Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
bahwa dalam pemeriksaan, terbukti yang menjadi alur pokok sengketa dalam sengketa banding ini menurut Terbanding:
- bahwa Pemohon Banding melakukan importasi barang dengan Fasilitas KITE Aju 00000000631220160419000930 (nopen 175159 tanggal 28 April 2016) dengan Bea Masuk dibebaskan Rp88.745.000,00 dan PPN ditangguhkan Rp94.808.000,00;
- bahwa sebagian bahan baku dalam PIB tersebut telah dipertanggungjawabkan oleh Pemohon Banding melalui BCLKT.01 Nomor Register 000144/WBC.06/RG/2016 tanggal 31 Agustus 2016;
- bahwa sampai dengan berakhirnya jangka waktu pelaporan Pemohon Banding tidak menyerahkan laporan pertanggungjawaban atas sisa saldo bahan baku eks impor Fasilitas KITE Aju 00000000631220160419000930 (nopen 175159 tanggal 28 April 2016) dengan BM Rp65.876.000,00 dan PPN senilai Rp32.938.000,00;
- bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, telah terbukti terdapat saldo bahan baku yang diimpor dalam PIB Nomor Aju 00000000631220160419000930 (nopen 175159 tanggal 28 April 2016) belum dipertanggungjawabkan oleh Pemohon Banding hingga berakhirnya periode pelaporan;
- bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan, pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008, Pasal 7 ayat (2) huruf a dan Pasal 17 ayat (1) jo. ayat (16) PMK-176, maka Pemohon Banding wajib melunasi tagihan sebagaimana dimaksud Surat Penetapan Pabean Nomor SPP-000109/WBC.06/2017 tanggal 6 Juni 2017;
sebagaimana tertuang dalam SPP Nomor SPP-109/WBC.06/2017 tanggal 6 Juni 2017 yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Terbanding Nomor KEP-173/BC.06/2017 tanggal 11 September 2017, dengan perincian sebagai berikut:
Bea Masuk
|
Rp 86.926.000,00 |
Denda
|
Rp 434.630.000,00 |
PPN
|
Rp 93.139.000,00
|
Bunga
|
Rp 26.079.000,00 |
Jumlah tagihan
|
Rp 640.774.000,00 |
yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
bahwa Terbanding berdasarkan Surat Keputusan Nomor KEP-173/BC.06/2017 tanggal 11 September 2017 dan SUB Nomor SR-780/BC.06/2018 tanggal 27 Desember 2017, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding melakukan importasi dengan Fasilitas KITE Pembebasan yang diberitahukan melalui PIB Nomor Aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) dengan Bea Masuk dibebaskan Rp88.745.000,00 dan PPN ditangguhkan Rp94.808.000,00;
berdasarkan data pada sistem aplikasi pelayanan KITE diketahui Pemohon telah menyampaikan pertanggungjawaban pemakaian sebagian bahan baku eks PIB Aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) melalui BCLKT.01 Nomor Register 000144/WBC.06.RG/2016 tanggal 31 Agustus 2016;
bahwa sampai dengan berakhirnya jangka waktu pelaporan, Pemohon tidak menyerahkan laporan pertanggungjawaban atas sisa saldo bahan baku eks impor Fasilitas KITE Pembebasan Aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) dengan Bea Masuk dibebaskan Rp86.926.000,00 dan PPN ditangguhkan Rp93.139.000,00;
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, telah terbukti terdapat saldo bahan baku eks PIB Nomor Aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) yang belum dipertanggungjawabkan oleh Pemohon hingga berakhirnya periode pelaporan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 16 PMK 176/PMK.04/2013, sehingga sesuai ketentuan Pasal 26 ayat (4) UU Kepabeanan maka Pemohon Banding wajib membayar Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, Bunga PPN dan Sanksi Administrasi Berupa Denda;
bahwa memenuhi permintaan Majelis, Terbanding dalam persidangan menyampaikan Surat Nomor SR-257/BC.06/2018 tanggal 12 April 2018 perihal Penjelasan tertulis yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Permasalahan
bahwa Pemohon Banding melakukan importasi barang dengan Fasilitas KITE Pembebasan yang diberitahukan melalui PIB Nomor Aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) dengan Bea Masuk dibebaskan Rp88.745.000,00 dan PPN ditangguhkan Rp94.808.000,00;
bahwa berdasarkan hasil penelitian oleh Terbanding pada sistem aplikasi KITE atas PIB aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) dimaksud sampai dengan tanggal jatuh tempo batas waktu pembebasan dan penyampaian pelaporan, kedapatan Pemohon Banding tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruhnya atas bahan baku eks impor Fasilitas KITE Pembebasan Aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) kepada Kepala Kantor Wilayah DJBC Banten;
Peraturan Perundang-Undangan Yang Terkait Dengan Sengketa
1. |
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (selanjutnya disebut UU Kepabeanan), menyatakan:
Pasal 2
(1) |
"Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk".
Penjelasan Pasal 2 ayat (1):
"Ayat ini memberikan penegasan pengertian impor secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut terutang bea masuk serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan".
|
Pasal 26
(1) |
Pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diberikan atas impor:
- barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor."
|
(3) |
Ketentuan mengenai pembebasan atau keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri. |
(4) |
Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea masuk yang ditetapkan menurut Undang-Undang ini wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
Penjelasan Pasal 26:
Pembebasan bea masuk yang diberikan dalam pasal ini yaitu pembebasan yang relatif, dalam arti bahwa pembebasan yang diberikan didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan tertentu, sehingga terhadap barang impor dapat diberikan pembebasan atau hanya keringanan bea masuk.
|
Pasal 30
(1) |
Importir bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang sejak tanggal pemberitahuan pabean atas impor. |
(2) |
Bea masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan tarif yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean atas lmpor dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. |
Pasal 34
(1) |
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 tidak lagi dipenuhi, Bea Masuk atas barang impor yang terutang menjadi tanggung jawab:
- Orang yang mendapatkan pembebasan atau keringanan; atau
- Orang yang menguasai barang yang bersangkutan dalam hal Orang sebagaimana dimaksud huruf a tidak ditemukan.
|
|
2. |
Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang nomor 14 tahun 2006 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) menyatakan:
Alat bukti dapat berupa:
- Surat atau tulisan;
- Keterangan ahli;
- Keterangan para saksi;
- Pengakuan para pihak; dan/atau
- Pengetahuan hakim.
|
3. |
Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan (PP-28) menyatakan:
ayat (1) |
: Besarnya denda yang dinyatakan dalam persentase minimum sampai dengan maksimum dari bea masuk yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara bea masuk atas fasilitas yang disalahgunakan dengan total bea masuk yang mendapat fasilitas dengan ketentuan apabila kekurangan pembayaran bea masuk:
- sampai dengan 20% ... dan seterusnya;
- di atas 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen),
dikenai denda sebesar 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar. |
ayat (2) |
: Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Pasal 25 ayat (4) dan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan. |
|
|
|
4. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk atas lmpor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.04/2013 (selanjutnya disebut PMK 176/PMK.04/2013)
Pasal 1
- Konversi adalah suatu pemyataan tertulis dari Perusahaaan mengenai komposisi pemakaian Bahan Baku untuk setiap satuan Hasil Produksi.
Pasal 7
(1) |
Periode Pembebasan merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan realisasi Ekspor Hasil Produksi". |
(2) |
Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:
- paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dengan memperhatikan masa produksi Perusahaan".
|
(3) |
Jangka waktu periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan perpanjangan dengan jangka waktu tertentu berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau KPU, dalam hal:
- terdapat penundaan ekspor dari pembeli di luar negeri;
- terdapat pembatalan ekspor atau penggantian pembeli di luar negeri; dan/atau
- terdapat kondisi force majeure, seperti:
- peperangan, bencana alam, atau kebakaran;
- bencana lainnya yang dinyatakan oleh instansi yang berwenang
|
(4) |
Permohonan perpanjangan periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diajukan oleh Perusahaan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir. |
Pasal 13
(1) |
Dalam hal Perusahaan akan memulai produksi, Perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai.
(1a) |
Dalam hal terdapat perubahan Konversi atas Hasil Produksi sebelumnya, Perusahaan harus mengajukan perubahan Konversi. |
(1b) |
Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (la) diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU paling lambat sebelum perusahaan melakukan Ekspor. |
|
Pasal 17
(1) |
Perusahaan wajib mempertanggungjawabkan Bahan Baku dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhimya periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) atau ayat (3). |
(16) |
Dalam hal laporan pertanggungjawaban tidak diserahkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ditolak seluruhnya, tidak diberikan Pembebasan dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan. |
|
|
|
5. |
Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-16/BC/2012 Tentang Tata Laksana Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-04/BC/2014 (selanjutnya disebut PER-16/BC/2012)
Pasal 7
(1) |
Periode Pembebasan merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan Ekspor Hasil Produksi. |
(2) |
Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:
- paling lama 12 (dua betas) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dengan memperhatikan masa produksi Perusahaan; atau
- melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam hal Perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua betas) bulan.
|
Pasal 16
(1) |
Perusahaan wajib mempertanggungjawabkan penggunaan Bahan Baku dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER Pembebasan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal |
(2) |
Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud ayat (1) diserahkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban Bahan Baku (BCL.KT 01). |
|
Analisa
bahwa Pemohon Banding melakukan importasi barang dengan Fasilitas KITE Pembebasan dengan bea masuk dibebaskan dan PPN ditangguhkan;
bahwa berdasarkan alur penelitian BCLKT, BCLKT yang disampaikan oleh Perusahaan akan dilakukan Validasi di dalam sistem komputer pelayanan fasilitas KITE sebelum sistem menerbitkan Tanda Terima Loading BCLKT, menerbitkan nomor register BCLKT, dan seterusnya;
bahwa Proses Validasi tersebut bertujuan untuk memeriksa kevalidan dan merekonsiliasi data yang dilaporkan Perusahaan dalam BCLKT dan data yang terdapat dalam database sistem CIESA. Data pada BCLKT yang dilakukan Validasi adalah sebagai berikut:
- Validasi I
1) |
Nomor, Tanggal, Kode Kantor PIB dan PEB; |
2) |
Seri Barang dan Kode Satuan PIB dan PEB; |
3) |
Saldo PIB; |
4) |
Jumlah Barang dalam PEB; |
5) |
Nomor Konversi, Kode Barang Jadi (BJ), Kode Bahan Baku (BB); |
- Validasi II
1) |
Waktu LPE (KITE Pengembalian); |
2) |
Tanggal Konversi; |
3) |
Waktu Jaminan; |
4) |
Waktu Jatuh Tempo PIB; |
5) |
Nomor LPE dengan PEB; |
6) |
NPWP PEB dan PIB. |
bahwa Pemohon Banding mengajukan Laporan BCLKT01 dengan nomor pengajuan 000000- 001274-20160818-000001 dan 000000-001274-20161005-000002 kepada Kantor Wilayah DJBC Banten untuk mempertanggungjawabkan PIB aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016);
bahwa Laporan BCLKT01 dengan nomor pengajuan 000000-001274-20160818-000001 mendapat Tanda Terima Loading BCLKT01 dan Berkas Fisik selanjutnya mendapatkan Register nomor 00144/WBC.06.RG/2016 tanggal 31 Agustus 2016;
bahwa Laporan BCLKT01 dengan nomor pengajuan mendapat respon Nota Pemberitahuan Penolakan pada tanggal sebagai berikut:
No. |
000000-001274-20161005-000002
|
1 |
10 Oktober 2016 pukul 10:10:56
|
2 |
28 Oktober 2016 pukul 02:10:20
|
3 |
13 Desember 2016 pukul 11:12:31
|
4 |
19 Desember 2016 pukul 03:12:12
|
5 |
30 Desember 2016 pukul 03:12:31
|
karena dokumen BCLKT01 yang Pemohon Banding sampaikan tidak memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut karena:
“ Tanggal Konversi melebihi tanggal PEB”
bahwa berdasarkan NPP tersebut didapati bahwa berdasarkan Validasi II, penelitian atas tanggal konversi, tanggal konversi melebihi tanggal PEB;
bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (1) PMK-
176/PMK.04/2013 menyatakan:
“Dalam hal Perusahaan akan memulai produksi, Perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai.
(1a) |
Dalam hal terdapat perubahan Konversi atas Hasil Produksi sebelumnya, Perusahaan harus mengajukan perubahan Konversi. |
(1b) |
Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU paling lambat sebelum perusahaan melakukan Ekspor”; |
bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, konversi harus sudah diserahkan sebelum proses produksi dimulai dan apabila ada perubahan dapat diubah dengan syarat harus diajukan Perusahaan dan diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU paling lambat sebelum perusahaan melakukan Ekspor;
bahwa dalam sengketa a quo, Pemohon Banding dalam Surat Bantahannya pada point D (Bantahan) angka 1 huruf g, mengakui belum pernah mengajukan konversi sebelum dilakukan produksi;
bahwa penolakan yang dilakukan oleh sistem aplikasi CEISA KITE terhadap pengajuan Laporan Pertanggungjawaban Pemohon Banding adalah penolakan pengajuan BCLKT01 secara utuh dan mencakup keseluruhan data yang dicantumkan oleh Pemohon Banding dalam BCLKT01 tersebut. Kesalahan pertanggungjawaban tanggal konversi melebihi tanggal PEB akan merusak kevalidan BCLKT01 secara utuh;
bahwa dengan tidak diperbaikinya dan disampaikannya laporan pertanggungjawaban oleh Pemohon Banding sampai dengan berakhirnya periode pelaporan, maka laporan pertanggungjawaban yang disampaikan Pemohon Banding dengan nomor aju 000000-001274- 20161005-000002 tersebut dianggap tidak pernah dilaporkan;
bahwa sampai dengan jatuh tempo pelaporan, Pemohon Banding tidak memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut karena telah melewati masa berlaku 13 bulan (12 bulan pembebasan dan 1 bulan pelaporan) sehingga dilakukan penagihan;
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (1) PMK 176/PMK.04/2013, mewajibkan kepada Perusahaan untuk mempertanggungjawabkan Bahan Baku dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode Pembebasan dalam bentuk berupa KT01 sebagaimana dimaksud dalam PER-16/BC/2012;
- Terbukti bahwa dalam jangka waktu 30 hari sejak berakhirnya periode Pembebasan Pemohon tidak melaporkan pertanggungjawaban atas bahan baku eks PIB Nomor Aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) yakni BCLKT01 aju 000000-001274-20161005-000002 ditolak seluruhnya;
- Bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (16) PMK 176/PMK.04/2013, Dalam hal laporan pertanggungjawaban tidak diserahkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode Pembebasan atau ditolak seluruhnya, tidak diberikan Pembebasan dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan;
- Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor sehingga wajib melunasi bea masuk, pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda dalam Pasal 26 ayat (4) UU Kepabeanan;
Simpulan
bahwa berdasarkan uraian di atas, telah terbukti dan tidak terbantahkan lagi bahwa:
- Bahwa sampai dengan jatuh tempo waktu pelaporan (13 bulan), Pemohon tidak memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut secara menyeluruh atas laporan BCLKT.01 aju 000000- 001274-20161005-000002 kepada Kepala Kantor Wilayah DJBC Banten;
- Bahwa penetapan dan Keputusan Terbanding atas keberatan in casu telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Permohonan
bahwa Terbanding mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang mengadili sengketa a quo kiranya berkenan memberikan putusan:
- |
Menolak permohonan Pemohon Banding banding untuk seluruhnya. |
- |
Menguatkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-173/BC.06/2017 tanggal 11 September 2017. |
Atau jika Majelis Hakim berpendapat lain, maka Terbanding mohon diberikan putusan seadil- adilnya.
Ex aequo et bono;
bahwa memenuhi permintaan Majelis, Terbanding dalam persidangan menyampaikan Surat Nomor SR-487/BC.06/2018 tanggal 25 Mei 2018 perihal Penjelasan tertulis atas Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-173/BC.06/2017 tanggal 11 September 2017 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Permasalahan
bahwa Pemohon Banding melakukan importasi barang dengan Fasilitas KITE Pembebasan yang diberitahukan melalui PIB Nomor Aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) dengan Bea Masuk dibebaskan Rp 88.745.000,00 dan PPN ditangguhkan Rp 94.808.000,00;
bahwa berdasarkan hasil penelitian oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada sistem aplikasi KITE atas PIB aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) dimaksud sampai dengan tanggal jatuh tempo batas waktu pembebasan dan penyampaian pelaporan, kedapatan Pemohon Banding terdapat saldo bahan baku eks impor Fasilitas KITE Pembebasan Aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) yang tidak disampaikan pertanggungjawabannya kepada Kepala Kantor Wilayah DJBC Banten sehingga nilai BM dan PPN atas bahan baku yang tidak dipertangungjawabkan sebesar BM Rp 86.926.000,00 dan PPN sejumlah Rp 93.139.000,00;
bahwa Majelis Hakim menanyakan terkait dasar hukum pengenaan sanksi administrasi berupa denda;
Peraturan Perundang-Undangan Yang Terkait Dengan Sengketa
1. |
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (selanjutnya disebut UU Kepabeanan), menyatakan:
Pasal 2
(1) |
"Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk".
|
Penjelasan Pasal 2 ayat (1):
"Ayat ini memberikan penegasan pengertian impor secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut terutang bea masuk serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan".
Pasal 26
(1) |
Pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diberikan atas impor:
- barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor."
|
(3) |
Ketentuan mengenai pembebasan atau keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri. |
(4) |
Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea masuk yang ditetapkan menurut Undang-Undang ini wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
Penjelasan Pasal 26:
Pembebasan bea masuk yang diberikan dalam pasal ini yaitu pembebasan yang relatif, dalam arti bahwa pembebasan yang diberikan didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan tertentu, sehingga terhadap barang impor dapat diberikan pembebasan atau hanya keringanan bea masuk.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan tidak memenuhi ketentuan antara lain digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan yang ditetapkan, seperti fasilitas keringanan bea masuk atas impor barang untuk keperluan olahraga tetapi pada kenyataannya diperjualbelikan.
|
Pasal 30
(1) |
Importir bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang sejak tanggal pemberitahuan pabean atas impor. |
(2) |
Bea masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan tarif yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean atas lmpor dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. |
Pasal 34
(1) |
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 tidak lagi dipenuhi, Bea Masuk atas barang impor yang terutang menjadi tanggung jawab:
- Orang yang mendapatkan pembebasan atau keringanan; atau
- Orang yang menguasai barang yang bersangkutan dalam hal Orang sebagaimana dimaksud huruf a tidak ditemukan.
|
|
2. |
Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang nomor 14 tahun 2006 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) menyatakan:
Alat bukti dapat berupa:
- Surat atau tulisan;
- Keterangan ahli;
- Keterangan para saksi;
- Pengakuan para pihak; dan/atau
- Pengetahuan hakim.
|
3. |
Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan (UU 12 tahun 2011) menyatakan:
Pasal 7
(1) |
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah;
- Peraturan Presiden;
- Peraturan Daerah Provinsi; dan
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
|
Pasal 8
(1) |
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. |
(2) |
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. |
|
4. |
Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan (PP-28) menyatakan:
ayat (1) |
: Besarnya denda yang dinyatakan dalam persentase minimum sampai dengan maksimum dari bea masuk yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara bea masuk atas fasilitas yang disalahgunakan dengan total bea masuk yang mendapat fasilitas dengan ketentuan apabila kekurangan pembayaran bea masuk:
- sampai dengan 20% ... dan seterusnya;
- di atas 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen),
dikenai denda sebesar 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar. |
ayat (2) |
: Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Pasal 25 ayat (4) dan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan. |
|
5. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk atas lmpor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.04/2013 (selanjutnya disebut PMK 176/PMK.04/2013)
Pasal 1
- Konversi adalah suatu pemyataan tertulis dari Perusahaaan mengenai komposisi pemakaian Bahan Baku untuk setiap satuan Hasil Produksi.
Pasal 7
(1) |
Periode Pembebasan merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan realisasi Ekspor Hasil Produksi". |
(2) |
Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:
- paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dengan memperhatikan masa produksi Perusahaan".
|
(3) |
Jangka waktu periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan perpanjangan dengan jangka waktu tertentu berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau KPU, dalam hal:
- terdapat penundaan ekspor dari pembeli di luar negeri;
- terdapat pembatalan ekspor atau penggantian pembeli di luar negeri; dan/atau
- terdapat kondisi force majeure, seperti:
- peperangan, bencana alam, atau kebakaran;
- bencana lainnya yang dinyatakan oleh instansi yang berwenang
|
(4) |
Permohonan perpanjangan periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diajukan oleh Perusahaan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir. |
Pasal 13
(1) |
Dalam hal Perusahaan akan memulai produksi, Perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai.
|
(1a) |
Dalam hal terdapat perubahan Konversi atas Hasil Produksi sebelumnya, Perusahaan harus mengajukan perubahan Konversi. |
(1b) |
Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (la) diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU paling lambat sebelum perusahaan melakukan Ekspor. |
Pasal 17
(1) |
Perusahaan wajib mempertanggungjawabkan Bahan Baku dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhimya periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) atau ayat (3). |
(16) |
Dalam hal laporan pertanggungjawaban tidak diserahkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ditolak seluruhnya, tidak diberikan Pembebasan dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan. |
|
6. |
Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-16/BC/2012 Tentang Tata Laksana Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-04/BC/2014 (selanjutnya disebut PER-16/BC/2012)
Pasal 7
(1) |
Periode Pembebasan merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan Ekspor Hasil Produksi. |
(2) |
Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:
- paling lama 12 (dua betas) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dengan memperhatikan masa produksi Perusahaan; atau
- melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam hal Perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua betas) bulan.
|
Pasal 16
(1) |
Perusahaan wajib mempertanggungjawabkan penggunaan Bahan Baku dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER Pembebasan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. |
(2) |
Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud ayat (1) diserahkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban Bahan Baku (BCL.KT 01). |
|
Analisa
bahwa Pemohon Banding melakukan importasi barang dengan Fasilitas KITE Pembebasan dengan bea masuk dibebaskan dan PPN ditangguhkan;
bahwa berdasarkan alur penelitian BCLKT, BCLKT yang disampaikan oleh Perusahaan akan dilakukan Validasi di dalam sistem komputer pelayanan fasilitas KITE sebelum sistem menerbitkan Tanda Terima Loading BCLKT, menerbitkan nomor register BCLKT, dan seterusnya;
bahwa proses Validasi tersebut bertujuan untuk memeriksa kevalidan dan merekonsiliasi data yang dilaporkan Perusahaan dalam BCLKT dan data yang terdapat dalam database sistem CIESA. Data pada BCLKT yang dilakukan Validasi adalah sebagai berikut:
- Validasi I
1) |
Nomor, Tanggal, Kode Kantor PIB dan PEB; |
2) |
Seri Barang dan Kode Satuan PIB dan PEB; |
3) |
Saldo PIB; |
4) |
Jumlah Barang dalam PEB; |
5) |
Nomor Konversi, Kode Barang Jadi (BJ), Kode Bahan Baku (BB); |
- Validasi II
1) |
Waktu LPE (KITE Pengembalian); |
2) |
Tanggal Konversi; |
3) |
Waktu Jaminan; |
4) |
Waktu Jatuh Tempo PIB; |
5) |
Nomor LPE dengan PEB; |
6) |
NPWP PEB dan PIB. |
bahwa Pemohon Banding mengajukan Laporan BCLKT01 dengan nomor pengajuan 000000-001274-20160818-000001 dan 000000-001274-20161005-000002 kepada Kantor Wilayah DJBC Banten untuk mempertanggungjawabkan PIB aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016);
bahwa Laporan BCLKT01 dengan nomor pengajuan 000000-001274-20160818-000001
mendapat Tanda Terima Loading BCLKT01 dan Berkas Fisik selanjutnya mendapatkan Register nomor 00144/WBC.06.RG/2016 tanggal 31 Agustus 2016;
bahwa Laporan BCLKT01 dengan nomor pengajuan mendapat respon Nota Pemberitahuan Penolakan pada tanggal sebagai berikut:
No. |
000000-001274-20161005-000002
|
1 |
10 Oktober 2016 pukul 10:10:56
|
2 |
28 Oktober 2016 pukul 02:10:20
|
3 |
13 Desember 2016 pukul 11:12:31
|
4 |
19 Desember 2016 pukul 03:12:12
|
5 |
30 Desember 2016 pukul 03:12:31
|
karena dokumen BCLKT01 yang Pemohon Banding sampaikan tidak memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut karena:
“Tanggal Konversi melebihi tanggal PEB”
bahwa berdasarkan NPP tersebut didapati bahwa berdasarkan Validasi II, penelitian atas tanggal konversi, tanggal konversi melebihi tanggal PEB;
bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (1) PMK-
176/PMK.04/2013 menyatakan:
“Dalam hal Perusahaan akan memulai produksi, Perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai:
(1a) |
Dalam hal terdapat perubahan Konversi atas Hasil Produksi sebelumnya, Perusahaan harus mengajukan perubahan Konversi. |
(1b) |
Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU paling lambat sebelum perusahaan melakukan Ekspor”; |
bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, konversi harus sudah diserahkan sebelum proses produksi dimulai dan apabila ada perubahan dapat diubah dengan syarat harus diajukan Perusahaan dan diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU paling lambat sebelum perusahaan melakukan Ekspor;
bahwa dalam sengketa a quo, Pemohon Banding dalam Surat Bantahannya pada point D (Bantahan) angka 1 huruf g, mengakui belum pernah mengajukan konversi sebelum dilakukan produksi;
bahwa penolakan yang dilakukan oleh sistem aplikasi CEISA KITE terhadap pengajuan Laporan Pertanggungjawaban Pemohon adalah penolakan pengajuan BCLKT01 secara utuh dan mencakup keseluruhan data yang dicantumkan oleh Pemohon dalam BCLKT01 tersebut. Kesalahan pertanggungjawaban tanggal konversi melebihi tanggal PEB akan merusak kevalidan BCLKT01 secara utuh;
bahwa dengan tidak diperbaikinya dan disampaikannya laporan pertanggungjawaban oleh Pemohon sampai dengan berakhirnya periode pelaporan, maka laporan pertanggungjawaban yang disampaikan Pemohon Banding dengan nomor aju 000000-001274-20161005-000002 tersebut dianggap tidak pernah dilaporkan;
bahwa sampai dengan jatuh tempo pelaporan, Pemohon Banding tidak memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut karena telah melewati masa berlaku 13 bulan (12 bulan pembebasan dan 1 bulan pelaporan) sehingga dilakukan penagihan;
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (1) PMK 176/PMK.04/2013, mewajibkan kepada Perusahaan untuk mempertanggungjawabkan Bahan Baku dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode Pembebasan dalam bentuk berupa KT01 sebagaimana dimaksud dalam PER-16/BC/2012;
- Terbukti bahwa dalam jangka waktu 30 hari sejak berakhirnya periode Pembebasan Pemohon tidak melaporkan pertanggungjawaban atas bahan baku eks PIB Nomor Aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) yakni BCLKT01 aju 000000-001274-20161005-000002 ditolak seluruhnya.
- Bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (16) PMK 176/PMK.04/2013, Dalam hal laporan pertanggungjawaban tidak diserahkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode Pembebasan atau ditolak seluruhnya, tidak diberikan Pembebasan dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan;
- Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor sehingga wajib melunasi bea masuk, pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda dalam Pasal 26 ayat (4) UU Kepabeanan;
bahwa atas pernyataan Majelis Hakim terkait dasar hukum pengenaan sanksi administrasi, Terbanding memberikan tanggapan sebagai berikut:
- Berdasarkan Pasal 8 UU 12 tahun 2011, Peraturan yang ditetapkan oleh Menteri diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
- Berdasarkan Pasal 26 ayat (3) UU Kepabeanan, ketentuan mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
- Bahwa amanat Pasal 26 ayat (3) UU Kepabeanan sebagaimana dimaksud di atas telah dipenuhi dengan pembentukan PMK 254/2011 yang telah diubah dengan PMK 176/2013.
- Bahwa untuk mendapat pembebasan bea masuk atas barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, PEMOHON harus memenuhi seluruh ketentuan yang diatur dalam PMK 254/2011 yang telah diubah dengan PMK 176/2013.
- Bahwa persyaratan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam PMK 254/2011 yang telah diubah dengan PMK 176/2013 antara lain:
1) |
Permohonan dan persetujuan NIPER Pembebasan; |
2) |
Realisasi ekspor dilakukan dalam periode pembebasan; |
3) |
Menyerahkan jaminan sesuai ketentuan; |
4) |
Barang impor dibongkar di tempat yang ditentukan; |
5) |
Menyerahkan konversi pada waktu yang ditentukan; |
6) |
Mempertanggungjawabkan pelaksanaan ekspor dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu yang ditentukan; |
- Bahwa persyaratan-persyaratan pembebasan tersebut, sebagaimana diatur dalam PMK 254/2011 yang telah diubah dengan PMK 176/2013 yang merupakan pelaksanaan amanat Pasal 26 ayat (3) UU Kepabeanan, tidak dikelompokkan atau dibagi menjadi golongan ketentuan yang merupakan syarat pembebasan dan ketentuan yang tidak menjadi syarat Pemebebasan.
- Bahwa dengan demikian seluruh persyaratan sebagaimana diatur dalam PMK 254/2011 yang telah diubah dengan PMK 176/2013 harus dipenuhi oleh Pemohon Banding untuk dapat memperoleh pembebasan bea masuk dalam rangka KITE Pemebebasan.
- Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) huruf a PMK 176/2013, Periode Pembebasan merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan realisasi Ekspor Hasil Produksi dengan jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dengan memperhatikan masa produksi Perusahaan.
- Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) PMK 176/2013, Pemohon Banding wajib mempertanggungjawabkan Bahan Baku dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode Pembebasan dalam bentuk berupa BCL.KT01 sebagaimana dimaksud dalam PER-16/BC/2012.
- Bahwa keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban pemakaian bahan baku merupakan salah satu bentuk tidak terpenuhinya ketentuan ataupun persyaratan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk dalam rangka KITE.
- Bahwa berdasarkan Pasal 26 Ayat (4) UU Kepebeanan, dapat diartikan bahwa orang yang tidak memenuhi amanat dalam Pasal 26 ayat (3) UU Kepabeanan sebagaimana diatur dalam PMK 254/2011 yang diubah dengan PMK 176/2013, wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
- Bahwa berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008, perhitungan besaran denda ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara bea masuk atas fasilitas yang disalahgunakan dengan total bea masuk yang mendapat fasilitas dengan ketentuan apabila kekurangan pembayaran bea masuk.
- Berdasarkan hal-hal di atas, maka Pemohon Banding wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda karena Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor sebagaiamana dalam Pasal 26 ayat (4) UU Kepabeanan.
Simpulan
bahwa berdasarkan uraian di atas, telah terbukti dan tidak terbantahkan lagi bahwa:
- Bahwa sampai dengan jatuh tempo waktu pelaporan (13 bulan), Pemohon tidak memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut secara menyeluruh atas laporan BCLKT.01 aju 000000- 001274-20161005-000002 kepada Kepala Kantor Wilayah DJBC Banten;
- Pemohon Banding wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda karena Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor sebagaiamana dalam Pasal 26 ayat (4) UU Kepabeanan.
- Bahwa penetapan dan Keputusan Terbanding atas keberatan in casu telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Permohonan
bahwa Terbanding mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang mengadili sengketa
a quo kiranya berkenan memberikan putusan:
- |
Menolak permohonan Pemohon Banding untuk |
- |
Menguatkan Keputusan Terbanding Nomor KEP-173/BC.06/2017 tanggal 11 September 2017. |
Atau jika Majelis Hakim berpendapat lain, maka kami mohon diberikan putusan seadil-adilnya. Ex aequo et bono;
bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor 092/BJG/X/2017 tanggal 9 Oktober 2017 dan Surat Bantahan Nomor 014/BJG/II/2018 tanggal 6 Februari 2018, pada pokoknya menyatakan:
bahwa Pemohon Banding sudah merealisasikan Impor dengan ekspor sebelum satu tahun;
bahwa Pemohon Banding sudah melaporkan laporan realisasi BCL-KT01 ke Terbanding pada tanggal 30 Desember 2016 terlampir tanda terimanya. Artinya Pemohon Banding sudah berusaha melaporkan laporan pertanggungjawaban BCL-KT01 sebelum berakhirnya periode pembebasan yaitu tanggal 29 Mei 2017. Dalam hal ini Pemohon Banding sudah menyerahkan pada tanggal 30 Desember 2016 dan ada penolakan di sistem bukan penolakan dari hasil pemeriksaan Terbanding. Penolakannya karena tanggal konversi melebihi tanggal PEB. Saat itu Pemohon Banding sudah berusaha agar laporan Pemohon Banding diterima tetapi tidak menemukan solusi yang terbaik;
bahwa periode jaminan Pemohon Banding 15 bulan yaitu dari tanggal 28 April 2016 sampai dengan tanggal 28 Juli 2017. Surat Penetapan Pabean terbit tanggal 6 Juni 2017. Artinya jaminan belum jatuh tempo tapi sudah muncul SPP;
bahwa pada saat pengajuan keberatan sampai penolakan, Pemohon Banding sangat menyayangkan tidak adanya konfirmasi yang seharusnya Pemohon Banding masih bisa memberikan penjelasan-penjelasan terkait hal ini;
bahwa perlu diketahui Pemohon Banding adalah perusahaan yang masih baru pertama kali menggunakan Fasilitas KITE;
bahwa Pemohon Banding hanyalah perusahaan yang melakukan jasa makloon/CMT, hanya perusahaan jasa jahit. Juga aliran bahan baku dan barang jadi dikontrol oleh pemberi order/buyer;
bahwa kewajiban membayar Bea Masuk, PPN, Bunga PPN dan Denda sangat memberatkan bagi Pemohon Banding;
bahwa memenuhi permintaan Majelis, Pemohon Banding dalam persidangan menyampaikan Penjelasan Tertulis tanpa nomor dan tanggal yang diserahkan Pemohon Banding pada sidang tanggal 16 April 2018 yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Mengenai Pokok Sengketa
bahwa terbitnya Surat Penetapan Pabean Nomor : SPP-109/WBC.06/2017 tanggal 06 Juni 2017 yang menetapkan PT. BJG harus membayar tagihan:
Bea Masuk |
: Rp 64.200.000 |
PPN |
: Rp 71.538.000 |
Denda |
: Rp 321.000.000 |
Bunga PPN |
: Rp 20.030.000 |
Jumlah |
: Rp 476.768.000 |
Dengan alasan:
bahwa fasilitas KITE Pembebasan tidak dapat mempertanggungjawabkan realisasi ekspor setelah 12 bulan dari pendaftaran PIB atas PIB dengan nomor pengajuan : 000000-006312- 20160419-000932 nomor pendaftaran : 174673 tanggal 28 April 2016;
Kronologis Terkait Sengketa
bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan yang menggunakan Fasilitas KITE Pembebasan yang dibuktikan dengan mendapatkan NIPER Pembebasan Nomor: 052548/254/KW.06/6072 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: KM-18/WBC.06.2016 tanggal 24 Maret 2016;
bahwa setelah mendapatkan NIPER Pembebasan Pemohon Banding melakukan impor dengan nomor pengajuan PIB : 000000-006312-20160419-000930 nomor pendaftaran : 175159 tanggal 28 April 2016;
bahwa atas bahan baku sebagaimana dimaksud pada PIB : 000000-006312-20160419-000930 nomor pendaftaran : 175159 tanggal 28 April 2016 telah Pemohon Banding ekspor dengan dibuktikan dengan dokumen ekspor. Ekspor sebagaimana dimaksud, mendapatkan nomor pendaftaran PEB :
- |
397360 tanggal 6 Juni 2016 |
- |
340423 tanggal 16 Mei 2016
|
- |
180469 tanggal 13 Mei 2016 |
- |
379192 tanggal 30 Mei 2016 |
- |
359964 tanggal 23 Mei 2016 |
bahwa Pemohon Banding melakukan loading konversi tanggal 7 Juni 2016 dengan nomor konversi : 6072000003 tanggal 7 Juni 2016;
bahwa Pemohon Banding melaporkan pertanggungjawaban realisasi ekspor sebelum PIB/Impor jatuh tempo. Jatuh tempo adalah dua belas bulan sejak tanggal pendaftaran PIB yaitu tanggal 28 April 2017;
bahwa berikut tanggal Pemohon Banding melaporkannya:
- |
Tanggal 10 Oktober 2016 : Nota Pemberitahuan Penolakan |
- |
Tanggal 28 Oktober 2016 : Nota Pemberitahuan Penolakan |
- |
Tanggal 19 Desember 2016 : Nota Pemberitahuan Penolakan |
- |
Tanggal 30 Desember 2016 : Nota Pemberitahuan Penolakan |
bahwa Pemohon Banding memohon ke Terbanding agar laporan Pemohon Banding bisa diterima dengan bagaimana caranya karena Pemohon Banding adalah pengguna Fasilitas KITE Pembebasan yang masih baru dan jangan karena masalah sistem menjadi penghambat serta adanya pihak yang dirugikan;
bahwa sampai dengan jatuh tempo PIB, laporan realisasi Pemohon Banding tidak dapat masuk ke sistem Kanwil DJBC Banten dengan alasan tanggal konversi melebihi tanggal PEB;
bahwa pada tanggal 6 Juni 2017 terbit Surat Penetapan Pabean nomor 109/WBC.06/2017 yang dikeluarkan oleh Kantor Wilayah Bea Cukai Banten yang mewajibkan Pemohon Banding membayar tagihan:
Bea Masuk |
: Rp 86.926.000 |
PPN |
: Rp 93.139.000 |
Denda |
: Rp 434.630.000 |
Bunga PPN |
: Rp 26.079.000 |
Jumlah |
: Rp 640.774.000 |
bahwa pada pada tanggal 17 Juli 2017, Pemohon Banding mengajukan keberatan atas Surat Penetapan Pabean nomor 109/WBC.06/2017;
bahwa pada tanggal 11 September 2017, keberatan Pemohon Banding ditolak dengan Surat Keputusan nomor : KEP-173/BC.06/2017 yang dikeluarkan dan ditanda tangani oleh Direktur Keberatan Banding dan Peraturan Direktur Jenderal bea dan Cukai;
bahwa Pemohon Banding banding ke Pengadilan Pajak dan surat diterima di sekretariat Pengadilan Pajak tanggal 12 Oktober 2017;
Analisis
1. |
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (selanjutnya disebut UU Kepabeanan);
Pasal 26
- Ayat (1) Pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diberikan atas impor :
k. Barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor
- Ayat (3) Ketentuan mengenai pembebasan atau keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri
- Ayat (4) Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan Bea Masuk yang ditetapkan menurut Undang-Undang ini wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar
Penjelasan Pasal 26:
Pembebasan bea masuk yang diberikan dalam pasal ini yaitu pembebasan yang relatif, dalam arti bahwa pembebasan yang diberikan didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan tertentu, sehingga terhadap barang impor dapat diberikan pembebasan atau hanya keringanan bea masuk;
Penjelasan Pasal 26 Ayat (4)
Yang dimaksud dengan tidak memenuhi ketentuan antara lain digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan yang ditetapkan, seperti fasilitas keringanan bee masuk atas impor barang untuk keperluan olahraga tetapi pada kenyataannya diperjualbelikan;
|
2. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.04/2013
Pasal 2 Ayat (1)
Atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan
Pasal 3 Ayat (1)
Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dapat diberikan kepada badan usaha yang telah memperoleh NIPER Pembebasan
Pasal 13 Ayat (1)
Dalam hal perusahaan akan memulai produksi, perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepaia Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai.
Pasal 15 Ayat (1)
Semua hasil produksi wajib diekspor oleh Perusahaan sesuai peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.
Pasal 17 Ayat (6)
Atas hasil produksi yang wajib diekspor sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 diberikan Pembebasan.
|
3. |
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Per-04/BC/2017
Pasal 1 Ayat (5)
Pembebasan adalah Pembebasan Bea Masuk dan /atau Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah terutang tidak dipungut atas impor Bahan Baku untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
Pasal 2 Ayat (1)
Atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan.
Pasal 3 Ayat (1)
Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dapat diberikan kepada badan usaha yang telah memperoleh NIPER Pembebasan.
Pasal 14 Ayat (1)
Dalam hal Perusahaan akan memulai produksi, Perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai.
Pasal 14 Ayat (9)
Dalam hal Perusahaan tidak menyerahkan konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Bahan Baku dalam laporan pertanggung jawaban tidak dapat diberikan Pembebasan.
|
4. |
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008
Pasal 2
- Ayat (1) Sanksi administrasi berupa denda hanya terhadap pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang
- Ayat (2) Sanksi adminisrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya dinyatakan dalam huruf (e) persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari bea masuk yang seharusnya dibayar
Pasal 7
- Ayat (1) Besarnya denda yang dinyatakan dalam persentase minimum sampai dengan maksimum dan bea masuk yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf e ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara bea masuk atas fasilitas yang disalahgunakan dengan total bea masuk yang mendapat fasilitas dengan ketentuan apabila kekurangan pembayaran bea masuk :
- Sampai dengan 20% dan seterusnya
- Di atas 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen), dikenai denda sebesar 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar
- Ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Pasal 25 ayat (4) dan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang
|
Penjelasan Pasal 7 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Bea Masuk Yang Seharusnya Dibayar" (BMSDB) adalah jumlah bea masuk yang dibebaskan atau diberikan keringanan. Contoh Dalam pemberitahuan pabean atas impor barang, importir mengimpor 15 (lima belas) unit barang "Z" dengan harga CIF USD20 per unit. Tehadap barang "Z" tersebut dikenai bea masuk sebesar 15% (lima belas persen). Importir mengajukan permohonan keringanan bea masuk dan mendapatkan keringanan bea masuk sehingga tarif akhir menjadi 5% (lima persen). Dari hasil penelitian Pejabat Bea dan Cukai ternyata importir memperjualbelikan 5 (lima) unit barang "Z" tersebut.
bahwa jadi Pemohon Banding dikenai sanksi berupa denda;
Bantahan
1. |
Berdasarkan kronologis dan penjelasan peraturan, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
- Bahwa ketentuan pasal 26 dan penjelasan pasal 26 UU Kepabeanan secara tegas menyatakan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan;
Pembebasan bea masuk yang diberikan dalam pasal ini yaitu pembebasan yang relatif, dalam arti bahwa pembebasan yang diberikan didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan tertentu, sehingga terhadap barang impor dapat diberikan pembebasan atau hanya keringanan bea masuk;
Penjelasan Pasal 26 Ayat (4) Yang dimaksud dengan tidak memenuhi ketentuan antara lain digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan yang ditetapkan, seperti fasilitas keringanan bea masuk atas impor barang untuk keperluan olahraga tetapi pada kenyataannya diperjualbelikan;
Pemohon Banding sudah memenuhinya tujuan tersebut yaitu ekspor dan memiliki persyaratan-persyaratannya seperti NIPER, diolah, dirakit dan dipasang pada barang lain. Semua ketentuan sudah terpenuhi;
- Impor sudah sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan dalam KITE Pembebasan yang diberitahukan rnelalui PIB aju 000000-006312-20160419-000930 (PIB no 175159 tanggal 28 April 2016). Kemudian bahan tersebut di ekspor dengan mendapatkan PEB dengan nomor pendaftaran
- |
397360 tanggal 6 Juni 2016 |
- |
340423 tanggal 16 Mei 2016 |
- |
180469 tanggal 13 Mei 2016 |
- |
379192 tanggal 30 Mei 2016
|
- |
359964 tanggal 23 Mei 2016
|
- Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) huruf a PMK 176/PMK.04/2013, bahwa periode pembebasan merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan realisasi ekspor hasil produksi dengan jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dengan memperhatikan masa produksi Perusahaan.
- Pasal 13 Ayat (1) dalam hal perusahaan akan memulai produksi, perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi
- Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) PMK 176/PMK.04/2013, mewajibkan kepada Perusahaan untuk mempertanggung jawabkan Bahan Baku dengan menyerahkan laporan pertanggung jawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode
- Pemohon Banding telah melakukan kewajibannya dengan menyerahkan laporan pertanggung jawaban sebelum jatuh tempo yaitu:
- |
Tanggal 10 Oktober 2016 : Nota Pemberitahuan Penolakan |
- |
Tanggal 28 Oktober 2016 : Nota Pemberitahuan Penolakan |
- |
Tanggal 19 Desember 2016 : Nota Pemberitahuan Penolakan |
- |
Tanggal 30 Desember 2016 : Nota Pemberitahuan Penolakan |
bahwa penolakan dikarenakan masalah administrasi yaitu penyerahan konversi dan oleh pejabat Bea Cukai tidak diberikan solusi terhadap penolakan sistem tersebut dan tidak dilakukan penghitungan sama sekall. Seharusnya pejabat Bea dan Cukai melakukan pengujian terhadap laporan BCL KT01 Pemohon Banding sebagaimana diatur dalam PMK 176/PMK.04/2013 Pasal 17 ayat (1) sampai dengan (18);
bahwa menurut Terbanding dalam Surat Uraian Bandingnya mengatakan Ekspor tersebut belum tentu untuk Impor PIB Nopen 174673 tanggal 30 April 2016. Padahal sudah jelas PIB dimaksud ada didalam laporan BCL KT01 yang Pemohon Banding ajukan. Seharusnya terbanding tidak menolak laporan BCL KT01 dan tetap melakukan pengujian terhadap BCL KT01 tersebut sesuai dengan PMK 176/PMK.04/2013 pasal 17 ayat (1) sampai dengan (18) barulah jika tidak memenuhi ketentuan dari ayat (1) sampai dengan (18) bisa menolaknya;
- Berdasarkan PMK 176/PMK.04/2013 pasal 13 Ayat (1) dalam hal perusahaan akan memulai produksi, perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai, disini jelas tidak ada akibat hukum dalam hal perusahaan tidak menyerahkan konversi dan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Per-04/BC/2017 Pasal 14 ayat (1) Dalam hal Perusahaan akan memulai produksi, Perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai dan ayat (9) Dalam hal Perusahaan tidak menyerahkan konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Bahan Baku dalam laporan pertanggungjawaban tidak dapat diberikan Pembebasan;
bahwa disini jelas tidak ada pengenaan denda;
bahwa sementara menurut terbanding dalam Surat Uraian Bandingnya mengatakan Pemohon Banding sengaja melakukan perubahan konversi setelah ekspor padahal apa yang harus dirubah, pengajuan saja belum;
- Menurut terbanding dalam Surat Uraian Bandingnya mengatakan penjelasan yang Pemohon Banding kutip dari Undang Undang Pabean Pasal 26 ayat (4) tidak patut untuk Padahal sudah jelas dalam Penjelasan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Pabean "Yang dimaksud dengan tidak memenuhi ketentuan antara lain digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan yang ditetapkan, seperti fasilitas keringanan bea masuk atas impor barang untuk keperluan olahraga tetapi pada kenyataannya diperjual belikan" Ini jelas terkait penyalahgunaan;
|
2. |
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, terbukti bahwa Pemohon Banding telah memenuhi persyaratan dan tujuan dari Fasilitas KITE Pembebasan serta tidak adanya penyalahgunaan dari penggunaan fasilitas KITE |
3. |
Berdasarkan uraian tersebut diatas, Pemohon Banding sudah melaksanakan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
4. |
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Pemohon Banding mohon kepada Majelis Hakim untuk mengabulkan seluruh Permohonan Banding Pemohon Banding; |
bahwa demikian Penjelasan ini Pemohon Banding buat, sekali lagi Pemohon Banding mohon keputusan Majelis Hakim yang seadil-adilnya dan atas perhatiannya Pemohon Banding ucapkan terima kasih;
bahwa Pemohon Banding telah mengimpor 103 Jenis barang berupa: Knitted Fabric, Wire, Lace, Tape, Band Shoulder, Hook and Eye, dst., yang diberitahukan dengan PIB Nomor 175159 tanggal 28 April 2016 menggunakan fasilitas KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor) Pembebasan, dan dengan alasan, bahwa sampai dengan berakhirnya jangka waktu pelaporan Pemohon tidak menyerahkan laporan pertanggungjawaban atas seluruh saldo bahan baku eks impor Fasilitas KITE Pembebasan sesuai PIB AJU 00000000631220160419000930, Terbanding menerbitkan Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor SPP-109/WBC.06/2017 tanggal 6 Juni 2017 dengan tagihan untuk membayar Bea Masuk, PPN Impor, Sanksi Administrasi berupa Denda dan Bunga sebesar Rp. 640.774.000,00, yang tidak disetujui Pemohon Banding;
“Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea masuk yang ditetapkan menurut undang-undang ini wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.”
bahwa penggunaan SPP didasarkan kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
51/PMK.04/2008 Tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, Serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Atau Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
122/PMK.04/2011 tanggal 1 Agustus 2011, Pasal 7, yang menyatakan sebagai berikut :
(1) |
Pejabat bea dan cukai menetapkan kewajiban membayar bea masuk, dan pajak dalam rangka impor, serta pengenaan sanksi administrasi berupa denda, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (4) dan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang |
(2) |
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3). |
bahwa Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan tersebut menyatakan :
(3) |
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Surat Penetapan Pabean (SPP). |
(4) |
Surat Penetapan Pabean (SPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berfungsi sebagai :
- penetapan pejabat bea dan cukai;
- pemberitahuan; dan
- penagihan kepada orang.
|
bahwa kemudian atas penetapan SPP tersebut, Pemohon Banding mengajukan keberatan dengan Surat Keberatan Nomor 047/BJG/VII/2017 tanggal 17 Juli 2017, yang diterima di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hatta secara lengkap dan benar pada tanggal 17 Juli 2017, berdasarkan ketentuan Pasal 93A ayat (1)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006;
bahwa dengan surat keputusan Nomor KEP-173/BC.06/2017 tanggal 11 September 2017 Terbanding menolak keberatan tersebut yang sekaligus menguatkan penetapan sesuai SPP-109/WBC.06/2017 tanggal 6 Juni 2017;
bahwa dari hasil pemeriksaan di dalam persidangan, diuraikan hal-hal sebagai berikut :
1) |
NIPER Pembebasan
bahwa Pemohon Banding sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor KM- 18/WBC.06/2016 telah ditetapkan sebagai perusaaan penerima fasilitas Pembebasan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah terutang tidak dipungut atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, dengan NIPER Pembebasan : 052548/254/KW.06/6072, dengan Bidang Usaha Industri: Industri Pakaian Jadi dari Tekstil;
|
2) |
Hal Yang Disengketakan
bahwa dengan KEP-173/BC.06/2017 tanggal 11 September 2017, Terbanding menolak keberatan Pemohon Banding atas Surat Penetapan Pabean Nomor SPP-109/WBC.06/ 2017 tanggal 6 Juni 2017, yang diterbitkan oleh Terbanding atas PIB Nomor 175159 tanggal 28 April 2016 karena barang impor yang diberitahukan dengan PIB tersebut, yaitu berupa Knitted Fabric, Wire, Lace, Tape, Band Shoulder, Hook and Eye, dst., telah melebihi jangka waktu 12 bulan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam laporan ekspor (BCLKT.01) sesuai ketentuan Pasal 16 dari PER-04/BC/2014 tanggal 03 Februari 2014;
|
3) |
Keterangan Terbanding
Bahwa berdasarkan hasil penelitian pada sistem aplikasi KITE atas PIB aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) dimaksud sampai dengan tanggal jatuh tempo batas waktu pembebasan dan penyampaian pelaporan, kedapatan Pemohon Banding tidak menyampaikan laporan pertanggung- jawaban seluruhnya atas bahan baku eks impor Fasilitas KITE Pembebasan Aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016) kepada Kepala Kantor Wilayah DJBC Banten;
bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (1) PMK 176/PMK.04/2013, mewajibkan kepada Perusahaan untuk mempertanggungjawabkan Bahan Baku dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode Pembebasan dalam bentuk berupa BCL.KT01 sebagaimana dimaksud dalam PER-16/BC/2012;
Terbukti bahwa dalam jangka waktu 30 hari sejak berakhirnya periode Pembebasan Pemohon tidak melaporkan pertanggungjawaban atas bahan baku eks PIB Nomor Aju 00000000631220160419000930 (PIB nopen 175159 tanggal 28 April 2016);
Pemohon tidak memenuhi ketentuan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor sehingga wajib melunasi bea masuk, pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda dalam Pasal 26 ayat (4) UU Kepabeanan.
|
4) |
Keterangan Pemohon Banding
Pemohon Banding telah melakukan kewajibannya dengan menyerahkan laporan pertanggung jawaban sebelum jatuh tempo yaitu :
Tanggal 10 Oktober 2016 : Nota Pemberitahuan Penolakan
Tanggal 28 Oktober 2016 : Nota Pemberitahuan Penolakan
Tanggal 19 Desember 2016 : Nota Pemberitahuan Penolakan
Tanggal 30 Desember 2016 : Nota Pemberitahuan Penolakan
Penolakan dikarenakan masalah administrasi yaitu penyerahan konversi dan oleh pejabat Bea Cukai tidak diberikan solusi terhadap penolakan sistem tersebut dan tidak dilakukan penghitungan sama sekali. Seharusnya pejabat Bea dan Cukai melakukan pengujian terhadap laporan BCLKT01 kami sebagaimana diatur dalam PMK 176/PMK.04/2013 Pasal 17 ayat (1) sampai dengan (18).
Menurut Terbanding dalam Surat Uraian Bandingnya mengatakan Ekspor tersebut belum tentu untuk Impor PIB Nopen 175159 tanggal 28 April 2016. Padahal sudah jelas PIB dimaksud ada didalam laporan BCLKT01 yang kami ajukan. Seharusnya Terbanding tidak menolak laporan BCLKT01 dan tetap melakukan pengujian terhadap BCLKT01 tersebut sesuai dengan PMK 176/PMK.04/2013 pasal 17 ayat (1) sampai dengan (18) barulah jika tidak memenuhi ketentuan dari ayat (1) sampai dengan (18) bisa menolaknya;
bahwa berdasarkan PMK 176/PMK.04/2013 pasal 13 Ayat (1) dalam hal perusahaan akan memulai produksi, perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai, disini jelas tidak ada akibat hukum dalam hal perusahaan tidak menyerahkan konversi dan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Per-04/BC/2017 Pasal 14 ayat (1) Dalam hal Perusahaan akan memulai produksi, Perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai dan ayat (9) Dalam hal Perusahaan tidak menyerahkan konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Bahan Baku dalam laporan pertanggung jawaban tidak dapat diberikan Pembebasan.
|
5) |
Keterkaitan atara PIB dengan PEB
bahwa Majelis telah meminta kepada Pemohon Banding untuk membuktikan kalau barang benar-benar sudah diekspor dan menjelaskan hubungan antara PIB dan PEB, yang mana oleh Pemohon Banding telah diserahkan bukti-bukti berupa :
- Dokumen Impor : SPPB, SPJM, STTJ, E-BILLING dan BPN, PIB dan lembar lanjutan, Invoice, P/list, House Airwaybill, Master Airwaybill;
- Dokumen Ekspor Invoice Nomor PEB 180469 tanggal 13/5/2016: Laporan Pemeriksaan Ekspor, PEB, NPE, Invoice, P/list, HBL, MBL, Outward Manifest, Bukti Transfer, LHP;
- Dokumen Ekspor Invoice Nomor PEB 340423 tanggal 16/5/2016: Laporan Pemeriksaan Ekspor, PEB, NPE, Invoice, P/list, HBL, MBL, Outward Manifest, Bukti Transfer, LHP;
- Dokumen Ekspor Invoice Nomor PEB 397360 tanggal 6/6/2016: Laporan Pemeriksaan Ekspor, PEB, NPE, Invoice, P/list, HBL, MBL, Outward Manifest, Bukti Transfer, LHP;
- Dokumen Ekspor Invoice Nomor PEB 379192 tanggal 30/5/2016: Laporan Pemeriksaan Ekspor, PEB, NPE, Invoice, P/list, HBL, MBL, Outward Manifest, Bukti Transfer, LHP;
- Dokumen Ekspor Invoice Nomor PEB 359964 tanggal 23/5/2016: Laporan Pemeriksaan Ekspor, PEB, NPE, Invoice, P/list, HBL, MBL, Outward Manifest, Bukti Transfer, LHP;
- Konversi Nomor 1 tanggal 9/6/2016, Nomor 3 tanggal 7/6/2016;
- BC 24 Nomor 000144/WBC.06/KPP.MP.02/BC.24/2016 tanggal 18/11/2016;
- Formulir BCL KT01 tanggal 5 Oktober 2016 beserta penjelasannya;
- Nota Pemberitahuan Penolakan Laporan BCL KT-01 tanggal 5, 10, 28 Oktober 2016 dan tanggal 13, 19, 30 Desember 2016;
|
6) |
Ketentuan Perundang-Undangan Yang Berlaku
“Pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diberikan atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.”
bahwa pembebasan bea masuk atas barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, merupakan pembebasan relatif atau pembebasan bersyarat, yang artinya pembebasan dimaksud baru dapat diberikan apabila persyaratan yang telah ditentukan dipenuhi;
bahwa Pasal 26 ayat (1) huruf k., Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 memberikan pembebasan bea masuk atas barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, apabila persyaratan yang telah ditentukan telah dipenuhi, namun persyaratan dimaksud tidak diatur lebih lanjut di dalam undang-undang;
“Ketentuan mengenai pembebasan atau keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri;”
bahwa berdasarkan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 telah memberikan wewenang atribusi kepada Menteri untuk menerbitkan peraturan menteri yang mengatur ketentuan atau persyaratan pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor;
bahwa dengan demikian ketentuan atau persyaratan pemberian pembebasan bea masuk atas barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf k., Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan tersebut antara lain mengatur:
• |
Pasal 6 ayat (5):
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai Pembebasan yang menetapkan rincian jenis dan jumlah Bahan Baku yang diberikan Pembebasan, periode Pembebasan, pelabuhan tempat pembongkaran, dan jangka waktu berlakunya keputusan mengenai Pembebasan tersebut.
|
• |
Pasal 7 ayat (1):
Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan realisasi ekspor;
|
• |
Pasal 7 ayat (2):
Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:
- paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor; atau
- melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam hal Perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan atas Bahan Baku yang mendapat fasilitas pembebasan yang diimpor setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU.
|
• |
Pasal 15:
Semua Hasil Produksi yang berasal dari Bahan Baku yang mendapatkan fasilitas Pembebasan, wajib diekspor oleh Perusahaan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.
|
• |
Pasal 17 ayat (1):
Perusahaan wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU secara berkala paling lama 6 (enam) bulan sekali selama dalam periode pembebasan;
|
• |
Pasal 17 ayat (12):
Dalam hal laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diserahkan dalam jangka waktu periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 atau laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud ayat (1) ditolak, berlaku ketentuan sebagai berikut:
- jaminan dicairkan sebesar bea masuk atas Bahan yang belum dipertanggungjawabkan atau yang ditolak pertanggungjawabannya; dan
- Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
bahwa lebih lanjut, di dalam Pasal 26 ayat (4) ditetapkan sanksi yang terkait dengan fasilitas tersebut, sebagai berikut :
“Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea masuk yang ditetapkan menurut undang-undang ini wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.”
dengan penjelasan ayat (4):
“Yang dimaksud dengan tidak memenuhi ketentuan antara lain digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan yang ditetapkan, seperti fasilitas keringanan bea masuk atas impor barang untuk keperluan olahraga tetapi pada kenyataannya diperjualbelikan.”
Bahwa di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, yaitu pada Pasal 23, menetapan pengenaan denda sebagai berikut :
“Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar, dalam hal Perusahaan:
- tidak membongkar dan/atau menimbun Bahan Baku yang mendapat Pembebasan di lokasi yang tercantum dalam NIPER Pembebasan atau di lokasi lain yang telah mendapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau KPU, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (2);
- tidak melakukan sendiri seluruh pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13;
- tidak mengekspor Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 atau tidak melaporkan sampai dengan periode pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (8);
- tidak mengolah Bahan Baku dengan mendapatkan Pembebasan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (9);
- sampai dengan batas periode Pembebasan, laporan pertanggungjawaban Ekspor tidak disampaikan atau ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (12);
- tidak memenuhi ketentuan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan/atau
- ditemukan selisih fisik Bahan Baku melebihi laporan Bahan Baku yang sudah dipertanggungjawabkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).”
|
7) |
Kesimpulan Majelis
a) |
Bahwa Pemohon Banding telah melalaikan kewajibannya untuk menyerahkan konversi sebelum proses produksi dimulai sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.04/2013 sehingga berakibat kepada laporan pertanggungjawaban BCLKT01 tidak dapat diproses (ditolak) dan oleh sebab prosedur yang harus dipenuhi untuk memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk tidak terpenuhi maka bea masuk yang dibebaskan dan PPN Impor yang ditangguhkan harus dilunasi; |
b) |
Sanksi administrasi berupa denda sesuai penjelasan Pasal 26 ayat (4), menekankan kepada penyalahgunaan, yaitu digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan yang ditetapkan, dan oleh Undang-Undang tidak memberikan kewenangan atribusi untuk mengatur lebih lanjut sebagaimana yang dlatur Pasal 23 dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, sehingga untuk kasus kelalaian tidak menyerahkan konversi, yang nyata-nyata barangnya sudah diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dan diekspor, tidak dapat dikenakan denda; |
|
bahwa dengan demikian menurut Majelis, penetapan Terbanding sesuai KEP-173/BC.06/2017 tanggal 11 September 2017 tentang Penetapan Atas Keberatan Terhadap Penetapan Yang Dilakukan Oleh Pejabat Bea dan Cukai Dalam SPP Nomor: SPP-109/WBC.06/2017 tanggal 6 Juni 2017 tidak seluruhnya dapat dipertahankan;
bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkeyakinan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding dan menetapkan atas 103 Jenis barang berupa: Knitted Fabric, Wire, Lace, Tape, Band Shoulder, Hook and Eye, dst., yang diimpor dan diberitahukan dengan PIB nomor 175159 tanggal 28 April 2016, oleh sebab proses yang harus dipenuhi untuk memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk tidak terpenuhi maka bea masuk yang dibebaskan dan PPN Impor yang ditangguhkan harus dilunasi sebesar :
Bea Masuk
|
: Rp. 86,926,000,00
|
PPN Impor
|
93,139,000,00
|
Bunga
|
26,079,000,00 +
|
Jumlah
|
: Rp206,144,000.00
|
Surat Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Banding Terbanding, Surat Bantahan Pemohon Banding, pemeriksaan dan pembuktian di dalam persidangan serta kesimpulan tersebut di atas;
Mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-173/BC.06/2017 tanggal 11 September 2017 tentang Penetapan Atas Keberatan Terhadap Penetapan Yang Dilakukan Oleh Pejabat Bea dan Cukai Dalam SPP Nomor SPP-109/WBC.06/2017 tanggal 6 Juni 2017 atas nama
Pemohon Banding dan menetapkan atas
103 Jenis barang berupa: Knitted Fabric, Wire, Lace, Tape, Band Shoulder, Hook and Eye, dst., yang diimpor dan diberitahukan dengan PIB nomor 175159 tanggal 28 April 2016, oleh sebab prosedur yang harus dipenuhi untuk memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk tidak terpenuhi maka bea masuk yang dibebaskan dan PPN Impor yang ditangguhkan harus dilunasi sebesar Rp. 206,144,000.00 (dua ratus enam juta seratus empat puluh empat ribu rupiah).
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan yang dicukupkan pada hari Senin, tanggal 28 Mei 2018 oleh Majelis XVIIB Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:
KSL, S.Sos., M.H. |
sebagai Hakim Ketua, |
WH, S.E., M.E. |
sebagai Hakim Anggota, |
SF, S.E. |
sebagai Hakim Anggota, |
RA |
sebagai Panitera Pengganti, |
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 1 Oktober 2018, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Pemohon Banding maupun Terbanding.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.