1. |
Di antara BAB I dan BAB II disisipkan 1 (satu) bab, yakni BAB IA sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB IA IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA ATAU TIDAK UNTUK KEGIATAN USAHA
|
2. |
Di antara Pasal 1 dan Pasal 2 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1A
(1) |
Impor Barang dapat dilakukan:
a. |
untuk kegiatan usaha; atau |
b. |
tidak untuk kegiatan usaha. |
|
(2) |
Untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa kegiatan dalam bidang perekonomian yang terkait dengan:
a. |
transaksi Barang Impor yang dilakukan oleh Importir dengan tujuan pengalihan hak kepemilikan, pemakaian, atau penggunaan atas Barang untuk memperoleh imbalan atau kompensasi; atau |
b. |
penggunaan Barang Impor yang dilakukan oleh Importir sebagai Barang modal, Bahan Baku, Bahan Penolong, dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi atau kegiatan usahanya. |
|
(3) |
Tidak untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
|
3. |
Ketentuan ayat (1) Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) |
Impor Barang tertentu untuk ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga dilaksanakan oleh:
a. |
badan usaha milik negara; dan/atau |
b. |
Pelaku Usaha lainnya. |
|
(2) |
Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
4. |
Ketentuan ayat (3) dan ayat (7) Pasal 28 diubah, di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 28 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), dan di antara ayat (8) dan ayat (9) Pasal 28 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (8a) sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28
(1) |
Impor Barang ke KEK belum diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor. |
(2) |
Untuk kepentingan nasional yang mencakup keamanan, keselamatan, kesehatan, dan/atau lingkungan hidup di KEK, Menteri dapat menetapkan berlakunya kebijakan dan pengaturan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara selektif setelah berkoordinasi dengan Dewan Nasional. |
(3) |
Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan untuk kegiatan usaha di KEK berdasarkan penetapan Dewan Nasional. |
(3a) |
Kegiatan usaha di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penyelenggaraan KEK. |
(4) |
Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang Impor untuk dipakai dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(5) |
Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk pelabuhan tujuan. |
(6) |
Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan terhadap:
a. |
pengeluaran Barang hasil produksi di KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean; |
b. |
Barang dari luar Daerah Pabean yang pada saat Impor ke KEK telah dilakukan pemenuhan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor; |
c. |
pengeluaran Barang yang sepenuhnya diperoleh di KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean; |
d. |
Barang sisa proses produksi, Barang sisa pengemas, atau Barang sisa dari hasil perusakan di KEK; |
e. |
Barang sisa dari kegiatan usaha berupa waste/scrap di KEK; dan/atau |
f. |
pemindahtanganan Barang modal dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang pada saat pemasukan ke KEK dalam keadaan baru, apabila telah dipergunakan dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun. |
|
(7) |
Barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a berupa Barang hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan bahan. |
(8) |
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk:
a. |
Impor Barang dari luar Daerah Pabean ke KEK; atau |
b. |
Persetujuan Impor Barang modal dalam keadaan tidak baru untuk tujuan relokasi industri atau dispensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (5), |
diterbitkan oleh Administrator KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan KEK. |
(8a) |
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat diajukan oleh:
a. |
Pelaku Usaha di KEK; atau |
b. |
Importir. |
|
(9) |
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. |
(10) |
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat diajukan oleh:
a. |
Pelaku Usaha di KEK; atau |
b. |
Pelaku Usaha di tempat lain dalam Daerah Pabean yang memiliki Barang atau yang menerima Barang. |
|
(11) |
Sekretariat Jenderal Dewan Nasional KEK menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal atas Barang yang diberikan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) melalui SINSW yang terintegrasi dengan Sistem INATRADE. |
(12) |
Sekretariat Jenderal Dewan Nasional KEK menyampaikan notifikasi atau pemberitahuan terhadap Barang yang dikenakan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang perlu dinotifikasikan atau diberitahukan sesuai kesepakatan internasional atau ketentuan peraturan perundang-undangan kepada kementerian atau lembaga terkait dan menembuskan notifikasi atau pemberitahuan tersebut kepada Direktur Jenderal. |
(13) |
Dalam hal Administrator KEK belum memenuhi kesiapan dalam penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor Barang ke KEK, penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK. |
(14) |
Kesiapan Administrator KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (13) ditetapkan oleh Dewan Nasional KEK. |
(15) |
Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap Impor Barang dari luar Daerah Pabean ke KEK. |
(16) |
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
5. |
Ketentuan ayat (4) Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29
(1) |
Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor dikecualikan terhadap pemasukan Barang Impor ke TPB. |
(2) |
TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk:
a. |
Kawasan Berikat; |
b. |
Pusat Logistik Berikat; |
c. |
Gudang Berikat; |
d. |
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat; |
e. |
Toko Bebas Bea; |
f. |
Tempat Lelang Berikat; atau |
g. |
Kawasan Daur Ulang Berikat. |
|
(3) |
Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor tetap berlaku atas pengeluaran Barang Impor dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean tujuan diimpor untuk dipakai. |
(4) |
Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor atas pengeluaran Barang dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean tujuan diimpor untuk dipakai dikecualikan terhadap:
a. |
Barang hasil produksi di Kawasan Berikat; |
b. |
Barang sisa proses produksi, Barang sisa pengemas, atau Barang sisa dari hasil perusakan di Kawasan Berikat; |
c. |
Barang contoh dari Kawasan Berikat; |
d. |
Barang sisa dari hasil perusakan di Gudang Berikat; |
e. |
Barang sisa dari kegiatan sederhana berupa waste /scrap di Pusat Logistik Berikat dan/atau Gudang Berikat; |
f. |
Barang sampel yang diberikan secara cuma- cuma dan tidak dapat diperjualbelikan serta dikemas secara khusus dalam jumlah yang lebih sedikit dari produk komersial terkecil untuk keperluan pameran di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat; |
g. |
Penjualan Barang Impor kepada orang tertentu dengan batasan tertentu di Toko Bebas Bea sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang kepabeanan; |
h. |
Barang yang saat pemasukannya sudah memenuhi ketentuan pembatasan Impor; |
i. |
Pengeluaran Barang Impor dari Pusat Logistik Berikat Bahan Pokok ke tempat lain dalam Daerah Pabean kepada pemilik kartu identitas lintas batas dengan batasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan/atau |
j. |
Pemindahtanganan Barang modal dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang pada saat pemasukan dalam keadaan baru, apabila telah dipergunakan dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun. |
|
(5) |
Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk pelabuhan tujuan. |
(6) |
Untuk kepentingan perekonomian nasional, Menteri dapat menetapkan secara selektif berlakunya ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor atas pemasukan Barang Impor ke TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(7) |
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk:
a. |
pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke dalam TPB; atau |
b. |
pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3), |
diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. |
(8) |
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a diajukan oleh:
a. |
Pelaku Usaha TPB; atau |
b. |
Importir. |
|
(9) |
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b diajukan oleh:
a. |
Pelaku Usaha TPB; |
b. |
Importir; atau |
c. |
Pelaku Usaha di tempat lain dalam Daerah Pabean yang memiliki Barang atau yang menerima Barang. |
|
(10) |
Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap pemasukan Barang Impor ke TPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang dilarang Impor. |
(11) |
Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
6. |
Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31
(1) |
Importir yang tidak dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dapat melakukan Impor atas Barang bebas Impor. |
(2) |
Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari pemenuhan NIB yang berlaku sebagai API. |
(3) |
Impor atas Barang bebas Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan untuk kegiatan usaha. |
(4) |
Impor atas Barang bebas Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. |
Barang promosi; |
b. |
Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; |
c. |
Barang kiriman; |
d. |
Barang sebagai hibah, hadiah atau pemberian untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam; |
e. |
Barang yang merupakan obat-obatan dan peralatan kesehatan yang menggunakan anggaran pemerintah; |
f. |
Barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan; |
g. |
Barang untuk keperluan instansi pemerintah/lembaga negara dan/atau untuk kepentingan umum, yang diimpor sendiri oleh instansi/lembaga dimaksud; |
h. |
Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia yang diimpor sendiri oleh perwakilan negara asing beserta para pejabatnya dimaksud; |
i. |
Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia yang diimpor sendiri oleh badan internasional beserta para pejabatnya dimaksud; dan |
j. |
Barang untuk keperluan olahraga yang diimpor oleh induk organisasi olahraga nasional atau komite olahraga nasional. |
|
(5) |
Impor atas Barang bebas Impor dengan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam keadaan baru dilakukan tanpa surat keterangan Direktur Jenderal atas nama Menteri. |
(6) |
Impor atas Barang bebas Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan terhadap Barang dalam keadaan tidak baru. |
(7) |
Terhadap Impor atas Barang bebas Impor dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan. |
(8) |
Barang bebas Impor dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
7. |
Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1) |
Importir yang tidak dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dapat melakukan Impor atas Barang yang dibatasi Impor. |
(2) |
Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari:
a. |
NIB yang berlaku sebagai API; |
b. |
Perizinan Berusaha di bidang Impor; |
c. |
Verifikasi atau Penelusuran Teknis; dan/atau |
d. |
ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan. |
|
(3) |
Impor atas Barang yang dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan untuk kegiatan usaha. |
(4) |
Impor atas Barang yang dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan terhadap Barang dalam keadaan baru dan/atau Barang dalam keadaan tidak baru. |
(5) |
Terhadap Impor atas Barang yang dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan. |
(6) |
Barang yang dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
8. |
Ketentuan judul Paragraf 3 Bagian Kesatu BAB IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Paragraf 3 Impor atas Barang Bebas Impor dan Barang yang Dibatasi Impor Bagi Importir yang Dapat Memiliki Nomor Induk Berusaha yang Berlaku Sebagai Angka Pengenal Importir
|
9. |
Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33
(1) |
Importir yang dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dapat melakukan Impor atas:
a. |
Barang bebas Impor; dan/atau |
b. |
Barang yang dibatasi Impor. |
|
(2) |
Impor atas Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan untuk kegiatan usaha. |
(3) |
Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan melakukan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikecualikan dari:
a. |
Perizinan Berusaha di bidang Impor; |
b. |
Verifikasi atau Penelusuran Teknis; dan/atau |
c. |
ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan. |
|
(4) |
Impor atas Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan terhadap Barang dalam keadaan baru dan/atau Barang dalam keadaan tidak baru. |
(5) |
Terhadap Impor atas Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan. |
(6) |
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
10 |
Ketentuan judul Paragraf 4 Bagian Kesatu BAB IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Paragraf 4 Impor Barang Kiriman Pekerja Migran Indonesia, Barang Pribadi Penumpang, Barang Pribadi Awak Sarana Pengangkut, Barang Pelintas Batas, Barang Pindahan Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing, dan Barang Kiriman Jemaah Haji Melalui Penyelenggara Pos
|
11. |
Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34
(1) |
Impor Barang kiriman pekerja migran Indonesia, Barang pribadi penumpang, Barang pribadi awak sarana pengangkut, Barang pelintas batas, Barang pindahan Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing, dan Barang kiriman jemaah haji melalui penyelenggara pos dapat dilakukan terhadap:
a. |
Barang bebas Impor; dan/atau |
b. |
Barang yang dibatasi Impor. |
|
(2) |
Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) |
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diimpor dalam keadaan baru dan/atau keadaan tidak baru. |
(4) |
Barang yang dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat dilakukan terhadap barang yang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan/atau lingkungan hidup. |
(5) |
Barang yang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan/atau lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi kelompok Barang yang tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(6) |
Selain barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) untuk Impor Barang pindahan Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing tidak dapat dilakukan untuk kendaraan bermotor. |
(7) |
Impor Barang kiriman pekerja migran Indonesia, Barang pribadi penumpang, Barang pribadi awak sarana pengangkut, Barang pelintas batas, Barang pindahan Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing, dan Barang kiriman jemaah haji melalui penyelenggara pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari pemenuhan NIB yang berlaku sebagai API. |
(8) |
Dalam hal Impor Barang kiriman pekerja migran Indonesia, Barang pribadi penumpang, Barang pribadi awak sarana pengangkut, Barang pelintas batas, Barang pindahan Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing, dan Barang kiriman jemaah haji melalui penyelenggara pos dilakukan atas Barang yang dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Impor dikecualikan dari:
a. |
Perizinan Berusaha di bidang Impor; |
b. |
Verifikasi atau Penelusuran Teknis; dan/atau |
c. |
ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan. |
|
(9) |
Impor Barang pelintas batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan perjanjian bilateral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
12. |
Ketentuan judul Paragraf 1 Bagian Kedua BAB IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Paragraf 1 Impor atas Barang Bebas Impor dan Barang yang Dibatasi Impor Bagi Importir yang dapat Memiliki Nomor Induk Berusaha yang Berlaku Sebagai Angka Pengenal Importir
|
13. |
Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
(1) |
Importir yang dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dapat melakukan Impor atas
a. |
Barang bebas Impor; dan/atau |
b. |
Barang yang dibatasi Impor. |
|
(2) |
Impor atas Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kegiatan usaha. |
(3) |
Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ) yang akan melakukan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikecualikan dari:
a. |
Perizinan Berusaha di bidang Impor; |
b. |
Verifikasi atau Penelusuran Teknis; dan/atau |
c. |
ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan. |
|
(4) |
Impor atas Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan terhadap Barang dalam keadaan baru dan/atau Barang dalam keadaan tidak baru. |
(5) |
Terhadap Impor atas Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan. |
(6) |
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
14. |
Ketentuan ayat (1) Pasal 42 diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 42 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), dan di antara ayat (6) dan ayat (7) Pasal 42 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (6a) sehingga Pasal 42 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42
(1) |
Terhadap Barang bebas Impor dan Barang dibatasi Impor dalam rangka Impor sementara tidak diberlakukan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor. |
(1a) |
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diimpor dalam keadaan baru dan/atau keadaan tidak baru. |
(2) |
Barang yang diimpor dalam rangka Impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) |
Pemenuhan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dalam rangka penyelesaian Impor sementara dengan tidak diekspor kembali, hanya untuk pertimbangan:
a. |
Barang Impor sementara diperlukan untuk pengerjaan proyek pemerintah; atau |
b. |
Barang Impor sementara dengan tujuan dihibahkan kepada pemerintah pusat. |
|
(4) |
Impor sementara terhadap Barang dalam keadaan baru yang termasuk kategori Barang dibatasi Impor dalam rangka penyelesaian dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib memenuhi ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
(5) |
Impor sementara terhadap Barang dalam keadaan baru yang termasuk kategori Barang bebas Impor dalam rangka penyelesaian dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak berlaku ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor berupa kewajiban Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
(6) |
Impor sementara terhadap Barang modal dalam keadaan tidak baru yang termasuk kelompok pos tarif/harmonized system 84 (delapan empat), 85 (delapan lima), 87 (delapan tujuh), 89 (delapan sembilan), dan 90 (sembilan puluh) yang diselesaikan dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib memenuhi ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor terhadap Barang modal dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini. |
(6a) |
Terhadap penyelesaian atas Impor sementara yang tidak diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6), Importir wajib melampirkan dokumen persyaratan berupa:
a. |
Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Impor sementara; dan |
b. |
surat keterangan dari instansi pemerintah pemilik proyek, dalam hal Barang Impor sementara diperlukan untuk pengerjaan proyek pemerintah atau surat keterangan dari pemberi hibah bantuan di luar negeri (gift certificate atau memorandum of understanding) yang menyatakan bahwa barang Impor sementara tersebut dihibahkan kepada pemerintah pusat, dalam hal Barang Impor sementara dengan tujuan dihibahkan kepada pemerintah pusat. |
|
(7) |
Impor sementara yang termasuk Barang dalam keadaan tidak baru diluar kategori Barang modal dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (6), tidak dapat diterbitkan Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor dalam rangka penyelesaian Impor sementara dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(8) |
Penyelesaian Impor sementara dengan tidak diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7) dilaksanakan berdasarkan jenis dan kondisi Barang pada saat Barang dilakukan Impor sementara sesuai dengan keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan mengenai izin Impor sementara. |
(9) |
Pemenuhan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor berupa kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis Barang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 terhadap penyelesaian Barang Impor sementara dengan tidak diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) dilakukan di dalam negeri. |
(10) |
Barang Impor sementara yang akan dilakukan penyelesaian dengan tidak diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
|
15. |
Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 71
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, kebijakan dan pengaturan Impor atas Barang kiriman pekerja migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku surut sejak tanggal 11 Desember 2023.
16. |
Ketentuan Lampiran I diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
17. |
Ketentuan Lampiran II diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
18. |
Ketentuan Lampiran III dihapus. |
19. |
Ketentuan Lampiran IV diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
20. |
Ketentuan Lampiran V diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
21. |
Ketentuan Lampiran VI diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
22. |
Ketentuan Lampiran VII diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|