Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 1/PJ/2024

Kategori : Lainnya

Petunjuk Teknis Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan


19 Januari 2024


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 1/PJ/2024
 
TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

A. Umum

Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, terdapat beberapa ketentuan baru mengenai Pemeriksaan Bukti Permulaan antara lain pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian atas petunjuk teknis Pemeriksaan Bukti Permulaan yang sebelumnya ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ/2015 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Dengan demikian, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Unit Pelaksana Penegakan Hukum, Kantor Pelayanan Pajak, dan unit kerja Direktorat Jenderal Pajak lainnya dalam pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan agar terdapat keseragaman dalam pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan sehingga Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
1. pengertian;
2. ruang lingkup dugaan peristiwa pidana;
3. jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan;
4. dasar pengusulan, Penelaahan, dan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan;
5. persiapan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
6. pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
7. penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan;
8. pengungkapan ketidakbenaran perbuatan;
9. Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika;
10. evaluasi Pemeriksaan Bukti Permulaan;
11. format dokumen Pemeriksaan Bukti Permulaan;
12. prosedur; dan
13. ketentuan peralihan.

D. Dasar
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menjadi Undang-Undang.
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.03/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan.
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

E. Uraian

1. Pengertian
a. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
b. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
c. Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah Undang-Undang Nomor tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
d. Undang-Undang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menjadi Undang-Undang.
e. Undang-Undang Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor tentang Bea Meterai.
f. Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, Undang-Undang Bea Meterai, Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, dan Undang-Undang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
g. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
h. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
i. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
j. Pemeriksa Bukti Permulaan adalah pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang untuk melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
k. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang selanjutnya disebut Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
l. Informasi adalah keterangan yang disampaikan secara lisan atau tertulis, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik, yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan.
m. Data adalah kumpulan angka, huruf, kata, atau citra yang bentuknya dapat berupa surat, dokumen, buku, atau catatan, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik, yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan.
n. Data Elektronik adalah data berbentuk elektronik yang tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi.
o. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh orang atau institusi karena hak dan/atau kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan kepada pejabat yang berwenang, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik, mengenai dugaan telah atau sedang atau akan terjadinya Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
p. Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik, untuk menindak menurut hukum orang pribadi atau badan yang diduga telah melakukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
q. Bahan Bukti adalah buku, catatan, dokumen, keterangan, informasi, data, dan/atau benda lainnya, yang dapat digunakan untuk menemukan Bukti Permulaan.
r. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
s. Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah surat perintah untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
t. Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan adalah perubahan atas Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang telah diterbitkan.
u. Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah dokumentasi yang dibuat oleh Pemeriksa Bukti Permulaan mengenai prosedur Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ditempuh, Bahan Bukti yang dikumpulkan, analisis Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
v. Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah laporan yang disusun oleh Pemeriksa Bukti Permulaan yang mengungkapkan tentang pelaksanaan, kesimpulan, dan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan.
w. Laporan Kejadian adalah laporan tertulis tentang adanya Peristiwa Pidana yang terdapat Bukti Permulaan sebagai dasar dilakukan Penyidikan.
x. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
y. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah informasi yang memuat hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan yang disampaikan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
z. Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah informasi yang memuat tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan yang disampaikan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
aa. Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan adalah informasi yang memuat perubahan atas Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan yang disampaikan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
bb. Unit Pelaksana Penegakan Hukum adalah unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai wewenang melaksanakan tugas dan fungsi penegakan hukum terhadap Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Pajak.
cc. Unit Pelaksana Penegakan Hukum Pusat adalah Direktorat yang mempunyai wewenang melaksanakan tugas dan fungsi penegakan hukum terhadap Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
dd. Unit Pelaksana Penegakan Hukum Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
ee. Penelaahan adalah kegiatan dalam rangka membahas usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan, konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam rangka Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika, sebagai pertimbangan bagi kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum dalam pengambilan keputusan.
ff. Tim Penelaah adalah tim yang dibentuk berdasarkan surat keputusan kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum yang bertugas melakukan Penelaahan.
gg. Perolehan Data Elektronik adalah kegiatan untuk mendapatkan Data Elektronik meliputi kegiatan mengakses, mengunduh, dan/atau menggandakan Data Elektronik.
hh. Forensik Digital adalah kegiatan penanganan Data Elektronik melalui serangkaian prosedur, teknik, dan cara untuk mengidentifikasi, memperoleh, mengolah, dan menganalisis Data Elektronik sehingga menghasilkan informasi yang dapat dimanfaatkan dan dipertanggungjawabkan secara hukum yang dilakukan oleh ahli Forensik Digital.
ii. Laporan Progres Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang selanjutnya disebut Laporan Progres adalah laporan yang dibuat oleh tim Pemeriksa Bukti Permulaan yang berisi informasi tentang perkembangan pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan temuan lain di luar peristiwa pidana yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
jj. Laporan Pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang selanjutnya disebut Laporan Pengembangan adalah laporan yang dibuat dalam hal terdapat usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dari hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
kk. Peristiwa Pidana adalah peristiwa yang mengandung Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
ll. Kolaborasi Penegakan Hukum yang selanjutnya disebut Kolaborasi adalah kegiatan sinergi yang melibatkan fungsi penegakan hukum dan fungsi lainnya di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka optimalisasi penerimaan negara dari sektor perpajakan.
mm. Keadaan Sebenarnya adalah keadaan jumlah pembayaran dalam rangka pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sama dengan atau lebih besar dari jumlah kerugian pada pendapatan negara, jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, atau jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan pajak yang dilakukan menurut hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.

2. Ruang Lingkup Dugaan Peristiwa Pidana Ruang lingkup dugaan Peristiwa Pidana, meliputi:
a. pasal pidana yang disangkakan;
b. masa pajak, bagian tahun pajak, tahun pajak, atau waktu kejadian; dan
c. jenis pajak, dalam hal terdapat jenis pajak.

3. Jangka Waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 12 (dua belas) bulan.
b. Jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan dihitung sejak:
1) tanggal penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka; atau
2) tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima oleh Pemeriksa Bukti Permulaan, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara tertutup.
c. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka atau tertutup berakhir pada saat diterbitkannya Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

4. Dasar Pengusulan, Penelaahan, dan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan
a. Dasar Pengusulan Pemeriksaan Bukti Permulaan
1) Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan berdasarkan laporan hasil pengembangan dan analisis Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan dari kegiatan:
a) intelijen;
b) pengawasan;
c) Pemeriksaan;
d) pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan; atau
e) pengembangan Penyidikan.
2) Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang berkaitan dengan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak, dapat dilakukan atas data yang memuat dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan selain yang termuat dalam surat ketetapan pajak.
3) Tim Penelaah menolak usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan Pemeriksaan dan telah menerima surat pemberitahuan hasil Pemeriksaan.
b. Pengusulan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang Melibatkan Lebih dari Satu Unit Pelaksana Penegakan Hukum
1) Unit Pelaksana Penegakan Hukum Wilayah dapat mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan dari hasil pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau pengembangan Penyidikan yang berkaitan dengan orang pribadi atau badan yang berada di luar wilayah kerjanya.
2) Usulan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan pembahasan terlebih dahulu oleh Unit Pelaksana Penegakan Hukum Wilayah sebelum disampaikan ke Unit Pelaksana Penegakan Hukum Pusat.
3) Atas usulan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan Penelaahan oleh Unit Pelaksana Penegakan Hukum Pusat dengan melibatkan Unit Pelaksana Penegakan Hukum Wilayah terkait.
c. Pengayaan Data Intelijen Perpajakan
1) Permintaan pengayaan data intelijen perpajakan dilakukan dalam hal terdapat usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang berasal dari kegiatan pengawasan, Pemeriksaan, pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau pengembangan Penyidikan.
2) Unit yang bertugas menyelenggarakan administrasi Pemeriksaan Bukti Permulaan meminta pengayaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) kepada unit yang melakukan kegiatan intelijen perpajakan.
3) Unit yang melakukan kegiatan intelijen perpajakan menyampaikan jawaban permintaan pengayaan paling lama 10 (sepuluh) hari sejak surat permintaan diterima.
4) Penelaahan usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan tetap dapat dilakukan meskipun permintaan pengayaan belum mendapatkan jawaban.
5) Dalam hal terdapat data hasil pengayaan yang diterima setelah Penelaahan dilakukan yang berpotensi mengubah kesimpulan Penelaahan atas usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penelaahan usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilakukan kembali.
d. Penelaahan Pemeriksaan Bukti Permulaan
1) Penelaahan dilakukan atas:
a) usulan untuk dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b) konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan; atau
c) penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika.
2) Penelaahan dilakukan atas aspek formal dan material.
3) Penelaahan atas aspek formal dilakukan dengan memastikan tahapan administrasi dasar Penelaahan sebagaimana dimaksud pada angka 1) telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4) Penelaahan atas aspek material dilakukan untuk memastikan bahwa terdapat:
a) dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Penelaahan atas usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan; atau
b) Bukti Permulaan tentang adanya dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Penelaahan atas konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan atau penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika.
5) Penelaahan dilaksanakan oleh Tim Penelaah yang minimal terdiri dari:
a) 1 (satu) pejabat administrator;
b) 1 (satu) pejabat pengawas; dan
c) 1 (satu) penyidik,
di lingkungan Unit Pelaksana Penegakan Hukum.
6) Penelaahan dilaksanakan dengan melibatkan:
a) pihak yang mengusulkan, dalam hal diperlukan penjelasan pada Penelaahan atas usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b) Pemeriksa Bukti Permulaan, dalam hal Penelaahan atas konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan; atau
c) pegawai yang melakukan penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Penelaahan atas penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika.
7) Selain melibatkan pihak atau pegawai sebagaimana dimaksud pada angka 6), Penelaahan juga dapat mengikutsertakan:
a) pegawai yang melakukan fungsi pengawasan kode etik atau unsur kepatuhan internal; dan/atau
b) pihak atau pegawai berdasarkan pertimbangan kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum.
8) Kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum memberikan keputusan akhir Penelaahan dalam hal tidak terdapat kesepakatan, dengan dapat mempertimbangkan rekomendasi dari Tim Penelaah.
9) Hasil Penelaahan dituangkan dalam berita acara Penelaahan.
10) Kegiatan Penelaahan menjadi kinerja bagi Tim Penelaah.
11) Pengukuran kinerja dalam kegiatan Penelaahan diatur lebih lanjut dalam ketentuan mengenai manajemen kinerja.
12) Unit Pelaksana Penegakan Hukum Pusat dapat melaksanakan Penelaahan atas usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang berasal dari unit Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak dan/atau unit vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
13) Unit Pelaksana Penegakan Hukum Wilayah dapat melaksanakan Penelaahan atas usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang berasal dari unit kerja di lingkungan Unit Pelaksana Penegakan Hukum Wilayah tersebut.
14) Penelaahan atas usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan paling lama:
a) 2 (dua) bulan setelah usulan diterima dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan berasal dari kegiatan intelijen, pengawasan, pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau pengembangan Penyidikan; atau
b) 1 (satu) bulan setelah usulan diterima dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan berasal dari kegiatan Pemeriksaan.
15) Penelaahan usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf a) dilaksanakan untuk:
a) mengidentifikasi dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
b) mengidentifikasi potensi kerugian pada pendapatan negara;
c) menentukan jenis Pemeriksaan Bukti Permulaan terbuka atau tertutup; dan/atau
d) memberikan rekomendasi tindak lanjut atas usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
16) Dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka 15) huruf a) merupakan modus Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan ruang lingkup dugaan Peristiwa Pidana.
17) Identifikasi potensi kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada angka 15) huruf b) dilakukan melalui penghitungan potensi kerugian pada pendapatan negara.
18) Dalam hal potensi kerugian pada pendapatan negara tidak dapat dihitung secara pasti, potensi kerugian pada pendapatan negara ditentukan:
a) paling sedikit sejumlah kerugian pada pendapatan negara yang dapat dihitung; atau
b) paling sedikit sejumlah perkiraan kerugian pada pendapatan negara, dalam hal potensi kerugian pada pendapatan negara belum dapat ditentukan.
19) Dalam hal Wajib Pajak yang diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan sedang dilakukan Pemeriksaan atau telah diterbitkan instruksi Pemeriksaan, identifikasi potensi kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada angka 17) juga mempertimbangkan potensi pajak yang kurang dibayar.
20) Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka sebagaimana dimaksud pada angka 15) huruf c) dalam hal:
a) terdapat potensi pemulihan kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 atau Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b) Wajib Pajak yang diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan sedang dilakukan Pemeriksaan; atau
c) Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan terhadap dugaan Tindak Pidana sebagaimana diatur dalam:
(1) Pasal 41A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
(2) Pasal 41C Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
(3) Pasal 41A Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; ata u
(4) Undang-Undang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
21) Rekomendasi tindak lanjut atas usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada angka 15) huruf d) ditindaklanjuti dengan:
a) Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b) Pemeriksaan;
c) pengawasan; atau
d) pemanfaatan data pada proses bisnis terkait yang sedang berjalan.
e. Penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan
1) Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh tim Pemeriksa Bukti Permulaan yang menerima Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
2) Tim Pemeriksa Bukti Permulaan terdiri dari ketua tim dan anggota tim.
3) Ketua tim yang merupakan supervisor bertanggung jawab mengendalikan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dilaksanakan oleh tim Pemeriksa Bukti Permulaan, yang antara lain meliputi penyusunan perencanaan, memastikan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah disusun, serta menentukan simpulan dan tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dilaksanakan oleh tim-nya.
4) Anggota tim melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan supervisi dari ketua tim yang merupakan supervisor.
5) Peran ketua dan anggota tim Pemeriksa Bukti Permulaan diuraikan lebih lanjut dalam standar operasi prosedur.
6) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan berdasarkan:
a) laporan hasil pengembangan dan analisis dari kegiatn intelijen, pengawasan, Pemeriksaan, pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau pengembangan Penyidikan; dan
b) berita acara Penelaahan usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
7) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan sejak Penelaahan usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan disetujui, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan dengan penangguhan Pemeriksaan.
8) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan dan/atau Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan dapat memuat Pemeriksa Bukti Permulaan dari beberapa Unit Pelaksana Penegakan Hukum.
9) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan dan/atau Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan sebagaimana dimaksud pada angka 8) dapat diterbitkan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Unit Pelaksana Penegakan Hukum Pusat.
10) Unit Pelaksana Penegakan Hukum Pusat dapat meminta penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan kepada Unit Pelaksana Penegakan Hukum Wilayah.
11) Sebelum penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan, Unit Pelaksana Penegakan Hukum meneliti kembali:
a) penyampaian Surat Pemberitahuan Wajib Pajak; dan
b) status Pemeriksaan Wajib Pajak.
12) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 11) huruf a) diketahui terdapat penyampaian Surat Pemberitahuan yang berpotensi mengubah kesimpulan Penelaahan atas usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebelumnya, dilakukan Penelaahan kembali.
13) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 11) huruf b) diketahui bahwa Wajib Pajak sedang dilakukan Pemeriksaan atau telah diterbitkan instruksi Pemeriksaan, dilakukan Penelaahan kembali.
f. Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan dan Pembatalan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan
1) Unit Pelaksana Penegakan Hukum dapat menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan atau membatalkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal terdapat:
a) perubahan Unit Pelaksana Penegakan Hukum;
b) perubahan tim Pemeriksa Bukti Permulaan; dan/atau
c) kesalahan administratif.
2) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan diterbitkan apabila:
a) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan telah disampaikan ke orang pribadi atau badan, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka; atau
b) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan telah disampaikan ke tim Pemeriksa Bukti Permulaan, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup.
3) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan dibatalkan apabila:
a) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan belum disampaikan ke orang pribadi atau badan, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka; atau
b) Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan belum disampaikan ke tim Pemeriksa Bukti Permulaan, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup.
4) Dalam hal terdapat perubahan Unit Pelaksana Penegakan Hukum sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf a), Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan diterbitkan oleh Unit Pelaksana Penegakan Hukum baru berdasarkan permintaan dari Unit Pelaksana Penegakan Hukum Pusat.
5) Dalam hal terjadi perubahan tim Pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf b), tim Pemeriksa Bukti Permulaan lama membuat Laporan Progres.
6) Dalam hal terdapat perubahan Unit Pelaksana Penegakan Hukum dan/atau perubahan tim Pemeriksa Bukti Permulaan, tim Pemeriksa Bukti Permulaan lama menyerahkan berkas, dokumen, data dan barang lainnya terkait Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada tim Pemeriksa Bukti Permulaan baru.

5. Persiapan Pemeriksaan Bukti Permulaan Persiapan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut.
a. Perencanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan, meliputi:
1) mempelajari dokumen yang menjadi dasar Pemeriksaan Bukti Permulaan;
2) mencari dan mempelajari data dan/atau informasi terkait orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, seperti melalui data dan/atau informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak, internet, dan media massa;
3) melakukan pembahasan dengan pihak terkait; dan
4) membuat rencana kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan.
b. Koordinasi, meliputi:
1) koordinasi dengan pihak internal Direktorat Jenderal Pajak yang dapat memberikan informasi awal tentang profil orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan/atau
2) koordinasi dengan fungsional pemeriksa pajak, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan dengan penangguhan Pemeriksaan.
c. Observasi Lapangan dan/atau Pengamanan
1) Observasi lapangan dilakukan tanpa berinteraksi langsung dengan orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
2) Observasi lapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai:
a) keberadaan orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan pihak terkait;
b) keberadaan Bahan Bukti;
c) situasi dan kondisi di lokasi yang akan dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
d) sarana prasarana yang diperlukan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan;
e) kebutuhan bantuan pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki sertifikat keahlian Forensik Digital; dan
f) kebutuhan bantuan pengamanan dari aparat yang berwenang.
3) Dalam hal berdasarkan observasi diketahui bahwa terdapat kebutuhan pengamanan, dapat dimintakan bantuan pengamanan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia, pemerintah daerah, dan/atau pimpinan instansi terkait.
d. Permintaan Informasi Keuangan kepada Unit Pengelola Data Direktorat Jenderal Pajak dilakukan dengan mengajukan permintaan informasi keuangan atas orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan/atau pihak terkait lainnya.
e. Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan secara tertutup, kegiatan persiapan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan dengan tetap menjaga kerahasiaan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

6. Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan
a. Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Terbuka
1) Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan
a) Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan
(1) Penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi, badan, atau kuasa yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan kepala Kantor Pelayanan Pajak dilakukan paling lama 1 (satu) bulan setelah Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan.
(2) Penyampaian pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan terlebih dahulu sebelum penyampaian pemberitahuan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak.
(3) Pada saat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan secara langsung atau saat pertama kali bertemu dengan pihak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan:
(a) Pemeriksa Bukti Permulaan menandatangani pakta integritas bersama-sama dengan orang pribadi, wakil dari badan, atau kuasa yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
(b) orang pribadi, wakil dari badan, atau kuasa yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan menandatangani surat pernyataan pemberian persetujuan kepada Pemeriksa Bukti Permulaan untuk melaksanakan wewenang Pemeriksa Bukti Permulaan; dan
(c) Pemeriksa Bukti Permulaan didampingi oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki sertifikat Forensik Digital, berdasarkan permintaan bantuan.
(4) Pada saat penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksa Bukti Permulaan dapat didampingi oleh pegawai di lingkungan Unit Pelaksana Penegakan Hukum yang ditunjuk untuk memantau pemenuhan kewajiban dan penggunaan kewenangan Pemeriksa Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan dengan penangguhan Pemeriksaan, penyampaian pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan bersamaan dengan penyampaian pemberitahuan penangguhan Pemeriksaan.
b) Pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan kepala Kantor Pelayanan Pajak disampaikan paling lama 1 (satu) hari sebelum jatuh tempo penyampaian Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
c) Penyampaian pemberitahuan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan diterbitkan.
d) Surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan, surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan surat pemberitahuan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan disampaikan secara langsung di:
(1) tempat tinggal, tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dan/atau tempat lain dari orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
(2) kantor Direktorat Jenderal Pajak; atau
(3) tempat lain yang dianggap patut dan wajar.
e) Dalam hal terdapat kondisi yang mengakibatkan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan, surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan surat pemberitahuan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan tidak dapat disampaikan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf d), penyampaian dapat dilakukan:
(1) melalui pos, jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman berupa pos tercatat atau resi pengiriman;
(2) melalui faksimile dengan bukti pengiriman faksimile; atau
(3) secara elektronik dengan bukti pengiriman elektronik.
f) Kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf e) berupa:
(1) keadaan kahar seperti bencana alam, wabah, atau kerusuhan;
(2) keterbatasan anggaran; atau
(3) orang pribadi atau keluarga orang pribadi yang telah dewasa, wakil dari badan, atau kuasa yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak ditemukan pada saat pemeriksaan lapangan.
g) Orang pribadi atau keluarga orang pribadi yang telah dewasa sebagaimana dimaksud dalam huruf f) angka (3) yaitu orang pribadi atau keluarga orang pribadi yang:
(1) sudah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sudah pernah menikah; dan
(2) tidak berada dalam pengampuan.
2) Peminjaman Berkas pada Unit Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
a) Peminjaman berkas dapat dilakukan kepada:
(1) Kantor Pelayanan Pajak;
(2) unit pengolahan data dan dokumen perpajakan; atau
(3) unit kerja lain di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
b) Peminjaman berkas ke unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dapat dilakukan selama berlangsungnya Pemeriksaan Bukti Permulaan.
c) Peminjaman berkas ke unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dilakukan dengan menyampaikan permintaan peminjaman berkas.
3) Perolehan dan Peminjaman Bahan Bukti di Lokasi Pemeriksaan Bukti Permulaan
a) Peminjaman Bahan Bukti dari Pemeriksaan Bukti Permulaan di lapangan dilakukan setelah penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
b) Termasuk Bahan Bukti yang dipinjam sebagaimana dimaksud dalam huruf a) adalah Data Elektronik.
c) Perolehan dan peminjaman Data Elektronik dilakukan melalui kegiatan Forensik Digital yang dilengkapi dengan izin akses dan/atau pengunduhan data elektronik dari pihak yang memiliki atau menguasai perangkat elektronik tersebut.
d) Kegiatan Forensik Digital dilakukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan ketentuan:
(1) memiliki kompetensi di bidang Forensik Digital yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan dan/atau sejenisnya;
(2) mampu menjelaskan setiap langkah, tahapan, justifikasi, keputusan yang dibuat dalam kegiatan Forensik Digital;
(3) memperhatikan kelancaran layanan publik dan integritas atau keutuhan data; dan
(4) memastikan seluruh rangkaian kegiatan Forensik Digital harus terdokumentasi dengan baik.
e) Tata cara dan contoh format dokumen yang diperlukan dalam kegiatan Forensik Digital mengacu pada ketentuan mengenai Forensik Digital di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
f) Setelah upaya persuasif berupa peminjaman Bahan Bukti sebagaimana dimaksud dalam huruf a) tidak dipenuhi oleh orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan penyegelan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan sebagai upaya terakhir, dalam rangka menjaga integritas Bahan Bukti.
4) Perolehan Bahan Bukti yang Dikuasai oleh Pemeriksa Pajak
a) Bahan Bukti yang sebelumnya telah dipinjam oleh pemeriksa pajak dari Wajib Pajak yang telah dilakukan penangguhan Pemeriksaan dapat dimanfaatkan dalam proses Pemeriksaan Bukti Permulaan.
b) Perolehan Bahan Bukti yang dikuasai oleh pemeriksa pajak dilakukan melalui peminjaman kepada Wajib Pajak, seketika setelah dilakukan pengembalian Bahan Bukti tersebut oleh pemeriksa pajak kepada Wajib Pajak dimaksud.
c) Sebelum dilakukan peminjaman Bahan Bukti sebagaimana dimaksud dalam huruf b), Pemeriksa Bukti Permulaan berkoordinasi dengan pemeriksa pajak untuk menentukan daftar Bahan Bukti yang akan dipinjam.
d) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan selesai dan Pemeriksaan yang ditangguhkan dilanjutkan kembali, Bahan Bukti sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dikembalikan kepada Wajib Pajak untuk kemudian dipinjam oleh pemeriksa pajak.
e) Peminjaman Bahan Bukti sebagaimana dimaksud dalam huruf b), dilakukan dengan mengundang Wajib Pajak di lokasi Bahan Bukti berada atau tempat lain yang ditentukan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan.
5) Pengumpulan Bahan Bukti
a) Peminjaman Bahan Bukti secara tertulis.
Peminjaman Bahan Bukti dapat dilakukan dalam hal terdapat Bahan Bukti yang belum didapatkan pada saat perolehan Bahan Bukti:
(1) di lokasi sebagaimana dimaksud pada angka 3); dan/atau
(2) yang dikuasai oleh pemeriksa pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4).
b) Permintaan keterangan dan/atau bukti.
(1) Permintaan keterangan dan/atau bukti dapat dilakukan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan termasuk permintaan keterangan terhadap ahli.
(2) Permintaan keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada angka (1) dilakukan dengan surat panggilan atau surat permintaan.
(3) Surat panggilan atau surat permintaan sebagaimana dimaksud pada angka (2) disampaikan secara langsung, melalui pos, jasa ekspedisi, jasa kurir, melalui faksimile, atau secara elektronik.
(4) Ketentuan permintaan keterangan dan/atau bukti melalui surat panggilan sebagai berikut:
(a) Permintaan keterangan dan/atau bukti dilakukan melalui:
i. surat panggilan dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan sampai dengan pemenuhan panggilan; atau
ii. surat panggilan yang segera disampaikan jika pihak yang dimintai keterangan bertemu dengan Pemeriksa Bukti Permulaan dan bersedia memberikan keterangan dan/atau bukti secara langsung dalam hal perlu dan mendesak.
(b) Permintaan keterangan dan/atau bukti dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak atau tempat lain yang dianggap patut dan wajar dalam hal permintaan keterangan dan/atau bukti tidak dapat dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
(c) Dalam hal pihak yang dimintai keterangan merupakan anggota lembaga tinggi negara, tata cara pemanggilan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
(d) Dalam hal pihak yang dimintai keterangan merupakan pejabat atau pegawai suatu lembaga atau instansi pemerintah, surat panggilan disertai dengan surat pemberitahuan kepada pimpinan lembaga atau instansi pemerintah.
(e) Permintaan keterangan dan/atau bukti dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan.
c) Permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan kepada Lembaga Jasa Keuangan.
(1) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan kepada Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan lainnya, dan/atau entitas lain baik kantor pusat, kantor cabang, maupun unit yang mengelola informasi dan/atau bukti atau keterangan terkait orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan/atau pihak terkait.
(2) Permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada angka (1) dilakukan berdasarkan ketentuan mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
6) Permintaan Bantuan Tenaga Ahli
a) Permintaan bantuan tenaga ahli disampaikan kepada kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum.
b) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada angka 1) terdiri atas:
(1) pegawai Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
(2) tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak,
yang memiliki keahlian dan/atau kompetensi tertentu antara lain ahli di bidang teknologi informasi, Forensik Digital, penerjemahan bahasa, penilaian, atau perpajakan.
c) Tenaga Ahli diutamakan pegawai yang berasal dari wilayah kerja Unit Pelaksana Penegakan Hukum bersangkutan.
7) Permintaan Kegiatan Intelijen Perpajakan
Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta pelaksanaan kegiatan intelijen perpajakan untuk memperoleh data dan informasi terkait pencarian orang, pencarian aset, dan/atau data dan informasi lainnya.
8) Penelaahan Konsep Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan
a) Konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dituangkan dalam konsep Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang disampaikan kepada kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum paling lama 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan berakhir.
b) Konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disusun berdasarkan Bahan Bukti yang telah diperoleh.
c) Berdasarkan konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan, dilakukan Penelaahan berupa pemberian penjelasan oleh Tim Pemeriksa Bukti Permulaan dalam suatu forum yang dihadiri:
(1) Tim Penelaah; dan
(2) pegawai yang melakukan fungsi pengawasan kode etik atau unsur kepatuhan internal dan/atau pihak atau pegawai berdasarkan pertimbangan kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum,
untuk mendapatkan tanggapan/masukan/koreksi guna menghasilkan rekomendasi untuk menentukan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
d) Penelaahan konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan bertujuan untuk:
1) memastikan pemenuhan prosedur dan standar Pemeriksaan Bukti Permulaan;
2) memastikan pemanfaatan Bahan Bukti yang diperoleh dan dikumpulkan saat Pemeriksaan Bukti Permulaan;
3) memastikan adanya Bukti Permulaan;
4) memastikan metode penghitungan kerugian pada pendapatan negara telah sesuai dengan Bahan Bukti yang tersedia;
5) memastikan pemenuhan ketentuan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan diusulkan untuk ditindaklanjuti dengan penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan karena Wajib Pajak telah melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai dengan Keadaan Sebenarnya; dan
6) memastikan bahwa rekomendasi Tim Penelaah sebelumnya telah dipertimbangkan dalam penentuan tindak lanjut hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal Penelaahan pernah dilakukan sebelumnya.
e) Penelaahan konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh Tim Penelaah pada:
(1) Unit Pelaksana Penegakan Hukum yang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan; atau
(2) Unit Penelaah yang ditentukan dalam surat permintaan penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan dari Unit Pelaksana Penegakan Hukum Pusat kepada Unit Pelaksana Penegakan Hukum Wilayah.
f) Penyidik yang dilibatkan dalam Tim Penelaah konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan merupakan penyidik yang tidak termasuk dalam tim Pemeriksa Bukti Permulaan dalam Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
g) Dalam hal pada saat Penelaahan ditemukan data yang menunjukkan adanya dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atau temuan lainnya terkait orang pribadi atau badan selain orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Tim Penelaah dapat mengusulkan data tersebut untuk ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Kolaborasi.
h) Penelaahan atas konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan yang diusulkan untuk ditindaklanjuti dengan penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan karena:
(1) Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia;
(2) peristiwa bukan merupakan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
(3) tidak ditemukan adanya Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; atau
(4) daluwarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
melibatkan unit kepatuhan internal di Unit Pelaksana Penegakan Hukum terkait dan/atau direktorat yang menangani kepatuhan internal.
i) Hasil Penelaahan dituangkan dalam berita acara Penelaahan.
j) Berita acara Penelaahan sebagaimana dimaksud pada huruf j) menjadi dasar pelaksanaan klarifikasi.
9) Klarifikasi
a) Klarifikasi hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan melalui panggilan klarifikasi atas:
(1) dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; dan
(2) penghitungan potensi kerugian pada pendapatan negara.
b) Klarifikasi dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak atau tempat lain yang dianggap patut dan wajar.
c) Tempat lain yang dianggap patut dan wajar sebagaimana dimaksud dalam huruf b), dapat berupa:
(1) rumah sakit atau fasilitas kesehatan, dalam hal pihak yang dimintai klarifikasi dalam kondisi sakit;
(2) lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan, dalam hal pihak yang dimintai klarifikasi dalam penanganan aparat penegak hukum lain;
(3) rumah kediaman, dalam hal pihak yang dimintai klarifikasi memiliki keterbatasan fisik yang menyebabkan tidak dapat melakukan perjalanan; atau
(4) kantor pemerintahan, dalam hal terjadi keadaan kahar.
d) Hasil klarifikasi dituangkan dalam berita acara dan risalah klarifikasi.
10) Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan
a). Nilai kerugian pada pendapatan negara yang dituangkan dalam Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sama dengan nilai yang tercantum dalam lampiran surat panggilan klarifikasi, sepanjang tidak terdapat Bahan Bukti baru yang diterima oleh Pemeriksa Bukti Permulaan setelah surat panggilan klarifikasi.
b) Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan minimal memuat:
(1) informasi Bukti Permulaan atas dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
(2) penghitungan kerugian pada pendapatan negara;
(3) informasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan bagi Wajib Pajak yang dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan; dan/atau
(4) pemberitahuan tentang kesesuaian pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak dengan Keadaan Sebenarnya.
c) Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan setelah surat panggilan klarifikasi diterbitkan.
11) Koordinasi dilakukan antar Unit Pelaksana Penegakan Hukum dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan terhadap Wajib Pajak yang saling berkaitan seperti:
a). Wajib Pajak grup;
b) Wajib Pajak yang memiliki hubungan transaksi bisnis; atau
c) Wajib Pajak dalam satu jaringan penerbit faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
12) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada angka 11) dilakukan dalam bentuk antara lain permintaan keterangan bersama dan/atau pembahasan bersama.
b. Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Tertutup
1) Penyampaian Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada Pemeriksa Bukti Permulaan dilakukan paling lama 1 (satu) bulan setelah Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan.
2) Peminjaman berkas atau permintaan Data dan/atau Informasi pada unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
a). Peminjaman berkas atau permintaan data dan/atau informasi dapat dilakukan kepada:
(1) Kantor Pelayanan Pajak;
(2) unit pengolahan data dan dokumen perpajakan; atau
(3) unit kerja lain di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak,
tanpa memberitahukan bahwa orang pribadi atau badan sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
b) Peminjaman berkas atau permintaan data dan/atau informasi ke unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dapat dilakukan selama berlangsungnya Pemeriksaan Bukti Permulaan.
c) Peminjaman berkas atau permintaan data dan/atau informasi ke unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dilakukan dengan menyampaikan permintaan peminjaman berkas.
3) Pengumpulan Bahan Bukti
a) Pemeriksa Bukti Permulaan melakukan kegiatan pengumpulan Bahan Bukti yang meliputi:
(1) peminjaman Bahan Bukti secara tertulis kepada pihak yang terkait dengan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, selain orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
(2) permintaan keterangan dan/atau bukti kepada pihak yang terkait dengan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan termasuk permintaan keterangan terhadap ahli melalui surat panggilan atau surat permintaan; dan/atau
(3) permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan kepada Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan lainnya, dan/atau entitas lain baik kantor pusat, kantor cabang, maupun unit yang mengelola informasi dan/atau bukti atau keterangan terkait orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan/atau pihak terkait.
b) Kegiatan pengumpulan Bahan Bukti sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dilakukan dengan mengikuti ketentuan Pengumpulan Bahan Bukti pada Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
4) Permintaan Bantuan Tenaga Ahli
Permintaan bantuan tenaga ahli dilakukan dengan mengikuti ketentuan permintaan bantuan tenaga ahli pada Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
5) Permintaan Kegiatan Intelijen Perpajakan
Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta kegiatan intelijen perpajakan untuk memperoleh data dan informasi terkait pencarian orang, pencarian aset, dan/atau data dan informasi lainnya.
6) Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Tertutup dilakukan dengan tetap menjaga kerahasiaan Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan tidak memberikan informasi mengenai identitas orang pribadi atau badan yang sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
7) Konsep Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan
a) Konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dituangkan dalam konsep Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang disampaikan kepada kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum paling lama 1 (satu) bulan sebelum jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan berakhir.
b) Dalam menyusun konsep Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan, Pemeriksa Bukti Permulaan meneliti kembali penyampaian Surat Pemberitahuan atau pembetulan Surat Pemberitahuan dari Wajib Pajak.
c) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf b) menunjukkan bahwa Wajib Pajak telah melakukan penyampaian Surat Pemberitahuan atau pembetulan Surat Pemberitahuan yang berkaitan dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan, terhadap Wajib Pajak:
(1) diusulkan penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan jika pembayaran terkait penyampaian atau pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut telah sama atau lebih besar dibandingkan dengan penghitungan kerugian pada pendapatan negara; atau
(2) diusulkan untuk ditindaklanjuti dengan Penyidikan jika pembayaran dalam rangka penyampaian atau pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan penghitungan kerugian pada pendapatan negara dan telah ditemukan Bukti Permulaan.
d) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dapat dihentikan dan diusulkan untuk dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, dalam hal terdapat kesulitan perolehan Bukti Permulaan atau terdapat potensi pemulihan kerugian pada pendapatan negara.
e) Penelaahan atas konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dituangkan dalam berita acara Penelaahan konsep hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan dan berita acara usul Pemeriksaan Bukti Permulaan.
8) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berkaitan antar-Unit Pelaksana Penegakan Hukum sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf a angka 11), dilakukan koordinasi sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf a angka 12).
9) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada angka 8) dilakukan dengan tetap menjaga kerahasiaan Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan tidak memberikan informasi kepada pihak selain tim Pemeriksa Bukti Permulaan dan Tim Penelaah masing-masing Unit Pelaksana Penegakan Hukum mengenai identitas orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

7. Penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan
a. Laporan Progres Pemeriksaan Bukti Permulaan
1) Laporan Progres dibuat dalam hal:
a) Pemeriksa Bukti Permulaan mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b) terdapat permintaan dari kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum sebagai bahan monitoring dan evaluasi Pemeriksaan Bukti Permulaan;
c) terdapat perubahan Unit Pelaksana Penegakan Hukum dan/atau perubahan tim Pemeriksa Bukti Permulaan;
d) ditemukan potensi perpajakan yang bukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
e) ditemukan keterlibatan pegawai Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
f) ditemukan dugaan tindak pidana selain Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
2) Dalam hal Laporan Progres dibuat untuk perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan, Laporan Progres harus dilampiri dengan perubahan rencana kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan.
b. Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan
1) Permohonan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan dilampiri dengan Laporan Progres dan diajukan kepada kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum paling lama 6 (enam) bulan sebelum jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan berakhir.
2) Perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan hanya dapat diberikan terhadap Pemeriksaan Bukti Permulaan yang:
a) mencakup lebih dari 1 (satu) pasal pidana yang disangkakan;
b) mencakup lebih dari 1 (satu) tahun pajak; dan/atau
c) Peristiwa Pidananya melibatkan lebih dari 1 (satu) Unit Pelaksana Penegakan Hukum.
3) Persetujuan atas permohonan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja.
4) Permohonan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan yang tidak mendapatkan persetujuan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja dianggap ditolak.
5) Pemberitahuan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh tempo penyampaian Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada:
a) orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
b) kepala Kantor Pelayanan Pajak.
c. Pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan
1) Pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan yaitu pengusulan Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap:
a) orang pribadi atau badan lainnya dari hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan yang sedang berjalan; dan/atau
b) orang pribadi atau badan yang sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan namun dengan ruang lingkup Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang berbeda.
2) Pengusulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat dilakukan oleh tim Pemeriksa Bukti Permulaan atau Tim Penelaah melalui Laporan Pengembangan.
3) Laporan Pengembangan dari Tim Penelaah sebagaimana dimaksud pada angka 2) dibuat berdasarkan berita acara Penelaahan.
4) Laporan Pengembangan disampaikan kepada kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum sebelum Pemeriksaan Bukti Permulaan selesai.
d. Kolaborasi
1) Sumber Kolaborasi berasal dari kegiatan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan, pengawasan, dan/atau kegiatan lainnya di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang memuat informasi potensi perpajakan.
2) Kolaborasi dilakukan:
a) dengan fungsi pengawasan; atau
b) dengan fungsi lainnya di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
3) Kolaborasi dengan fungsi pengawasan dilakukan dalam bentuk:
a) penyampaian informasi potensi perpajakan kepada Kantor Pelayanan Pajak dan/atau
b) pendampingan Pemeriksa Bukti Permulaan terhadap pegawai Kantor Pelayanan Pajak yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan.
4) Kolaborasi sebagaimana dimaksud pada angka 2) bertujuan agar orang pribadi atau badan melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan antara lain penyampaian atau pembetulan Surat Pemberitahuan dan/atau pembayaran atas pajak yang kurang dibayar.
5) Kolaborasi dengan fungsi lainnya di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dilakukan dalam bentuk pemanfaatan data dan/atau informasi yang diperoleh pada saat pelaksanaan fungsi penegakan hukum untuk ditindaklanjuti oleh fungsi lainnya atau sebaliknya.
e. Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan
1) Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan merupakan dasar penyusunan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
2) Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan berisi dokumentasi kegiatan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang terdiri atas:
a) prosedur Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b) perolehan Bahan Bukti;
c) analisis Peristiwa Pidana;
d) pengungkapan ketidakbenaran perbuatan;
e) penelusuran aset; dan
f) temuan lain.
3) Analisis Peristiwa Pidana sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf c) antara lain dilakukan dengan:
a) analisis perbandingan antara usulan dengan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b) analisis modus, waktu kejadian, tempat kejadian, pasal yang disangkakan, calon saksi, dan calon tersangka;
c) analisis yuridis atas unsur-unsur Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang meliputi analisis unsur setiap orang, kesalahan, dan perbuatan; dan/atau
d) penghitungan kerugian pada pendapatan negara, yang terdiri atas:
(1) jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar;
(2) jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan; dan/atau
(3) jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak dan/atau bukti setoran pajak,
ditambah sanksi administratif berupa denda.
4) Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2) huruf d) terdiri atas:
a) jumlah kerugian pada pendapatan negara;
b) jumlah pembayaran Wajib Pajak beserta sanksi administratif berupa denda; dan
c) jumlah yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak apabila masih terdapat kekurangan.
f. Tindak Lanjut dan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan
1) Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan:
a) Penyidikan; atau
b) penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan.
2) Termasuk dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ditindaklanjuti dengan penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan, yakni dalam hal orang pribadi atau badan telah memenuhi kewajiban seluruhnya sebagaimana diatur dalam Pasal 41A dan Pasal 41C Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 41A Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, serta Undang-Undang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
3) Selain tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada angka 1), khusus Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dapat ditindaklanjuti dengan penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan dan dapat diusulkan untuk dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dalam hal:
a) terdapat pertimbangan risiko perolehan Bahan Bukti dan/atau potensi pemulihan kerugian pada pendapatan negara; atau
b) Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan sebagai tindak lanjut permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang yang berkaitan dengan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak dan jenis pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
4) Tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
5) Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada angka 4) diterbitkan 1 (satu) bulan setelah Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sampai dengan saat berakhirnya jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan.
6) Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada angka 4) diterbitkan paling lama 1 (satu) hari sebelum jangka waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan berakhir dan disampaikan kepada:
a) orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
b) Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau objek pajak diadministrasikan.
7) Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan minimal memuat:
a) informasi tentang perolehan Bukti Permulaan atas dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
b) penghitungan kerugian pada pendapatan negara;
c) pemberitahuan tentang kesesuaian pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak dengan Keadaan Sebenarnya;
d) informasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan bagi Wajib Pajak yang dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan; dan/atau
e) nilai kerugian pada pendapatan negara setelah memperhitungkan 1/2 (satu per dua) bagian dari jumlah pembayaran dalam rangka pengungkapan ketidakbenaran perbuatan, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan.
8) Dalam hal terdapat penangguhan Pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan lebih bayar dan Wajib Pajak telah melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang sesuai dengan Keadaan Sebenarnya, dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan ditambahkan informasi bahwa masih terdapat kelebihan pembayaran berdasarkan Surat Pemberitahuan lebih bayar.
9) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan, Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilampiri konsep Laporan Kejadian.
10) Laporan Kejadian ditandatangani oleh pejabat dengan ketentuan:
Kondisi Penandatangan
Sebagai Pelapor Sebagai Pejabat yang Mengetahui
Kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum merupakan penyidik pejabat administrator di lingkungan Unit Pelaksana Penegakan Hukum yang menangani administrasi Pemeriksaan Bukti Permulaan Kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum
Kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum bukan penyidik pejabat pengawas di lingkungan Unit Pelaksana Penegakan Hukum yang memiliki tugas menangani administrasi Pemeriksaan Bukti Permulaan pejabat administrator di lingkungan Unit Pelaksana Penegakan Hukum selaku penyidik
g. Bahan Bukti Baru
1) Bahan Bukti yang diperoleh setelah Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan, diungkapkan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan diperlakukan sebagai Bahan Bukti baru untuk usul Pemeriksaan Bukti Permulaan.
2) Bahan Bukti baru atas Pemeriksaan Bukti Permulaan yang telah ditindaklanjuti dengan Penyidikan diserahkan kepada Penyidik melalui unit yang menangani Penyidikan.
3) Dalam hal Bahan Bukti baru tidak mempunyai indikasi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, Bahan Bukti baru tersebut:
a) dikirimkan kepada unit yang menangani data dan potensi perpajakan apabila mengandung potensi perpajakan; atau
b) diadministrasikan bersama dengan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan apabila tidak terdapat potensi perpajakan.
h. Pengembalian Bahan Bukti
1) Setelah Pemeriksaan Bukti Permulaan selesai, Bahan Bukti yang dipinjam dikembalikan paling lama:
a) 1 (satu) bulan sejak surat perintah Penyidikan diterbitkan, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan.
b) 1 (satu) bulan sejak tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan.
2) Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan telah selesai dan Pemeriksaan yang ditangguhkan dilanjutkan kembali, Bahan Bukti yang dipinjam oleh Pemeriksa Bukti Permulaan diserahkan kepada Wajib Pajak dan seketika dapat dipinjam kembali oleh Pemeriksa Pajak.

8. Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan
a. Terhadap pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang disampaikan Wajib Pajak, dilakukan penelitian atas pemenuhan ketentuan formal dan material.
b. Ketentuan formal sebagaimana dimaksud dalam huruf a yaitu bahwa pengungkapan ketidakbenaran perbuatan:
1) disampaikan oleh Wajib Pajak sebelum surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia;
2) dibuat secara tertulis menggunakan bahasa Indonesia;
3) ditandatangani oleh Wajib Pajak dan tidak dikuasakan;
4) dilampiri dengan:
a) penghitungan kekurangan pembayaran jumlah kerugian pada pendapatan negara, jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, atau jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan pajak yang dilakukan;
b) Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran jumlah kerugian pada pendapatan negara, jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan pajak yang dilakukan; dan
c) Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan sanksi administratif berupa denda sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (3a) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
5) disampaikan secara:
a) elektronik dengan mengakses laman DJP Online atau saluran tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; atau
b) langsung kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat objek pajak diadministrasikan, serta ditembuskan kepada Kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum, dalam hal penyampaian secara elektronik belum atau tidak dapat dilakukan oleh Wajib Pajak.
c. Dalam hal orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan secara tertulis namun terdapat pembayaran dalam rangka pengungkapan ketidakbenaran perbuatan, pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang dibuat secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 2) dapat digantikan dengan berita acara permintaan keterangan.
d. Berita acara permintaan keterangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c minimal memuat informasi:
1) identitas Wajib Pajak berupa Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Induk Kependudukan, nama Wajib Pajak, dan alamat Wajib Pajak;
2) pernyataan Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan;
3) nomor Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan;
4) jumlah kerugian pada pendapatan negara, jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, atau jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan pajak yang dilakukan menurut Wajib Pajak;
5) jumlah sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3a) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan
6) rincian nomor transaksi penerimaan negara dan/atau nomor administrasi lain yang dipersamakan dengan nomor transaksi penerimaan negara atas pelunasan pajak yang kurang dibayar dan sanksi administrasi.
e. Berkas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang tidak memenuhi ketentuan formal dikembalikan kepada Wajib Pajak.
f. Berkas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang telah memenuhi ketentuan formal diteruskan kepada Unit Pelaksana Penegakan Hukum yang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka paling lama 5 (lima) hari kerja sejak berkas tersebut diterima lengkap.
g. Ketentuan material sebagaimana dimaksud dalam huruf a yaitu pembayaran atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sudah sesuai dengan Keadaan Sebenarnya.
h. Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang diterima sebelum penyampaian Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan, dituangkan dalam Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
i. Nilai kerugian pada pendapatan negara yang menjadi acuan dalam penelitian untuk memastikan kesesuaian pengungkapan ketidakbenaran dengan Keadaan Sebenarnya mengikuti ketentuan sebagai berikut:
No Waktu penyampaian pengungkapan ketidakbenaran perbuatan  Dokumen yang memuat nilai kerugian pada pendapatan negara Pihak yang melakukan penelitian
1 Sebelum Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terbit  Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan Tim Pemeriksa Bukti Permulaan
2 Antara terbitnya Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan sampai dengan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan terbit  Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Pemeriksaan   Tim Pemeriksa Bukti Permulaan
3 Setelah Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan terbit sampai dengan surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan disampaikan kepada penuntut umum. Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan.  Pegawai yang ditunjuk oleh kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum
j. Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan surat dan melakukan pembayaran dalam rangka pengungkapan ketidakbenaran perbuatan setelah mulainya Penyidikan diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengungkapan ketidakbenaran perbuatan tidak diakui.

9. Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang Diketahui Seketika
a. Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika merupakan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui:
1) sedang berlangsung; atau
2) baru saja terjadi.
b. Termasuk Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui baru saja terjadi yakni Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang:
1) dengan segera sesudah beberapa saat Tindak Pidana di Bidang Perpajakan itu dilakukan; atau
2) sesaat kemudian pada pelakunya ditemukan benda yang diduga kuat telah dipergunakan untuk melakukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,
yang memerlukan penanganan secara segera terhadap pelaku Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan mengamankan Bahan Bukti yang ada pada pelaku.
c. Dalam hal telah diperoleh Bukti Permulaan, terhadap Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika dapat ditindaklanjuti dengan Penyidikan tanpa didahului Pemeriksaan Bukti Permulaan.
d. Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika dilakukan berdasarkan surat perintah penugasan penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika.
e. Dalam penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika, Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak dapat dibantu oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki sertifikat keahlian Forensik Digital, petugas intelijen perpajakan, dan pihak lain yang diperlukan.
f. Pegawai yang ditugaskan untuk melakukan penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika dapat:
1) meminjam dan/atau memeriksa Bahan Bukti; dan
2) meminta keterangan.
g. Kegiatan penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika dituangkan dalam:
1) berita acara penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika; dan
2) laporan penanganan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika,
yang diselesaikan dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam sejak penanganan dilakukan.
h. Dalam hal terdapat Bukti Permulaan, atas laporan penanganan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika disampaikan usul Penyidikan kepada kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum.
i. Dalam hal belum ditemukan Bukti Permulaan, laporan penanganan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui seketika dikirimkan untuk dilakukan pengembangan dan analisis Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan melalui kegiatan intelijen perpajakan.
j. Penelaahan atas usul Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam huruf h dilakukan dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam sejak penanganan pelaku Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan pengamanan Bahan Bukti dilakukan dengan memperhatikan kecukupan waktu untuk penerbitan Surat Perintah Penyidikan dan penetapan Tersangka.
k. Hasil Penelaahan ditindaklanjuti dengan:
1) Penyidikan dalam hal telah ditemukan Bukti Permulaan terjadinya Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; atau
2) dilakukan pengembangan dan analisis Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan melalui kegiatan intelijen perpajakan dalam hal belum ditemukan Bukti Permulaan terjadinya Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
l. Dalam hal hasil Penelaahan ditindaklanjuti dengan Penyidikan, dibuat Laporan Kejadian, surat perintah Penyidikan, dan penetapan Tersangka mengikuti ketentuan mengenai Penyidikan.

10. Evaluasi Pemeriksaan Bukti Permulaan
a. Evaluasi dilakukan atas Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan kriteria:
1) pernah diajukan gugatan oleh Wajib Pajak;
2) kompleksitas dan risiko kasus;
3) dihentikan karena tidak ditemukan Bukti Permulaan;
4) ditindaklanjuti dengan Penyidikan tapi penyidikannya dihentikan karena tidak terdapat cukup bukti;
5) melewati jangka waktu penyelesaian yang ditetapkan; dan/atau
6) kriteria lain sesuai dengan kebijakan evaluasi Pemeriksaan Bukti Permulaan.
b. Evaluasi dilaksanakan sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan dan peningkatan kualitas pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
c. Unit Pelaksana Penegakan Hukum Pusat dapat melakukan kegiatan evaluasi atas Pemeriksaan Bukti Permulaan yang telah selesai dilaksanakan oleh:
1) Unit Pelaksana Penegakan Hukum Pusat; atau
2) Unit Pelaksana Penegakan Hukum Wilayah.
d. Unit Pelaksana Penegakan Hukum Wilayah melakukan evaluasi atas Pemeriksaan Bukti Permulaan di wilayahnya.
e. Kegiatan evaluasi dilakukan berdasarkan penugasan dari kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum.

11. Format Dokumen Pemeriksaan Bukti Permulaan
a. Dokumen yang digunakan dalam kegiatan terkait Pemeriksaan Bukti Permulaan dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
b. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat ditambah atau diubah
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

12. Prosedur
Prosedur dan alur proses kegiatan terkait Pemeriksaan Bukti Permulaan diuraikan lebih lanjut dalam standar operasi prosedur. Dalam hal standar operasi prosedur belum tersedia, prosedur dan alur proses kegiatan terkait pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan diuraikan lebih lanjut melalui nota dinas Direktur.

13. Ketentuan Peralihan
a. Dokumen dalam rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan yang diterbitkan sebelum Surat Edaran Direktur Jenderal ini ditetapkan, dinyatakan tetap sah.
b. Prosedur Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang diterbitkan setelah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan berlaku sampai dengan sebelum Surat Edaran Direktur Jenderal ini ditetapkan, dinyatakan tetap sah, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
c. Terhadap Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang diterbitkan sebelum Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan berlaku dan masih belum selesai saat Surat Edaran ini ditetapkan, berlaku ketentuan:
1) prosedur Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan dengan menggunakan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur ini; dan
2) untuk menjamin pemenuhan hak Wajib Pajak memperoleh informasi hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan namun waktu yang tersedia untuk melaksanakan proses Klarifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan telah terlampaui, pelaksanaan Klarifikasi dapat dilakukan dengan permintaan keterangan melalui pemanggilan sebelum penyampaian surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.

F. Penutup

Dengan ditetapkannya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, petunjuk teknis mengenai Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan agar berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

                                 


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Januari 2024
Direktur Jenderal Pajak

ttd.

Suryo Utomo