Keputusan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : KEP - 141/BC/2003

Kategori : PPN, Lainnya

Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Pembebasan Dan/Atau Pengembalian Bea Masuk Dan/Atau Cukai Serta Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor Barang Dan/Atau Bahan Untuk Diolah, Dirakit Atau Dipasang Pada Barang La


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR KEP - 141/BC/2003

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PEMBEBASAN DAN/ATAU PENGEMBALIAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI
SERTA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS
IMPOR BARANG DAN/ATAU BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN
TUJUAN UNTUK DIEKSPOR DAN PENGAWASANNYA

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

  1. bahwa untuk meningkatkan ekspor non migas dipandang perlu menyederhanakan tata cara pemberian pembebasan dan/atau Pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai, serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut yang semula ditangani BINTEK Keuangan melalui penanganan fasilitas oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  2. bahwa terhadap pelaksanaan pemberian pembebasan dan/atau pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai, serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai perlu dilaksanakan pengawasan;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Pembebasan Dan/Atau Pengembalian Bea Masuk Dan/Atau Cukai Serta Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor Barang Dan/Atau Bahan Untuk Diolah, Dirakit Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan tujuan Untuk Diekspor Dan Pengawasannya;

 

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
  2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
  3. Udang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
  4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3638) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3717);
  6. Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi Dan Tugas Departemen;
  7. Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Di Lingkungan Departemen Keuangan;
  8. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;
  9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tentang Organisasi Tata Kerja Departemen Keuangan;
  10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tata Laksana Kepabeanan Di Bidang Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.04/2003;
  11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 557/KMK.04/2002 tentang Tata Laksana Kepabeanan di bidang Ekspor;
  12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 129/KMK.04/2003 tentang Pembebasan Dan/Atau Pengembalian Bea Masuk Dan/Atau Cukai Serta Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor Barang Dan/Atau Bahan Untuk Diolah, Dirakit atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor Dan Pengawasannya;

 


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PEMBEBASAN DAN/ATAU PENGEMBALIAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI SERTA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS IMPOR BARANG DAN/ATAU BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR DAN PENGAWASANNYA.



BAB I

KETENTUAN UMUM


Pasal 1


Dalam Keputusan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

  1. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
  2. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean.
  3. Pembebasan adalah pembebasan Bea Masuk (BM) dan/atau Cukai atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor atau diserahkan ke Kawasan Berikat.
  4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Tidak Dipungut adalah fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, sepanjang atas impor barang dan/atau bahan tersebut dibebaskan dari pengenaan BM.
  5. Pengembalian adalah pengembalian BM dan/atau Cukai yang telah dibayar atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang telah diekspor atau diserahkan ke Kawasan Berikat.
  6. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  7. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  8. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tertentu yang ditetapkan sebagai kantor pelayanan kemudahan ekspor.
  9. Kantor Pabean adalah Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
  10. Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.
  11. Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.
  12. Perusahaan adalah perusahaan yang mengimpor barang dan/atau bahan, mengolah, merakit atau memasang pada barang lainnya dan mengekspor sendiri hasil produksinya atau menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain.
  13. Laporan Pemeriksaan Bea dan Cukai (LPBC)/Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah Laporan hasil pemeriksaan pabean atas barang ekspor yang berasal dari barang atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  14. Surat Sanggup Bayar (SSB) adalah surat yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai jaminan atas pungutan negara terhadap barang dan bahan impor yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.
  15. Hasil Produksi Yang Rusak adalah hasil produksi yang mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas/standar mutu yang secara teknis tidak dapat diperbaiki untuk menyamai kualitas/standar mutu yang diharapkan.
  16. Sisa Hasil Produksi adalah bahan baku atau barang dalam proses produksi yang tidak dapat diproses lebih lanjut menjadi hasil produksi utama karena secara teknis tidak dapat dipenuhi.
  17. Hasil Produksi Sampingan adalah barang yang dihasilkan selain dari produk utama, yang diperoleh selama proses produksi atau yang merupakan hasil pengembangan dan pemanfaatan dari bahan baku, sisa bahan baku, atau sisa hasil produksi.
  18. Bahan Baku Yang Rusak adalah bahan baku yang mengalami penurunan mutu, yang tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan barang yang tidak memenuhi kualitas/standar mutu yang diharapkan.
  19. Realisasi ekspor adalah penyelesaian barang dan/atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut, yang hasil produksinya diekspor.
  20. Penyerahan ke Kawasan Berikat adalah penyelesaian barang dan/atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut, yang hasil produksinya diserahkan ke Kawasan Berikat untuk diproses lebih lanjut.

 


Pasal 2

(1)

Terhadap barang dan/atau bahan asal impor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.

(2)

Terhadap barang dan/atau bahan asal impor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang telah dibayar BM dan/atau Cukainya dan telah diekspor dapat diberikan Pengembalian.

(3)

Terhadap hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari impor yang diserahkan ke Kawasan Berikat untuk diproses lebih lanjut dapat diberikan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.

(4)

Pembebasan dan/atau pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) dikecualikan terhadap bahan bakar, minyak pelumas dan barang modal.

(5) Terhadap hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari impor dapat dijual ke Dalam Negeri:
  1. Sebanyak-banyaknya 25% dari jumlah realisasi ekspor dan/atau diserahkan ke Kawasan Berikat dengan membayar BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM;
  2. Jumlah realisasi ekspor yang dimaksud dalam huruf a diperhitungkan dari nilai ekspor;
  3. Jumlah yang diserahkan ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam huruf a diperhitungkan dari harga penyerahan ke Kawasan Berikat.
(6)

Terhadap hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor dapat:

  1. dijual ke dalam negeri dengan membayar BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM; atau
  2. dimusnahkan dengan persetujuan dan pengawasan Pejabat.



Pasal 3

Pemberian Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) dilaksanakan atas nama Menteri Keuangan, oleh:

  1. Direktur Fasilitas Kepabeanan untuk Pembebasan dan/atau Pengembalian;
  2. Kepala Kantor Wilayah tertentu yang ditetapkan untuk Pembebasan.



BAB II

NOMOR INDUK PERUSAHAAN


Pasal 4

(1)

Setiap perusahaan yang akan mengajukan permohonan untuk memperoleh Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut harus memiliki Nomor Induk Perusahaan (NIPER) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal.

(2)

Untuk mendapatkan NIPER, perusahaan mengajukan Data Induk Perusahaan (DIPER) kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dengan menggunakan formulir DIPER yang dapat diperoleh pada Kantor Wilayah dan Kantor Pabean tertentu.

(3)

Formulir DIPER harus diisi dengan lengkap dan benar dan diserahkan ke Direktorat Fasilitas Kepabeanan dan/atau melalui Kantor Wilayah.

(4)

Formulir DIPER harus dilampiri:

 

  1. Akte Notaris pendirian perusahaan beserta perubahannya yang terakhir;
  2. Foto Copy Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan penetapan Pengusaha Kena Pajak (PKP);
  3. Foto Copy Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
  4. Foto Copy Surat Izin Usaha Industri (SIUI) dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan untuk perusahaan non PMA/PMDN;
  5. Fotocopy Izin Prinsip dari BKPM untuk perusahaan PMA/PMDN;
  6. Foto copy identitas Direksi dan Komisaris {KTP/Paspor/Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS)};
  7. Bukti kepemilikan kantor/pabrik;
  8. Struktur Organisasi Perusahaan dan nama pejabatnya;
  9. Denah lokasi kantor pusat dan pabrik.
(5)

Berdasarkan pengajuan DIPER, Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah melakukan penelitian administratif dan lapangan terhadap kebenaran data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan cara meneliti dokumen DIPER, mengadakan wawancara dan peninjauan pabrik.

(6)

Hasil penelitian administratif dan lapangan dituangkan dalam berita acara:

  1. Daftar isi dokumen hasil survei DIPER sesuai Formulir SD-2.1;
  2. Kesimpulan dan hasil survei DIPER sesuai Formulir SD-2.2;
  3. Daftar pertanyaan hasil survei DIPER sesuai Formulir SD-3.
(7)

Kantor Wilayah menyampaikan DIPER yang telah diisi lengkap dan hasil penelitian administratif dan lapangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan.

(8) Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian kebenaran data dalam DIPER dan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja terhitung sejaktanggal diterimanya Berita Acara Pemeriksaan Lapangan:
  1. memberikan persetujuan bila DIPER memenuhi syarat dengan menerbitkan surat persetujuan NIPER yang dikirimkan langsung kepada perusahaan bersangkutan;
  2. meminta kelengkapan data atau lampiran DIPER dalam hal kekurangan data; atau
  3. menyampaikan penolakan terhadap permohonan NIPER.
(9)

Formulir DIPER sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini.

(10)

Formulir SD-2.1, SD-2.2 dan SD-3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini.

(11) Tatakerja penerbitan NIPER diatur dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal ini.



Pasal 5

(1)

NIPER diterbitkan oleh Direktorat Jenderal.

(2)

Perusahaan yang telah disetujui permohonan NIPER-nya, wajib:

  1. memasang papan nama di lokasi perusahaannya dengan tulisan:
    NAMA PERUSAHAAN : .......................
    NIPER : .......................
  2. memberitahukan secara tertulis kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan setiap perubahan data yang terdapat dalam DIPER.
(3)

NIPER yang telah dimiliki oleh perusahaan dapat dicabut oleh Direktorat Jenderal.

(4) Pencabutan NIPER dilakukan dalam hal:
  1. perusahaan tidak melakukan kegiatan impor barang dan/atau bahan untuk memproduksi barang ekspor dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut terhitung sejak:
    1. NIPER diterbitkan; atau
    2. tanggal realisasi ekspor dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat terakhir;
  2. perusahaan tidak memberitahukan perubahan data dalam DIPER dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak perubahan terjadi;
  3. atas permintaan yang bersangkutan, setelah dilakukan audit atas Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang telah diperolehnya.



BAB III

PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH PEMBEBASAN SERTA PPN

DAN PPnBM TIDAK DIPUNGUT


Pasal 6

(1)

Perusahaan mengajukan permohonan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah.

(2)

Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunakan Formulir A1 dan dilampiri dengan rencana impor dan ekspor dan rincian kebutuhan barang dan bahan baku impor selama 12 (dua belas) bulan dengan menggunakan Formulir A2.

(3)

Perusahaan yang baru pertama kali mengajukan permohonan Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut, harus melampirkan:

  1. Kontrak ekspor atau bukti realisasi ekspor selama 1 (satu) tahun sebelumnya;
  2. Fotocopy NPWP; dan
  3. Uraian proses produksi
(4)

Formulir A1 dan A2 sebagaimana dimaksud ayat (2) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini.



Pasal 7

(1)

Persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) diberikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap dan benar.

(2)

Dalam hal permohonan untuk mendapat Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah menerbitkan Surat Keputusan Pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai serta PPN dan PPn BM tidak dipungut.

(3)

Tatakerja pengajuan permohonan Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut diatur dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal ini.



BAB IV

JAMINAN ATAS BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI SERTA

PPN DAN PPn BM YANG TERUTANG


Pasal 8

(1)

Perusahaan yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut, wajib menyerahkan jaminan sebesar BM dan/atau Cukai, PPN dan PPn BM yang terutang, sebelum barang dan/atau bahan yang diimpor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, dikeluarkan dari Kawasan Pabean.

(2)

Jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diserahkan kepada Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah dengan disertai PIB yang akan digunakan untuk pengeluaran barang dari Kawasan Pabean.

(3)

Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah menerbitkan Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ) yang digunakan sebagai dokumen pelengkap PIB.



Pasal 9

(1)

Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat berupa:

  1. Jaminan Bank yang diterbitkan oleh Bank Devisa;
  2. Customs Bond atau Surety Bond yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan;
  3. Surat Sanggup Bayar (SSB).
(2)

Nilai jaminan sebesar nilai BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPn BM dalam PIB.

(3)

Tambahan jaminan sebesar kekurangan BM, Cukai, PPN dan PPn BM diserahkan apabila hasil penetapan Kantor Pabean kedapatan jumlah yang harus dibayar lebih besar dari jumlah yang tercantum dalam PIB.



Pasal 10

(1)

Jaminan berupa SSB diterbitkan oleh perusahaan sendiri dan hanya berlaku terhadap perusahaan yang telah mendapat persetujuan dari Direktur Fasilitas Kepabeanan.

(2) Untuk dapat menggunakan jaminan berupa SSB, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Aktif menggunakan Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut selama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak pertama kali diterbitkannya Keputusan pemberian Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut kepada perusahaan bersangkutan;
  2. Nilai kumulatif barang yang telah diekspor oleh perusahaan dengan menggunakan Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut selama kurun waktu 24 (dua puluh empat) bulan terakhir sampai dengan tanggal penilaian sekurang-kurangnya Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah);
  3. Laporan Keuangan perusahaan telah diperiksa oleh Akuntan Publik untuk 2 (dua) tahun terakhir dan sekurang-kurangnya dinyatakan wajar menurut hasil pemeriksaan Akuntan Publik;
  4. Laporan Keuangan telah disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia;
  5. Tidak pernah mempunyai tunggakan hutang BM, Cukai, pajak, dan pungutan negara lainnya; dan
  6. Tidak pernah melanggar ketentuan kepabeanan dan cukai yang dikenai sanksi administrasi dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir.
(3) Penilaian terhadap permohonan perusahaan untuk dapat menggunakan SSB dilakukan secara berkala 2 (dua) kali dalam setahun dan dilakukan pada setiap minggu kedua bulan:
  1. Januari, untuk permohonan yang diajukan selama bulan Juli sampai Desember;
  2. Juli untuk permohonan yang diajukan selama bulan Januari sampai Juni.
(4)

Evaluasi terhadap perusahaan yang telah menggunakan SSB dilakukan secara berkala 2 (dua) kali dalam setahun dan dilakukan pada setiap bulan Januari dan Juli.

(5)

Pencabutan SSB dilakukan dalam hal:

  1. melakukan pemalsuan data dan atau dokumen yang berkaitan dengan pemberian Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut;
  2. tidak melakukan ekspor selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut;
  3. perusahaan alih status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat (PKB);
  4. dinyatakan bubar atau tidak aktif berproduksi; dan
  5. melakukan pelanggaran pidana di bidang perpajakan, kepabeanan dan cukai, perdagangan dan perbankan.
(6)

Pencabutan hak untuk menggunakan SSB ditetapkan dengan surat Keputusan Direktur Fasilitas Kepabeanan.



Pasal 11

(1)

Jangka waktu jaminan adalah sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan harus diperpanjang kembali oleh perusahaan dalam hal masa berlakunya jaminan telah berakhir sedangkan barang impor belum seluruhnya dipertanggungjawabkan realisasi ekspornya dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat oleh perusahaan.

(2)

Jaminan wajib diperpanjang selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku jaminan.

(3)

Jaminan yang telah diperpanjang harus disampaikan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku jaminan.

(4)

Tatakerja penerimaan jaminan, onitoring jaminan, dan monitoring PIB diatur dalam Lampiran III Keputusan Direktur Jenderal ini.



BAB V

REALISASI EKSPOR PENYERAHAN KE KAWASAN BERIKAT DAN

PENJUALAN KE DALAM NEGERI BARANG HASIL PRODUKSI


Bagian Pertama

Realisasi Ekspor Dan Penyerahan Ke Kawasan Berikat


Pasal 12

(1)

Terhadap ekspor barang hasil produksi yang berasal dari barang dan/atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPn BM tidak dipungut dilaksanakan dengan mempergunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

(2) PEB sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan oleh:
  1. Perusahaan pemegang NIPER yang mengekspor sendiri barang hasil produksinya; atau
  2. Perusahaan lain baik pemegang NIPER ataupun bukan pemegang NIPER, yang barangnya digabungkan dengan barang hasil produksi dari perusahaan sebagaimana dimaksud butir a.
(3)

Ekspor barang hasil produksi harus terlaksana dalam jangka waktu 12 bulan terhitung sejak tanggal pengimporan, kecuali terhadap perusahaan yang memiliki masa produksi lebih dari 12 bulan dapat diberikan perpanjangan waktu oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan.

(4)

Terhadap PEB yang barangnya telah diekspor, Kantor Pabean menerbitkan LPBC/LHP.

(5)

Tatakerja pengajuan PEB yang mendapat kemudahan ekspor dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan Di Bidang Ekspor Yang Mendapat Kemudahan Ekspor.

(6)

Laporan Ekspor atas barang hasil produksi menggunakan formulir A3 dan A4 sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.



Pasal 13

(1)

Terhadap barang hasil produksi yang diserahkan ke Kawasan Berikat untuk diproses lebih lanjut dilaksanakan dengan mempergunakan BC 2.4 oleh Perusahaan pemegang NIPER, dengan ketentuan:

  1. mengajukan BC 2.4 kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah pemohon;
  2. dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat; dan
  3. BM dan/atau Cukai dibebaskan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut.
(2)

Penyerahan barang hasil produksi ke Kawasan Berikat harus terlaksana dalam jangka waktu 12 bulan terhitung sejak tanggal pengimporan.

(3)

Laporan penyerahan barang hasil produksi ke Kawasan Berikat menggunakan formulir A7 dan A8 sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.

(4)

Formulir A7 dan A8 sebagaimana dimaksud ayat (4) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini.

(5)

Tatakerja penyerahan barang hasil produksi ke Kawasan Berikat diatur dalam lampiran IV Keputusan Direktur Jenderal ini.



Pasal 14

(1)

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan Pasal 13 ayat (2) tidak terpenuhi, produsen wajib membayar BM, Cukai, PPN, dan PPn BM yang terutang.

(2)

Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditambah dengan bunga 2% (dua persen) dari pungutan yang seharusnya dibayar setiap bulan selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak:

  1. tanggal jatuh tempo jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sepanjang barang dan/atau bahan masih berada dalam persediaan perusahaan;
  2. tanggal jatuh tempo jangka waktu yang ditetapkan Direktur Jenderal atas pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3).
(3)

Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diperlakukan juga terhadap perusahaan yang dicabut NIPER-nya, yang telah mengimpor barang dan/atau bahan yang mendapat pembebasan dan PPN dan PPn BM tidak dipungut tetapi belum direalisasikan ekspornya.



Bagian Kedua

Penjualan ke dalam negeri


Pasal 15

(1)

Atas barang hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari impor dapat dijual ke dalam negeri setelah ada realisasi ekspor dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat, dengan ketentuan:

  1. mengajukan BC 2.4 kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah pemohon;
  2. barang yang akan di jual ke dalam negeri sebanyak-banyaknya berjumlah 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah realisasi ekspor dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat;
  3. dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat;
  4. membayar BM dan/atau Cukai berdasarkan tarif barang jadi dan nilai pabean berdasarkan nilai bahan baku pada saat diimpor; dan
  5. membayar PPN dan PPnBM dengan dasar pengenaan pajak sebesar nilai impor, ditambah sanksi berupa bunga sebesar 2% per bulan sejak saat impor paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2)

Penjualan ke dalam negeri harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pengimporan sampai dengan tanggal penjualan barang ke dalam negeri.

(3)

Realisasi ekspor dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terhitung sejak tanggal 1 Agustus 2003.

(4)

Laporan penjualan barang hasil produksi ke dalam negeri menggunakan formulir A9 dan A10.

(5)

Formulir A9 dan A10 sebagaimana dimaksud ayat (4) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini.

(6)

Tatakerja penjualan barang hasil produksi ke dalam negeri diatur dalam lampiran V Keputusan Direktur Jenderal ini.



Pasal 16

(1)

Atas penjualan ke dalam negeri yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, atas kelebihannya:

  1. dikenakan denda 100% (seratus persen) dari BM dan/atau Cukai yang seharusnya dibayar;
  2. membayar PPN dan PPnBM sesuai nilai pada saat impor, ditambah sanksi berupa bunga sebesar 2% setiap bulan sejak saat impor paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2)

Atas penjualan ke dalam negeri yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) sepanjang barang hasil produksi masih berada dalam persediaan perusahaan:

  1. membayar BM dan/atau Cukai berdasarkan tarif barang jadi dan nilai pabean berdasarkan nilai bahan baku pada saat diimpor ditambah bunga 2% (dua persen) setiap bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak tanggal jatuh tempo;
  2. membayar PPN dan PPnBM sesuai nilai pada saat diimpor, ditambah sanksi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat impor.



BAB VI

PENJUALAN KE DALAM NEGERI DAN PEMUSNAHAN HASIL

PRODUKSI SAMPINGAN, SISA HASIL PRODUKSI, HASIL PRODUKSI

YANG RUSAK DAN BAHAN BAKU YANG RUSAK


Pasal 17

(1) Penjualan ke dalam negeri hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor, dengan ketentuan:
  1. perusahaan mengajukan BC 2.4 kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah pemohon;
  2. dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat;
  3. membayar BM dengan tarif sebesar 5% dari harga jual dan Cukai sesuai ketentuan tarif yang berlaku;
  4. membayar PPN dan PPnBM sesuai nilai pada saat diimpor; dan
  5. pembayaran BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM pada saat penyerahan barang ke dalam negeri.
(2)

Laporan penjualan dalam negeri hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor menggunakan formulir A5 dan A6.

(3)

Formulir A5 dan A6 sebagaimana dimaksud ayat (2) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini.



Pasal 18

(1) Pemusnahan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak, yang bahan bakunya berasal dari impor, dengan ketentuan:
  1. perusahaan mengajukan BC 2.4 kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah pemohon;
  2. dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat;
  3. dilakukan pengawasan pemusnahan oleh Pejabat;
  4. tidak dilakukan penagihan BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM tidak dipungut; dan
  5. hasil pemusnahan dituangkan dalam Berita Acara.
(2)

Laporan pemusnahan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor menggunakan formulir A5 dan A6.

(3)

Tatakerja penjualan ke dalam negeri dan pemusnahan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor diatur dalam Lampiran VI Keputusan Direktur Jenderal ini.



BAB VII

LAPORAN PENYELESAIAN BARANG DAN/ATAU

BAHAN ASAL IMPOR DAN PENYESUAIAN JAMINAN


Bagian Pertama

Laporan Ekspor dan Laporan Penyerahan ke Kawasan Berikat


Pasal 19

(1)

Perusahaan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan ekspor dengan menggunakan formulir Laporan Ekspor (LE) ke Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.

(2)

Bagi perusahaan yang langsung mengekspor hasil produksinya, LE disampaikan dengan menggunakan formulir A3 dan A4 dengan disertai:

  1. copy PIB/PIBT/Penetapan Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos (PPKP);
  2. copy Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB);
  3. copy STTJ;
  4. LPBC atau LHP asli;
  5. copy dokumen CK-8 (khusus Barang Kena Cukai);
  6. copy PEB yang telah mendapat persetujuan ekspor oleh Pejabat;
  7. copy Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB) atau dokumen pengangkutan lainnya yang disamakan; dan
  8. disket hasil transfer data formulir A3 dan A4.
(3)

Bagi perusahaan yang tidak langsung mengekspor hasil produksinya (barang gabungan), LE disampaikan dengan menggunakan formulir A3 dan A4 dengan disertai:

  1. copy PIB/PIBT/PPKP;
  2. copy SPPB;
  3. copy STTJ;
  4. LPBC atau LHP asli;
  5. copy dokumen CK-8 (khusus Barang Kena Cukai);
  6. copy PEB yang telah mendapat persetujuan ekspor oleh Pejabat;
  7. copy Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB) atau dokumen pengangkutan lainnya yang disamakan;
  8. Surat Serah Terima Barang (SSTB); dan
  9. disket hasil transfer data formulir A3 dan A4.



Pasal 20

Bagi perusahaan yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, laporan disampaikan ke Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali dengan menggunakan formulir A7 dan A8 dengan disertai:

  1. copy PIB/PIBT/PPKP;
  2. copy SPPB;
  3. copy STTJ;
  4. copy dokumen CK-9 (khusus Barang Kena Cukai);
  5. bukti kontrak penjualan/penyerahan hak ke perusahaan di dalam Kawasan Berikat;
  6. dokumen penyerahan barang ke Kawasan Berikat yang telah disahkan oleh Pejabat (BC 2.4); dan
  7. disket hasil transfer data formulir A7 dan A8.

 


Pasal 21

(1)

 

Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan 20 yang disampaikan oleh perusahaan disetujui apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. diajukan oleh perusahaan yang mengimpor barang dan/atau bahan dan mengekspor hasil produksinya atau produsen yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain;
  2. barang dan/atau bahan yang diimpor untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain telah diekspor atau telah diserahkan ke Kawasan Berikat;
  3. realisasi ekspor harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pengimporan, kecuali terhadap perusahaan yang memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan dan telah diberikan pengecualian oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan;
  4. penyerahan ke Kawasan Berikat harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pengimporan sampai dengan tanggal penyerahan barang ke Kawasan Berikat;
  5. Laporan telah dilengkapi dengan dokumen yang telah dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan 20 ditolak dalam hal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan/atau:
  1. Nilai BM/Cukai dan PPN/PPnBM bahan baku dalam laporan lebih besar dari nilai BM/Cukai dan PPN/PPnBM dalam PIB;
  2. Jaminan atas barang dan/atau bahan yang diimpor berdasarkan PIB bersangkutan sudah dikembalikan;
  3. Pelaksanaan ekspor lebih dahulu dari pada impor;
  4. Nilai bahan baku asal impor dari barang yang diekspor atau yang diserahkan ke Kawasan Berikat lebih besar dari nilai bahan baku pada saat impor;
  5. Pengisian laporan tidak lengkap dan/atau tidak benar yang meliputi:
    1) Pos Tarif/HS di laporan berbeda dengan pos tarif/HS dalam LPBC/LHP;
    2) Pos Tarif/HS di laporan berbeda dengan pos tarif/HS dalam PIB;
    3) Jumlah barang ekspor dalam laporan lebih besar dari jumlah barang ekspor dalam LPBC.



Bagian Kedua

Laporan Penjualan Dalam Negeri dan Pemusnahan


Pasal 22

(1) Laporan penjualan hasil produksi ke dalam negeri menggunakan formulir A9 dan A10, disertai:
  1. copy PIB/PIBT/PPKP yang telah mendapatkan SPPB/persetujuan keluar oleh Pejabat;
  2. copy STTJ;
  3. copy BC 2.4;
  4. faktur penjualan ke dalam negeri; dan
  5. kontrak penjualan.
(2)

Laporan Pemusnahan/penjualan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak, bahan baku yang rusak menggunakan formulir A5 dan A6 disertai:

  1. copy PIB/PIBT/PPKP yang telah mendapatkan SPPB/persetujuan keluar oleh Pejabat;
  2. copy STTJ;
  3. copy BC 2.4; dan
  4. faktur penjualan ke dalam negeri atau Berita Acara Pemusnahan.
(3)

Laporan Pembayaran BM dan/atau cukai, PPN dan PPnBM tidak dipungut atas bahan baku asal impor yang belum dipertanggungjawabkan ekspornya menggunakan formulir A5 dan A6 disertai:

  1. copy PIB/PIBT/PPKP yang telah mendapatkan SPPB/persetujuan keluar oleh Pejabat;
  2. copy STTJ; dan
  3. copy BC 2.4.



Pasal 23

(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) yang disampaikan oleh perusahaan disetujui apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. diajukan oleh perusahaan yang mengimpor barang dan/atau bahan dan mengekspor hasil produksinya atau menyerahkan ke Kawasan Berikat, yang melakukan penjualan hasil produksinya ke dalam negeri;
  2. penjualan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilaksanakan setelah realisasi ekspor yang harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pengimporan, kecuali terhadap perusahaan yang memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan dan telah diberikan pengecualian oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan;
  3. laporan telah dilengkapi dengan dokumen yang telah dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) ditolak dalam hal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan/atau:
  1. Nilai BM/Cukai dan PPN/PPnBM bahan baku dalam laporan lebih besar dari nilai BM/Cukai dan PPN/PPnBM dalam PIB;
  2. Jaminan atas barang dan/atau bahan yang diimpor berdasarkan PIB bersangkutan sudah dikembalikan;
  3. Pelaksanaan penjualan hasil produksi ke dalam negeri lebih dahulu dari pada ekspor atau penyerahan ke Kawasan Berikat;
  4. Nilai bahan baku asal impor dari barang yang dijual ke dalam negeri lebih besar dari nilai bahan baku asal impor dari barang yang diekspor atau yang diserahkan ke Kawasan Berikat;
  5. Nilai bahan baku asal impor dari barang yang dijual ke dalam negeri lebih besar dari nilai bahan baku pada saat impor;
  6. Pengisian laporan tidak lengkap dan/atau tidak benar yang meliputi:
    1) Pos Tarif/HS di laporan berbeda dengan pos tarif/HS dalam BC 2.4;
    2) Pos Tarif/HS di laporan berbeda dengan pos tarif/HS dalam PIB.



Pasal 24

(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) yang disampaikan oleh perusahaan disetujui apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. diajukan oleh perusahaan yang mengimpor barang dan/atau bahan serta menjual dan/atau memusnahkan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak, bahan baku yang rusak yang tidak dapat diekspor atau diserahkan ke Kawasan Berikat;
  2. penjualan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilaksanakan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pengimporan, kecuali terhadap perusahaan yang memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan dan telah diberikan pengecualian oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan;
  3. laporan telah dilengkapi dengan dokumen yang telah dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2).
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) ditolak dalam hal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan/atau:
  1. Nilai BM/Cukai dan PPN/PPnBM bahan baku dalam laporan lebih besar dari nilai BM/Cukai dan PPN/PPnBM dalam PIB;
  2. Jaminan atas barang dan/atau bahan yang diimpor berdasarkan PIB bersangkutan sudah dikembalikan;
  3. Nilai bahan baku asal impor dari barang yang dijual ke dalam negeri dan/atau dimusnahkan lebih besar dari nilai bahan baku pada saat impor;
  4. Pengisian laporan tidak lengkap dan/atau tidak benar yang meliputi:
    1) Pos Tarif/HS di laporan berbeda dengan pos tarif/HS dalam BC 2.4;
    2) Pos Tarif/HS di laporan berbeda dengan pos tarif/HS dalam PIB.
(3)

Tatakerja penelitian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, 20, dan 22 diatur dalam lampiran VII Keputusan Direktur Jenderal ini.



Bagian Ketiga

Penyesuaian Jaminan


Pasal 25

(1)

Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud Pasal 19, 20, dan 22 disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah menerbitkan Surat Pemberitahuan Penyesuaian Jaminan (SPPJ) yang menunjukkan jumlah BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM yang sudah selesai dipertanggungjawabkan dan/atau masih harus dijaminkan oleh perusahaan.

(2)

Dalam hal jumlah BM, Cukai, PPN dan PPnBM yang masih harus dijaminkan, perusahaan dapat mengganti jaminan yang pernah disampaikannya minimal sebesar nilai jaminan yang ditetapkan dalam SPPJ.

(3)

Jaminan Bank atau Customs Bond yang diterbitkan untuk mengganti jaminan yang pernah disampaikan dapat berupa Jaminan Bank atau Customs Bond dari penjamin yang sama atau berbeda.

(4)

Terhadap BM, Cukai, PPN dan PPnBM yang sudah selesai dipertanggungjawabkan, jaminan dikembalikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah SPPJ terakhir diterbitkan.



BAB VIII

PENGEMBALIAN


Pasal 26

Pengembalian dapat diberikan kepada:

  1. perusahaan yang mengekspor sendiri hasil produksinya;
  2. perusahaan yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat.

 


Pasal 27

Untuk memperoleh pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 produsen wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. dalam hal barang ekspor:
    1. telah dilakukan pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat;
    2. tanggal LPBC/LHP tidak melebihi 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal B/L atau AWB atau dokumen pengangkutan lain yang disamakan, sampai dengan tanggal permohonan diterima Direktorat Jenderal;
    3. impor telah dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sebelum pengapalan barang ekspor.
  2. dalam hal barang diserahkan ke Kawasan Berikat:

    1. telah dilakukan pemeriksaan fisik barang oleh pejabat;
    2. tanggal nota pemeriksaan Pejabat tidak melebihi 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pemeriksaan sampai dengan tanggal permohonan diterima Direktorat Jenderal.
    3. impor telah dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sebelum penyerahan ke Kawasan Berikat.

     


Pasal 28

(1)

Permohonan pengembalian diajukan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya.

(2) Permohonan diajukan dengan menggunakan formulir B dengan melampirkan:
  1. Dalam hal barang ekspor:
    1. daftar keterkaitan antara barang dan/atau bahan asal impor dengan barang yang diekspor atau yang diserahkan ke Kawasan Berikat dengan menggunakan formulir B3;
    2. dokumen impor berupa:
      a. copy PIB/PIBT/PPKP yang telah mendapat SPPB/persetujuan keluar oleh Pejabat;
      b)  SSBC asli lembar ke 3/SSPCP;
    3. dokumen ekspor berupa:
      a. copy PEB yang telah mendapat Persetujuan Ekspor oleh Pejabat;
      b)  LPBC/LHP asli;
      c. copy B/L atau AWB atau dokumen pengangkutan lainnya yang disamakan;
  2. Dalam hal barang diserahkan ke Kawasan Berikat menyerahkan dokumen penyerahan barang ke Kawasan Berikat berupa:
    1. BC 4.0;
    2. Faktur pajak;
    3. Copy kontrak penjualan ke Kawasan Berikat.
(3)

Formulir B dan B3 sebagaimana dimaksud ayat (2) sesuai contoh Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini.



Pasal 29

(1)

Permohonan pengembalian BM dan/atau Cukai diproses untuk disetujui atau ditolak dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

(2)

Tatakerja pemberian pengembalian BM dan/atau Cukai diatur dalam lampiran VIII Keputusan Direktur Jenderal ini.



BAB IX

PENGAWASAN


Pasal 30

Perusahaan penerima Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut wajib menyimpan dan memelihara dokumen, buku, catatan serta surat sehubungan dengan pemberian Pembebasan dan/atau Pengembalian yang diterimanya selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia.



Pasal 31

(1)

Pengawasan terhadap pemberian Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut dilakukan dengan cara pengawasan fisik dan/atau  audit terhadap perusahaan penerima Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.

(2)

Pelaksanaan pengawasan fisik dan/atau audit dibidang kepabeanan dan cukai dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai ketentuan yang berlaku.



Pasal 32

(1)

Direktorat Fasilitas Kepabeanan melakukan penelitian secara berkala data pembukuan perusahaan yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut serta Pengembalian berdasarkan data yang diberitahukan dalam DIPER.

(2)

Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) data pembukuan perusahaan tidak sesuai dengan DIPER, Direktur Fasilitas Kepabeanan dapat menentukan:

  1. audit kepabeanan; dan/atau
  2. NIPER dicabut.



Pasal 33

Dalam hal perusahaan penerima Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut, NIPER-nya dicabut, BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM yang terutang wajib dilunasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pencabutan.



BAB X

KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 34

Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut juga dapat diberikan kepada perusahaan yang tidak mengerjakan keseluruhan proses produksinya dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. perusahaan yang tidak mengerjakan keseluruhan proses produksinya memberikan subkontrak kepada perusahaan lain;
  2. pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam butir (1), harus mempunyai kontrak kerja; dan
  3. pemberian pekerjaan dari perusahaan kepada perusahaan subkontrak terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah.

 


Pasal 35

(1)

Atas bahan dan/atau barang yang bahan bakunya mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang seharusnya diekspor atau yang harus ada di perusahaan apabila tidak dapat dipertanggungjawabkan, penerima Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut wajib:

  1. membayar BM dan/atau Cukai yang terutang ditambah denda sebesar 100% (seratus persen) dari BM dan/atau Cukai yang seharusnya dibayar;
  2. membayar PPN dan PPnBM yang semula tidak dipungut ditambah sanksi sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
(2)

Tatakerja pembayaran BM dan/atau Cukai, denda, dan bunga serta pembayaran PPN dan PPnBM serta bunga, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.



Pasal 36

(1)

Terhadap barang ekspor yang pernah memperoleh Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut dan/atau Pengembalian yang diimpor kembali, pada waktu pemasukannya, perusahaan:

  1. mengajukan PIB;
  2. wajib menyerahkan jaminan sebesar pungutan BM dan/atau Cukai dengan harga dan tarif barang jadi disertai bukti ekspor berupa copy PEB dan copy LPBC/LHP yang ditanda-sahkan oleh Pejabat kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan; dan
  3. wajib membayar PPN dan PPnBM sesuai ketentuan yang berlaku.
(2)

Terhadap barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean.

(3)

Barang ekspor yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tidak dapat diekspor kembali dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, jaminan sebesar BM dan/atau Cukai yang dimaksud dalam ayat (1) dicairkan.



Pasal 37

(1)

Apabila hasil pemeriksaan audit menunjukkan adanya kelebihan Pembebasan, maka atas kelebihan tersebut penerima Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut wajib:

  1. membayar BM dan/atau Cukai yang terutang ditambah denda sebesar 100% (seratus persen) dari BM dan/atau Cukai yang seharusnya dibayar ditambah bunga atas kelebihan Pembebasan sebesar 2% (dua persen) setiap bulan selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak tanggal PIB;
  2. membayar PPN dan PPnBM yang semula tidak dipungut ditambah sanksi sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
(2)

Apabila hasil pemeriksaan audit menunjukkan adanya kelebihan Pengembalian, maka atas kelebihan tersebut harus dikembalikan dan dikenakan sanksi 100% (seratus persen) ditambah bunga atas kelebihan Pengembalian sebesar 2% (dua persen) setiap bulan selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak tanggal Surat Perintah Membayar Kembali (SPMK).

(3)

Atas kelebihan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila dapat dibuktikan telah diekspor dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal pengimporan, tidak dikenakan BM dan/atau Cukai, sanksi denda dan bunga.



Pasal 38

(1)

Besarnya sanksi berupa bunga yang harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam:

  1. Pasal 14 ayat (2);
  2. Pasal 15 ayat (1) huruf e;
  3. Pasal 16 ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b;
  4. Pasal 17 ayat (1) huruf e;
  5. Pasal 35 ayat (1) huruf b;
  6. Pasal 37 ayat (2);
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2)

Untuk keperluan penetapan sanksi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c dan huruf d Kepala Kantor Pabean mengirimkan dokumen dokumen BC 2.4 yang telah diberikan persetujuan oleh Pejabat untuk penyelesaian sanksi berupa bunga PPN dan PPnBM kepada Direktur Jenderal Pajak dimana perusahaan terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak.

(3)

Untuk keperluan penetapan sanksi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan huruf f, Kepala Kantor Pabean mengirimkan dokumen SPKPBM kepada Direktur Jenderal Pajak cq. Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana perusahaan terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak.



BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 39

(1)

Terhadap semua Keputusan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang diterbitkan oleh Kepala Bapeksta Keuangan/Kepala BINTEK Keuangan atau Pejabat yang ditunjuknya yang masih berlaku, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku keputusan dimaksud.

(2)

Penyelesaian permohonan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang belum diselesaikan BINTEK Keuangan sampai dengan tanggal 31 Juli 2003, penyelesaian lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(3)

Pengawasan dan monitoring terhadap jaminan (Jaminan Bank, Customs Bond dan SSB) atas impor yang menggunakan pembebasan yang belum dipertanggungjawabkan sampai dengan tanggal 31 Juli 2003, penyelesaian lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(4)

Tagihan atas Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang masih tertunda di BINTEK Keuangan sampai dengan tanggal 31 Juli 2003, penyelesaian lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.



BAB XII

KETENTUAN PENUTUP


Pasal 40

Keputusan Direktur Jenderal ini berlaku pada tanggal 1 Agustus 2003.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal ini dengan menempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2003
DIREKTUR JENDERAL


ttd


EDDY ABDURRACHMAN