Home
/
Data Center
/
Peraturan
/
37 Tahun 2025
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 2025

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 16 TAHUN 2025 TENTANG KEBIJAKAN DAN PENGATURAN IMPOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
  1. bahwa untuk memberikan kepastian dan kemudahan berusaha bagi pelaku usaha pemilik nomor identitas berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir serta efektivitas pengendalian impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, perlu dilakukan perubahan;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor;

Mengingat :
  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
  3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
  5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5175);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6640) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6891);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6641);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6652);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6653) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7112);
  12. Peraturan Presiden Nomor 168 Tahun 2024 tentang Kementerian Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 364);
  13. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 53);
  14. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 449);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 16 TAHUN 2025 TENTANG KEBIJAKAN DAN PENGATURAN IMPOR.


Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 449) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

(1) NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dilakukan perubahan terhadap NIB yang berlaku sebagai API-U menjadi NIB yang berlaku sebagai API-P.
(2) Perubahan terhadap NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
a. Importir tidak memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor, Surat Keterangan, dan/atau Laporan Surveyor yang masih berlaku; atau
b. Importir yang memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor, Surat Keterangan, dan/atau Laporan Surveyor yang masih berlaku dan tidak sedang merealisasikan impornya.
(3) Terhadap perubahan NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API harus menyampaikan pernyataan secara elektronik melalui Sistem OSS yang paling sedikit berisi keterangan:
a. alasan perubahan NIB yang berlaku sebagai API; dan
b. tidak sedang merealisasikan impornya, dalam hal Importir memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor, Surat Keterangan, dan/atau Laporan Surveyor yang masih berlaku.
(4) Terhadap perubahan NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan validasi secara elektronik pada Sistem INATRADE yang terintegrasi dengan Sistem OSS.
(5) Barang yang telah diimpor oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-U sebelum dilakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperdagangkan atau dipindahtangankan.
(6) Dalam hal terjadi perubahan NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Surat Keterangan yang telah diterbitkan dilakukan pencabutan dan dinyatakan tidak berlaku secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW berdasarkan notifikasi perubahan NIB yang berlaku sebagai API secara elektronik dari Sistem OSS.
   
2. Di antara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 8A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8A

(1) NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dilakukan pencabutan terhadap API.
(2) Pencabutan terhadap API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
a. Importir tidak memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor, Surat Keterangan, dan/atau Laporan Surveyor yang masih berlaku; atau
b. Importir yang memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor, Surat Keterangan, dan/atau Laporan Surveyor yang masih berlaku dan tidak sedang merealisasikan impornya.
(3) Pencabutan terhadap API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali.
(4) Terhadap pencabutan API sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API harus menyampaikan pernyataan secara elektronik melalui Sistem OSS yang berisi keterangan paling sedikit:
a. alasan pencabutan NIB yang berlaku sebagai API;
b. tidak sedang merealisasikan impornya, dalam hal Importir memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor, Surat Keterangan, dan/atau Laporan Surveyor yang masih berlaku; dan
c. tidak akan memperdagangkan atau memindahtangankan Barang yang telah diimpor,
dalam hal pencabutan dilakukan terhadap NIB yang berlaku sebagai API-P.
(5) Terhadap pencabutan API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan validasi secara elektronik pada Sistem INATRADE yang terintegrasi dengan Sistem OSS.
(6) Barang yang telah diimpor oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-U sebelum dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperdagangkan atau dipindahtangankan.
(7) Barang yang telah diimpor oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P sebelum dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperdagangkan atau dipindahtangankan sebelum maupun setelah pencabutan.
(8) Ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berlaku secara mutatis mutandis terhadap Barang yang telah diimpor oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(9) Dalam hal terjadi pencabutan API sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Surat Keterangan yang telah diterbitkan dilakukan pencabutan dan dinyatakan tidak berlaku secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW berdasarkan notifikasi pencabutan NIB yang berlaku sebagai API secara elektronik dari Sistem OSS.
       
3. Ketentuan ayat (10) Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 29

(1) Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang telah ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pengajuan permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Impor Barang dilakukan secara elektronik oleh Importir kepada Surveyor melalui sistem yang dimiliki Surveyor.
(3) Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Impor Barang dilakukan di:
a. negara asal Barang;
b. negara muat; atau
c. pelabuhan muat, di luar negeri.
(4) Pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Impor Barang selain dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dilakukan di TPB, KPBPB, atau KEK dalam hal Barang diberlakukan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor pada saat pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari TPB, KPBPB, atau KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
(5) Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor yang digunakan sebagai:
a. dokumen pelengkap pabean yang pemeriksaannya dilakukan di Kawasan Pabean; atau
b. dokumen persyaratan Impor yang pemeriksaannya dilakukan setelah melalui Kawasan Pabean (post border).
(7) Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya dapat dipergunakan untuk 1 (satu) kali pengapalan dan 1 (satu) dokumen Pemberitahuan Pabean Impor.
(8) Dalam hal pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Impor untuk Barang tertentu dilakukan di TPB, KPBPB, atau KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya dapat dipergunakan untuk 1 (satu) kali pengeluaran Barang tertentu dari TPB, KPBPB, atau KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean dan 1 (satu) dokumen Pemberitahuan Pabean Impor.
(9) Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan oleh Surveyor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
(10) Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit berupa:
a. nomor dan tanggal terbit Laporan Surveyor;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jumlah dan satuan Barang;
d. pelabuhan tujuan, kecuali Laporan Surveyor yang diterbitkan di KPBPB, KEK, atau TPB;
e. pelabuhan muat di KPBPB, untuk Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang dilakukan di wilayah KPBPB; dan
f. nama dan alamat KEK atau TPB, untuk Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang dilakukan di wilayah KEK atau TPB.
     
4. Ketentuan ayat (9) Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 34

(1) Pemasukan Barang ke KPBPB dari luar Daerah Pabean belum diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor, kecuali atas pemasukan Barang untuk kepentingan perlindungan konsumen atas Barang yang diedarkan di KPBPB dan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
(3) Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk pelabuhan tujuan.
(4) Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan penetapan Dewan Kawasan.
(5) Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap:
a. pengeluaran kembali Barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
b. pengeluaran Barang yang sepenuhnya diperoleh di KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
c. pengeluaran Barang hasil produksi di KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean; dan/atau
d. Barang dari luar Daerah Pabean yang pada saat pemasukan ke KPBPB telah dilakukan pemenuhan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor.
(6) Barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) terhadap Barang untuk kepentingan perlindungan konsumen atas Barang yang diedarkan di KPBPB dan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup untuk kegiatan usaha yang dilakukan di wilayah KPBPB diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan KPBPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan KPBPB dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan Menteri yang mengatur mengenai kebijakan dan pengaturan Impor Barang tertentu.
(8) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) untuk pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(9) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat diajukan oleh:
a. Pelaku Usaha di KPBPB; atau
b. Pelaku Usaha di tempat lain dalam Daerah Pabean yang memiliki Barang atau yang menerima Barang.
(10) Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan melalui sistem pelayanan berbasis elektronik yang disediakan oleh Badan Pengusahaan KPBPB yang terintegrasi dengan SINSW untuk diteruskan ke Sistem INATRADE.
(11) Dalam hal Badan Pengusahaan KPBPB belum memiliki sistem pelayanan berbasis elektronik yang terintegrasi dengan SINSW, penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) difasilitasi melalui SINSW.
(12) Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB.
(13) Barang untuk kepentingan perlindungan konsumen atas Barang yang diedarkan di KPBPB dan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri yang mengatur kebijakan dan pengaturan Impor Barang tertentu.
      
5. Ketentuan ayat (8), ayat (9), dan ayat (10) Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 42

(1) Importir yang tidak dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dapat melakukan Impor atas:
a. Barang Bebas Impor; dan/atau
b. Barang Dibatasi Impor.
(2) Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari:
a. NIB yang berlaku sebagai API;
b. Perizinan Berusaha di bidang Impor;
c. Verifikasi atau Penelusuran Teknis; dan/atau
d. ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan.
(3) Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan untuk kegiatan usaha.
(4) Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Barang kiriman pekerja migran Indonesia;
b. Barang kiriman pribadi;
c. Barang pribadi penumpang;
d. Barang pribadi awak sarana pengangkut;
e. Barang pelintas batas;
f. Barang pindahan warga negara Indonesia dan warga negara asing; dan
g. Barang kiriman jemaah haji melalui penyelenggara pos.
(5) Impor Barang pelintas batas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e dilaksanakan berdasarkan perjanjian bilateral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(7) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diimpor dalam keadaan baru dan/atau keadaan tidak baru.
(8) Barang Dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat dilakukan terhadap Impor Barang berupa:
a. intan kasar;
b. prekursor non farmasi;
c. nitrocellulose (NC);
d. bahan peledak;
e. bahan perusak lapisan ozon (BPO);
f. barang berbasis sistem pendingin;
g. elektronik berbasis sistem pendingin;
h. bahan berbahaya;
i. hidrofluorokarbon (HFC);
j. baterai lithium tidak baru; dan
k. limbah non bahan berbahaya dan beracun.
(9) Ketentuan mengenai Barang Dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dalam Peraturan Menteri mengenai kebijakan dan pengaturan Impor Barang tertentu.
(10) Selain Barang Dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8), untuk Impor Barang kiriman pribadi, Barang pindahan Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing tidak dapat dilakukan untuk kendaraan bermotor.
(11) Pemasukan Barang bawaan pribadi penumpang berupa telepon seluler, komputer genggam (handheld), dan komputer tablet dari luar Daerah Pabean ke dalam KPBPB paling banyak 2 (dua) unit per orang untuk 1 (satu) kali kedatangan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun.
(12) Pemasukan Barang kiriman pribadi berupa telepon seluler, komputer genggam (handheld), dan komputer tablet dari luar Daerah Pabean ke dalam KPBPB paling banyak 2 (dua) unit per pengiriman.
      
6. Ketentuan ayat (9) Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 43

(1) Impor Barang keperluan instansi pemerintah/lembaga negara lainnya dapat dilakukan oleh Importir berupa:
a. instansi pemerintah/lembaga negara lainnya;
b. instansi pemerintah/lembaga negara lainnya untuk keperluan kepala negara;
c. Importir yang ditunjuk oleh instansi pemerintah/lembaga negara lainnya; atau
d. Importir yang ditunjuk oleh instansi pemerintah/lembaga negara lainnya untuk keperluan kepala negara.
(2) Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas:
a. Barang Bebas Impor; dan/atau
b. Barang Dibatasi Impor.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diimpor dalam keadaan baru dan/atau keadaan tidak baru.
(4) Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan dari:
a. NIB yang berlaku sebagai API;
b. Perizinan Berusaha di bidang Impor;
c. Verifikasi atau Penelusuran Teknis; dan/atau
d. ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan.
(5) Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan untuk kegiatan usaha.
(6) Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(7) Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan untuk Barang Dilarang Impor.
(8) Impor atas Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa Surat Keterangan Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(9) Terhadap Impor atas Barang Dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
a. barang berbasis sistem pendingin; dan
b. elektronik berbasis sistem pendingin,
yang diimpor dalam keadaan baru dan/atau keadaan tidak baru dapat dilakukan dengan tetap memenuhi ketentuan Verifikasi atau Penelusuran Teknis.
(10) Permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (9) kepada Surveyor dilakukan oleh Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(11) Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat dilakukan di Kawasan Pabean di pelabuhan tujuan atau Kawasan Pabean lainnya.
(12) Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan oleh Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d harus dilengkapi dengan surat keterangan yang ditandatangani oleh pimpinan unit instansi pemerintah/lembaga negara setingkat pimpinan tinggi madya yang memuat informasi atau keterangan paling sedikit mengenai:
a. nama Importir yang ditunjuk;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jenis/uraian Barang;
d. jumlah Barang dan satuan Barang;
e. negara asal;
f. pelabuhan tujuan;
g. pernyataan tidak menyalahgunakan Barang yang diimpor untuk kepentingan diluar instansi pemerintah/lembaga negara lainnya; dan
h. pernyataan tanggung jawab mutlak atas Barang yang diimpornya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
   
7. Ketentuan ayat (15) Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 44

(1) Impor Barang untuk keperluan olahraga dapat dilakukan oleh Importir berupa:
a. induk organisasi cabang olahraga tingkat nasional, komite olahraga nasional, komite olimpiade Indonesia, komite paralimpiade Indonesia, penyelenggara kegiatan olahraga, atau peserta kegiatan olahraga; atau
b. Importir yang ditunjuk oleh induk organisasi cabang olahraga tingkat nasional, komite olahraga nasional, komite olimpiade Indonesia, komite paralimpiade Indonesia, penyelenggara kegiatan olahraga, atau peserta kegiatan olahraga.
(2) Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas:
a. Barang Bebas Impor; dan/atau
b. Barang Dibatasi Impor.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diimpor dalam keadaan baru dan/atau keadaan tidak baru.
(4) Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan dari:
a. NIB yang berlaku sebagai API;
b. Perizinan Berusaha di bidang Impor;
c. Verifikasi atau Penelusuran Teknis; dan/atau
d. ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan.
(5) Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan untuk kegiatan usaha.
(6) Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(7) Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan untuk Barang Dilarang Impor.
(8) Impor atas Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dalam keadaan baru dapat dilakukan tanpa Surat Keterangan Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(9) Impor atas Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dalam keadaan tidak baru dan ayat (2) huruf b dalam keadaan baru dan/atau keadaan tidak baru, dapat dilakukan oleh Importir setelah mendapat Surat Keterangan Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(10) Untuk mendapatkan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengajukan permohonan dengan melampirkan persyaratan berupa rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemuda dan olahraga yang memuat informasi paling sedikit berupa:
a. jumlah Barang dan jenis Barang yang akan diimpor serta peruntukan/tujuan; dan
b. masa berlaku rekomendasi.
(11) Untuk mendapatkan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengajukan permohonan dengan melampirkan persyaratan berupa:
a. rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemuda dan olahraga kepada induk organisasi cabang olahraga tingkat nasional, komite olahraga nasional, komite olimpiade Indonesia, komite paralimpiade Indonesia, penyelenggara kegiatan olahraga, atau peserta kegiatan olahraga, yang memuat informasi paling sedikit berupa:
1) jumlah Barang dan jenis Barang yang akan diimpor serta peruntukan/tujuan; dan
2) masa berlaku rekomendasi, dan
b. surat penunjukan kepada Importir dari induk organisasi cabang olahraga tingkat nasional, komite olahraga nasional, komite olimpiade Indonesia, komite paralimpiade Indonesia, penyelenggara kegiatan olahraga, atau peserta kegiatan olahraga yang merupakan pemilik barang yang diimpor dalam rangka Impor Barang untuk kegiatan atau event olahraga.
(12) Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) untuk Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku:
a. paling lama 1 (satu) tahun; dan
b. untuk 1 (satu) atau lebih penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor.
(13) Importir dapat memiliki 1 (satu) atau lebih Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) untuk Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang masih berlaku dalam 1 (satu) periode.
(14) Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dapat dilakukan perubahan dan/atau perpanjangan.
(15) Terhadap Impor atas Barang Dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
a. barang berbasis sistem pendingin; dan
b. elektronik berbasis sistem pendingin,
yang diimpor dalam keadaan baru dan/atau keadaan tidak baru dapat dilakukan dengan tetap memenuhi ketentuan Verifikasi atau Penelusuran Teknis.
(16) Permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (15) kepada Surveyor dilakukan oleh Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
      
8. Ketentuan Lampiran I Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal II

1. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan pengecualian Impor dilakukan terhadap kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 atas Barang Impor keperluan investasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf B angka 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 449), dinyatakan tetap berlaku terhadap Barang Dibatasi Impor dalam keadaan baru berupa:
a. Barang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai kebijakan dan pengaturan Impor tekstil dan produk tekstil selain tekstil dan produk tekstil batik dan motif batik serta pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi;
b. Barang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai kebijakan dan pengaturan Impor elektronik dan telematika selain Barang berbasis sistem pendingin, elektronik berbasis sistem pendingin, mesin multifungsi berwarna, mesin fotokopi berwarna, dan mesin printer berwarna;
c. Barang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai kebijakan dan pengaturan Impor Industri tertentu; dan
d. Barang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai kebijakan dan pengaturan Impor Barang konsumsi,
yang dikapalkan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku yang dibuktikan dengan tanggal Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB) dan tiba di pelabuhan tujuan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah Peraturan Menteri ini mulai berlaku yang dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifes (BC.1.1).
2. Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2025
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BUDI SANTOSO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2025
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DHAHANA PUTRA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 855

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA