Keputusan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : KEP - 141/BC/2003
Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Pembebasan Dan/Atau Pengembalian Bea Masuk Dan/Atau Cukai Serta Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor Barang Dan/Atau Bahan Untuk Diolah, Dirakit Atau Dipasang Pada Barang La
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR KEP - 141/BC/2003
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PEMBEBASAN DAN/ATAU PENGEMBALIAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI
SERTA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS
IMPOR BARANG DAN/ATAU BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN
TUJUAN UNTUK DIEKSPOR DAN PENGAWASANNYA
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
- bahwa untuk meningkatkan ekspor non migas dipandang perlu menyederhanakan tata cara pemberian pembebasan dan/atau Pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai, serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut yang semula ditangani BINTEK Keuangan melalui penanganan fasilitas oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
- bahwa terhadap pelaksanaan pemberian pembebasan dan/atau pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai, serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai perlu dilaksanakan pengawasan;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Pembebasan Dan/Atau Pengembalian Bea Masuk Dan/Atau Cukai Serta Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor Barang Dan/Atau Bahan Untuk Diolah, Dirakit Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan tujuan Untuk Diekspor Dan Pengawasannya;
- Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
- Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
- Udang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
- Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);
- Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3638) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3717);
- Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi Dan Tugas Departemen;
- Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Di Lingkungan Departemen Keuangan;
- Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tentang Organisasi Tata Kerja Departemen Keuangan;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tata Laksana Kepabeanan Di Bidang Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.04/2003;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 557/KMK.04/2002 tentang Tata Laksana Kepabeanan di bidang Ekspor;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 129/KMK.04/2003 tentang Pembebasan Dan/Atau Pengembalian Bea Masuk Dan/Atau Cukai Serta Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor Barang Dan/Atau Bahan Untuk Diolah, Dirakit atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor Dan Pengawasannya;
MEMUTUSKAN :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PEMBEBASAN DAN/ATAU PENGEMBALIAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI SERTA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS IMPOR BARANG DAN/ATAU BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR DAN PENGAWASANNYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Dalam Keputusan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
- Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
- Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean.
- Pembebasan adalah pembebasan Bea Masuk (BM) dan/atau Cukai atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor atau diserahkan ke Kawasan Berikat.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Tidak Dipungut adalah fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, sepanjang atas impor barang dan/atau bahan tersebut dibebaskan dari pengenaan BM.
- Pengembalian adalah pengembalian BM dan/atau Cukai yang telah dibayar atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang telah diekspor atau diserahkan ke Kawasan Berikat.
- Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
- Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tertentu yang ditetapkan sebagai kantor pelayanan kemudahan ekspor.
- Kantor Pabean adalah Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
- Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.
- Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.
- Perusahaan adalah perusahaan yang mengimpor barang dan/atau bahan, mengolah, merakit atau memasang pada barang lainnya dan mengekspor sendiri hasil produksinya atau menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain.
- Laporan Pemeriksaan Bea dan Cukai (LPBC)/Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah Laporan hasil pemeriksaan pabean atas barang ekspor yang berasal dari barang atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- Surat Sanggup Bayar (SSB) adalah surat yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai jaminan atas pungutan negara terhadap barang dan bahan impor yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.
- Hasil Produksi Yang Rusak adalah hasil produksi yang mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas/standar mutu yang secara teknis tidak dapat diperbaiki untuk menyamai kualitas/standar mutu yang diharapkan.
- Sisa Hasil Produksi adalah bahan baku atau barang dalam proses produksi yang tidak dapat diproses lebih lanjut menjadi hasil produksi utama karena secara teknis tidak dapat dipenuhi.
- Hasil Produksi Sampingan adalah barang yang dihasilkan selain dari produk utama, yang diperoleh selama proses produksi atau yang merupakan hasil pengembangan dan pemanfaatan dari bahan baku, sisa bahan baku, atau sisa hasil produksi.
- Bahan Baku Yang Rusak adalah bahan baku yang mengalami penurunan mutu, yang tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan barang yang tidak memenuhi kualitas/standar mutu yang diharapkan.
- Realisasi ekspor adalah penyelesaian barang dan/atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut, yang hasil produksinya diekspor.
- Penyerahan ke Kawasan Berikat adalah penyelesaian barang dan/atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut, yang hasil produksinya diserahkan ke Kawasan Berikat untuk diproses lebih lanjut.
(1) |
Terhadap barang dan/atau bahan asal impor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut. |
(2) |
Terhadap barang dan/atau bahan asal impor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang telah dibayar BM dan/atau Cukainya dan telah diekspor dapat diberikan Pengembalian. |
(3) |
Terhadap hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari impor yang diserahkan ke Kawasan Berikat untuk diproses lebih lanjut dapat diberikan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut. |
(4) |
Pembebasan dan/atau pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) dikecualikan terhadap bahan bakar, minyak pelumas dan barang modal. |
(5) | Terhadap hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari impor dapat dijual ke Dalam Negeri: |
|
|
(6) |
Terhadap hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor dapat: |
|
Pemberian Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) dilaksanakan atas nama Menteri Keuangan, oleh:
- Direktur Fasilitas Kepabeanan untuk Pembebasan dan/atau Pengembalian;
- Kepala Kantor Wilayah tertentu yang ditetapkan untuk Pembebasan.
BAB II
NOMOR INDUK PERUSAHAAN
(1) |
Setiap perusahaan yang akan mengajukan permohonan untuk memperoleh Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut harus memiliki Nomor Induk Perusahaan (NIPER) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal. |
(2) |
Untuk mendapatkan NIPER, perusahaan mengajukan Data Induk Perusahaan (DIPER) kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dengan menggunakan formulir DIPER yang dapat diperoleh pada Kantor Wilayah dan Kantor Pabean tertentu. |
(3) |
Formulir DIPER harus diisi dengan lengkap dan benar dan diserahkan ke Direktorat Fasilitas Kepabeanan dan/atau melalui Kantor Wilayah. |
(4) |
Formulir DIPER harus dilampiri: |
|
|
(5) |
Berdasarkan pengajuan DIPER, Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah melakukan penelitian administratif dan lapangan terhadap kebenaran data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan cara meneliti dokumen DIPER, mengadakan wawancara dan peninjauan pabrik. |
(6) |
Hasil penelitian administratif dan lapangan dituangkan dalam berita acara: |
|
|
(7) |
Kantor Wilayah menyampaikan DIPER yang telah diisi lengkap dan hasil penelitian administratif dan lapangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan. |
(8) | Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian kebenaran data dalam DIPER dan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja terhitung sejaktanggal diterimanya Berita Acara Pemeriksaan Lapangan: |
|
|
(9) |
Formulir DIPER sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini. |
(10) |
Formulir SD-2.1, SD-2.2 dan SD-3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini. |
(11) | Tatakerja penerbitan NIPER diatur dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal ini. |
(1) |
NIPER diterbitkan oleh Direktorat Jenderal. |
(2) |
Perusahaan yang telah disetujui permohonan NIPER-nya, wajib: |
|
|
(3) |
NIPER yang telah dimiliki oleh perusahaan dapat dicabut oleh Direktorat Jenderal. |
(4) | Pencabutan NIPER dilakukan dalam hal: |
|
BAB III
PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH PEMBEBASAN SERTA PPN
DAN PPnBM TIDAK DIPUNGUT
(1) |
Perusahaan mengajukan permohonan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunakan Formulir A1 dan dilampiri dengan rencana impor dan ekspor dan rincian kebutuhan barang dan bahan baku impor selama 12 (dua belas) bulan dengan menggunakan Formulir A2. |
(3) |
Perusahaan yang baru pertama kali mengajukan permohonan Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut, harus melampirkan: |
|
|
(4) |
Formulir A1 dan A2 sebagaimana dimaksud ayat (2) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini. |
(1) |
Persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) diberikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap dan benar. |
(2) |
Dalam hal permohonan untuk mendapat Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah menerbitkan Surat Keputusan Pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai serta PPN dan PPn BM tidak dipungut. |
(3) |
Tatakerja pengajuan permohonan Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut diatur dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal ini. |
BAB IV
JAMINAN ATAS BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI SERTA
PPN DAN PPn BM YANG TERUTANG
(1) |
Perusahaan yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut, wajib menyerahkan jaminan sebesar BM dan/atau Cukai, PPN dan PPn BM yang terutang, sebelum barang dan/atau bahan yang diimpor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, dikeluarkan dari Kawasan Pabean. |
(2) |
Jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diserahkan kepada Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah dengan disertai PIB yang akan digunakan untuk pengeluaran barang dari Kawasan Pabean. |
(3) |
Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah menerbitkan Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ) yang digunakan sebagai dokumen pelengkap PIB. |
(1) |
Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat berupa: |
|
|
(2) |
Nilai jaminan sebesar nilai BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPn BM dalam PIB. |
(3) |
Tambahan jaminan sebesar kekurangan BM, Cukai, PPN dan PPn BM diserahkan apabila hasil penetapan Kantor Pabean kedapatan jumlah yang harus dibayar lebih besar dari jumlah yang tercantum dalam PIB. |
(1) |
Jaminan berupa SSB diterbitkan oleh perusahaan sendiri dan hanya berlaku terhadap perusahaan yang telah mendapat persetujuan dari Direktur Fasilitas Kepabeanan. |
(2) | Untuk dapat menggunakan jaminan berupa SSB, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: |
|
|
(3) | Penilaian terhadap permohonan perusahaan untuk dapat menggunakan SSB dilakukan secara berkala 2 (dua) kali dalam setahun dan dilakukan pada setiap minggu kedua bulan: |
|
|
(4) |
Evaluasi terhadap perusahaan yang telah menggunakan SSB dilakukan secara berkala 2 (dua) kali dalam setahun dan dilakukan pada setiap bulan Januari dan Juli. |
(5) |
Pencabutan SSB dilakukan dalam hal: |
|
|
(6) |
Pencabutan hak untuk menggunakan SSB ditetapkan dengan surat Keputusan Direktur Fasilitas Kepabeanan. |
(1) |
Jangka waktu jaminan adalah sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan harus diperpanjang kembali oleh perusahaan dalam hal masa berlakunya jaminan telah berakhir sedangkan barang impor belum seluruhnya dipertanggungjawabkan realisasi ekspornya dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat oleh perusahaan. |
(2) |
Jaminan wajib diperpanjang selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku jaminan. |
(3) |
Jaminan yang telah diperpanjang harus disampaikan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku jaminan. |
(4) |
Tatakerja penerimaan jaminan, onitoring jaminan, dan monitoring PIB diatur dalam Lampiran III Keputusan Direktur Jenderal ini. |
BAB V
REALISASI EKSPOR PENYERAHAN KE KAWASAN BERIKAT DAN
PENJUALAN KE DALAM NEGERI BARANG HASIL PRODUKSI
Bagian Pertama
Realisasi Ekspor Dan Penyerahan Ke Kawasan Berikat
(1) |
Terhadap ekspor barang hasil produksi yang berasal dari barang dan/atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPn BM tidak dipungut dilaksanakan dengan mempergunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). |
(2) | PEB sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan oleh: |
|
|
(3) |
Ekspor barang hasil produksi harus terlaksana dalam jangka waktu 12 bulan terhitung sejak tanggal pengimporan, kecuali terhadap perusahaan yang memiliki masa produksi lebih dari 12 bulan dapat diberikan perpanjangan waktu oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan. |
(4) |
Terhadap PEB yang barangnya telah diekspor, Kantor Pabean menerbitkan LPBC/LHP. |
(5) |
Tatakerja pengajuan PEB yang mendapat kemudahan ekspor dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan Di Bidang Ekspor Yang Mendapat Kemudahan Ekspor. |
(6) |
Laporan Ekspor atas barang hasil produksi menggunakan formulir A3 dan A4 sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali. |
(1) |
Terhadap barang hasil produksi yang diserahkan ke Kawasan Berikat untuk diproses lebih lanjut dilaksanakan dengan mempergunakan BC 2.4 oleh Perusahaan pemegang NIPER, dengan ketentuan: |
|
|
(2) |
Penyerahan barang hasil produksi ke Kawasan Berikat harus terlaksana dalam jangka waktu 12 bulan terhitung sejak tanggal pengimporan. |
(3) |
Laporan penyerahan barang hasil produksi ke Kawasan Berikat menggunakan formulir A7 dan A8 sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali. |
(4) |
Formulir A7 dan A8 sebagaimana dimaksud ayat (4) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini. |
(5) |
Tatakerja penyerahan barang hasil produksi ke Kawasan Berikat diatur dalam lampiran IV Keputusan Direktur Jenderal ini. |
(1) |
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan Pasal 13 ayat (2) tidak terpenuhi, produsen wajib membayar BM, Cukai, PPN, dan PPn BM yang terutang. |
(2) |
Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditambah dengan bunga 2% (dua persen) dari pungutan yang seharusnya dibayar setiap bulan selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak: |
|
|
(3) |
Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diperlakukan juga terhadap perusahaan yang dicabut NIPER-nya, yang telah mengimpor barang dan/atau bahan yang mendapat pembebasan dan PPN dan PPn BM tidak dipungut tetapi belum direalisasikan ekspornya. |
Bagian Kedua
Penjualan ke dalam negeri
(1) |
Atas barang hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari impor dapat dijual ke dalam negeri setelah ada realisasi ekspor dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat, dengan ketentuan: |
|
|
(2) |
Penjualan ke dalam negeri harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pengimporan sampai dengan tanggal penjualan barang ke dalam negeri. |
(3) |
Realisasi ekspor dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terhitung sejak tanggal 1 Agustus 2003. |
(4) |
Laporan penjualan barang hasil produksi ke dalam negeri menggunakan formulir A9 dan A10. |
(5) |
Formulir A9 dan A10 sebagaimana dimaksud ayat (4) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini. |
(6) |
Tatakerja penjualan barang hasil produksi ke dalam negeri diatur dalam lampiran V Keputusan Direktur Jenderal ini. |
(1) |
Atas penjualan ke dalam negeri yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, atas kelebihannya: |
|
|
(2) |
Atas penjualan ke dalam negeri yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) sepanjang barang hasil produksi masih berada dalam persediaan perusahaan: |
|
BAB VI
PENJUALAN KE DALAM NEGERI DAN PEMUSNAHAN HASIL
PRODUKSI SAMPINGAN, SISA HASIL PRODUKSI, HASIL PRODUKSI
YANG RUSAK DAN BAHAN BAKU YANG RUSAK
(1) | Penjualan ke dalam negeri hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor, dengan ketentuan: |
|
|
(2) |
Laporan penjualan dalam negeri hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor menggunakan formulir A5 dan A6. |
(3) |
Formulir A5 dan A6 sebagaimana dimaksud ayat (2) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pemusnahan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak, yang bahan bakunya berasal dari impor, dengan ketentuan: |
|
|
(2) |
Laporan pemusnahan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor menggunakan formulir A5 dan A6. |
(3) |
Tatakerja penjualan ke dalam negeri dan pemusnahan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor diatur dalam Lampiran VI Keputusan Direktur Jenderal ini. |
BAB VII
LAPORAN PENYELESAIAN BARANG DAN/ATAU
BAHAN ASAL IMPOR DAN PENYESUAIAN JAMINAN
Bagian Pertama
Laporan Ekspor dan Laporan Penyerahan ke Kawasan Berikat
(1) |
Perusahaan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan ekspor dengan menggunakan formulir Laporan Ekspor (LE) ke Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali. |
(2) |
Bagi perusahaan yang langsung mengekspor hasil produksinya, LE disampaikan dengan menggunakan formulir A3 dan A4 dengan disertai: |
|
|
(3) |
Bagi perusahaan yang tidak langsung mengekspor hasil produksinya (barang gabungan), LE disampaikan dengan menggunakan formulir A3 dan A4 dengan disertai: |
|
Bagi perusahaan yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, laporan disampaikan ke Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali dengan menggunakan formulir A7 dan A8 dengan disertai:
- copy PIB/PIBT/PPKP;
- copy SPPB;
- copy STTJ;
- copy dokumen CK-9 (khusus Barang Kena Cukai);
- bukti kontrak penjualan/penyerahan hak ke perusahaan di dalam Kawasan Berikat;
- dokumen penyerahan barang ke Kawasan Berikat yang telah disahkan oleh Pejabat (BC 2.4); dan
- disket hasil transfer data formulir A7 dan A8.
(1)
|
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan 20 yang disampaikan oleh perusahaan disetujui apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: |
|
|
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan 20 ditolak dalam hal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan/atau: |
|
Bagian Kedua
Laporan Penjualan Dalam Negeri dan Pemusnahan
(1) | Laporan penjualan hasil produksi ke dalam negeri menggunakan formulir A9 dan A10, disertai: |
|
|
(2) |
Laporan Pemusnahan/penjualan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak, bahan baku yang rusak menggunakan formulir A5 dan A6 disertai: |
|
|
(3) |
Laporan Pembayaran BM dan/atau cukai, PPN dan PPnBM tidak dipungut atas bahan baku asal impor yang belum dipertanggungjawabkan ekspornya menggunakan formulir A5 dan A6 disertai: |
|
(1) | Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) yang disampaikan oleh perusahaan disetujui apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: |
|
|
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) ditolak dalam hal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan/atau: |
|
(1) | Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) yang disampaikan oleh perusahaan disetujui apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: |
|
|
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) ditolak dalam hal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan/atau: |
|
|
(3) |
Tatakerja penelitian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, 20, dan 22 diatur dalam lampiran VII Keputusan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Ketiga
Penyesuaian Jaminan
(1) |
Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud Pasal 19, 20, dan 22 disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah menerbitkan Surat Pemberitahuan Penyesuaian Jaminan (SPPJ) yang menunjukkan jumlah BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM yang sudah selesai dipertanggungjawabkan dan/atau masih harus dijaminkan oleh perusahaan. |
(2) |
Dalam hal jumlah BM, Cukai, PPN dan PPnBM yang masih harus dijaminkan, perusahaan dapat mengganti jaminan yang pernah disampaikannya minimal sebesar nilai jaminan yang ditetapkan dalam SPPJ. |
(3) |
Jaminan Bank atau Customs Bond yang diterbitkan untuk mengganti jaminan yang pernah disampaikan dapat berupa Jaminan Bank atau Customs Bond dari penjamin yang sama atau berbeda. |
(4) |
Terhadap BM, Cukai, PPN dan PPnBM yang sudah selesai dipertanggungjawabkan, jaminan dikembalikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah SPPJ terakhir diterbitkan. |
BAB VIII
PENGEMBALIAN
Pengembalian dapat diberikan kepada:
- perusahaan yang mengekspor sendiri hasil produksinya;
- perusahaan yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat.
Untuk memperoleh pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 produsen wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- dalam hal barang ekspor:
- telah dilakukan pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat;
- tanggal LPBC/LHP tidak melebihi 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal B/L atau AWB atau dokumen pengangkutan lain yang disamakan, sampai dengan tanggal permohonan diterima Direktorat Jenderal;
- impor telah dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sebelum pengapalan barang ekspor.
-
dalam hal barang diserahkan ke Kawasan Berikat:
- telah dilakukan pemeriksaan fisik barang oleh pejabat;
- tanggal nota pemeriksaan Pejabat tidak melebihi 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pemeriksaan sampai dengan tanggal permohonan diterima Direktorat Jenderal.
- impor telah dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sebelum penyerahan ke Kawasan Berikat.
(1) |
Permohonan pengembalian diajukan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya. |
|||||||||
(2) | Permohonan diajukan dengan menggunakan formulir B dengan melampirkan: | |||||||||
|
||||||||||
(3) |
Formulir B dan B3 sebagaimana dimaksud ayat (2) sesuai contoh Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini. |
(1) |
Permohonan pengembalian BM dan/atau Cukai diproses untuk disetujui atau ditolak dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. |
(2) |
Tatakerja pemberian pengembalian BM dan/atau Cukai diatur dalam lampiran VIII Keputusan Direktur Jenderal ini. |
BAB IX
PENGAWASAN
Perusahaan penerima Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut wajib menyimpan dan memelihara dokumen, buku, catatan serta surat sehubungan dengan pemberian Pembebasan dan/atau Pengembalian yang diterimanya selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia.
(1) |
Pengawasan terhadap pemberian Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut dilakukan dengan cara pengawasan fisik dan/atau audit terhadap perusahaan penerima Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut. |
(2) |
Pelaksanaan pengawasan fisik dan/atau audit dibidang kepabeanan dan cukai dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai ketentuan yang berlaku. |
(1) |
Direktorat Fasilitas Kepabeanan melakukan penelitian secara berkala data pembukuan perusahaan yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut serta Pengembalian berdasarkan data yang diberitahukan dalam DIPER. |
(2) |
Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) data pembukuan perusahaan tidak sesuai dengan DIPER, Direktur Fasilitas Kepabeanan dapat menentukan: |
|
Dalam hal perusahaan penerima Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut, NIPER-nya dicabut, BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM yang terutang wajib dilunasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pencabutan.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut juga dapat diberikan kepada perusahaan yang tidak mengerjakan keseluruhan proses produksinya dengan ketentuan sebagai berikut:
- perusahaan yang tidak mengerjakan keseluruhan proses produksinya memberikan subkontrak kepada perusahaan lain;
- pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam butir (1), harus mempunyai kontrak kerja; dan
- pemberian pekerjaan dari perusahaan kepada perusahaan subkontrak terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah.
(1) |
Atas bahan dan/atau barang yang bahan bakunya mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang seharusnya diekspor atau yang harus ada di perusahaan apabila tidak dapat dipertanggungjawabkan, penerima Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut wajib: |
|
|
(2) |
Tatakerja pembayaran BM dan/atau Cukai, denda, dan bunga serta pembayaran PPN dan PPnBM serta bunga, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. |
(1) |
Terhadap barang ekspor yang pernah memperoleh Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut dan/atau Pengembalian yang diimpor kembali, pada waktu pemasukannya, perusahaan: |
|
|
(2) |
Terhadap barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean. |
(3) |
Barang ekspor yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tidak dapat diekspor kembali dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, jaminan sebesar BM dan/atau Cukai yang dimaksud dalam ayat (1) dicairkan. |
(1) |
Apabila hasil pemeriksaan audit menunjukkan adanya kelebihan Pembebasan, maka atas kelebihan tersebut penerima Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut wajib: |
|
|
(2) |
Apabila hasil pemeriksaan audit menunjukkan adanya kelebihan Pengembalian, maka atas kelebihan tersebut harus dikembalikan dan dikenakan sanksi 100% (seratus persen) ditambah bunga atas kelebihan Pengembalian sebesar 2% (dua persen) setiap bulan selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak tanggal Surat Perintah Membayar Kembali (SPMK). |
(3) |
Atas kelebihan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila dapat dibuktikan telah diekspor dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal pengimporan, tidak dikenakan BM dan/atau Cukai, sanksi denda dan bunga. |
(1) |
Besarnya sanksi berupa bunga yang harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam: |
|
|
(2) |
Untuk keperluan penetapan sanksi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c dan huruf d Kepala Kantor Pabean mengirimkan dokumen dokumen BC 2.4 yang telah diberikan persetujuan oleh Pejabat untuk penyelesaian sanksi berupa bunga PPN dan PPnBM kepada Direktur Jenderal Pajak dimana perusahaan terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak. |
(3) |
Untuk keperluan penetapan sanksi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan huruf f, Kepala Kantor Pabean mengirimkan dokumen SPKPBM kepada Direktur Jenderal Pajak cq. Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana perusahaan terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak. |
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
(1) |
Terhadap semua Keputusan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang diterbitkan oleh Kepala Bapeksta Keuangan/Kepala BINTEK Keuangan atau Pejabat yang ditunjuknya yang masih berlaku, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku keputusan dimaksud. |
(2) |
Penyelesaian permohonan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang belum diselesaikan BINTEK Keuangan sampai dengan tanggal 31 Juli 2003, penyelesaian lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(3) |
Pengawasan dan monitoring terhadap jaminan (Jaminan Bank, Customs Bond dan SSB) atas impor yang menggunakan pembebasan yang belum dipertanggungjawabkan sampai dengan tanggal 31 Juli 2003, penyelesaian lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(4) |
Tagihan atas Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang masih tertunda di BINTEK Keuangan sampai dengan tanggal 31 Juli 2003, penyelesaian lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Keputusan Direktur Jenderal ini berlaku pada tanggal 1 Agustus 2003.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal ini dengan menempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2003
DIREKTUR JENDERAL
ttd
EDDY ABDURRACHMAN
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.