dan/atau Dokumen

Pasal 12


(1) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak dapat meminjam atau meminta:
a. buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar Pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak, termasuk Data Elektronik dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan; atau
b. buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,
dengan menyampaikan surat permintaan.
(2) Wajib Pajak wajib memenuhi surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak surat permintaan dimaksud disampaikan.
(3) Setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui, Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara pemenuhan kewajiban atas peminjaman atau permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memuat informasi mengenai Wajib Pajak:
a. memenuhi seluruhnya;
b. memenuhi sebagian; atau
c. tidak memenuhi seluruhnya.
(4) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik yang dipinjam atau diminta dalam surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Wajib Pajak setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dianggap tidak diberikan pada saat Pemeriksaan.
(5) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data elektronik yang dipinjam atau diminta belum dipenuhi, baik sepenuhnya maupun sebagian, dan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terlampaui, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan peringatan secara tertulis paling banyak 2 (dua) kali, yaitu:
a. surat peringatan pertama setelah 2 (dua) minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. surat peringatan kedua setelah 3 (tiga) minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjamkan atau diberikan dalam bentuk fotokopi, cetakan, salinan, dan/atau elektronik, Wajib Pajak wajib menyatakan buku, catatan, dan/atau dokumen tersebut telah sesuai dengan aslinya.
(7) Setiap penyerahan:
a. buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjamkan; dan/atau
b. buku, catatan, dan/atau dokumen dalam bentuk fotokopi, cetakan, salinan, dan/atau elektronik yang diberikan,
Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman dan/atau penyerahan.
(8) Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a yang dipinjamkan oleh Wajib Pajak setelah Pemeriksaan selesai.
(9) Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan di tempat Wajib Pajak dan/atau lokasi Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, yang diperlukan dan diperoleh atau ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak dan/atau lokasi Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Pemeriksa Pajak pada saat itu juga meminjam atau meminta buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik dengan segera menyampaikan surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan membuat bukti peminjaman dan/atau penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7); dan
b. dalam hal untuk mengakses dan/atau mengunduh Data Elektronik diperlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan kepada:
  1. Wajib Pajak untuk menyediakan tenaga dan/atau peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf d; atau
  2. seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3).
(10) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik perlu dilindungi kerahasiaannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar pelaksanaan Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak dengan menyediakan ruangan khusus.
(11) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, yang dipinjam atau diminta dalam surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sampai dengan sebelum berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan ditandatangani.
(12) Dalam hal Pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, selain yang dipinjam atau diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (9) huruf a, dan/atau ayat (11) dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sampai dengan sebelum berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan ditandatangani.
(13) Dalam hal Pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, apabila Wajib Pajak memberikan sebagian atau tidak memberikan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, yang diminta berdasarkan berita acara kewajiban atas pemenuhan peminjaman atau permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak berdasarkan bukti yang kuat dan berkaitan.
(14) Dalam hal:
a. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas atau Wajib Pajak Badan; dan
b. Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (13), penghasilan kena pajak dapat dihitung secara jabatan sesuai    dengan    ketentuan    peraturan    perundang-undangan di bidang perpajakan.
(15) Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat menghitung penghasilan kena pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (14), Pemeriksa Pajak dapat mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.
(16) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, apabila Wajib Pajak memberikan sebagian atau tidak memberikan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, serta keterangan lain yang diminta, berita acara pemenuhan kewajiban atas peminjaman atau permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3)  dapat menjadi dasar pertimbangan Direktur Jenderal Pajak, baik secara jabatan atau permohonan, untuk menolak atau tidak dapat dipertimbangkan atas suatu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan yang dilakukan.


Pasal 13


Dalam hal Pemeriksa Pajak menghitung penghasilan kena pajak secara jabatan, Pemeriksa Pajak melakukan pembuktian bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang menyampaikan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, serta keterangan lain yang diminta.


Bagian Kelima
Penyegelan

Pasal 14


(1) Pemeriksa Pajak berwenang melakukan Penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak dan/atau Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang diperiksa agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan.
(2) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila pada saat pelaksanaan Pemeriksaan:
a. Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang dipandang perlu guna kelancaran Pemeriksaan, termasuk yang digunakan untuk:
  1. menyimpan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, yang menjadi dasar Pembukuan atau pencatatan;
  2. menyimpan dokumen lain;
  3. menyimpan uang; dan/atau
  4. menyimpan barang,
yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, objek yang terutang pajak, atau yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf c;
b. Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk mengakses Data Elektronik atau membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak; atau
c. Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak berada di tempat.
(3) Dalam melakukan Penyegelan, Pemeriksa Pajak disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain tim Pemeriksa Pajak dan dituangkan dalam berita acara Penyegelan.
(4) Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua diserahkan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(5) Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menolak menandatangani berita acara Penyegelan, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Penyegelan.
(6) Pembukaan segel dilakukan apabila:
a. Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa telah memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang disegel, dan/atau telah memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
b. berdasarkan  pertimbangan Pemeriksa  Pajak, Penyegelan tidak diperlukan lagi; dan/atau
c. terdapat permintaan dari penyidik yang sedang melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
(7) Pembukaan segel harus dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain tim Pemeriksa Pajak dan membuat berita acara pembukaan segel yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan saksi.
(8) Berita acara pembukaan segel dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(9) Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menolak menandatangani berita acara pembukaan segel, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara pembukaan segel.
(10) Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau instansi atau unsur pemerintah daerah setempat dalam rangka Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau pembukaan segel sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(11) Wajib Pajak dilarang merusak, mencabut, atau menghilangkan segel atau mengakses, mengubah, menghapus buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik yang ditempatkan pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak, termasuk media penyimpanan data yang disegel.
(12) Dalam hal tanda segel yang digunakan untuk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara mengenai kerusakan atau kehilangan tanda segel dan melaporkannya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(13) Apabila setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal Penyegelan, Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tetap tidak memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang disegel, dan/atau tidak memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, Wajib Pajak dianggap menolak untuk dilakukan Pemeriksaan.


Pasal 15

(1) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa harus menyampaikan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak dianggap menolak untuk dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 10 ayat (9); atau
b. Pasal 14 ayat (13),
Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
(3) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak.
(4) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak berdasarkan:
a. surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2);
b. berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
c. surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (10); atau
d. berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (11),
dapat melakukan penetapan pajak secara jabatan atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan apabila terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.
(5) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan:
a. surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2); atau
b. berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dapat menjadi dasar pertimbangan atau keputusan Direktur Jenderal Pajak, sesuai dengan tujuan Pemeriksaan.


 

Bagian Ketujuh
Data, Informasi, Keterangan dan/atau Penjelasan Wajib Pajak dan Permintaan Keterangan Kepada Pihak Ketiga

Pasal 16


(1) Pemeriksa Pajak dapat meminta data, informasi, keterangan, dan/atau penjelasan yang lebih rinci pada saat pelaksanaan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
(2) Data, informasi, keterangan, dan/atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak, dituangkan dalam berita acara mengenai pemberian data, informasi, keterangan, dan/atau penjelasan Wajib Pajak yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, Wakil, Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
(3) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tersebut dalam berita acara dimaksud.
(4) Pemeriksa Pajak melalui pejabat pada Unit Pelaksana Pemeriksaan dapat meminta keterangan dan/atau bukti kepada pihak ketiga secara tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(5) Dalam hal pihak ketiga memberikan keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara tertulis, Pemeriksa Pajak menuangkan keterangan tersebut dalam kertas kerja Pemeriksaan.
(6) Dalam hal keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan dalam bentuk selain tertulis, keterangan tersebut dituangkan dalam berita acara mengenai pemberian keterangan pihak ketiga yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan pihak ketiga.


Pasal 17

(1) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak melakukan Pembahasan Temuan Sementara.
(2) Pembahasan Temuan Sementara dilakukan melalui penyampaian panggilan Pembahasan Temuan Sementara kepada Wajib Pajak dilampiri dengan daftar temuan sementara.
(3) Pembahasan Temuan Sementara dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum jangka waktu pengujian berakhir.
(4) Dalam pelaksanaan Pembahasan Temuan Sementara, Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk:
a. memberikan buku, catatan, data, informasi, atau keterangan lain, termasuk Data Elektronik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (12);
b. memperlihatkan buku, catatan, data, informasi, atau keterangan lain, termasuk Data Elektronik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);
c. memberikan buku, catatan, dan/atau dokumen termasuk Data Elektronik, yang dipinjam atau diminta berdasarkan surat permintaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) yang berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (11); dan/atau
d. menghadirkan saksi, ahli, atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f dengan menyampaikan surat penunjukan saksi, ahli, atau pihak ketiga oleh Wajib Pajak.
(5) Buku, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diberikan dan/atau ditambahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan hasil Pembahasan Temuan Sementara dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa yang menghadiri Pembahasan Temuan Sementara.
(6) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menolak menandatangani berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan tersebut pada berita acara.
(7) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak menghadiri panggilan Pembahasan Temuan Sementara sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai ketidakhadiran tersebut pada berita acara Pembahasan Temuan Sementara.


Bagian Kedelapan
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

Pasal 18


(1) Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan daftar temuan hasil Pemeriksaan.
(2) Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang disampaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan oleh Wajib Pajak.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak disampaikannya tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak.
(4) Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(5) Wajib Pajak diberikan hak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melalui penyampaian undangan yang mencantumkan hari dan tanggal pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(6) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
a. tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima; atau
b. jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir,
bergantung pada peristiwa mana yang terjadi lebih dulu.
(7) Pemeriksa Pajak menindaklanjuti Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan membuat risalah pembahasan dan ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(8) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menyatakan tidak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, selain risalah pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pemeriksa Pajak juga menindaklanjuti Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan membuat berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(9) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menyatakan untuk mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibuat setelah pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilaksanakan.
(10) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menolak menandatangani risalah pembahasan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan/atau ikhtisar hasil pembahasan akhir, Pemeriksa Pajak memberikan catatan dalam berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(11) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan:
a. risalah pembahasan;
b. berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang juga berisi informasi mengenai ketidakhadiran Wajib Pajak; dan
c. ikhtisar hasil pembahasan akhir, 
ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak.
(12) Dalam hal terhadap Wajib Pajak dilakukan penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (14) atau Pasal 15 ayat (4), buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk Data Elektronik, serta keterangan lain yang diberikan pada saat pembahasan akhir dapat dipertimbangkan oleh Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan terbatas pada:
a. penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan secara jabatan; dan
b. kredit pajak sebagai pengurang Pajak Penghasilan.


Bagian Kesembilan
Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan

Pasal 19


(1) Permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dapat dilakukan, dengan ketentuan:
a. Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menyampaikan tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang menyatakan menyetujui sebagian hasil Pemeriksaan atau tidak menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan, atau tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);
b. Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5);
c. Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menyatakan untuk mengajukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang dituangkan oleh Pemeriksa Pajak dalam risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7);
d. risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) telah ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa;
e. berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan ikhtisar hasil pembahasan akhir belum ditandatangani oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa; dan
f. terdapat perbedaan pendapat dalam risalah pembahasan yang terbatas pada dasar hukum koreksi antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(2) Permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa kepada:
a. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; atau
b. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
(3) Surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak penandatanganan risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan ditembuskan kepada pejabat pada Unit Pelaksana Pemeriksaan.
(4) Dalam hal pada saat melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menyatakan untuk mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan namun tidak menyampaikan surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak melalui pejabat pada Unit Pelaksana Pemeriksaan menyampaikan surat panggilan kepada Wajib Pajak untuk melakukan penandatanganan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir.
(5) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak menghadiri panggilan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau menghadiri namun menolak melakukan penandatanganan, maka:
a. berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang juga berisi informasi mengenai ketidakhadiran Wajib Pajak dalam penandatanganan atau penolakan penandatanganan oleh Wajib Pajak; dan
b. ikhtisar hasil pembahasan akhir, 
ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak.
(6) Susunan Tim Quality Assurance Pemeriksaan terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan 3 (tiga) orang anggota.
(7) Tim Quality Assurance Pemeriksaan dibentuk oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
(8) Tim Quality Assurance Pemeriksaan bertugas untuk:
a. membahas perbedaan pendapat yang terbatas pada dasar hukum koreksi antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
b. memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan
c. membuat risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang berisi simpulan dan keputusan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan bersifat mengikat.
(9) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus menyampaikan undangan kepada Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak untuk melakukan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(10) Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(11) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus tetap dilakukan oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
(12) ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(13) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(15) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dianggap telah dilakukan dan Tim Quality Assurance Pemeriksaan membuat:
a. berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan; dan
b. risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) yang ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
(16) Dalam hal dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan:
a. risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7); dan
b. risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (12),
digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir.
(17) Dalam rangka menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (16), Pemeriksa Pajak melalui pejabat pada Unit Pelaksana Pemeriksaan memanggil Wajib Pajak dengan mengirimkan surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(18) Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa harus memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (17) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak.
(19) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (17), namun menolak menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan pada berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(20) Dalam hal Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (17), Pemeriksa Pajak membuat catatan pada berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan mengenai tidak dipenuhinya panggilan.
(21) Pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan antara Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa dengan Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) serta pelaksanaan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) harus mempertimbangkan jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).


BAB VII
PELAPORAN PEMERIKSAAN

Bagian Kesatu
Laporan Hasil Pemeriksaan

Pasal 20


(1) Pemeriksaan diselesaikan dengan cara membuat Laporan Hasil Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dihentikan, Pemeriksaan diselesaikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir.
(3) Laporan Hasil Pemeriksaan dalam rangka Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan merupakan dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan/atau Surat Tagihan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan kertas kerja Pemeriksaan.
(5) Risalah pembahasan dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak:
a. membuat nota penghitungan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan/atau Surat Tagihan Pajak, dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan; atau
b. mengusulkan tindak lanjut yang sesuai dengan kriteria Pemeriksaan, dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
(7) Pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal Wajib Pajak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan, pajak yang terutang dihitung sesuai dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
b. dalam hal Wajib Pajak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, tetapi menyetujui sebagian atau tidak menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan, maka:
1. pajak yang terutang dihitung berdasarkan nilai pajak terutang menurut Pemeriksa Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
2. jumlah yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak adalah sesuai dengan jumlah yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
c. dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, tetapi menyampaikan tanggapan menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan, pajak yang terutang dihitung sesuai dengan tanggapan menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan;
d. dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, tetapi menyampaikan tanggapan menyetujui sebagian atau tidak menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan, maka:
1. pajak yang terutang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; dan
2. jumlah yang tidak disetujui Wajib Pajak adalah sesuai dengan tanggapan yang disampaikan; atau
e. dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan tidak menyampaikan tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, pajak yang terutang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Wajib Pajak dianggap menyetujui hasil Pemeriksaan.
(8) Pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) huruf a dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal Wajib Pajak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan, pajak yang terutang dihitung sesuai dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
b. dalam hal Wajib Pajak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, tetapi menyetujui sebagian atau tidak menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan, pajak yang terutang dihitung berdasarkan nilai pajak terutang menurut Pemeriksa Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
c. dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, tetapi menyampaikan tanggapan menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan, pajak yang terutang dihitung sesuai dengan tanggapan menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan;
d. dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, tetapi menyampaikan tanggapan menyetujui sebagian atau tidak menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan, pajak yang terutang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; atau
e. dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan tidak menyampaikan tanggapan atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, pajak yang terutang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Wajib Pajak dianggap menyetujui hasil Pemeriksaan.
(9) Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal:
a. Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak ditemukan dalam jangka waktu pengujian sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan;
b. Pemeriksaan dihentikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;
c. Pemeriksaan Ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebelumnya;
d. Pemeriksaan yang telah dimulai atas masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang sudah daluwarsa penetapan seluruhnya, kecuali terkait dengan Pasal 17 ayat (1) atau Pasal 17B Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
e. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan yang belum terbagi; atau
f. terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan/keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(10) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan sehubungan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf l, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a tidak berlaku dan pajak terutang ditetapkan secara jabatan.
(11) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b tidak berlaku apabila berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan atau hasil penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, masih terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
(12) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) yang pengujiannya belum diselesaikan, harus diselesaikan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengujian Pemeriksaan dan melanjutkan tahapan Pemeriksaan sampai dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan.
(12) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) yang pengujiannya belum diselesaikan, harus diselesaikan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengujian Pemeriksaan dan melanjutkan tahapan Pemeriksaan sampai dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan.
(13) Pemeriksaan yang dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir sebagaimana dimaksud ayat (9) huruf a dan huruf f, dapat dilakukan Pemeriksaan kembali:
a. apabila dikemudian hari Wajib Pajak ditemukan untuk kondisi sebagaimana dimaksud ayat (9) huruf a; atau
b. berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak untuk kondisi sebagaimana dimaksud ayat (9) huruf f.

 

Bagian Kedua
Pemeriksaan atas Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dibatalkan

Pasal 21

(1) Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
a. penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; atau
b. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,
dapat dibatalkan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(2) Dalam hal dilakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan/atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(3) Dalam hal Surat Ketetapan Pajak yang dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau yang dibatalkan karena adanya putusan gugatan, terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak tertangguh terhitung sejak:
a. tanggal diterbitkan Surat Ketetapan Pajak yang dibatalkan sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; atau
b. tanggal diterbitkan Surat Ketetapan Pajak yang diajukan gugatan sampai dengan putusan gugatan diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.


Bagian Ketiga
Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian Surat Pemberitahuan

Pasal 22

(1) Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri mengenai ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sepanjang Pemeriksa Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
(2) Dikecualikan dari pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Surat Pemberitahuan Objek Pajak tidak dapat dilakukan pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(3) Laporan tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa dan dilampiri dengan:
a. penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam format Surat Pemberitahuan;
b. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan
c. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas pembayaran sanksi administratif berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
serta disampaikan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan yang melakukan Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak.
(4) Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak, pengungkapan tersebut tidak perlu dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
(5) Untuk membuktikan kebenaran pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksaan tetap dilanjutkan dan atas hasil Pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak dengan mempertimbangkan laporan tersendiri tersebut serta memperhitungkan pokok pajak yang telah dibayar.
(6) Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan bukti pembayaran atas sanksi administratif berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (5) Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terkait dengan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan.
(8) Dalam hal berdasarkan hasil Pemeriksaan masih terdapat kekurangan pembayaran pajak terutang, Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditambah dengan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

 

BAB VIII
PENANGGUHAN PEMERIKSAAN

Pasal 23

(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ditangguhkan dalam hal ditemukan adanya dugaan tindak pidana di bidang perpajakan dan ditindaklanjuti dengan:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sesuai dengan peraturan perundang-undangan; atau
b. penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
(2) Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Pemeriksaan pada tahun pajak yang sama dengan tahun pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
(3) Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis melalui surat pemberitahuan Pemeriksaan ditangguhkan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(4) Surat pemberitahuan Pemeriksaan ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan bersamaan dengan penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau surat pemberitahuan dimulainya penyidikan.
(5) Buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjamkan yang terkait dengan Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan membuat tanda terima.
(6) Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilanjutkan apabila:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena:
1. tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
2. peristiwa bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan; atau
3. Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia;
b. penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan:
1. karena tidak terdapat cukup bukti;
2. karena peristiwa bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan; atau
3. demi hukum karena terhadap perkara yang sama tidak dapat diadili untuk kedua kalinya (nebis in idem) atau tersangka meninggal dunia;
atau
c. terdapat putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang memutus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dan salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(7) Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dihentikan, apabila:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan tersebut telah sesuai dengan keadaan sebenarnya;
b. penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan karena:
1. Wajib Pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 44A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; atau
2. Wajib Pajak atau tersangka melakukan pelunasan sebagaimana diatur dalam Pasal 44B ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
c. Pemeriksaan Bukti Permulaan atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan karena telah daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; atau
d. terdapat putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap selain putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c dan salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(8) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan dalam hal masih terdapat kelebihan pembayaran pajak berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan atau hasil penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
(9) Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (8), Pemeriksa Pajak menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan dilanjutkan kepada Wajib Pajak atau Wakil dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung setelah:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan;
b. penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan; atau
c. putusan pengadilan diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(10) Dalam hal surat pemberitahuan Pemeriksaan dilanjutkan tidak dapat disampaikan oleh Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak atau Wakil dari Wajib Pajak yang diperiksa, surat pemberitahuan Pemeriksaan dilanjutkan dapat disampaikan kepada:
a. Kuasa;
b. pegawai; atau
c. anggota keluarga yang telah dewasa, 
dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(11) Jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh, terhitung sejak surat pemberitahuan Pemeriksaan ditangguhkan disampaikan sampai dengan surat pemberitahuan Pemeriksaan dilanjutkan disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan ayat (10).
(12) Dalam hal Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pemeriksa Pajak harus menyampaikan surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
(13) Direktur Jenderal Pajak masih dapat melakukan Pemeriksaan setelah Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dengan menguji data selain:
a. yang diungkapkan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dalam ruang lingkup yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b. yang diungkapkan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dalam ruang lingkup yang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; atau
c. hasil putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap selain putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c, dalam ruang lingkup yang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
(14) Pemeriksaan yang dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) hanya menguji data selain:
a. yang diungkapkan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. yang diungkapkan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; atau
c. hasil putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap selain putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c.


Pasal 24


(1) Dalam hal terhadap Wajib Pajak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, Direktur Jenderal Pajak tidak melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan terhadap tahun pajak yang sama dengan tahun pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sampai dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan berakhir.
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dengan ketentuan:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan;
b. penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan; atau
c. terdapat putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Dalam hal terhadap Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan;
b. penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan; atau
c. terdapat putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya menguji data selain:
a. yang diungkapkan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dalam ruang lingkup yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b. yang diungkapkan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dalam ruang lingkup yang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; atau
c. hasil putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap selain Putusan Pengadilan yang memutus bebas atau lepas, dalam ruang lingkup yang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
(5) Dalam hal Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang masih terdapat kelebihan pembayaran pajak berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan atau hasil penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, Pemeriksaan hanya menguji data selain:
a. yang diungkapkan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. yang diungkapkan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; atau
c. hasil putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap selain Putusan Pengadilan yang memutus bebas atau lepas.


BAB IX
PEMERIKSAAN ULANG

Pasal 25


(1) Pemeriksaan Ulang dapat dilakukan dalam hal terdapat:
a. data baru termasuk data yang semula belum terungkap; atau
b. keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(2) Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak sebelumnya, maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
(3) Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terhadap jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan dilakukan atas Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak nihil atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil Pemeriksaan sebelumnya dan dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang, maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
(4) Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebelumnya, Pemeriksaan Ulang dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir dan kepada Wajib Pajak diberitahukan mengenai penghentian tersebut.
(5) Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak sebelumnya, tetapi terdapat perubahan jumlah rugi fiskal, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan mengenai rugi fiskal.
(6) Keputusan mengenai rugi fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai dasar untuk memperhitungkan rugi fiskal ke tahun pajak berikutnya.


BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Bagian Kesatu
Penilaian dalam rangka Pemeriksaan

Pasal 26


Dalam pelaksanaan Pemeriksaan dapat dilakukan penilaian untuk tujuan perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 


Bagian Kedua
Penyampaian Dokumen

Pasal 27

(1) Wajib Pajak atau Direktur Jenderal Pajak menyampaikan dokumen terkait Pemeriksaan:
a. secara elektronik;
b. secara langsung; atau
c. melalui pos, jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyampaian:
a. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) oleh Pemeriksa Pajak; dan
b. tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) oleh Wajib Pajak,
dilakukan secara elektronik, langsung, atau faksimile.
(3) Tata cara penyampaian dokumen terkait Pemeriksaan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan.
(4) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan secara daring dan dokumen Pemeriksaan memerlukan tanda tangan kedua belah pihak, baik Wajib Pajak maupun tim Pemeriksa Pajak, penandatanganan dilakukan secara elektronik.
(5) Dalam hal Wajib Pajak maupun tim Pemeriksa Pajak tidak dapat menandatangani secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penandatanganan dilakukan menggunakan tanda tangan biasa yang terlebih dahulu dilakukan oleh Wajib Pajak.


Bagian Ketiga
Contoh Format Dokumen

Pasal 28


Contoh format dokumen berupa:
a. pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) tercantum dalam Lampiran Huruf A;
b. Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a tercantum dalam Lampiran Huruf B;
c. Surat Perintah Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf C;
d. surat perintah Pemeriksaan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) tercantum dalam Lampiran Huruf D;
e. surat tugas dalam rangka membantu pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) tercantum dalam Lampiran Huruf E;
f. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf F;
g. surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (10) tercantum dalam Lampiran Huruf G;
h. berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (11) tercantum dalam Lampiran Huruf H;
i. panggilan dalam rangka pertemuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf I;
j. berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) tercantum dalam Lampiran Huruf J;
k. surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf K;
l. berita acara pemenuhan kewajiban atas peminjaman atau permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) tercantum dalam Lampiran Huruf L;
m. surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) tercantum dalam Lampiran Huruf M;
n. bukti peminjaman dan/atau penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (7) tercantum dalam Lampiran Huruf N;
o. tanda terima atas pengembalian buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (8) tercantum dalam Lampiran Huruf O;
p. tanda segel dalam rangka Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf P;
r. berita acara pembukaan segel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (7) tercantum dalam Lampiran Huruf R;
s. berita acara mengenai kerusakan atau kehilangan tanda segel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(12) tercantum dalam Lampiran Huruf S;
t. surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf T;
u. berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) tercantum dalam Lampiran Huruf U;
v. surat terkait panggilan untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan/atau untuk melakukan Pembahasan Temuan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf V;
w. berita acara mengenai pemberian data, informasi, keterangan, dan/atau penjelasan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) tercantum dalam Lampiran Huruf W;
x. surat terkait permintaan keterangan dan/atau bukti kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) tercantum dalam Lampiran Huruf X;
y. berita acara mengenai pemberian keterangan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6) tercantum dalam Lampiran Huruf Y;
z. berita acara Pembahasan Temuan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) tercantum dalam Lampiran Huruf Z;
aa. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf AA;
bb. tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) tercantum dalam Lampiran BB;
cc. berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) tercantum dalam Lampiran Huruf CC;
dd. undangan terkait Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) tercantum dalam Lampiran Huruf DD;
ee. risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) tercantum dalam Lampiran Huruf EE;
ff. berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8) tercantum dalam Lampiran Huruf FF;
gg. ikhtisar hasil pembahasan akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8) tercantum dalam Lampiran Huruf GG;
hh. surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) tercantum dalam Lampiran Huruf HH;
ii. surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dan ayat (17) tercantum dalam Lampiran Huruf II;
jj. undangan terkait pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (9) tercantum dalam Lampiran Huruf JJ;
kk. risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (12) tercantum dalam Lampiran Huruf KK;
ll. berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (15) tercantum dalam Lampiran Huruf LL;
mm. Pengungkapan ketidakbenaran Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf MM;
nn. surat pemberitahuan Pemeriksaan ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) tercantum dalam Lampiran Huruf NN;
oo. surat pemberitahuan Pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (9) tercantum dalam Lampiran Huruf OO;
pp. surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (12) tercantum dalam Lampiran Huruf PP; dan
qq. keputusan mengenai rugi fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5) tercantum dalam Lampiran Huruf QQ,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Keempat
Iktikad Baik Pemeriksa Pajak

Pasal 29

Pemeriksa Pajak tidak dikenai sanksi dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan telah sesuai dengan Standar Pemeriksaan, serta dilaksanakan berdasarkan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.


BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
a. Pemeriksaan terhadap jenis pajak selain Pajak Bumi dan Bangunan yang dimulai sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum selesai, untuk proses penyelesaian Pemeriksaan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. Pemeriksaan terhadap jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dimulai sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum selesai, untuk proses penyelesaian Pemeriksaan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan; dan
c. Administrasi Pemeriksaan yang dimulai sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum selesai, dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri ini.


BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 47) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1468);
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2015); dan
c. Pasal 105 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 153),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 32


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Februari 2025
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Februari 2025     
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DHAHANA PUTRA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 101