Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) | Proyek Pemerintah adalah proyek-proyek yang tercantum dalam Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP. |
(2) | Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Termasuk dalam pengertian Pinjaman Luar Negeri adalah Hibah Luar Negeri yaitu setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali. |
(3) | Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah Pabean yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri. |
(4) | Penyerahan barang dan/atau jasa adalah penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemerintah yang dilakukan oleh kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli yang mengerjakan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri. |
(5) | Dokumen yang dipersamakan dengan DIP adalah dokumen rencana anggaran tahunan dari suatu kegiatan yang ditampung dalam Anggaran Bagian Pembiayaan Perhitungan Pembangunan yang disahkan oleh Departemen Keuangan dan Bappenas. |
(6) | Perjanjian Penerusan Pinjaman atau Subsidiary Loan Agreement (PPP atau SLA) adalah dokumen perjanjian penerusan pinjaman antara Pemerintah RI cq. Departemen Keuangan dengan BUMN/ BUMD/PEMDA sehubungan dengan proyek yang dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA dan dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri yang diterus-pinjamkan (two step loan). |
(a) | Dalam hal proyek Pemerintah yang pembiayaannya dilaksanakan oleh Departemen, Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, atau Lembaga Pemerintah Non Departemen dan seluruh dananya dibiayai dengan pinjaman luar negeri sepanjang ditampung dalam DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP diberikan pembebasan Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan, serta tidak dipungut PPN dan PPn BM. |
(b) | Dalam hal proyek Pemerintah yang pembiayaannya dilaksanakan oleh Departemen, Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau PEMDA dan sebagian dananya dibiayai dengan pinjaman luar negeri sepanjang ditampung dalam DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, diberikan pembebasan Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan serta tidak dipungut PPN dan PPn BM hanya atas bagian dari proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan pinjaman luar negeri tersebut. |
(c) | Dalam hal proyek Pemerintah yang pembiayaannya dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA dan seluruh atau sebagian dananya dibiayai dengan Pinjaman Luar Negeri yang diterus-pinjamkan (Subsidiary Loan Agreement/SLA), tetap ditagih Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan serta dipungut PPN dan PPn BM dan dibayar dari dana yang disediakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA yang melaksanakan proyek Pemerintah tersebut. |
(1) |
Pada saat mengajukan permintaan pembayaran kepada Kantor Bayar, Bendaharawan bersangkutan wajib melampirkan bukti pembayaran PPN dan PPn BM sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf (c) serta PPh terhutang sebagaimana dimaksud Pasal 3 pada Surat Permintaan Pembayaran (SPP) berkenaan.
|
(2) |
PPh yang dimaksud pada ayat (1) untuk Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah PPh Pasal 25 :
|
|
|
(3) |
PPh yang dimaksud pada ayat (2) huruf b untuk Wajib Pajak Luar Negeri adalah PPh Pasal 26 sebesar 20% dari nilai transaksi.
|
(4) |
Dalam hal rekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berstatus sebagai penduduk negara yang ada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan Republik Indonesia, maka perlakuan perpajakannya tunduk pada ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda negara yang bersangkutan.
|
(5) |
Setiap perubahan besarnya tarif PPh Pasal 25 dimaksud dalam ayat (2) huruf b mengacu kepada Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur tentang tarif tersebut.
|
(1) | Dalam kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf (a) dan(b) selain memuat asal dana pinjaman, tanggal dan nomor Naskah Pinjaman Luar Negeri (NPLN), juga supaya dicantumkan bahwa atas kontrak tersebut diberikan pembebasan Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan dan tidak dipungut PPN dan PPn BM (sebagian atau seluruhnya) sesuai dengan DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP yang berkenaan. |
(2) | Dalam kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana PPP/SLA sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf (c), selain memuat asal dana pinjaman dan nomor Naskah Pinjaman Luar Negeri (NPLN), tanggal dan nomor PPP/SLA, juga harus memuat pernyataan kewajiban menyetor BM, BMT serta PPN dan PPn BM. |
(3) | Daftar barang yang akan diimpor (masterlist) dibuat sesuai dengan kontrak oleh Pemimpin Proyek dan disahkan oleh Pejabat Eselon I yang membawahi proyek bersangkutan. |
(4) | 1 (satu) eksemplar kontrak sebagaimana dimaksud ayat (1) beserta Masterlist sebagaimana . dimaksud dalam ayat (3) disampaikan oleh Pimpro kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
(5) | 1 (satu) eksemplar kontrak dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat dimana kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli terdaftar sebagai Wajib Pajak. Apabila belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka kontrak tersebut disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing. |
(1) | Dengan pembebasan Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan serta tidak dipungut PPN dan PPn BM atas impor barang (sebagian atau seluruhnya) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf (a) dan (b), importir, kontraktor, supplier, konsultan dan tenaga ahli tidak perlu membuat Surat Setoran Bea Cukai untuk Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan dan Surat Setoran Pajak untuk PPN dan PPn BM. |
(2) | Dengan tidak dipungutnya PPN dan PPn BM atas penyerahan barang dan jasa (sebagian atau seluruhnya) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf (a) dan (b), kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli tidak perlu membuat Surat Setoran Pajak untuk PPN dan PPn BM. |
(3) | Kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli yang melakukan penyerahan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) wajib membuat Faktur Pajak. |
(1) | Atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam negeri oleh kontraktor, supplier, konsultan, dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tetap dikenakan PPN dan PPn BM oleh Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut. |
(2) | PPN yang telah dibayar oleh kontraktor, supplier, konsultan dan tenaga ahli sehubungan dengan perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran. |
(1) | Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang terhutang atas impor barang, serta PPN dan PPn BM yang terutang atas impor barang dan/atau penyerahan barang dan/atau jasa, atas sisa nilai kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri yang tidak diterus-pinjamkan kepada BUMN/BUMD/PEMDA yang ditandatangani sebelum tanggal 1 April 1995 tetap ditanggung Pemerintah, dalam pelaksanaannya dibebaskan/tidak dipungut hingga berakhirnya masa kontrak berkenaan. |
(2) | Pajak Penghasilan yang terhutang atas sisa nilai kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri yang tidak diterus-pinjamkan kepada BUMN/BUMD/ PEMDA yang ditandatangani sebelum tanggal 1 April 1995 tetap ditanggung Pemerintah, dalam pelaksanaannya tidak dipungut/ tidak disetor hingga berakhirnya masa kontrak berkenaan. |
(3) | Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang terhutang atas impor barang, serta PPN dan PPn BM yang terhutang atas impor barang dan/atau penyerahan barang dan/atau jasa, serta Pajak Penghasilan yang terhutang atas sisa nilai kontrak pelaksanaan proyek Pemerintah dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri yang diterus-pinjamkan kepada BUMN/BUMD/PEMDA dan kontraknya ditandatangani sebelum tanggal 1 April 1995 dan tercantum dalam DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, yang semula telah ditanggung oleh Pemerintah, tetap ditanggung Pemerintah, dalam pelaksanaannya dibebaskan/tidak dipungut hingga berakhirnya masa kontrak berkenaan. |
(4) | Dalam pelaksanaan ketentuan ayat (1) dan (3), jumlah BM, BMT serta PPN dan PPn BM atas sisa nilai kontrak dimaksud agar dihapuskan dari unsur biaya dengan cara addendum kontrak. |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.