Home
/
Data Center
/
Peraturan
/
PER - 8/PJ/2025
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 8/PJ/2025

TENTANG

KETENTUAN PEMBERIAN LAYANAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERTENTU DALAM RANGKA PELAKSANAAN SISTEM INTI ADMINISTRASI PERPAJAKAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

a. bahwa untuk melaksanakan pembaruan sistem administrasi perpajakan yang lebih transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan fleksibel, perlu ketentuan teknis di bidang layanan administrasi perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum sehingga dapat mempermudah wajib pajak dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan;
b. bahwa ketentuan teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang saat ini berlaku belum sepenuhnya menampung kebutuhan administrasi perpajakan untuk pelaksanaan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan, sehingga perlu diganti atau dicabut;
c. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Asing dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah serta Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.03/2019, Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali AktivaTetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.03/2009 tentang Bidang Penanaman Modal Tertentu yang Memberikan Penghasilan Kepada Dana Pensiun yang Dikecualikan Sebagai Objek Pajak Penghasilan, Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.04/2017 tentang Impor Sementara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.04/2017 tentang Impor Sementara, Pasal 465 huruf u, huruf v, huruf w, dan huruf aa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Sistem Inti Administrasi Perpajakan, Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 543/KMK/2000 tentang Penggunaan Bahasa Asing dalam Pembukuan atau Pencatatan Wajib Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Ketentuan Pemberian Layanan Administrasi Perpajakan Tertentu dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan;

Mengingat:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 226, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6834);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Asing dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah serta Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.03/2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Asing dan Satuan Mata Uang selain Rupiah serta Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 975);
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali AktivaTetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.03/2009 tentang Bidang Penanaman Modal Tertentu yang Memberikan Penghasilan kepada Dana Pensiun yang Dikecualikan sebagai Objek Pajak Penghasilan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 529);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.04/2017 tentang Impor Sementara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1703) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.04/2017 tentang Impor Sementara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 822);
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 212/PMK.03/2018 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1857);
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1685) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.010/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 256);
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 771);
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);
10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 543/KMK.04/2000 tentang Penggunaan Bahasa Asing dalam Pembukuan atau Pencatatan Wajib Pajak;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG KETENTUAN PEMBERIAN LAYANAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERTENTU DALAM RANGKA PELAKSANAAN SISTEM INTI ADMINISTRASI PERPAJAKAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang- Undang.
2. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang- Undang.
3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
4. Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
5. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
6. Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
7. Surat Keterangan Fiskal adalah informasi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak mengenai kepatuhan Wajib Pajak selama periode tertentu untuk memenuhi persyaratan memperoleh pelayanan atau dalam rangka pelaksanaan kegiatan tertentu.
8. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala kantor pelayanan pajak pratama.
9. Kantor Pelayanan Pajak adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
10. Kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak serta membawahkan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
11. Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak adalah unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Pajak di bidang layanan pemberian informasi perpajakan, penanganan pengaduan, dan pemberian himbauan kepada Wajib Pajak dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak dan secara teknis fungsional dibina oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat.
12. Portal Wajib Pajak adalah sarana Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
13. Contact Center adalah saluran interaksi antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik yang dikelola unit tertentu di Direktorat Jenderal Pajak dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
14. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
15. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
16. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
17. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
18. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
19. Tanggal Efektif adalah tanggal berlakunya penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
20. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.
21. Deposito adalah Deposito dengan nama dan dalam bentuk apa pun, baik dalam mata uang Rupiah maupun dalam mata uang asing yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perbankan.
22. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang- undangan tentang perbankan.
23. Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur tentang operasi moneter.
24. Diskonto Sertifikat Bank Indonesia adalah selisih lebih antara:
a. nilai nominal Sertifikat Bank Indonesia saat jatuh tempo dengan nilai tunai perolehan Sertifikat Bank Indonesia; atau
b. nilai tunai penjualan Sertifikat Bank Indonesia dengan nilai tunai perolehan Sertifikat Bank Indonesia.
25. nilai tunai penjualan Sertifikat Bank Indonesia dengan nilai tunai perolehan Sertifikat Bank Indonesia.
26. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
27. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
28. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
29. Surat Setoran Pajak atau Sarana Administrasi Lain yang Disamakan dengan Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
30. Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
31. Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata adalah Kawasan Ekonomi Khusus yang memiliki salah satu kegiatan usaha berupa pariwisata.
32. Badan Usaha adalah badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha Kawasan Ekonomi Khusus.
33. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai jabatan Notaris.
34. Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
35. Kontrak Investasi Kolektif adalah Kontrak Investasi Kolektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pasar Modal.
36. Real Estat adalah tanah secara fisik dan bangunan yang ada di atasnya.
37. Dana Investasi Real Estat adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan pada aset Real Estat, aset yang berkaitan dengan Real Estat, dan/atau kas dan setara kas.
38. Special Purpose Company adalah Perseroan Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh Dana Investasi Real Estat berbentuk Kontrak Investasi Kolektif paling kurang 99,9% (sembilan puluh sembilan koma sembilan persen) dari modal disetor yang dibentuk semata-mata untuk kepentingan Dana Investasi Real Estat berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.
39. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
40. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
41. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
42. Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
43. Warga Negara Indonesia adalah orang bangsa Indonesia asli atau orang bangsa lain yang telah disahkan sebagai warga negara Indonesia berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewarganegaraan Republik Indonesia.
44. Warga Negara Asing adalah setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia.
45. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.
46. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
47. Prinsip Taat Asas adalah prinsip yang sama yang digunakan dalam metode Pembukuan dengan Tahun Pajak-Tahun Pajak sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi.


Pasal 2

Ruang lingkup dalam Peraturan Direktur Jenderal ini:
1. tata cara pemberian Surat Keterangan Fiskal;
2. tata cara perubahan metode Pembukuan dan/atau tahun buku;
3. tata cara permohonan, pemberitahuan, pemberian, pembatalan serta permohonan dan penerbitan kembali izin penyelenggaraan Pembukuan dan pencatatan dengan menggunakan bahasa Inggris atau Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris satuan mata uang Dolar Amerika Serikat;
4. tata cara pengajuan dan penerbitan keputusan mengenai penggunaan nilai buku atas pengalihan dan perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha;
5. tata cara pengajuan permohonan dan pengadministrasian penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan;
6. tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan
oleh pihak lain;
7. tata cara penerbitan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
8. tata cara penerbitan surat keterangan bebas pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan;
9. tata cara pengecualian pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya dan pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan atas penjualan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata;
10. tata cara penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan;
11. tata cara penerbitan surat keterangan pemanfaatan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean atas impor yang merupakan pemasukan barang yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan jasa kena pajak;
12. tata cara pencabutan surat persetujuan atas permohonan pengenaan Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia; dan
13. tata cara pemberian layanan terkait dengan persyaratan pemenuhan kewajiban perpajakan bakal calon kepala daerah.


BAB II
TATA CARA PEMBERIAN LAYANAN
ADMINISTRASI PERPAJAKAN

Bagian Kesatu
Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal

Pasal 3

(1) Wajib Pajak yang memerlukan Surat Keterangan Fiskal untuk mendapatkan pelayanan tertentu dan/atau pelaksanaan kegiatan tertentu dari kementerian/ lembaga atau pihak lain, dapat memperoleh Surat Keterangan Fiskal dengan mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Pengajuan permohonan Surat Keterangan Fiskal secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. Portal Wajib Pajak;
b. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. Contact Center.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak dapat memperoleh Surat Keterangan Fiskal dengan mengajukan permohonan tertulis:
a. secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan di seluruh wilayah kerja Direktorat Jenderal Pajak; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(4) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan;
b. wakil Wajib Pajak untuk Wajib Pajak badan; atau
c. kuasa Wajib Pajak dengan dilengkapi surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan perundang- undangan di bidang perpajakan.
(5) Permohonan tertulis secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat disampaikan oleh Wajib Pajak, atau melalui kuasa atau pihak lain yang ditunjuk dengan mensyaratkan:
a. kuasa Wajib Pajak dengan bukti surat kuasa khusus;
b. pegawai Wajib Pajak dengan bukti kartu identitas pegawai; atau
c. pihak selain huruf a dan huruf b, dengan bukti surat penunjukan dari Wajib Pajak/kuasa.
(6) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan tertulis secara langsung melalui Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, untuk mendukung keabsahan penandatangan, permohonan tersebut dilampiri dengan:
a. fotokopi kartu tanda penduduk, bagi Wajib Pajak orang pribadi; dan
b. salinan akta pendirian dan dokumen pendukung lainnya berupa fotokopi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan minimal meliputi induk dan lampiran yang memuat data pengurus Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak badan, dalam hal permohonan disampaikan selain melalui tempat Wajib Pajak terdaftar.
(7) Dalam hal pengajuan permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), atau ayat (6), permohonan tersebut tidak diterima dan dikembalikan kepada Wajib Pajak.


Pasal 4

Wajib Pajak dapat diberikan Surat Keterangan Fiskal dalam hal memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. telah menyampaikan:
1. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan
2. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir,
yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
b. tidak mempunyai Utang Pajak atau mempunyai Utang Pajak namun atas keseluruhan Utang Pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan
c. tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana di bidang perpajakan.


Pasal 5

(1) Terhadap pengajuan permohonan Surat Keterangan Fiskal secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a:
a. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan Fiskal secara otomatis setelah bukti penerimaan elektronik diterbitkan dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; atau
b. sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak menampilkan notifikasi bahwa permohonan tidak dapat diproses dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Terhadap pengajuan permohonan Surat Keterangan Fiskal secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b:
a. Direktur Jenderal Pajak memberikan informasi permohonan Surat Keterangan Fiskal memenuhi persyaratan dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; atau
b. sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak memberikan informasi permohonan Surat Keterangan Fiskal tidak memenuhi persyaratan, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
secara otomatis setelah permohonan diajukan melalui laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Terhadap pengajuan permohonan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c, Direktur Jenderal Pajak:
a. menerbitkan Surat Keterangan Fiskal secara otomatis setelah bukti penerimaan diterbitkan dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; atau
b. memberitahukan secara lisan bahwa permohonan tidak dapat diproses, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(4) Terhadap pengajuan permohonan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a, Direktur Jenderal Pajak:
a. menerbitkan Surat Keterangan Fiskal secara otomatis setelah bukti penerimaan surat diterbitkan dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; atau
b. memberitahukan secara lisan bahwa permohonan tidak dapat diproses dan mengembalikan permohonan Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(5) Terhadap pengajuan permohonan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
a. Surat Keterangan Fiskal secara otomatis setelah bukti penerimaan surat diterbitkan dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; atau
b. pemberitahuan bahwa permohonan tidak dapat diproses dan mengembalikan permohonan Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(6) Surat Keterangan Fiskal yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat (3) huruf a, ayat (4) huruf a, dan ayat (5) huruf a, disampaikan kepada Wajib Pajak, atau kuasa atau pihak lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5).


Pasal 6

(1) Surat Keterangan Fiskal yang diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, ayat (3) huruf a, ayat (4) huruf a, dan ayat (5) huruf a berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal diterbitkan.
(2) Surat Keterangan Fiskal yang diperoleh Wajib Pajak tidak menghilangkan kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang, melakukan penagihan Utang Pajak, dan/atau mengenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 7

(1) Kementerian/lembaga atau pihak lain dapat melakukan konfirmasi kebenaran Surat Keterangan Fiskal yang diperoleh Wajib Pajak melalui:
a. kode respons cepat yang tercantum dalam dokumen elektronik atau cetakan;
b. Kring Pajak/ Contact Center;
c. Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan;
d. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; atau
e. laman yang disediakan kementerian yang menaungi penyelenggara sertifikat elektronik atau badan yang menerbitkan sertifikat elektronik Instansi pemerintah.
(2) Konfirmasi kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan melalui pemindaian kode respons cepat dan selanjutnya membuka laman hasil pindaian tersebut untuk mendapatkan dokumen asli.
(3) Konfirmasi kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan secara lisan atau tulisan.
(4) Konfirmasi kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan melalui interoperabilitas dengan sistem milik Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Konfirmasi kebenaran produk pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan dengan cara mengunggah dokumen dalam bentuk portable document format (pdf) pada salah satu laman resmi dan mengikuti prosedur yang tertera pada laman tersebut dan selanjutnya jawaban konfirmasi kebenaran diperoleh dari informasi yang ditampilkan.


Pasal 8

Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak, dan kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan untuk:
a. menerima pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
b. menerbitkan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, ayat (3) huruf a, ayat (4) huruf a, dan ayat (5) huruf a;
c. memberikan informasi permohonan Surat Keterangan Fiskal memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a; dan
d. memberitahukan bahwa permohonan tidak dapat diproses dan mengembalikan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf b,  dan ayat (5) huruf b.


Pasal 9

Contoh format dokumen berupa:
a. surat permohonan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka I.1 Lampiran; dan
b. Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, ayat (3) huruf a, ayat (4) huruf a, dan ayat (5) huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka I.2 Lampiran,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kedua
Tata Cara Perubahan Metode Pembukuan dan/atau Tahun Buku

Pasal 10

(1) Pembukuan diselenggarakan secara konsisten dengan Prinsip Taat Asas.
(2) Perubahan terhadap metode Pembukuan dan/atau tahun buku dapat dilakukan Wajib Pajak dengan mengajukan  permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun buku bersangkutan.
(4) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak:
a. menyampaikan alasan perubahan metode Pembukuan dan/atau tahun buku;
b. menyampaikan pernyataan bahwa:
1. perubahan metode Pembukuan dan/atau tahun buku dikehendaki oleh pemegang saham, pemberi kredit, rekanan usaha, pemerintah, atau pihak-pihak lainnya, di mana apabila metode Pembukuan dan/atau tahun buku tidak diubah akan mengakibatkan kesulitan dan/ atau kerugian bagi perusahaan;
2. tidak ada maksud bahwa perusahaan dengan sengaja berusaha untuk melakukan pergeseran laba atau rugi guna meringankan beban pajak; dan
3. permohonan atas perubahan metode Pembukuan dan/atau tahun buku tersebut merupakan permohonan untuk perubahan pertama kali, dalam hal permohonan atas perubahan metode Pembukuan dan/atau tahun buku diajukan untuk pertama kali;
c. telah memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan
d. telah menyelenggarakan metode Pembukuan dan/atau tahun buku secara konsisten dengan Prinsip Taat Asas dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) Tahun Pajak, untuk permohonan atas perubahan metode Pembukuan dan/atau tahun buku kedua dan seterusnya.
(5) Wajib pajak dapat melampirkan dokumen pendukung alasan perubahan metode Pembukuan dan/atau tahun buku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.


Pasal 11

(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4).
(2) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
a. keputusan persetujuan permohonan atas perubahan metode Pembukuan dan/atau tahun buku, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4); atau
b. surat pemberitahuan penolakan permohonan atas perubahan metode Pembukuan dan/atau tahun buku, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4),
dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah bukti penerimaan elektronik diterbitkan.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui.
(4) Terhadap permohonan yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan persetujuan permohonan atas perubahan metode Pembukuan dan/atau tahun buku dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui.


Pasal 12

Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan permohonan atas perubahan tahun buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dan Pasal 11 ayat (4) melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun buku yang tidak termasuk dalam tahun buku yang baru dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersendiri untuk Bagian Tahun Pajak yang bersangkutan paling lama sesuai dengan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 13

Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak atas pelaporan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun buku yang tidak termasuk dalam tahun buku yang baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.


Pasal 14

Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (6), melakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), menerbitkan keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dan Pasal 11 ayat (4), dan menerbitkan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) huruf b dalam bentuk delegasi, kepada:
a. Kepala Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak, untuk permohonan atas perubahan metode Pembukuan dan/atau tahun buku yang diajukan untuk pertama kali; dan
b. kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, untuk permohonan atas perubahan metode Pembukuan dan/atau tahun buku kedua dan seterusnya.


Pasal 15

Contoh format dokumen berupa:
a. surat permohonan atas perubahan metode Pembukuan untuk pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka II.1 Lampiran;
b. surat permohonan atas perubahan metode Pembukuan untuk kedua kali dan seterusnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka II.2 Lampiran;
c. keputusan persetujuan permohonan atas perubahan metode Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dan Pasal 11 ayat (4), sesuai tercantum dalam huruf B angka II.3 Lampiran; dan
d. surat pemberitahuan penolakan permohonan atas perubahan metode Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka II.4 Lampiran;
e. surat permohonan atas perubahan tahun buku untuk pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka II.5 Lampiran;
f. surat permohonan atas perubahan tahun buku untuk kedua kali dan seterusnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka II.6 Lampiran;
g. keputusan persetujuan permohonan atas perubahan tahun buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dan Pasal 11 ayat (4), sesuai tercantum dalam huruf B angka II.7 Lampiran; dan
h. keputusan persetujuan permohonan atas perubahan tahun buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dan Pasal 11 ayat (4), sesuai tercantum dalam huruf B angka II.7 Lampiran; dan
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketiga
Tata Cara Permohonan, Pemberitahuan, Pemberian, Pembatalan serta Permohonan dan Penerbitan Kembali Izin Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan dengan Menggunakan Bahasa Inggris atau Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Inggris Satuan Mata Uang Dolar Amerika Serikat

Pasal 16

(1) Wajib Pajak dapat menyelenggarakan Pembukuan atau melakukan pencatatan dengan menggunakan bahasa Inggris sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Wajib Pajak badan tertentu dapat menyelenggarakan Pembukuan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Wajib Pajak badan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Wajib Pajak dalam rangka kontrak karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara;
b. Wajib Pajak kontraktor kontrak kerja sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi;
c. Wajib Pajak dalam rangka penanaman modal asing yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan penanaman modal asing;
d. bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan atau sebagaimana diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda terkait;
e. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan;
f. Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri;
g. Kontrak Investasi Kolektif yang menerbitkan reksa dana dalam denominasi satuan mata uang Dolar Amerika Serikat dan telah memperoleh surat pemberitahuan efektif pernyataan pendaftaran dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal;
h. Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia;
i. Wajib Pajak yang terikat perjanjian dengan Pemerintah, yang dalam perjanjian tersebut mewajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat; atau
j. Wajib Pajak yang melakukan kerja sama operasi sepanjang dipersyaratkan dalam perjanjian kerja sama atau akta pendiriannya, yang meliputi:
1. Wajib Pajak yang melakukan kerja sama operasi yang semua anggotanya telah mendapatkan izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat; atau
2. Wajib Pajak yang melakukan kerja sama operasi yang tidak semua anggotanya telah mendapatkan izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat.
(4) Termasuk dalam pengertian Wajib Pajak badan tertentu dalam rangka kontrak karya sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a yaitu:
a. Wajib Pajak dalam rangka perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara; atau
b. Wajib Pajak pemegang izin usaha pertambangan khusus operasi produksi sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian yang dalam kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara telah mengatur kewajiban penyelenggaraan pembukuan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat.
(5) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Wajib Pajak badan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf j angka 1 menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(6) Wajib Pajak badan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j angka 2 mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.


Paragraf 1
Pemberitahuan untuk Menyelenggarakan Pembukuan atau Pencatatan dalam Bahasa Inggris dan Satuan Mata Uang Rupiah

Pasal 17

(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) menyampaikan pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan atau pencatatan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Rupiah kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak atau Contact Center.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah dimulainya tahun buku yang diselenggarakan dalam bahasa Inggris tersebut bagi Wajib Pajak.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memberikan pernyataan secara elektronik dan Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.


Pasal 18

Berdasarkan hasil penelitian sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1):
a. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan nomor administrasi pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan atau pencatatan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Rupiah secara otomatis setelah bukti penerimaan diterbitkan, dalam hal pemberitahuan Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan ayat (3); atau
b. sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak menampilkan notifikasi melalui Portal Wajib Pajak atau Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara lisan melalui Contact Center bahwa permohonan tidak dapat diproses, dalam hal pemberitahuan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan ayat (3).


Paragraf 2
Pemberitahuan atau Permohonan untuk Menyelenggarakan Pembukuan dalam Bahasa Inggris dan Satuan Mata Uang Dolar Amerika Serikat

Pasal 19

(1) Wajib Pajak badan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf j angka 1 menyampaikan pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak atau Contact Center.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan:
a. sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak badan tertentu yang baru didirikan; atau
b. sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat dimulai.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan memberikan pernyataan secara elektronik dan Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.


Pasal 20

Berdasarkan hasil penelitian sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1):
a. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan nomor administrasi pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan atau pencatatan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat secara otomatis setelah bukti penerimaan diterbitkan, dalam hal pemberitahuan Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3); atau
b. sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak menampilkan notifikasi melalui Portal Wajib Pajak atau Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara lisan melalui Contact Center bahwa permohonan tidak dapat diproses, dalam hal pemberitahuan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3).


Pasal 21

(1) Wajib Pajak badan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf c atau huruf d mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(2) Wajib Pajak badan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j angka 2 mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan:
a. sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak badan tertentu yang baru didirikan; atau
b. sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat dimulai.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan dengan:
a. memberikan pernyataan secara elektronik dan Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan
b. melampirkan dokumen elektronik berupa:
1. surat keterangan atau pernyataan dari perusahaan induk (parent company) di luar negeri, bagi Wajib Pajak badan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf e;
2. surat keterangan dari bursa efek luar negeri yang menyatakan bahwa emisi saham Wajib Pajak pemohon didaftarkan di bursa efek tersebut, bagi Wajib Pajak badan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf f;
3. surat pemberitahuan efektifnya pernyataan pendaftaran dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal atas penerbitan reksa dana oleh Kontrak Investasi Kolektif yang bersangkutan dan prospektus penawaran atas reksa danayang diterbitkan dalam satuan mata uang Dolar Amerika Serikat, bagi Wajib Pajak badan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf g;
4. surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa mata uang fungsional yang digunakan Wajib Pajak sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia adalah satuan mata uang Dolar Amerika Serikat, bagi Wajib Pajak badan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf h; atau
5. perjanjian kerja sama yang mensyaratkan Pembukuan kerja sama operasi diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat, bagi Wajib Pajak badan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf j angka 2.


Pasal 22

Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1):
a. kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan izin menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat secara otomatis setelah bukti penerimaan diterbitkan, dalam hal permohonan Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan ayat (4); atau
b. sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak menampilkan notifikasi melalui Portal Wajib Pajak bahwa permohonan tidak dapat diproses, dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan ayat (4).


Pasal 23

(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan bukti penerimaan elektronik.
(2) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian atas pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4).
(3) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan:
a. keputusan izin menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat, dalam hal menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan oleh Wajib Pajak; atau
b. pemberitahuan penolakan izin menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat, dalam hal menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan oleh Wajib Pajak,
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak setelah bukti penerimaan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan.
(4) Wajib Pajak yang menerima pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dapat mengajukan permohonan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui dan belum diterbitkan keputusan, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dianggap diterima dan kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui.
(6) Dalam hal Wajib Pajak badan tertentu yang telah memperoleh keputusan izin menyelenggarakan Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a dan pada ayat (3) huruf a, namun keputusan dimaksud diketahui rusak, tidak terbaca, hilang, atau tidak dapat ditemukan lagi, dan Wajib Pajak tersebut bermaksud tetap menyelenggarakan Pembukuan sesuai dengan keputusan izin tersebut, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penerbitan kembali atas keputusan dimaksud kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(7) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diajukan dengan melampirkan asli keputusan izin menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat, dalam hal keputusan dimaksud rusak atau tidak terbaca, atau surat keterangan hilang dari kepolisian, dalam hal keputusan dimaksud hilang atau tidak dapat ditemukan lagi.
(8) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud ayat (6), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian atas kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (7) dan berdasarkan penelitian tersebut kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan:
a. keputusan penerbitan kembali izin sesuai permohonan Wajib Pajak, dalam hal permohonan disetujui; atau
b. pemberitahuan penolakan kepada Wajib Pajak, dalam hal permohonan ditolak,
paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan penerbitan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterima secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.


Pasal 24

(1) Izin menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf i berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian dengan pemerintah.
(2) Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penghapusan nomor pokok wajib pajak setelah berakhirnya perjanjian dengan pemerintah, izin menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a tetap berlaku sampai dengan dilakukan penghapusan nomor pokok wajib pajak.


Pasal 25

(1) Izin menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf j angka 2 berlaku sampai dengan berakhirnya kerja sama operasi.
(2) Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penghapusan nomor pokok wajib pajak setelah berakhirnya kerja sama operasi, izin menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a tetap berlaku sampai dengan dilakukan penghapusan nomor pokok wajib pajak.


Pasal 26

(1) Wajib Pajak yang telah memperoleh:
a. nomor administrasi pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan atau pencatatan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a;
b. nomor administrasi pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a; atau
c. keputusan izin menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a atau Pasal 23 ayat (3) huruf a,
wajib menyelenggarakan Pembukuan dengan Prinsip Taat Asas.
(2) Pemenuhan Prinsip Taat Asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara:
a. menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan:
1. satuan mata uang yang sama; atau
2. bahasa dan satuan mata uang yang sama, paling singkat 5 (lima) tahun buku; atau
b. menyelenggarakan Pembukuan atau pencatatan dengan menggunakan bahasa yang sama dalam jangka waktu paling singkat 1 (satu) tahun buku, dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh nomor administrasi pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.


Paragraf 3
Pencabutan Izin Menyelenggarakan Pembukuan atau Pencatatan dalam Bahasa Inggris dan Satuan Mata Uang Rupiah dan Pembukuan dalam Bahasa Inggris dan Satuan Mata Uang Dolar Amerika Serikat

Pasal 27

(1) Wajib Pajak yang telah memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) namun terbukti tidak memenuhi Prinsip Taat Asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) atau ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 21 ayat (3) dan ayat (4) dalam rangka memperoleh nomor administrasi pemberitahuan atau keputusan izin dimaksud, atas nomor administrasi pemberitahuan atau keputusan izin  tersebut dapat dicabut oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Atas pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan surat pemberitahuan atau keputusan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(3) Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat pemberitahuan atau surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan Pembukuan atau pencatatan sesuai dengan bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah sejak Tahun Pajak diterbitkannya pemberitahuan atau keputusan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Paragraf 4
Pemberitahuan Tidak Memanfaatkan Izin

Pasal 28

(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) menyampaikan pemberitahuan tidak memanfaatkan izin dalam hal Wajib Pajak merencanakan untuk tidak memanfaatkan izin yang dimilikinya.
(2) Pemberitahuan tidak memanfaatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak atau Contact Center, sebelum Tahun Pajak yang tercantum dalam nomor administrasi pemberitahuan atau keputusan izin dimulai.


Pasal 29

Berdasarkan pemberitahuan tidak memanfaatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1):
a. Pemberitahuan tidak memanfaatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak atau Contact Center, sebelum Tahun Pajak yang tercantum dalam nomor administrasi pemberitahuan atau keputusan izin dimulai.
b. kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pembatalan izin menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat,
secara otomatis setelah bukti penerimaan diterbitkan.


Paragraf 5
Perubahan atas Pembukuan atau Pencatatan dalam Bahasa Inggris dan Satuan Mata Uang Rupiah

Pasal 30

(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a dapat mengubah bahasa dan satuan mata uang dalam Pembukuan atau pencatatannya dari bahasa Inggris dan satuan mata uang Rupiah:
a. menjadi bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat dengan mengajukan permohonan pencabutan nomor administrasi pemberitahuan yang telah diperoleh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a dan selanjutnya menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2); atau
b. menjadi bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah dengan mengajukan permohonan pencabutan nomor administrasi pemberitahuan yang telah diperoleh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak,
sepanjang memenuhi Prinsip Taat Asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2).
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah dimulai.


Pasal 31

Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b, kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan melakukan penelitian atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dan menerbitkan:
a. surat pemberitahuan pencabutan atas nomor administrasi pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (1) huruf a; atau
b. surat penolakan pencabutan dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2),
secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.


Paragraf 6
Perubahan atas Pembukuan dalam Bahasa Inggris dan Satuan Mata Uang Dolar Amerika Serikat

Pasal 32

(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b dan huruf c dapat mengubah bahasa dan satuan mata uang dalam pembukuan dari bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat:
a. menjadi bahasa Inggris dan satuan mata uang Rupiah dengan cara mengajukan permohonan menyelenggarakan Pembukuan dengan bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah yang berfungsi sebagai pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b atau huruf c dan selanjutnya menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1); atau
b. menjadi bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah dengan cara mengajukan permohonan menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah kepada Direktur Jenderal Pajak,
secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak dan sepanjang memenuhi Prinsip Taat Asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2).
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah dimulai.


Pasal 33

(1) Atas pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a dan huruf b, diberikan bukti penerimaan elektronik.
(2) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak menampilkan notifikasi permohonan tidak dapat diproses lebih lanjut.


Pasal 34

(1) Atas pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a dan huruf b, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian pemenuhan ketentuan pemenuhan Prinsip Taat Asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dan jangka waktu pengajuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).
(2) Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan menyetujui atau menolak permohonan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah permohonan dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima lengkap.
(3) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b disetujui, kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pencabutan izin menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(4) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan surat pemberitahuan penolakan kepada Wajib Pajak secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui dan belum diterbitkan keputusan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap diterima dan kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


Pasal 35

Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada:
a. kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk:
1. menerima pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1);
2. menerima pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1);
3. menerima pemberitahuan tidak memanfaatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2); dan
4. menerbitkan nomor administrasi pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a dan Pasal 20 huruf a;
b. kepala Kantor Wilayah untuk:
1. menerima permohonan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2);
2. menerima permohonan penerbitan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (6),
3. menerima permohonan pencabutan nomor administrasi pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b;
4. menerima permohonan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b;
5. melakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), Pasal 23 ayat (8), Pasal 31, dan Pasal 34 ayat (1);
6. menerbitkan surat pemberitahuan pencabutan nomor administrasi pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Pasal 31 huruf a, dan Pasal 34 ayat (3); dan
7. membatalkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a; dan
c. Kepala Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak untuk:
1. menerima pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1);
2. menerima pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1); dan
3. menerima pemberitahuan tidak memanfaatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).


Pasal 36

Contoh format dokumen berupa:
a. surat pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan atau pencatatan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka III.1 Lampiran;
b. surat pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka III.1 Lampiran;
c. surat permohonan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka III.1 Lampiran;
d. surat permohonan penerbitan kembali izin menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (6), sesuai tercantum dalam huruf B angka III.1 Lampiran;
e. keputusan penerbitan kembali izin menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (8) huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka III.6 Lampiran;
f. surat pemberitahuan tidak memanfaatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka III.1 Lampiran;
g. surat permohonan pencabutan nomor administrasi pemberitahuan menyelenggarakan Pembukuan atau pencatatan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka III.1 Lampiran;
h. surat permohonan menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka III.1 Lampiran;
i. nomor administrasi pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan atau pencatatan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka III.2 Lampiran;
j. nomor administrasi pemberitahuan untuk menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka III.2 Lampiran;
k. keputusan izin menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a atau Pasal 23 ayat (3) huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka III.3 Lampiran;
l. keputusan pencabutan izin menyelenggarakan Pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka III. 7 Lampiran;
m. keputusan pencabutan izin menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka III.5 Lampiran;
n. keputusan pembatalan izin menyelenggarakan Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka III.4 Lampiran;
o. surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf b, Pasal 23 ayat (8) huruf b, Pasal 31 huruf b, Pasal 34 ayat (4), sesuai tercantum dalam huruf B angka III.8 Lampiran;
p. surat pemberitahuan pembatalan nomor administrasi pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka III.9 Lampiran; dan
q. surat pemberitahuan pencabutan nomor administrasi pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 31 huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka III.9 Lampiran, 
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Bagian Keempat
Tata Cara Pengajuan dan Penerbitan Keputusan Mengenai Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau Pengambilalihan Usaha

Pasal 37

(1) Wajib Pajak dapat menggunakan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka:
a. penggabungan usaha;
b. peleburan usaha;
c. pemekaran usaha; atau
d. pengambilalihan usaha,
setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
(2) Wajib Pajak yang dapat melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yaitu:
a. Wajib Pajak yang belum Go Public yang bermaksud melakukan penawaran umum perdana saham;
b. Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana saham;
c. Wajib Pajak badan yang melakukan pemisahan unit usaha syariah dalam rangka menjalankan kewajiban pemisahan usaha berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Wajib Pajak badan dalam negeri sepanjang badan usaha hasil pemekaran mendapatkan tambahan modal dari penanam modal asing paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah);
e. Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara yang menerima tambahan penyertaan modal Negara Republik Indonesia sepanjang pemekaran usaha dilakukan terkait pembentukan perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara, dengan cara:
1. mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badannusaha baru tersebut tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama;
2. mengalihkan sebagian harta dan kewajiban, yang dilakukan tanpa membentuk badan usaha baru dan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama, dan merupakan pemecahan usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai; atau
3. mengalihkan sebagian harta dan kewajiban dari 2 (dua) atau lebih Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara yang dipisahkan usahanya dan menggabungkan usaha yang dipisahkan tersebut kepada 1 (satu) badan usaha tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama yang dilakukan dalam suatu rangkaian tindakan; atau
f. Wajib Pajak badan yang melakukan pemisahan usaha sehubungan dengan restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara dengan cara:
1. mengalihkan sebagian harta dan kewajiban, yang dilakukan tanpa membentuk badan usaha baru dan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama, dan merupakan pemecahan usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai; atau
2. mengalihkan sebagian harta dan kewajiban dari 2 (dua) atau lebih Wajib Pajak badan yang dipisahkan usahanya dan menggabungkan usaha yang dipisahkan tersebut kepada 1 (satu) badan usaha tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama yang dilakukan dalam suatu rangkaian tindakan.
(3) Wajib Pajak yang dapat melakukan pengambilalihan usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu:
a. Wajib Pajak yang melakukan pengambilalihan usaha bentuk usaha tetap yang menjalankan kegiatan di bidang usaha bank, dengan cara mengalihkan seluruh atau sebagian harta dan kewajiban bentuk usaha tetap kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dan membubarkan bentuk usaha tetap tersebut; atau
b. Wajib Pajak badan dalam negeri yang mengalihkan kepemilikan atas saham Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimilikinya kepada Wajib Pajak badan dalam negeri lainnya dalam rangka pengambilalihan usaha yang dilakukan sehubungan dengan restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara.


Pasal 38

(1) Wajib Pajak dapat menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak, dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. melampirkan surat pernyataan yang mengemukakan alasan dan tujuan melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha;
b. melampirkan surat pernyataan yang menerangkan bahwa penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha yang dilakukan memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penggunaan nilai buku atas pengalihan dan perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha;
c. telah memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, untuk tiap Wajib Pajak Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang terkait.
(2) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilengkapi dengan dokumen dan persyaratan yang melekat pada dokumen pendukung.
(3) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa:
a. penghasilan dan Pajak Penghasilan yang terutang sebelum Tanggal Efektif;
b. proyeksi penghasilan dan Pajak Penghasilan setelah penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha; dan
c. daftar isian dalam rangka business purpose test yang menginformasikan mengenai kerugian atau sisa kerugian fiskal dan komersial, bidang usaha utama, produk atau jasa yang dihasilkan, segmen pasar, jumlah cabang atau jaringan, komposisi kepemilikan, total harta, dan Pajak Penghasilan badan yang terutang.


Pasal 39

Wajib Pajak dapat melakukan pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a dan b yang bermaksud menjual sahamnya di bursa efek, terhitung sejak memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku, setelah mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka penawaran umum perdana saham dan pernyataan pendaftaran tersebut telah menjadi efektif dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak diterbitkannya keputusan persetujuan.


Pasal 40

Wajib Pajak dapat melakukan pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf c yang bermaksud melakukan pemisahan unit usaha syariah dalam rangka menjalankan kewajiban pemisahan usaha berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.


Pasal 41

(1) Wajib Pajak dapat melakukan pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf d, yang badan usaha hasil pemekaran mendapatkan tambahan modal dari penanam modal asing paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), dengan:
a. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38;
b. melampirkan akta pendirian atau perubahan dari Wajib Pajak hasil pemekaran usaha yang mencantumkan jumlah penanaman modal baru dari penanam modal asing; dan
c. melampirkan bukti realisasi atau setoran penuh tambahan modal dalam akta pendirian atau akta perubahan.
(2) Akta pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu akta pendirian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 42

(1) Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dapat melakukan pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf e angka 1), angka 2), dan angka 3), yang menerima tambahan penyertaan tambahan modal Negara Republik Indonesia terkait pembentukan perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara, dengan:
a. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38; dan
b. melampirkan surat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara.
(2) Wajib Pajak badan dapat melakukan pemisahan usaha sehubungan dengan restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf f, dengan:
a. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38;
b. melakukan restrukturisasi paling lama terhitung sejak awal Tahun Pajak 2021;
c. tidak melakukan pengalihan harta dengan cara jual beli atau pertukaran harta;
d. melampirkan surat persetujuan atas restrukturisasi serta pengalihan harta dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara; dan
e. melampirkan akta pemisahan usaha.


Pasal 43

(1) Wajib Pajak Badan yang melakukan pengalihan harta dalam rangka pengambilalihan usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf a selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, juga harus membubarkan kegiatan usaha bentuk usaha tetap bank dengan memperoleh surat keputusan pencabutan izin usaha bank yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Surat keputusan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperoleh dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Tanggal Efektif.
(3) Wajib Pajak Badan dapat melakukan pengalihan harta dalam rangka pengambilalihan usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf b, dengan:
a. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38;
b. memiliki saham Wajib Pajak badan dalam negeri yang dialihkan:
1. lebih dari 50% (lima puluh persen) dari seluruh saham dengan hak suara yang telah disetor penuh; atau
2. mempunyai kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijakan atas Wajib Pajak badan dalam negeri yang dialihkan;
c. memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dalam hal Wajib Pajak badan dalam negeri yang diambil alih berbentuk perseroan terbuka;
d. melakukan restrukturisasi paling lama terhitung sejak awal Tahun Pajak 2021;
e. tidak melakukan pengalihan harta dengan cara jual beli atau pertukaran harta;
f. melampirkan surat persetujuan atas restrukturisasi serta pengalihan harta dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara;
g. melampirkan akta pengambilalihan usaha; dan
h. melampirkan daftar pemegang saham Wajib Pajak badan yang dialihkan sebagaimana dimaksud pada huruf b.


Pasal 44

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) disampaikan paling lama 6 (enam) bulan setelah Tanggal Efektif.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, serta dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, dan/atau Pasal 43 ayat (3).
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(4) Dokumen yang dilampirkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diunggah dalam bentuk salinan digital (softcopy).
(5) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. Wajib Pajak yang menerima harta, dalam hal dilakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf a; atau
b. Wajib Pajak yang mengalihkan harta, dalam hal dilakukan pemekaran usaha atau pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf b.
(6) Dalam hal Wajib Pajak melakukan beberapa pemekaran atau pengambilalihan usaha pada Tanggal Efektif yang sama, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam:
a. satu surat permohonan penggunaan nilai buku dalam rangka pemekaran usaha; atau
b. satu surat permohonan penggunaan nilai buku dalam rangka pengambilalihan usaha.


Pasal 45

(1) Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) melakukan penelitian pemenuhan persyaratan dan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2).
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) tidak dilengkapi dengan dokumen, dokumen pendukung, dan/atau persyaratan yang melekat pada dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat permintaan kelengkapan kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak bukti penerimaan elektronik diterbitkan.
(3) Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal Pajak dapat meminta dokumen asli untuk pembuktian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipenuhi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan kelengkapan.
(5) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi permintaan kelengkapan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pemberitahuan permohonan tidak dipertimbangkan kepada Wajib Pajak dan tidak diterbitkan keputusan.
(6) Wajib Pajak yang permohonannya tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dapat mengajukan permohonan kembali secara lengkap dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1).


Pasal 46

(1) Berdasarkan penelitian, Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan diterima lengkap menerbitkan keputusan:
a. persetujuan, apabila Wajib Pajak memenuhi persyaratan untuk dapat menggunakan nilai buku; atau
b. penolakan, apabila Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk dapat menggunakan nilai buku.
(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan belum diterbitkan keputusan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap disetujui dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 5 (lima) hari kerja sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui.
(3) Permohonan yang telah diterbitkan keputusan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat diajukan permohonan kembali.


Pasal 47

(1) Dalam hal terdapat keadaan di luar kekuasaan yang menyebabkan tidak dapat dipenuhinya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a dan b yang bermaksud menjual sahamnya di bursa efek dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu untuk memperoleh pernyataan pendaftaran telah menjadi efektif dimaksud, dengan diberikan tambahan waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 berakhir.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 1 (satu) bulan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 berakhir.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. surat penjelasan penundaan penawaran umum perdana saham dengan memberikan alasan yang lengkap dan terperinci beserta dokumen pendukungnya; dan
b. surat penjelasan mengenai harta yang dimiliki perusahaan hasil pemekaran usaha sejak Tanggal Efektif dilakukannya pemekaran usaha sampai dengan bulan terakhir sebelum pengajuan permohonan perpanjangan jangka waktu dari Wajib Pajak,
yang diunggah dalam bentuk salinan digital (softcopy).


Pasal 48

(1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) tidak dilengkapi dengan dokumen dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat permintaan kelengkapan kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak bukti penerimaan elektronik diterbitkan.
(2) Permintaan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan kelengkapan.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan keputusan.
(4) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan permohonan kembali secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4) dengan memperhatikan jangka waktu penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2).


Pasal 49

(1) Atas permohonan perpanjangan jangka waktu Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
a. keputusan persetujuan; atau
b. keputusan penolakan;
perpanjangan jangka waktu pernyataan pendaftaran dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap.
(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan belum diterbitkan keputusan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap disetujui dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui.
(3) Permohonan yang telah diterbitkan keputusan penolakan perpanjangan jangka waktu pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat diajukan permohonan kembali.


Pasal 50

(1) Dalam hal terdapat keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak yang menyebabkan tidak dapat dipenuhinya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2), Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1 huruf d, dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pembubaran kegiatan usaha dengan tambahan waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) berakhir.
(2) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mengajukan permohonan persiapan pencabutan izin usaha kepada Otoritas Jasa Keuangan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) berakhir.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 1 (satu) bulan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) berakhir.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. bukti telah mengajukan permohonan persiapan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan
b. surat penjelasan belum dilakukannya pembubaran kegiatan usaha dengan memberikan alasan yang lengkap dan terperinci beserta dokumen pendukungnya mengenai adanya keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak yang menyebabkan tidak dapat membubarkan usaha dalam jangka waktu 2 (dua) tahun,
yang diunggah dalam bentuk salinan digital (softcopy).


Pasal 51

(1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) tidak dilengkapi dengan dokumen dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (5), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat permintaan kelengkapan kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak bukti penerimaan elektronik diterbitkan.
(2) Permintaan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan kelengkapan.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan keputusan.
(4) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan permohonan kembali secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (5) dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3).

 
Pasal 52

(1) Atas permohonan perpanjangan jangka waktu Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
a. keputusan persetujuan; atau
b. keputusan penolakan,
perpanjangan jangka waktu pembubaran kegiatan usaha, paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap.
(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan belum diterbitkan keputusan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap disetujui dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui.
(3) Permohonan yang telah diterbitkan keputusan penolakan perpanjangan jangka waktu pembubaran kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat diajukan permohonan kembali.

    
Pasal 53

(1) Harta berupa aktiva tetap yang berasal dari penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha tidak boleh dipindahtangankan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta paling singkat 2 (dua) tahun setelah Tanggal Efektif, kecuali pemindahtanganan tersebut dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi perusahaan.
(2) Pemindahtanganan aktiva tetap untuk tujuan peningkatan efisiensi perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain karena:
a. aktiva tetap rusak berat dan tidak dapat digunakan lagi;
b. aktiva tetap telah dimiliki atau digunakan melebihi masa manfaat;
c. penyatuan lokasi;
d. terdapat lebih dari satu aktiva tetap sejenis yang berasal dari pemekaran, penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha; dan/atau
e. penggantian aktiva sejenis antara lain:
1. aktiva pengganti memiliki kapasitas produksi lebih besar;
2. aktiva pengganti berada di lokasi yang lebih strategis dalam hal aktiva berupa tanah dan/atau bangunan.
(3) Wajib Pajak yang telah memindahtangankan aktiva tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajukan permohonan pemindahtanganan harta untuk tujuan peningkatan efisiensi perusahaan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 1 (satu) bulan setelah terjadinya pemindahtanganan aktiva tetap dimaksud.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. surat pernyataan bahwa harta berupa aktiva tetap layak dipindahtangankan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beserta dokumen pendukungnya;
b. rincian harta berupa aktiva tetap yang dipindahtangankan, dilengkapi data dan informasi yang paling sedikit memuat:
1. nama harta;
2. tanggal perolehan harta;
3. nilai perolehan harta;
4. nilai buku saat penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha;
5. nilai buku, nilai jual, dan nilai pasar harta saat harta dipindahtangankan; dan
6. nama dan nomor pokok wajib pajak atau dalam hal pihak yang menerima pemindahtanganan harta tidak memiliki nomor pokok wajib pajak dapat menggunakan nama dan nomor paspor pihak yang menerima pemindahtanganan harta,
yang diunggah dalam bentuk salinan digital (softcopy).

   
Pasal 54

(1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) tidak dilengkapi dengan dokumen dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (5), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat permintaan kelengkapan kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak bukti penerimaan elektronik diterbitkan.
(2) Permintaan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan kelengkapan.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan keputusan.
(4) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan permohonan kembali secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (5) dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3).

  
Pasal 55

(1) Atas permohonan pemindahtanganan harta Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
a. keputusan persetujuan; atau
b. keputusan penolakan,
pemindahtanganan harta untuk tujuan peningkatan efisiensi perusahaan, paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap.
(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan belum diterbitkan keputusan, permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap disetujui dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui.
(3) Permohonan yang telah diterbitkan keputusan penolakan pemindahtanganan harta untuk tujuan peningkatan efisiensi perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat diajukan permohonan kembali.

 
Pasal 56

(1) Dalam hal keputusan persetujuan telah diterbitkan namun berdasarkan data dan/atau informasi diketahui bahwa Wajib Pajak:
a. tidak memenuhi ketentuan persyaratan tujuan bisnis (business purpose test) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf b;
b. tidak mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka penawaran umum perdana saham atau pernyataan pendaftaran tersebut belum menjadi efektif dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 atau jangka waktu dalam keputusan persetujuan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a atau memperoleh surat keputusan penolakan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b;
c. tidak membubarkan bentuk usaha tetap dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) atau dalam jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), atau memperoleh keputusan penolakan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b; dan/atau
d. melakukan pemindahtanganan harta, tetapi tidak mengajukan permohonan pemindahtanganan harta dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) atau memperoleh keputusan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf b,
nilai pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha yang semula dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai pasar pengalihan harta pada Tanggal Efektif.
(2) Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan pencabutan atas keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a dan Pasal 46 ayat (2) dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah disetujuinya usulan untuk diprosesnya pencabutan keputusan persetujuan.
(3) Berdasarkan keputusan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan untuk menghitung kembali nilai pengalihan harta berdasarkan nilai pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

   
Pasal 57

Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada kepala Kantor Wilayah untuk:
  1. meminta dokumen asli untuk pembuktian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
  2. melakukan penelitian pemenuhan persyaratan dan kelengkapan dokumen Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1);
  3. menerbitkan surat permintaan kelengkapan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2), Pasal 48 ayat (1), Pasal 51 ayat (1), Pasal 54 ayat (1);
  4. menerbitkan surat pemberitahuan permohonan tidak dipertimbangkan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (5), Pasal 48 ayat (3), Pasal 51 ayat (3), Pasal 54 ayat (3); dan/atau
  5. menerbitkan:
    1. keputusan persetujuan penggunaan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a dan Pasal 46 ayat (2);
    2. keputusan penolakan penggunaan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b;
    3. keputusan persetujuan perpanjangan jangka waktu untuk memperoleh pernyataan pendaftaran telah menjadi efektif kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan Pasal 49 ayat (2);
    4. keputusan penolakan perpanjangan jangka waktu untuk memperoleh pernyataan pendaftaran telah menjadi efektif kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b;
    5. keputusan persetujuan perpanjangan jangka waktu pembubaran kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a dan Pasal 52 ayat (2);
    6. keputusan penolakan perpanjangan jangka waktu pembubaran kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b;
    7. keputusan persetujuan pemindahtanganan harta untuk tujuan peningkatan efisiensi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf a dan Pasal 55 ayat (2);
    8. keputusan penolakan pemindahtanganan harta untuk tujuan peningkatan efisiensi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf b; dan/atau
    9. keputusan pencabutan atas keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2).

Pasal 58

Contoh format dokumen berupa:
a. surat permohonan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.1 Lampiran;
b. daftar bukti pendukung yang harus dilampirkan dalam rangka  penggabungan/  peleburan/  pemekaran/pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.2 Lampiran;
c. surat pernyataan alasan dan tujuan melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.3 Lampiran;
d. surat pernyataan dalam rangka persyaratan tujuan bisnis (business purpose test) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.4 Lampiran;
e. surat permintaan kelengkapan persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2), Pasal 48 ayat (1), Pasal 51 ayat (1) dan Pasal 54 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.5 Lampiran;
f, surat pemberitahuan permohonan tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (5), Pasal 48 ayat (3), Pasal 51 ayat (3) dan Pasal 54 ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.6 Lampiran;
g. keputusan persetujuan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a dan ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.7 Lampiran;
h. keputusan persetujuan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a dan ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.7 Lampiran;
i. keputusan persetujuan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta selain dalam rangka pemekaran usaha lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a dan ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.7 Lampiran;
j. keputusan penolakan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.8 Lampiran;
k. surat permohonan perpanjangan jangka waktu memperoleh pernyataan efektif atas pendaftaran dalam rangka penawaran umum perdana saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.9 Lampiran;
l. surat penjelasan penundaan penawaran umum perdana saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4) huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.10 Lampiran;
m. surat penjelasan kepemilikan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.11 Lampiran;
n. keputusan persetujuan perpanjangan jangka waktu memperoleh pernyataan efektif atas pendaftaran dalam rangka penawaran umum perdana saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.12 Lampiran;
o. keputusan penolakan perpanjangan jangka waktu memperoleh pernyataan efektif atas pendaftaran dalam rangka penawaran umum perdana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.13 Lampiran;
p. surat permohonan perpanjangan jangka waktu untuk membubarkan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.14 Lampiran;
q. surat penjelasan belum dilakukannya pembubaran kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (5) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.15 Lampiran;
r. keputusan persetujuan perpanjangan jangka waktu pembubaran kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a dan ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.16 Lampiran;
s. keputusan penolakan perpanjangan jangka waktu pembubaran kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.17 Lampiran;
t. surat permohonan pemindahtanganan harta untuk tujuan peningkatan efisiensi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.18 Lampiran;
u. surat pernyataan bahwa harta layak dipindahtangankan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (5) huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.19 Lampiran;
v. keputusan persetujuan pemindahtanganan harta untuk tujuan peningkatan efisiensi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf a dan ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.20 Lampiran;
w. keputusan penolakan pemindahtanganan harta untuk tujuan peningkatan efisiensi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.21 Lampiran;
x. keputusan pencabutan atas keputusan persetujuan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan/ peleburan/ pemekaran/ pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IV.22 Lampiran,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kelima
Tata Cara Pengajuan Permohonan dan Pengadministrasian Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan
untuk Tujuan Perpajakan

Pasal 59

(1) Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajak sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.
(2) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat.
(3) Pemenuhan semua kewajiban pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa telah memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.


Pasal 60

(1) Persetujuan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. salinan surat izin usaha perusahaan jasa penilai dan surat izin ahli penilai, yang diterbitkan oleh Pemerintah;
b. laporan penilaian aktiva tetap perusahaan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah;
c. daftar penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan; dan
d. laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, yang telah diaudit akuntan publik.
(3) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima lengkap, sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan bukti penerimaan elektronik.


Pasal 61

(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian.
(2) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan berupa:
a. persetujuan; atau
b. penolakan,
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah bukti penerimaan elektronik diterbitkan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan belum diterbitkan surat keputusan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap disetujui dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui.


Pasal 62

(1) Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen) berdasarkan Pasal 19 Undang- Undang Pajak Penghasilan.
(2) Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar lunas ke kas negara menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak paling lama 15 (lima belas) hari setelah tanggal diterbitkannya surat keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf a.
(3) Pelunasan Pajak Penghasilan yang bersifat final setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa bunga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Dalam hal atas permohonan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) diterbitkan surat keputusan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf b atau perusahaan melakukan penilaian kembali aktiva tetap tidak untuk tujuan perpajakan, penilaian kembali aktiva tetap yang dilakukan tidak diakui secara fiskal dan atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap dimaksud tidak dikenakan Pajak Penghasilan.


Pasal 63

(1) Perusahaan yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1), dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Kondisi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu perusahaan mengalami:
a. kerugian komersial; dan
b. kesulitan likuiditas,
selama 2 (dua) tahun berturut-turut sebelum permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan.
(3) Kerugian komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan kondisi ketidakmampuan perusahaan untuk menghasilkan laba operasi bersih karena jumlah beban operasi melebihi jumlah laba kotor.
(4) Kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan kondisi ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar.
(5) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan salinan digital (softcopy) laporan keuangan 2 (dua) tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.
(6) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak bersamaan dengan pengajuan permohonan persetujuan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1).


Pasal 64

(1) Atas permohonan pembayaran secara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian.
(2) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan berupa:
a. persetujuan seluruhnya atau sebagian; atau
b. penolakan,
pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final secara angsuran bersamaan dengan penerbitan surat keputusan persetujuan atau penolakan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2).
(3) Apabila jangka waktu penerbitan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui dan belum diterbitkan surat keputusan, permohonan pembayaran secara angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap disetujui dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling lama 3 (tiga) hari setelah jangka waktu penerbitan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui.


Pasal 65

(1) Terhadap pembayaran secara angsuran setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa bunga yang tercantum dalam surat tagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Bunga atas pembayaran secara angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diajukan pengurangan atau penghapusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 66

(1) Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah.
(2) Dalam hal penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata tidak mencerminkan nilai pasar atau nilai wajar, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aktiva yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.


Pasal 67

(1) Dalam hal perusahaan melakukan pengalihan aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap di atas nilai sisa buku fiskal semula dikenakan tambahan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap dikurangi Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) yang sudah dibayarkan.
(2) Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi paling lama 15 (lima belas) hari setelah akhir bulan terjadinya pengalihan aktiva tetap tersebut.
(3) Pelunasan tambahan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa bunga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 68

Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada kepala Kantor Wilayah untuk:
a. menerima permohonan persetujuan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1);
b. melakukan penelitian permohonan persetujuan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1);
c. menerbitkan surat keputusan persetujuan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2)  huruf a;
d. menerbitkan surat keputusan penolakan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf b;
e. menerima permohonan pembayaran secara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1);
f. melakukan penelitian permohonan pembayaran secara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1);
g. menerbitkan surat keputusan persetujuan seluruhnya atau sebagian pembayaran secara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a;
h. menerbitkan surat keputusan penolakan pembayaran secara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf b; dan
i. menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2).


Pasal 69

Contoh format dokumen berupa:
a. surat permohonan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka V.1 Lampiran;
b. daftar penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf c, sesuai tercantum dalam huruf B angka V.2 Lampiran;
c. surat keputusan persetujuan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka V.3 Lampiran;
d. surat keputusan penolakan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka V.4 Lampiran;
e. surat permohonan persetujuan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap Perusahaan untuk tujuan perpajakan secara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka V.5 Lampiran;
f. surat keputusan persetujuan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap Perusahaan untuk tujuan perpajakan secara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka V.6 Lampiran; dan
g. surat keputusan penolakan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan secara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka V.6 Lampiran,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keenam
Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Oleh Pihak Lain

Pasal 70

(1) Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena:
a. mengalami kerugian fiskal;
b. berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal; atau
c. Pajak Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang,
dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(4) Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan Direktur Jenderal Pajak melalui penerbitan surat keterangan bebas.


Pasal 71

Surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (4) diberikan kepada:
a. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf a, dalam hal:
1. Wajib Pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi;
2. Wajib Pajak belum sampai pada tahap produksi komersial; atau
3. Wajib Pajak mengalami suatu peristiwa yang berada di luar kemampuan (force majeur).
b. Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf b, dengan memperhitungkan besarnya kerugian pada tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan atau surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali.
c. Wajib Pajak yang dapat membuktikan Pajak Penghasilan yang telah dibayar dalam tahun pajak berjalan lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf c.
d. Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2).


Pasal 72

(1) Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(2) Dalam  hal  Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan Wajib Pajak dapat diajukan:
a. secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir, ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23.
(4) Termasuk permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Perusahaan penerbangan dalam negeri berdasarkan perjanjian charter.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dengan lembar penghitungan Pajak Penghasilan yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf a, huruf b, dan huruf c.
(6) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) telah memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

  
Pasal 73

(1) Atas permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dengan menerbitkan:
a. surat keterangan bebas dalam hal memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72 ayat (6); atau
b. surat penolakan permohonan surat keterangan bebas dalam hal tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72 ayat (6),
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah bukti penerimaan diterbitkan.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak belum memberikan keputusan, terhadap permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui.
(3) Terhadap permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan surat keterangan bebas dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui.


Pasal 74

Surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (4) berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan akhir tahun pajak Wajib Pajak bersangkutan.
 

Pasal 75

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat pembatalan surat keterangan bebas dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa sejak tanggal penerbitan surat keterangan bebas, Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72 ayat (6) sehingga tidak berhak mendapatkan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) sejak tanggal surat keterangan bebas.
(2) Terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak wajib melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.


Pasal 76

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat pencabutan surat keterangan bebas dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa setelah penerbitan surat keterangan bebas, Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72 ayat (6) sehingga tidak berhak mendapatkan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) sejak tanggal surat pencabutan.


Pasal 77

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang:
a. menerbitkan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a dan ayat (3) atau surat penolakan sehubungan dengan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf b; dan
b. menerbitkan surat pembatalan dan surat pencabutan atas surat keterangan bebas Pajak Penghasilan yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dan Pasal 76.
(2) Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.


Pasal 78

Contoh format dokumen berupa:
a. surat permohonan surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka VI.1 Lampiran;
b. surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a dan ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka VI.2 Lampiran;
c. surat penolakan permohonan surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka VI.3 Lampiran;
d. surat pembatalan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, sesuai tercantum dalam huruf B angka VI.4 Lampiran; dan
e. surat pencabutan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, sesuai tercantum dalam huruf B angka VI.5 Lampiran,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketujuh
Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor Emas Batangan yang akan Diproses untuk Menghasilkan Perhiasan dari Emas untuk Tujuan Ekspor

Pasal 79

(1) Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yaitu atas impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.
(2) Pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dengan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 80

Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan untuk diterbitkan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) yaitu Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang industri perhiasan emas untuk tujuan ekspor.


Pasal 81

(1) Untuk memperoleh surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2), Wajib Pajak mengajukan permohonan surat keterangan bebas secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(2) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan surat keterangan bebas secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan surat keterangan bebas:
a. secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir, ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilampiri dengan:
a. laporan realisasi ekspor dan/atau impor serta pernyataan rincian berat emas, yang menjelaskan jumlah ekspor perhiasan emas dan impor emas batangan yang dilakukan pada tahun sebelumnya;
b. laporan realisasi ekspor dan/atau impor serta pernyataan rincian berat emas, yang menjelaskan jumlah ekspor perhiasan emas dan impor emas batangan yang dilakukan dalam tahun berjalan; dan
c. Pemberitahuan rencana ekspor perhiasan emas dan pemberitahuan rencana impor emas Batangan.
(4) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) telah memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.


Pasal 82

(1) Atas permohonan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dengan menerbitkan:
a. surat keterangan bebas, dalam hal memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dan Pasal 81; atau
b. penolakan permohonan surat keterangan bebas, dalam hal tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dan Pasal 81,
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah bukti penerimaan diterbitkan.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui.
(3) Terhadap permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui.


Pasal 83

(1) Wajib Pajak yang telah memperoleh surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) menyampaikan laporan realisasi ekspor dan/atau laporan realisasi impor serta pernyataan rincian berat emas yang dilampiri dengan salinan pemberitahuan ekspor barang dan/atau pemberitahuan impor barang/customs declaration atas ekspor perhiasan emas dan impor emas batangan yang telah dilakukan dalam tahun berjalan.
(2) Laporan realisasi ekspor dan/atau laporan realisasi impor serta pernyataan rincian berat emas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat menyampaikan laporan realisasi ekspor dan/atau laporan realisasi impor serta pernyataan rincian berat emas secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dapat menyampaikan:
a. secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir, ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh surat keterangan bebas tetapi belum melaksanakan ekspor perhiasan emas.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama:
a. tanggal 15 Juli, untuk ekspor/impor yang dilakukan selama Masa Pajak Januari sampai dengan Juni; dan
b. tanggal 15 Januari, untuk ekspor/impor yang dilakukan selama Masa Pajak Juli sampai dengan Desember.
(6) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, laporan dapat disampaikan pada hari kerja berikutnya.
(7) Apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak memberikan teguran tertulis kepada Wajib Pajak.
(8) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah diterbitkan teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak yang bersangkutan tidak dapat diberikan surat keterangan bebas untuk Tahun Pajak berikutnya.


Pasal 84

Surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.


Pasal 85

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat pembatalan surat keterangan bebas dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa sejak penerbitan surat keterangan bebas, Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dan Pasal 81 sehingga Wajib Pajak tidak berhak untuk mendapatkan pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sejak tanggal surat keterangan bebas.
(2) Terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.


Pasal 86

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat pencabutan surat keterangan bebas dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa setelah penerbitan surat keterangan bebas, Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dan Pasal 81 sehingga Wajib Pajak tidak berhak untuk mendapatkan pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sejak tanggal surat pencabutan.


Pasal 87

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang:
a. menerbitkan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf a dan ayat (3) atau surat penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b; dan
b. menerbitkan surat pembatalan dan surat pencabutan atas surat keterangan bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dan Pasal 86.
(2) Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.


Pasal 88

Contoh format dokumen berupa:
a. surat permohonan surat keterangan bebas pemungutan Pajak Penghasilan atas impor emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka VII.1 Lampiran;
b. laporan realisasi ekspor dan/atau impor serta pernyataan rincian berat emas yang menjelaskan jumlah ekspor perhiasan emas dan impor emas batangan yang dilakukan pada tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka VII.2 Lampiran;
c. laporan realisasi ekspor dan/atau impor serta pernyataan rincian berat emas, yang menjelaskan jumlah ekspor perhiasan emas dan impor emas batangan yang dilakukan dalam tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka VII.3 Lampiran;
d. Pemberitahuan rencana ekspor perhiasan emas dan pemberitahuan rencana impor emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) huruf c, sesuai tercantum dalam huruf B angka VII.4 Lampiran;
e. surat keterangan bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor emas batangan untuk tujuan ekspor perhiasan emas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf a atau ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka VII.5 Lampiran;
f. surat penolakan permohonan surat keterangan bebas pemungutan Pajak Penghasilan atas impor emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka VII.6 Lampiran;
g. laporan realisasi ekspor dan/atau laporan realisasi impor serta pernyataan rincian berat emas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka VII.7 Lampiran;
h. surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (7), sesuai tercantum dalam huruf B angka VII.8 Lampiran;
i. surat pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka VII.9 Lampiran; dan
j. surat pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, sesuai tercantum dalam huruf B angka VII.10 Lampiran,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kedelapan
Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang Diterima atau Diperoleh Dana Pensiun yang Pendiriannya telah Disahkan oleh Menteri Keuangan atau Telah Mendapatkan Izin dari Otoritas Jasa Keuangan

Pasal 89

(1) Atas penghasilan berupa bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan, sepanjang dana tersebut diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun dan perubahannya.
(2) Dipersamakan dengan penghasilan berupa bunga Deposito dan Tabungan yaitu penghasilan berupa imbalan atau penghasilan sejenis lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun dari Deposito dan Tabungan.
(3) Dipersamakan dengan penghasilan berupa Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yaitu penghasilan berupa imbalan atau penghasilan sejenis lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun dari Sertifikat Bank Indonesia, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah.
(4) Pengecualian pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan surat keterangan bebas yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 90

(1) Dana Pensiun dapat memperoleh surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada Pasal 89 ayat (4) untuk setiap bank dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(2) Dalam hal Dana Pensiun tidak dapat mengajukan permohonan surat keterangan bebas secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dana Pensiun dapat mengajukan permohonan surat keterangan bebas:
a. secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir, ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Dana Pensiun terdaftar.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditandatangani oleh:
a. pengurus Dana Pensiun yang bersangkutan; atau
b. kuasa yang ditunjuk oleh Dana Pensiun yang dibuktikan dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat disampaikan oleh pengurus Dana Pensiun atau melalui kuasa/pihak yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 91

Dana Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dapat diberikan surat keterangan bebas dalam hal memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. pendirian Dana Pensiun telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan;
  2. Dana Pensiun menyatakan telah menyampaikan Laporan Berkala yang menjadi kewajibannya;
  3. Dana Pensiun telah memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 92

(1) Terhadap pengajuan permohonan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1):
a. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan bebas secara otomatis setelah bukti penerimaan elektronik diterbitkan, dalam hal permohonan Dana Pensiun memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91; atau
b. sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak menampilkan notifikasi bahwa permohonan tidak dapat diproses, dalam hal permohonan Dana Pensiun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91.
(2) Terhadap pengajuan permohonan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) huruf a, Direktur Jenderal Pajak:
a. menerbitkan surat keterangan bebas secara otomatis setelah bukti penerimaan surat diterbitkan, dalam hal permohonan Dana Pensiun memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91; atau
b. memberitahukan secara lisan bahwa permohonan tidak dapat diproses dan mengembalikan permohonan Dana Pensiun, dalam hal Dana Pensiun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91.
(3) Terhadap pengajuan permohonan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) huruf b, Direktur Jenderal Pajak:
a. menerbitkan surat keterangan bebas secara otomatis setelah bukti penerimaan surat diterbitkan, dalam hal permohonan Dana Pensiun memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91; atau
b. menerbitkan pemberitahuan bahwa permohonan tidak dapat diproses dan mengembalikan permohonan Dana Pensiun, dalam hal Dana Pensiun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91.


Pasal 93

(1) Surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) huruf a, Pasal 92 ayat (2) huruf a, dan Pasal 92 ayat (3) huruf a berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan.
(2) Surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk setiap bank.
(3) Surat keterangan bebas berlaku untuk seluruh bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beserta cabang-cabangnya.


Pasal 94

Pemotong Pajak tidak melakukan pemotongan Pajak Penghasilan dalam hal Dana Pensiun yang melakukan investasi dapat memberikan salinan surat keterangan bebas.


Pasal 95

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat pembatalan atas surat keterangan bebas dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa sejak tanggal penerbitan Surat Keterangan Bebas, Dana Pensiun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, sehingga Dana Pensiun tidak berhak mendapatkan pengecualian pemotongan Pajak Penghasilan sejak tanggal surat keterangan bebas.
(2) Terhadap Dana Pensiun yang telah diterbitkan surat pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dana Pensiun wajib membayar Pajak Penghasilan yang terutang berikut sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan terhitung sejak tanggal penerbitan surat keterangan bebas.

 
Pasal 96

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat pencabutan atas surat keterangan bebas dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa setelah penerbitan surat keterangan bebas, Dana Pensiun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, sehingga Dana Pensiun tidak berhak mendapatkan pengecualian pemotongan Pajak Penghasilan sejak tanggal surat pencabutan.


Pasal 97

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang:
a. menerbitkan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada Pasal 92 ayat (1) huruf a, Pasal 92 ayat (2) huruf a, dan Pasal 92 ayat (3) huruf a; dan
b. menerbitkan surat pembatalan dan surat pencabutan atas surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada huruf a yang telah diterbitkan.
(2) Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Dana Pensiun terdaftar.


Pasal 98

Contoh format dokumen berupa:
a. surat permohonan surat keterangan bebas pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) dan ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka VIII.1 Lampiran;
b. surat keterangan bebas pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) huruf a, Pasal 92 ayat (2) huruf a, dan Pasal 92 ayat (3) huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka VIII.2 Lampiran;
c. surat pembatalan atas surat keterangan bebas pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka VIII.3 Lampiran; dan
d. surat pencabutan atas surat keterangan bebas pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96, sesuai tercantum dalam huruf B angka VIII.4 Lampiran,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kesembilan
Tata Cara Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya dan Pembebasan dari Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penjualan Rumah Tinggal atau Hunian yang Tergolong Sangat Mewah di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata

Pasal 99

(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari:
a. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
b. perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya,
terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.
(3) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya; atau
b. dipungut oleh instansi pemerintah dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan kepada pemerintah.
    

Pasal 100

(1) Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3) yaitu:
a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
c. badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
d. pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris;
e. badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk menggunakan nilai buku;
f. orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan; atau
g. orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.
(2) Termasuk yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi:
a. Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan beserta perubahannya terhadap:
1. Wajib Pajak yang:
a) melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan pembayaran atas pengalihan telah dilunasi sebelum tanggal 7 September 2016 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang; dan
b) penghasilan atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a) telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku pada periode pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
2. Wajib Pajak yang:
a) melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan pembayaran atas pengalihan baru dilunasi sebagian sebelum tanggal 7 September 2016 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang;
b) penghasilan atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a) telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku pada periode pengalihan hak atas tanah dan bangunan; dan
c) melakukan penyetoran Pajak Penghasilan atas bagian pelunasan pembayaran pengalihan sejak tanggal 7 September 2016 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan beserta perubahannya.
3. Wajib Pajak yang:
a) melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan pembayaran atas pengalihan tersebut telah dilunasi sebelum tanggal 7 September 2016 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang;
b) pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a) belum dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku pada periode pengalihan hak atas tanah dan bangunan;
c) penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf b) telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang bersangkutan; dan
d) melakukan penyetoran kekurangan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku pada periode pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
b. Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Real Estat dalam Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu terhadap:
1. Wajib Pajak yang:
a) melakukan pengalihan Real Estat kepada Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif dalam skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu dan pembayaran atas pengalihan tersebut telah dilunasi sebelum tanggal 17 Oktober 2016 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang; dan
b) penghasilan atas pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a) telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku pada periode pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
2. Wajib Pajak yang:
a) melakukan pengalihan Real Estat kepada Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif dalam skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu dan pembayaran atas pengalihan baru dilunasi sebagian sebelum tanggal 17 Oktober 2016 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang;
b) penghasilan atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a) telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku pada periode pengalihan hak atas tanah dan bangunan; dan
c) melakukan penyetoran Pajak Penghasilan atas bagian pelunasan pembayaran pengalihan sejak tanggal 17 Oktober 2016 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Real Estat dalam Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu;
3. Wajib Pajak yang:
a) melakukan pengalihan Real Estat kepada Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif dalam skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu dan pembayaran atas pengalihan tersebut telah dilunasi sebelum tanggal 17 Oktober 2016 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang;
b) pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a) belum dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku pada periode pengalihan hak atas tanah dan bangunan;
c) penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf b) telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang bersangkutan; dan
d) melakukan penyetoran kekurangan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku pada periode pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
(3) Pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan dengan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 101

(1) Untuk memperoleh surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3), orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan mengajukan permohonan untuk setiap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf e mengajukan permohonan untuk lebih dari 1 (satu) pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, dilampiri dengan daftar pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya terhadap badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku.
(3) Orang pribadi atau badan yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) telah memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(4) Dalam hal pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf d, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh ahli waris dengan menggunakan nomor pokok wajib pajak ahli waris dan diproses oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat ahli waris terdaftar.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas pengecualian sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 100 ayat (1) huruf a, dilampirkan dengan:
1. surat pernyataan berpenghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak dengan jumlah bruto pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah);
2. salinan kartu keluarga; dan
3. salinan surat pemberitahuan pajak terutang pajak bumi dan bangunan tahun yang bersangkutan;
b. Pasal 100 ayat (1) huruf b dan huruf c, dilampirkan dengan surat pernyataan hibah;
c. Pasal 100 ayat (1) huruf d, dilampirkan dengan surat pernyataan pembagian waris;
d. Pasal 100 ayat (1) huruf e, dilampirkan dengan salinan keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai persetujuan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha;
e. Pasal 100 ayat (1) huruf f, dilampirkan dengan salinan dokumen perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan;
f. Pasal 100 ayat (1) huruf g, dilampirkan dengan salinan dokumen yang menunjukkan bahwa orang pribadi atau badan tidak termasuk subjek pajak;
g. Pasal 100 ayat (2), dilampirkan dengan:
1. salinan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
2. objek tanah dan/atau bangunan yang diajukan permohonan Surat Keterangan Bebas;
3. daftar seluruh pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Penghasilan yang telah dilunasi;
4.  salinan bukti pembayaran atau penyetoran Pajak Penghasilan berupa salinan Surat Setoran Pajak atau Sarana Administrasi Lain yang Disamakan dengan Surat Setoran Pajak; dan/atau
5. salinan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.


Pasal 102

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan Usaha yang berasal dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, di Kawasan Ekonomi Khusus diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar:
a. 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang, selama jangka waktu 10 (sepuluh) Tahun Pajak; dan
b. 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang, selama 2 (dua) Tahun Pajak berikutnya setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a berakhir.


Pasal 103

Pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 mulai berlaku sejak Tahun Pajak saat mulai berproduksi komersial yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 104

Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 diberikan Direktur Jenderal Pajak melalui penerbitan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan Usaha dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, di Kawasan Ekonomi Khusus.


Pasal 105

(1) Untuk memperoleh surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104, Badan Usaha yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan mengajukan permohonan untuk setiap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.
(2) Surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 diterbitkan dalam hal Badan Usaha memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. telah memperoleh keputusan dari instansi yang berwenang mengenai penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola Kawasan Ekonomi Khusus;
b. telah memperoleh keputusan Menteri Keuangan mengenai keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103;
c. tanah dan/atau bangunan yang dialihkan berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus;
d. telah menyampaikan peta bidang tanah; dan
e. telah memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dengan surat pernyataan tanah dan/atau bangunan yang dialihkan berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus.
(4) Dalam hal Badan Usaha memperoleh surat keterangan bebas atas fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 huruf b, selisih Pajak Penghasilan badan yang terutang dikurangi dengan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang disetor sendiri oleh Badan Usaha dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau Sarana Administrasi Lain yang Disamakan dengan Surat Setoran Pajak ke kas negara.
(5) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengajukan permohonan penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Permohonan penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh Badan Usaha sebelum mengajukan permohonan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 106

(1) Atas penjualan atau pengalihan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah oleh Wajib Pajak badan, terutang Pajak Penghasilan atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Kriteria rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah dan besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Wajib Pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(3) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut oleh Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah.
(4) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut pada saat penjualan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah.


Pasal 107

Pembelian rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) diberikan fasilitas pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan atas penjualan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata.


Pasal 108

Fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 diberikan melalui penerbitan surat keterangan bebas pemungutan Pajak Penghasilan atas penjualan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata.
 
Pasal 109

(1) Untuk memperoleh surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, pembeli mengajukan permohonan untuk setiap pembelian rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah.
(2) Surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 diterbitkan dalam hal pembeli memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. pembelian dilakukan dari Badan Usaha yang telah memperoleh keputusan dari instansi yang berwenang mengenai penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata;
b. rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata; dan
c. telah memenuhi persyaratan untuk diberikan Surat Keterangan Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dengan surat pernyataan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata.

 
Pasal 110

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1), Pasal 105 ayat (1), dan Pasal 109 ayat (1) beserta dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5), Pasal 105 ayat (3), dan Pasal 109 ayat (3), diajukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(2) Dalam hal orang pribadi atau badan tidak dapat mengajukan permohonan surat keterangan bebas secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang pribadi atau badan dapat mengajukan permohonan:
a. secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir, ke Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan terdaftar.
(3) Tata cara pengajuan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik.
(4) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) dan Pasal 109 ayat (1) secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau melalui Portal Wajib Pajak.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang diajukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf g dan subjek pajak luar negeri yang tidak termasuk bentuk usaha tetap, diproses oleh Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing.
(6) Orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yaitu:
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama- sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; atau
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
(7) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dengan menerbitkan:
a. surat keterangan bebas, dalam hal permohonan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (3), Pasal 105 ayat (2), atau Pasal 109 ayat (2); atau
b. surat penolakan, dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (3), Pasal 105 ayat (2), atau Pasal 109 ayat (2).
(8) Surat keterangan bebas atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama:
a. 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal permohonan surat keterangan bebas diterima secara lengkap; atau
b. 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal permohonan surat keterangan bebas diterima secara lengkap, untuk pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2)
(9) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap dikabulkan.
(10) Dalam hal permohonan dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) berakhir.


Pasal 111

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat pembatalan atas surat keterangan bebas yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (7) huruf a.
(2) Surat pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam hal:
a. terdapat pembatalan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) dan Pasal 100 ayat (2);
b. Badan Usaha yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102:
1. dilakukan pencabutan penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola Kawasan Ekonomi Khusus;
2. dilakukan pencabutan keputusan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Kawasan Ekonomi Khusus; atau
3. mengalihkan tanah dan/atau bangunan yang tidak berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus;
c. Badan Usaha yang melakukan penjualan atau pengalihan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah kepada pembeli yang telah mendapatkan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107:
1. dilakukan pencabutan penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata; atau
2. menjual rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah tidak berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata; atau
d. ditemukan data atau keterangan lain yang menunjukkan ketidakbenaran data yang disampaikan.
(3) Atas surat pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang pribadi atau badan menyetorkan Pajak Penghasilan ditambah sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 112

(1) Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam hal kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) telah dipenuhi dengan menyerahkan:
a. salinan atau hasil cetakan Surat Setoran Pajak atau Sarana Administrasi Lain yang Disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan oleh orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3) yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak;
b. surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3) yang diberikan atas pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) dan Pasal 100 ayat (2);
c. surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 yang diberikan atas fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 huruf a; atau
d. surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 yang diberikan atas fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 huruf b dan salinan atau hasil cetakan Surat Setoran Pajak atau Sarana Administrasi Lain yang Disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (5).
(2) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pejabat pembuat akta tanah, pejabat lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 113

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang:
a. menerbitkan surat keterangan bebas atau surat penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (7); dan
b. menerbitkan surat pembatalan atas surat keterangan bebas yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (1).
(2) Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada (1) dalam bentuk delegasi kepada:
a. kepala Kantor Pelayanan Pajak di mana orang pribadi atau badan terdaftar; dan
b. kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing bagi orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf g dan subjek pajak luar negeri yang tidak termasuk bentuk usaha tetap.
  

Pasal 114

Contoh format dokumen berupa:
a. surat permohonan surat keterangan bebas pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.1 Lampiran;
b. lampiran surat permohonan surat keterangan bebas pajak penghasilan berupa daftar pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya terhadap badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.2 Lampiran;
c. surat pernyataan berpenghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak dengan jumlah bruto pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) huruf a angka 1, sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.3 Lampiran;
d. surat pernyataan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.4 Lampiran;
e. surat pernyataan pembagian waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) huruf c, sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.5 Lampiran;
f. lampiran surat permohonan surat keterangan bebas pajak penghasilan berupa objek tanah dan/atau bangunan yang diajukan permohonan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) huruf g, sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.6 Lampiran;
g. lampiran surat permohonan surat keterangan bebas pajak penghasilan berupa daftar seluruh pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Penghasilan yang telah dilunasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) huruf g, sesuai tercantum dalam huruf B IX.7 Lampiran;
h. surat pernyataan tanah dan/atau bangunan yang dialihkan berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.8 Lampiran;
i. surat pernyataan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.9 Lampiran;
j. surat keterangan bebas pembayaran pajak penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam hal permohonan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.10 Lampiran;
k. lampiran surat keterangan bebas pajak penghasilan berupa daftar pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya terhadap badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh menteri untuk menggunakan nilai buku, atas surat keterangan bebas dari permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.11 Lampiran;
l. lampiran surat keterangan bebas pajak penghasilan berupa objek tanah dan/atau bangunan yang diberikan surat keterangan bebas atas surat keterangan bebas dari permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.12 Lampiran;
m. permohonan surat keterangan bebas pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh badan usaha dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, di kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.13 Lampiran;
n. surat keterangan bebas pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh badan usaha dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, di kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.14 Lampiran;
o. permohonan surat keterangan bebas pemungutan pajak penghasilan atas penjualan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah di kawasan ekonomi khusus pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.15 Lampiran;
p. surat keterangan bebas pemungutan pajak penghasilan atas penjualan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah di kawasan ekonomi khusus pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.16 Lampiran;
q. surat penolakan permohonan surat keterangan bebas pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.17 Lampiran;
r. surat penolakan permohonan surat keterangan bebas pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh badan usaha dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, di kawasan ekonomi khusus, dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.18 Lampiran;
s. surat penolakan permohonan surat keterangan bebas pemungutan pajak penghasilan atas penjualan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah di kawasan ekonomi khusus pariwisata, dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.19 Lampiran; dan
t. surat pembatalan atas surat keterangan bebas pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka IX.20 Lampiran,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Bagian Kesepuluh
Tata Cara Penelitian Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan

Pasal 115

Orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari:
a. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
b. perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya,
harus mengajukan permohonan penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan ke Kantor Pelayanan Pajak.


Pasal 116

(1) Penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 meliputi penelitian formal.
(2) Penelitian formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan.


Pasal 117

(1) Untuk keperluan penelitian formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2), orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 harus mengajukan permohonan untuk setiap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(2) Permohonan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya yang diajukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan oleh:
a. Wajib Pajak dengan cara mengakses secara mandiri; atau
b. orang pribadi atau badan melalui Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah yang terdaftar pada sistem informasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan/atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang atau lembaga pemerintah non kementerian yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan.
(3) Dalam hal orang pribadi atau badan tidak dapat mengajukan permohonan penelitian formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), orang pribadi atau badan dapat mengajukan surat permohonan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya yang dilampiri dengan daftar pembayaran Pajak Penghasilan, yang dilakukan:
a. secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir, ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.


Pasal 118

Dalam hal permohonan penelitian formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2):
a. diajukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak melalui Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) huruf b, orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 harus membuat surat kuasa untuk mengajukan permohonan penelitian formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2); atau
b. diajukan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (3) huruf a melalui kuasa, orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 harus membuat surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan untuk mengajukan permohonan penelitian formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2).


Pasal 119

(1) Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud pada Pasal 117 ayat (2) huruf b harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) huruf b yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengajukan permohonan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak untuk orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115.
(3) Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab untuk menjaga kerahasiaan:
a. data orang pribadi atau badan; dan
b. data akun dan kata sandi Portal Wajib Pajak milik Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.


Pasal 120

Dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan kepada Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif dalam skema Kontrak Investasi Kolektif tertentu sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan Real Estat dalam skema Kontrak Investasi Kolektif tertentu, permohonan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 juga harus dilengkapi dengan dokumen:
  1. fotokopi pemberitahuan efektifnya pernyataan pendaftaran Dana Investasi Real Estat berbentuk Kontrak Investasi Kolektif yang diterbitkan dan telah dilegalisasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
  2. keterangan dari Otoritas Jasa Keuangan bahwa orang pribadi atau badan yang mengalihkan Real Estat bertransaksi dengan Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif dalam skema Kontrak Investasi Kolektif tertentu; dan
  3. surat pernyataan bahwa orang pribadi atau badan melakukan pengalihan Real Estat kepada Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif dalam skema Kontrak Investasi Kolektif tertentu dengan meterai.

Pasal 121

(1) Surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan diterbitkan sepanjang terpenuhi kesesuaian data:
a. identitas orang pribadi atau badan dalam bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan dengan data sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
b. jumlah Pajak Penghasilan yang telah disetor oleh orang pribadi atau badan dengan Pajak Penghasilan terutang yang dinyatakan oleh orang pribadi atau badan; dan
c. kode akun pajak, kode jenis setoran, dan jumlah Pajak Penghasilan yang disetor oleh orang pribadi atau badan, dengan data penerimaan pajak dalam modul penerimaan negara.
(2) Surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal permohonan penelitian diterima lengkap.


Pasal 122

(1) Dalam hal orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 mengajukan permohonan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan secara langsung atau melalui pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (3) dan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan tidak dapat diterbitkan karena:
a. ketidaklengkapan surat permohonan; dan/atau
b. ketidaksesuaian data dalam surat permohonan, permohonan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan dikembalikan kepada orang pribadi atau badan dengan menerbitkan surat pemberitahuan permohonan penelitian formal tidak lengkap dan/atau tidak sesuai, dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal permohonan penelitian diterima.
(2) Orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 atau kuasanya mengambil surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2) atau surat pemberitahuan permohonan penelitian formal tidak lengkap dan/atau tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Kantor Pelayanan Pajak.
(3) Dalam hal permohonan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dapat mengajukan kembali permohonan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan setelah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 dan Pasal 120.


Pasal 123

Pejabat yang berwenang dapat menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan setelah surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2) diterbitkan.


Pasal 124

(1) Untuk memastikan kebenaran jumlah pajak yang terutang:
a. Kantor Pelayanan Pajak di mana tempat tinggal orang pribadi yang bersangkutan atau tempat kedudukan Badan di mana Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau Badan yang bersangkutan diadministrasikan, bagi subjek pajak dalam negeri; atau
b. Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing, bagi subjek pajak luar negeri tidak termasuk bentuk usaha tetap,
melakukan penelitian material atas surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2)
(2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dapat meminta bantuan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan untuk melakukan penelitian material atas surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2).


Pasal 125

(1) Penelitian material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 dilakukan dengan cara:
a. memastikan lokasi dan luas tanah dan/atau bangunan yang dicantumkan dalam permohonan penelitian formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) atau ayat (3) telah sesuai dengan keadaan sebenarnya;
b. meneliti kebenaran nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya yang terdapat dalam bukti penjualan/bukti transfer/bukti penerimaan uang, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa; dan
c. menentukan kewajaran nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya yang dinyatakan oleh orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dengan harga pasar berdasarkan pendekatan penilaian (appraisal), dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa atau melalui tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak.
(2) Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disimpulkan bahwa nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya yang dinyatakan oleh orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 tidak sesuai dengan:
a. nilai yang sesungguhnya dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa; atau
b. nilai yang seharusnya berdasarkan harga pasar, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa atau melalui tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak,
yang mengakibatkan adanya kekurangan penyetoran Pajak Penghasilan terutang, Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan permintaan penjelasan secara tertulis kepada orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115.
(3) Dalam hal orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 menyetujui perhitungan Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), orang pribadi atau badan wajib menyetor kekurangan Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar.
(4) Dalam hal orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 tidak menyetujui perhitungan Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (3) menindaklanjuti dengan pemeriksaan kepada orang pribadi atau badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

  
Pasal 126

(1) Dalam hal terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, kesalahan penggunaan tarif dan/atau kesalahan lainnya dalam penerbitan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan, Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan dapat melakukan penggantian atas surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan.
(2) Orang pribadi atau badan dapat mengajukan permohonan penggantian atas surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan:
a. secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) huruf a;
b. secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan; atau
c. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(3) Permohonan penggantian surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan asli yang telah diterbitkan sebelumnya.
(4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan melakukan penelitian dan menerbitkan:
a. surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan, dalam hal terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, kesalahan penggunaan tarif dan/atau kesalahan lainnya; atau
b. surat penolakan penggantian surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan, dalam hal tidak terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, kesalahan penggunaan tarif dan/atau kesalahan lainnya,
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat permohonan diterima lengkap.


Pasal 127

(1) Dalam hal terdapat pembatalan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan/atau perubahan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan yang mengakibatkan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan dan pembayaran Pajak Penghasilan yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak menjadi batal, Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan dapat melakukan pembatalan atas surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan.
(2) Pembatalan atas surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara jabatan atau berdasarkan permohonan orang pribadi atau badan.
(3) Orang pribadi atau badan dapat mengajukan permohonan pembatalan atas surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan:
a. secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) huruf a;
b. secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan; atau
c. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(4) Permohonan pembatalan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dengan:
a. surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan yang telah diterbitkan sebelumnya;
b. surat pernyataan bermeterai yang menyatakan:
1) Kebenaran bahwa telah terjadi pembatalan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan/atau perubahan perjanjian pengikatan jual beli; dan
2) surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan belum digunakan untuk pengajuan sertifikat, akta jual beli atau perubahan perjanjian pengikatan jual beli,
yang ditandatangani oleh pemohon, yang diketahui dan ditandatangani oleh Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.
(5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan melakukan penelitian dan menerbitkan:
a. surat keterangan pembatalan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
b. surat penolakan pembatalan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat permohonan diterima lengkap.


Pasal 128

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang:
a. menerbitkan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat penolakan sehubungan dengan permohonan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan;
b. menerbitkan surat pembatalan dan surat penggantian atas surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang telah diterbitkan.
(2) Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dalam bentuk delegasi kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan.


Pasal 129

Contoh format dokumen berupa:
a. surat permohonan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) atau Pasal 117 ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka X.1 Lampiran;
b. daftar pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka X.2 Lampiran;
c. surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka X.3 Lampiran;
d. surat pemberitahuan permohonan penelitian tidak lengkap dan/atau tidak sesuai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka X.4 Lampiran;
e. surat permohonan penggantian surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka X.5 Lampiran;
f. surat penolakan penggantian surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (4) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka X.6 Lampiran;
g. surat permohonan pembatalan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (3), sesuai tercantum dalam huruf B angka X.7 Lampiran;
h. surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (4) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka X.8 Lampiran;
i. surat keterangan pembatalan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (5) huruf a, sesuai tercantum dalam huruf B angka X.9 Lampiran; dan
j. surat penolakan pembatalan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (5) huruf b, sesuai tercantum dalam huruf B angka X.10 Lampiran,
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Bagian Kesebelas
Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean atas Impor yang Merupakan Pemasukan Barang yang Digunakan untuk Kegiatan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak

Pasal 130

(1) Impor Barang Kena Pajak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(2) Impor Barang Kena Pajak yang merupakan pemasukan barang yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor Barang Kena Pajak.
(3) Impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk impor sementara.
(4) Impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. impor dari luar Daerah Pabean; dan
b. impor melalui pusat logistik berikat.
(5) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 131

(1) Wajib Pajak harus memiliki Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebelum melakukan impor Barang Kena Pajak untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (2).
(2) Untuk memiliki Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak, atas setiap impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (2).
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat informasi:
a. nomor pokok wajib pajak;
b. nama dan alamat lawan transaksi;
c. jenis dan nilai transaksi;
d. nomor dan tanggal kontrak;
e. nomor dan tanggal adendum kontrak, dalam hal ada perubahan atas kontrak sebelumnya;
f. tanggal kontrak berakhir; dan
g. jenis barang yang diimpor, dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan mekanisme impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (3).
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(5) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditandatangani oleh:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan; atau
b. wakil Wajib Pajak badan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 
Pasal 132

Wajib Pajak diberikan Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1), dalam hal memenuhi ketentuan berikut:
a. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan
b. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir,
yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 133

(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (4), Direktur Jenderal Pajak:
a. menerbitkan Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3) dan Pasal 132, secara otomatis setelah bukti penerimaan diterbitkan; atau
b. tidak menerima permohonan dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3) dan/atau Pasal 132.
(2) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (5) huruf a, Direktur Jenderal Pajak:
a. menerbitkan Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3), Pasal 131 ayat (6), dan Pasal 132, dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah bukti penerimaan surat permohonan diterbitkan; atau
b. memberitahukan secara lisan bahwa permohonan tidak dapat diterima, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3), Pasal 131 ayat (6), dan/atau Pasal 132 .
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (5) huruf b, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
a. Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dalam hal Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3), Pasal 131 ayat (6), dan Pasal 132, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah bukti penerimaan surat permohonan diterbitkan; atau
b. surat pengembalian permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3), Pasal 131 ayat (6), dan/atau Pasal 132, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah  surat  permohonan  diterima  Kantor Pelayanan Pajak.


Pasal 134

(1) Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak berhak memperoleh Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan pembatalan Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
(2) Atas pembatalan Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas impor Barang Kena Pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
(3) Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pada saat impor Barang Kena Pajak.
(4) Kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkan surat keterangan pembatalan Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
(5) Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 135

(1) Dalam hal kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (4) tidak dipenuhi, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat tagihan pajak untuk menagih sanksi administrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 136

Direktur Jenderal Pajak mendelegasikan kewenangan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk menerbitkan:
a. Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1);
b. surat pengembalian permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (3) huruf b; dan
c. surat keterangan pembatalan Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1).


Pasal 137

Contoh format dokumen berupa:
a. surat permohonan penerbitan Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2), sesuai tercantum dalam huruf B angka XI.1 Lampiran;
b. Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka XI.2 Lampiran;
c. surat keterangan pembatalan Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka XI.3 Lampiran,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Bagian Keduabelas
Tata Cara Pencabutan Surat Persetujuan atas Permohonan Pengenaan Pajak Penghasilan hanya atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh dari Indonesia

Pasal 138

(1) Atas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Warga Negara Asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dengan ketentuan:
a. memiliki keahlian tertentu; dan
b. berlaku selama 4 (empat) Tahun Pajak yang dihitung sejak menjadi subjek pajak dalam negeri.
(3) Warga Negara Asing yang memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil penelitian menerbitkan:
a. surat persetujuan atas permohonan pengenaan Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, apabila memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kriteria keahlian tertentu serta tata cara pengenaan Pajak Penghasilan bagi Warga Negara Asing; atau
b. surat penolakan atas permohonan pengenaan Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, apabila tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kriteria keahlian tertentu serta tata cara pengenaan Pajak Penghasilan bagi Warga Negara Asing,
dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah bukti penerimaan permohonan diterbitkan.


Pasal 139

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan pencabutan atas surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (4) huruf a dalam hal berdasarkan penelitian diketahui bahwa Wajib Pajak:
a. memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda; dan/atau
b. tidak bekerja sebagai tenaga kerja asing yang menduduki pos jabatan tertentu dan/atau peneliti asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kriteria keahlian tertentu serta tata cara pengenaan Pajak Penghasilan bagi Warga Negara Asing.
(2) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat pencabutan atas surat persetujuan atas permohonan pengenaan Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia.
(3) Terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas penghasilan dari luar Indonesia yang telah diberikan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (2) dikenai Pajak Penghasilan dan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan terhitung sejak Tahun Pajak:
a. memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda; dan/atau
b. saat Wajib Pajak mulai tidak bekerja sebagai tenaga kerja asing yang menduduki pos jabatan tertentu dan/atau peneliti asing,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 140

Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada Kepala Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak untuk menerbitkan:
  1. surat persetujuan atas permohonan pengenaan Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 138 ayat (4) huruf a;
  2. surat penolakan atas permohonan pengenaan Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 138 ayat (4) huruf b; dan
  3. surat pencabutan atas surat persetujuan atas permohonan pengenaan Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2).

Pasal 141

Dokumen surat pencabutan atas surat persetujuan atas permohonan pengenaan Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format yang tercantum dalam huruf B angka XII.1 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Bagian Ketigabelas
Tata Cara Pemberian Layanan Terkait dengan Persyaratan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Bakal Calon Kepala Daerah

Pasal 142

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan surat keterangan pemenuhan kewajiban perpajakan bakal calon kepala daerah.
(2) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi informasi paling sedikit memuat:
a. identitas Wajib Pajak;
b. rekapitulasi penyampaian Surat  Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak; dan
c. data utang pajak/tunggakan pajak.


Pasal 143

(1) Wajib Pajak dapat memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan tertulis secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan di seluruh wilayah kerja Direktorat Jenderal Pajak.
(4) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan;
b. kuasa Wajib Pajak dengan dilengkapi surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan perundang- undangan di bidang perpajakan.
(5) Permohonan tertulis secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dapat disampaikan oleh Wajib Pajak, atau melalui kuasa atau pihak lain yang ditunjuk dengan mensyaratkan:
a. kuasa Wajib Pajak dengan bukti surat kuasa khusus;
b. pegawai Wajib Pajak dengan bukti kartu identitas pegawai; atau
c. pihak selain huruf a dan huruf b, dengan bukti surat penunjukan dari Wajib Pajak/kuasa.
(6) Berdasarkan permohonan yang disampaikan melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan pemenuhan kewajiban perpajakan bakal calon kepala daerah, secara otomatis setelah bukti penerimaan elektronik diterbitkan.
(7) Berdasarkan permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan pemenuhan kewajiban perpajakan bakal calon kepala daerah, secara otomatis setelah bukti penerimaan surat diterbitkan.
(8) Surat keterangan pemenuhan kewajiban perpajakan bakal calon kepala daerah yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) disampaikan kepada Wajib Pajak, atau kuasa atau pihak lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
   

Pasal 144

Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk:
a. menerima pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (1); dan
b. menerbitkan surat keterangan pemenuhan kewajiban perpajakan bakal calon kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (6) dan ayat (7).


Pasal 145

Contoh format dokumen berupa:
a. permohonan surat keterangan pemenuhan kewajiban perpajakan bakal calon kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (1), sesuai tercantum dalam huruf B angka XIII.1 Lampiran; dan
b. surat keterangan pemenuhan kewajiban perpajakan bakal calon kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (6) dan ayat (7), sesuai tercantum dalam huruf B angka XIII.2 Lampiran,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


BAB III
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 146

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, produk layanan sehubungan dengan layanan administrasi perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diterbitkan sejak tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal ini, dinyatakan sah dan berlaku.


BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 147

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2009 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan dan Pengadministrasian Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan;
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-51/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian dan Penetapan Besaran Kupon Makanan dan/atau Minuman Bagi Pegawai, Kriteria dan Tata Cara Penetapan Daerah Tertentu, dan Batasan Mengenai Sarana dan Fasilitas di Lokasi Kerja;
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain;
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 66/PJ/2010 tentang Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital;
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain;
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain;
8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
9. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2012 tentang Tata Cara Permohonan dan Penetapan Masa Manfaat yang Sesungguhnya atas Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan Dalam Bidang Usaha Tertentu;
10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 06/PJ/2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain;
11. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2014 tentang Tata Cara Permohonan dan Penetapan atas Saat Mulainya Penyusutan Harta Berwujud Yang Dapat Dilakukan pada Bulan Digunakan atau Bulan Mulai Menghasilkan;
12. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2014 tentang Tata Cara Permohonan dan Penetapan Masa Manfaat yang Sesungguhnya atas Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan;
13. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 21/PJ/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain;
14. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain;
15. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2016 tentang Tata Cara Penilaian untuk Penentuan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;
16. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2017 tentang Tata Cara Pengelolaan Laporan Per Negara;
17. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2019 tentang Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal;
18. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2019 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean Atas Impor Yang Merupakan Pemasukan Barang Yang Digunakan Untuk Kegiatan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak;
19. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2020 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang Diterima Atau Diperoleh Dana Pensiun Yang Pendiriannya Telah Disahkan Oleh Menteri Keuangan Atau Telah Mendapatkan Izin Dari Otoritas Jasa Keuangan;
20. Peraturan  Direktur  Jenderal  Pajak  Nomor  PER-16/PJ/2020  tentang Penanganan Permintaan Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama dan Penyelesaian Tindak Lanjut Persetujuan Bersama;
21. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2020 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement);
22. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2020 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberitahuan, Pemberian, Pembatalan Serta Permohonan dan Penerbitan Kembali Izin Penyelenggaraan Pembukuan atau Pencatatan dengan Menggunakan Bahasa Inggris atau Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Inggris dan Satuan Mata Uang Dolar Amerika Serikat;
23. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2021 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penerbitan Keputusan Mengenai Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau Pengambilalihan Usaha;
24. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2022 tentang Tata Cara Penelitian Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan beserta Perubahannya;
25. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-8/PJ/2023 tentang Tata Cara Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan beserta Perubahannya dan Pembebasan dari Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penjualan Rumah Tinggal atau Hunian yang Tergolong Sangat Mewah di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata;
26. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan; dan
27. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-316/PJ./2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Pengeluaran/Biaya Perolehan Perangkat Lunak (Software) Komputer,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 

Pasal 148

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Mei 2025
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

SURYO UTOMO

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA