Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) | Penghentian sarana pengangkut untuk pemeriksaan terhadap sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya dalam rangka penindakan dilakukan berdasarkan Surat Perintah yang dikeluarkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang. |
(2) | Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan petunjuk yang cukup. |
(1) | Penghentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai tanpa Surat Perintah hanya dalam keadaan mendesak dan berdasarkan petunjuk yang cukup bahwa sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya belum dipenuhi/diselesaikan kewajiban pabeannya, tersangkut pelanggaran Kepabeanan, Cukai atau peraturan larangan/ pembatasan impor atau ekspor. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera melaporkan penghentian sarana pengangkut kepada Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang menerbitkan Surat Perintah dalam waktu 1 X 24 jam terhitung sejak penghentian dilakukan. |
(3) | Dalam hal Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak menerbitkan Surat Perintah dalam waktu 1 X 24 jam sejak menerima laporan dari Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penghentian, pengangkut/sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya dapat segera meneruskan perjalanannya. |
(1) | Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah suatu keadaan dimana penegahan harus seketika itu dilakukan dan apabila tidak dilakukan dalam arti harus menunggu surat perintah terlebih dahulu, barang dan sarana pengangkut tidak dapat lagi ditegah sehingga penegakan hukum tidak dapat lagi dilakukan. |
(2) | Petunjuk yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (1), adalah bukti permulaan ditambah dengan keterangan dan data yang diperoleh antara lain: 1. laporan pegawai; 2. laporan hasil pemeriksaan biasa; 3. keterangan saksi dan/atau informan; 4. hasil intelijen; atau 5. hasil pengembangan penyelidikan dan penyidikan. |
(1) | Surat Perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 memuat tentang : a. nomor Surat Perintah; b. dasar dan pertimbangan pemberian perintah; c. nama, pangkat, dan NIP Pejabat Bea dan Cukai yang diberi perintah; d. perintah penindakan yang harus dilaksanakan; e. uraian/identitas obyek penindakan; f. tempat dimana tugas dilaksanakan; g. jangka waktu penugasan; h. sarana yang digunakan termasuk senjata api; i. pakaian yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang diberi perintah; j. kewajiban pelaporan hasil penindakan; k. tempat dan tanggal penerbitan Surat Perintah; l. jabatan, tanda tangan, nama, dan NIP pejabat pemberi perintah serta cap dinas; dan m. tembusan kepada pihak terkait apabila dianggap perlu. |
(2) | Bentuk Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti pada lampiran 1 dalam Keputusan ini. |
(3) | Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi nomor urut dari Buku Surat Perintah yang bentuk dan isinya seperti pada lampiran 2 dalam Keputusan ini. |
(1) | Penghentian sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dilakukan oleh Satuan Tugas yang terdiri dari sekurang-kurangnya 2 (dua) Pejabat Bea dan Cukai. |
(2) | Satuan Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Kepala Satuan Tugas/Komandan Patroli Bea dan Cukai. |
(3) | Dalam menghentikan sarana pengangkut, Satuan Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menggunakan: a. kapal patroli; atau b. sarana pengangkut lainnya; dan c. senjata api dalam hal diperlukan. |
(4) | Setiap penghentian sarana pengangkut dengan menggunakan kapal patroli, Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib mencatat dalam jurnal kapal patroli. |
(1) | Penghentian sarana pengangkut di laut dan di perairan lainnya terlebih dahulu harus diberi isyarat yang lazim bagi pengangkut di laut dan di perairan lainnya. | ||||
(2) | Penghentian sarana pengangkut di darat terlebih dahulu harus diberi isyarat yang lazim bagi pengangkut di darat. | ||||
(3) | Isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan pengangkut wajib mematuhi | ||||
(4) |
|
||||
(5). | Setiap tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib membuat Laporan Penindakan berdasarkan Pasal 24 Keputusan ini. |
(1) | Dalam hal di tempat penghentian tidak mungkin dilakukan pemeriksaan karena alasan:
|
||||
(2) | Dalam hal pengangkut tidak mematuhi perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Satuan Tugas Bea dan Cukai dapat melakukan upaya paksa untuk membawa sarana pengangkut ke: a. Tempat lain yang sesuai untuk pemeriksaan; b. Kantor Pabean terdekat; atau c. Kantor Pabean tempat kedudukan pejabat penerbit Surat Perintah. |
||||
(3) | Setiap upaya paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib membuat Laporan Penindakan berdasarkan Pasal 24 Keputusan ini. |
(1) | Dalam pemeriksaan, pengangkut wajib menunjukkan semua surat dan dokumen yang berkaitan dengan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya serta denah situasi bagi sarana pengangkut di laut kepada Pejabat Bea dan Cukai. |
(2) | Dalam hal pengangkut tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Satuan Tugas Bea dan Cukai berwenang mencari semua surat dan dokumen dan memeriksa tempat-tempat dimana disimpan surat atau dokumen yang diperlukan. |
(3) | Setiap tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib membuat Laporan Penindakan berdasarkan Pasal 24 Keputusan ini. |
(1) | Untuk keperluan pemeriksaan barang di atas sarana pengangkut, pengangkut atau kuasanya wajib: a. menunjukkan bagian-bagian/tempat-tempat dimana disimpan barang; b. menyerahkan barang dan membuka peti kemas/kemasan barang; dan c. menyaksikan pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal pengangkut atau kuasanya tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Satuan Tugas Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan karena jabatan. |
(3) | Setiap tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib membuat Laporan Penindakan berdasarkan Pasal 24 Keputusan ini. |
(1) | Dalam hal hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran, sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya ditegah dan dibawa ke Kantor Pabean terdekat atau Kantor Pabean tempat kedudukan pejabat penerbit Surat Perintah dan diserahkan kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai untuk penyelidikan/penyidikan lebih lanjut. |
(2) | Atas hasil pemeriksaan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya, Pejabat Bea dan Cukai wajib membuat Berita Acara Pemeriksaan berdasarkan Pasal 25 Keputusan ini. |
(3) | Atas penyerahan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib membuat Berita Acara Serah Terima berdasarkan Pasal 26 Keputusan ini. |
(1) | Pemeriksaan terhadap sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk oleh Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. |
(2) | Atas hasil pemeriksaan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya, Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membuat Berita Acara Pemeriksaan berdasarkan Pasal 25 Keputusan ini. |
(1) | Dalam hal hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penegahan dan menyerahkan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai untuk penyelidikan/penyidikan lebih lanjut. |
(2) | Atas penyerahan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya dari Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pemeriksaan kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai dibuatkan Berita Acara Serah Terima berdasarkan Pasal 26 Keputusan ini. |
(1) | Pembongkaran barang dari sarana pengangkut yang ternyata barang tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Pabean yang mengawasi wilayah/tempat dimana dilakukan pembongkaran berwenang menghentikan pembongkaran. | ||||
(2) | Terhadap barang yang dibongkar dari sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penegahan. | ||||
(3) |
|
||||
(4) |
|
(1) | Penghentian pembongkaran barang yang ternyata bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dari sarana pengangkut di tempat lain di luar Kawasan Pabean yang diizinkan Kepala Kantor Pabean dilakukan berdasarkan Surat Perintah yang dikeluarkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Keputusan ini. |
(2) | Penghentian pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). |
(3) | Satuan Tugas Bea dan Cukai yang melakukan penghentian pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). |
(1) | Terhadap sarana pengangkut dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), Satuan Tugas Bea dan Cukai memerintahkan pengangkut untuk membawa sarana pengangkut dan barang ke Kantor Pabean yang memberikan izin bongkar. |
(2) | Dalam hal pengangkut tidak mematuhi perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Satuan Tugas Bea dan Cukai dapat melakukan upaya paksa membawa sarana pengangkut dan barang. |
(3) | Setiap upaya paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib membuat Laporan Penindakan berdasarkan Pasal 24 Keputusan ini. |
(1) | Bentuk dan isi Surat Bukti Penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 19 dan Pasal 20 ayat (3) huruf b seperti pada lampiran 3 Keputusan ini. |
(2) | Surat Bukti Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dalam Buku Surat Bukti Penindakan seperti pada lampiran 4 Keputusan ini. |
(3) | Pejabat Bea dan Cukai menandatangani Surat Bukti Penindakan dan memberi nomor urut. |
(4) | Lembar pertama Surat Bukti Penindakan diserahkan kepada pengangkut. |
(5) | Sebagai tanda terima pengangkut membubuhkan nama dan tanda tangan pada Surat Bukti Penindakan. |
(1) | Bentuk dan isi Laporan Penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5), Pasal 8 ayat (3), Pasal 10 ayat (3), Pasal 11 ayat (3), Pasal 20 ayat (3) huruf a, dan Pasal 22 ayat (3) seperti pada lampiran 5 dalam Keputusan ini. |
(2) | Laporan Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dalam Buku Laporan Kejadian seperti pada lampiran 6 dalam Keputusan ini. |
(3) | Laporan Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanda tangani oleh Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pemeriksaan/penegahan dan diberi nomor urut. |
(1) | Bentuk dan isi Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (2) seperti pada lampiran 7 Keputusan ini. |
(2) | Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dalam Buku Berita Acara Pemeriksaan seperti pada lampiran 8 dalam Keputusan ini. |
(3) | Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanda tangani oleh Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pemeriksaan dan pengangkut/pemilik barang atau kuasanya dan diberi nomor urut. |
(1) | Bentuk dan isi Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), Pasal 15, Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 20 ayat (4) huruf b seperti pada lampiran 9 dalam Keputusan ini. |
(2) | Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dalam Buku Berita Acara Serah Terima seperti pada lampiran 10 dalam Keputusan ini. |
(3) | Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanda tangani oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menyerahkan dan yang menerima sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya dan diberi nomor urut. |
(1) | Pemilik barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), dan Pasal 21 ayat (3), dapat mengajukan permohonan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Surat Bukti Penindakan (penegahan) dengan menyebutkan alasan-alasan keberatan dan melampirkan bukti-bukti yang menguatkan. |
(2) | Dalam hal barang yang ditegah merupakan barang yang dilarang atau dibatasi impor atau ekspornya, tidak dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada huruf a. |
(3) | Bentuk Surat Permohonan Keberatan sebagaimana dimaksud pada huruf a seperti pada lampiran 11 dalam Keputusan ini. |
(4) | Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan buk tibukti yang menguatkan berupa: a. Dokumen pabean dan dokumen pendukung; b. Dokumen lain yang berkaitan dengan barang dan/atau sarana pengangkut; dan c. Keputusan dan risalah lelang dalam hal sarana pengangkut dan/atau barang diatasnya telah dilelang; atau d. Berita Acara Pemusnahan dalam hal barang yang ditegah telah dimusnahkan. |
(5) | Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan dengan cara: a. diserahkan langsung kepada Direktur Jenderal; atau b. dengan pos tercatat. |
(6) | Permohonan keberatan yang diserahkan langsung atau disampaikan dengan pos tercatat, sudah harus diterima Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk sebelum melewati 30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan penegahan. |
(7) | Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk setelah mendapat laporan Kepala Kantor Pabean yang melakukan penegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 wajib memberi putusan selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6). |
(1) | Dalam hal hasil penelitian bahwa bukti-bukti yang diajukan tidak dapat diterima dan terjadi pelanggaran ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan:
|
||||
(2) | Dalam hal hasil penelitian bahwa bukti-bukti yang diajukan tidak dapat diterima dan terjadi pelanggaran ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan:
|
(1) | Terhadap sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya yang ditegah, selama dalam proses penyelidikan/penyidikan dilakukan penyegelan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai. |
(2) | Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai wajib membuat Berita Acara Penyegela n seperti pada lampiran 12 dalam Keputusan ini. |
(3) | Berita Acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai dan diberi nomor urut dari Buku Berita Acara Penyegelan seperti pada lampiran 13 dalam Keputusan ini. |
(1) | Dalam hal ditemukan adanya pelanggaran, segala resiko dan biaya yang timbul akibat penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan menjadi beban dan tanggung jawab pengangkut dan/atau pemilik barang atau kuasanya. |
(2) | Dalam hal tidak ditemukan adanya pelanggaran, segala resiko dan biaya yang timbul akibat penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan menjadi beban dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(3) | Dalam hal tidak ditemukan adanya pelanggaran tetapi pengangkut atau pemilik barang dan/atau sarana pengangkut tidak memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai atau kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Pasal 8 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), dan Pasal 22 ayat (2), segala resiko dan biaya yang timbul akibat penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan menjadi beban dan tanggung jawab pengangkut dan/atau pemilik barang atau kuasanya. |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.