Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

HIGHLIGHTSDATA CENTERSUBJEK PILIHANFORUM
PeraturanTax TreatyPutusanKurs KMKKurs BITarif Bunga
Fitur
highlightsdata centersubjek pilihanforum
Informasi
About UsKebijakan PrivasiPedoman Media SiberDisclaimerKontak KamiCareer
Navigating the Coretax era with
Ortax Ecosystem
Ortax Ecosystem
pajakexpress.com | pajak101.com | taxbase.id | bsadvisory.com

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Pajak Penghasilan
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPnBM )
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Meterai
Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Pengadilan Pajak
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP)
Pajak Daerah
Bea Cukai

PENGANTAR

Istilah Penting dalam UU PPSP

Ringkasan Rangkaian Tindakan Penagihan Pajak

PEJABAT DAN
JURUSITA PAJAK

Pengangkatan Jurusita

Tugas dan Kewenangan Jurusita

SURAT PAKSA

Pengertian Surat Paksa

Prosedur Penerbitan Surat Teguran

Prosedur Penerbitan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus

Prosedur Penerbitan Surat Paksa

PENYITAAN

Pengertian Penyitaan

Objek Sita

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

Prosedur Pelaksanaan Penyitaan

Pencabutan Sita

Pelelangan Objek Sita

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak dan Pejabat

PENCEGAHAN DAN
PENYANDERAAN

Pengertian Pencegahan dan Penyanderaan

Prosedur Pencegahan

Prosedur Penyanderaan

Rehabilitasi Nama Baik

ReadView

Rangkaian Tindakan Penagihan Pajak

Setiap wajib pajak wajib membayar utang pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku, dalam hal wajib pajak tidak melunasi utang pajak yang masih harus dibayar setelah lewat jatuh tempo pelunasan, maka dapat dilakukan serangkaian tindakan penagihan pajak. Serangkaian penagihan pajak tersebut didahului dengan:
1. penerbitan Surat Teguran, Pejabat menerbitkan Surat Teguran setelah lewat waktu 7 (tujuh) Hari sejak saat jatuh tempo pembayaran Utang Pajak, dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi Utang Pajak. Jangka waktu untuk melunasi utang pajak sesuai dengan surat teguran adalah 21 (dua puluh satu) hari sejak surat teguran disampaikan.
2. penerbitan surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dapat diterbitkan tanpa didahului dengan penerbitan surat teguran.
3. penerbitan dan pemberitahuan Surat  Paksa, Surat Paksa diterbitkan oleh Pejabat dan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak apabila setelah lewat jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal Surat Teguran disampaikan, Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak. Jangka waktu pelunasan utang pajak melalui penerbitan surat paksa adalah 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan.
4. pelaksanaan Penyitaan, setelah jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan terlewati Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak, Pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan Penyitaan dan Jurusita Pajak melaksanakan Penyitaan terhadap Barang milik Penanggung Pajak. Apabila setelah lewat waktu 14 (empat belas) Hari sejak tanggal pelaksanaan Penyitaan, Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan pengumuman lelang atas Barang sitaan yang akan dilelang.
5. Penjualan barang sitaan, apabila setelah lewat waktu 14 (empat belas) Hari sejak tanggal pengumuman lelang, Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan penjualan Barang sitaan Penanggung Pajak melalui kantor lelang negara dan pejabat dapat segera menggunakan, menjual, dan/atau memindahbukukan Barang sitaan dalam hal barang sitaan tersebut dikecualikan dari penjualan lelang.
6.
pengusulan Pencegahan, Pengusulan Pencegahan dapat dilakukan setelah tanggal Surat Paksa diberitahukan tanpa didahului penerbitan surat perintah melaksanakan Penyitaan, pelaksanaan Penyitaan, atau penjualan Barang sitaan, dalam hal:
a. Objek Sita tidak dapat ditemukan;
b. hak untuk melakukan penagihan Pajak atas Utang Pajak akan daluwarsa dalam jangka waktu kurang dari 2 (dua) tahun;
c. berdasarkan data dan informasi terdapat indikasi Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
d. terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan, digabungkan, dimekarkan, dipindahtangankan, atau dilakukan perubahan bentuk lainnya; atau
e. terdapat tanda-tanda kepailitan dan/atau dalam keadaan pailit.
7.
Pelaksanaan Penyanderaan, tindakan penyanderaan dapat dilakukan paling cepat 30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya jangka waktu pencegahan atau berakhirnya jangka waktu perpanjangan pencegahan. Dalam hal:
a. hak untuk melakukan penagihan Pajak atas Utang Pajak akan daluwarsa dalam jangka waktu kurang dari 2 (dua) tahun;
b. terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan, digabungkan, dimekarkan, dipindahtangankan, atau dilakukan perubahan bentuk lainnya; atau
c. terdapat tanda-tanda kepailitan dan/atau dalam keadaan pailit.
Penyanderaan dapat dilakukan setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat paksa diberitahukan
Istilah Penting
  1. Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurut undang-undang dan peraturan daerah.
  2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
  3. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  4. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
  5. Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah.
  6. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.
  7. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tindakan penagihan pajak dilaksanakan.
  8. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  9. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
  10. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.
  11. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
  12. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
  13. Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
  14. Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.
  15. Objek Sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak.
  16. Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita.
  17. Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
  18. Kantor Lelang adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang.
  19. Risalah Lelang adalah Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang atau kuasanya dalam bentuk yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan lelang.
  20. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  21. Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
  22. Gugatan atau Sanggahan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
  23. Kepala Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota.
  24. Pemerintah Daerah adalah pemerintah daerah yang wilayah hukumnya meliputi tempat tindakan penagihan pajak dilaksanakan.
  25. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  26. Hari adalah hari kalender.
Tugas dan Kewenangan Jurusita Pajak
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
 
Jurusita Pajak bertugas:
a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
b. Memberitahukan Surat Paksa;
c. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
d. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

Dalam melaksanakan tugasnya, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan, Pemerintah Daerah Setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain.

Selain menjalankan tugasnya, Jurusita Pajak juga memiliki wewenang untuk memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.

Jurusita Pajak memiliki kewajiban yang harus dipenuhi meliputi:
a. Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak;
b. Memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
c. Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.

Dalam melaksanakan penyitaan Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi.
Pengertian Surat Paksa
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
 
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat Paksa berkepala kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukuman tetap.

Surat paksa dapat diterbitkan apabila:
1. Jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal disampaikan Surat Teguran;
2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus; atau
3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Pengangkatan Jurusita
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000)
 
Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau Gubernur atau Bupati/Walikota untuk penagihan pajak daerah. Dalam rangka pelaksanaan Penagihan Pajak, Menteri Keuangan menunjuk :

“ a. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya, dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus sebagai Pejabat untuk Penagihan Pajak yang meliputi Pajak Penghasilan serta Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang mewah;”

Pejabat yang dimaksud adalah:

“Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah”.

Syarat-Syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi Jurusita Pajak, meliputi:
a. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat dengan itu;
b. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan II/a;
c. Berbadan sehat
d. Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak; dan
e. Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian.

Sebelum memangku jabatannya, Jurusita Pajak diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya oleh Pejabat yang berbunyi sebagai berikut:

"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuai kepada siapapun juga".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan saya ini, tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi negara Republik Indonesia".

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama dan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Jurusita Pajak yang berbudi baik dan jujur, menegakkan hukum dan keadilan".

Jurusita Pajak dapat diberhentikan apabila:
a. Meninggal dunia;
b. Pensiun;
c. Karena alih tugas atau kepentingan dinas lainnya;
d. Ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas;
e. Melakukan perbuatan tercela;
f. Melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak; atau
g. Sakit jasmani atau rohani terus menerus.
Prosedur Penerbitan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
PMK NOMOR  24/PMK.03/2008
 
Penagihan Seketika dan Sekaligus merupakan tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.

Jurusita Pajak melakukan Penagihan Seketika dan Sekaligus berdasarkan surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.

Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus dapat diterbitkan oleh Pejabat dalam hal:
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha, atau menggabungkan usaha, atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
e. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh Pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan dengan ketentuan:
a. diterbitkan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran;
b. diterbitkan tanpa didahului Surat Teguran;
c. diterbitkan sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran diterbitkan; atau
d. diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa.

Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;
b. Besarnya utang pajak;
c. Perintah untuk membayar; dan
d. Saat pelunasan Pajak
Prosedur Penerbitan Surat Teguran
PMK NOMOR  24/PMK.03/2008
 
Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis merupakan surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Penagihan pajak dilakukan dengan terlebih dahulu menerbitkan surat teguran.

Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang telah mendapat persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran Utang Pajak.

Surat Teguran dapat diterbitkan dalam hal utang pajak sebagaimana tercantum dalam hal:
1. Untuk Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, meliputi:    
a. Surat Tagihan Pajak (STP);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
d. Surat Pembetulan;
e. Surat Keputusan Keberatan;
f. Putusan Banding; atau
g. Putusan Peninjauan Kembali
2. Untuk Pajak Bumi dan Bangunan berupa Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB)
3. Untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, meliputi:
a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB);
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT);
c. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB);
d. Surat Keputusan Pembetulan;
e. Surat Keputusan Keberatan;
f. Putusan Banding;
g. Putusan Peninjauan Kembali
 
Yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak dilunasi sampai dengan tanggal jatuh tempo.

Jangka Waktu Penerbitan Surat Teguran:
1. Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas SKPKB atau SKPBKBT.
2. Surat Teguran disampaikan setelah  7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT.
3. Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT.
4. Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan, dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
5. Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan, dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Wajib Pajak.
6. Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasan, dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Pajak Bumi dan Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana tercantum dalam STPPBB, SKBKB, SKBKBT, STB atau Surat Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding yang menyebabkab jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

Penyampaian surat teguran dapat dilakukan secara langsung, melalui pos, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Pencegahan dan Penyanderaan

Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

“Itikad baik sebagaimana dimaksud dalam hal tidak melunasi utang pajak baik sekaligus maupun angsuran, walaupun telah diberitahukan Surat Paksa; dan/atau menyembunyikan atau memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai, termasuk akan membubarkan badan, setelah timbulnya utang pajak.”

Pencegahan diperlukan sebagai salah satu upaya penagihan pajak. Namun, agar pelaksanaan pencegahan tidak sewenang-wenang, maka pelaksanaan pencegahan sebagai upaya penagihan pajak diberikan syarat-syarat, baik yang bersifat kuantitatif, yakni harus memenuhi utang pajak dalam tertentu, maupun yang bersifat kualitatif, yakni diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak sehingga pencegahan hanya dilaksanakan secara sangat selektif dan hati-hati.

Sedangkan, penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

Penyanderaan merupakan salah satu upaya penagihan pajak yang wujudnya berupa pengekangan sementara waktu terhadap kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya pada tempat tertentu. Agar penyanderaan tidak dilaksanakan sewenang-wenang dan juga tidak bertentangan dengan rasa keadilan bersama, maka diberikan syarat-syarat tertentu, baik syarat yang bersifat kuantitatif, yakni harus memenuhi utang pajak dalam jumlah tertentu, maupun syarat yang bersifat kualitatif, yakni diragukan itikad baik Penanggung Pajak dalam melunasi utang pajak, serta telah dilaksanakan penagihan pajak sampai dengan Surat Paksa. Dengan demikian, Pejabat mendapatkan data atau informasi yang akurat yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk mengajukan permohonan izin penyanderaan. Penyanderaan hanya dilaksanakan secara sangat selektif, hati-hati, dan merupakan upaya terakhir.
Objek Sita

Objek Sita merupakan barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan Utang Pajak. Objek sita meliputi barang milik Penanggung Pajak dan barang milik istri atau suami dan anak yang masih dalam tanggungan dari Penanggung Pajak kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta, yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu. Dalam hal penyitaan dilakukan terhadap Penanggung Pajak Badan, penyitaan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.

Barang yang dijadikan sebagai objek penyitaan meliputi:
a. Barang bergerak termasuk uang tunai baik dalam bentuk mata uang asing dan uang elektronik atau uang dalam bentuk lainnya, logam mulia, perhiasan emas, permata, dan sejenisnya, harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan (deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu), surat berharga (saham, obligasi, dan sejenisnya yang diperdagangkan dan tidak diperdagangkan di pasar modal), piutang, penyertaan modal pada perusahaan lain, kendaraan bermotor, yacht, dan pesawat terbang; dan
b. Barang tidak bergerak termasuk tanah dan/atau bangunan dan kapal dengan isi kotor paling sedikit 20 (dua puluh) meter kubik.

Dalam pelaksanaan penyitaan, terdapat barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan meliputi:
a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya;
b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah;
c. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara;
d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan;
e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); atau
f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
Pencabutan Sita
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000

Apabila Penanggung Pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau berdasarkan putusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atau Gubernur atau Bupati/Walikota dapat dilakukan pencabutan sita. Pelaksanaan pencabutan sita dilaksanakan berdasarkan Surat Pencabutan Sita yang diterbitkan oleh Pejabat.

Surat Pencabutan Sita berfungsi sebagai pencabutan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang sebelumnya telah disampaikan oleh  Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak dan instansi yang terkait, diikuti dengan pengembalian penguasaan barang yang disita kepada Penanggung Pajak.

Pencabutan sita terhadap:
a. deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro atau yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan kepada bank yang bersangkutan;
b. surat berharga berupa obligasi, saham atau sejenisnya baik yang diperdagangkan maupun yang tidak diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan kepada pihak terkait yang sekaligus berfungsi sebagai pembatalan Berita Acara Pengalihan Hak Atas Surat Berharga tersebut;
c. piutang dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan kepada pihak yang berutang yang sekaligus berfungsi sebagai pembatalan Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang;
d. penyertaan modal pada perusahaan lain dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan kepada pihak terkait serta membuat Akta Pembatalan Pengalihan Hak.
Penyitaan

Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari penanggung pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang Penanggung Pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan Penanggung Pajak, atau di tempat lain maupun yang penguasaannya berada di tangan pihak lain.
Pelelangan Objek Sita
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000

Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang:
1. Melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui kantor lelang. Penjualan secara lelang dilaksanakan paling cepat setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak pengumuman lelang melalui media massa.

Pengumuman lelang dilaksanakan paling  cepat setelah lewat jangka waktu 14 (empat) hari terhitung sejak penyitaan. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali. Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui media massa.

Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan permintaan lelang kepada Kantor Lelang sebelum lelang dilaksanakan. Pejabat atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang untuk menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang dan menandatangani asli risalah lelang.

“Risalah lelang adalah Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang atau kuasanya dalam bentuk yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan lelang.”

Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak. Dalam hal penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% (satu persen) dari pokok lelang.

Apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan dan utang pajak maka pelaksanaan lelang dihentikan dan sisa barang serta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak paling lambat 3 (tiga) hari setelah pelaksanaan lelang.
2. Menggunakan, menjual, dan/atau memindahbukukan barang sitaan yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang dengan jangka waktu setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan. Barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang meliputi:   
a. Uang tunai termasuk mata uang asing dan uang elektronik atau uang dalam bentuk lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Surat-surat berharga:
1. Harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan meliputi deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; 
2. harta kekayaan Penanggung Pajak atas Klaim Pajak yang dikelola oleh Lembaga Jasa Keuangan sektor perasuransian, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang memiliki nilai tunai;
3. obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di pasar modal;
4. obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di pasar modal;
5. Piutang;
6. penyertaan modal pada perusahaan lain; atau
7. Surat berharga lainnya; dan
c. Barang yang mudah rusak atau cepat rusak

Prosedur penagihan utang pajak dan biaya penagihan pajak atas barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan lelang

Terhadap harta kekayaan penanggung pajak atas klaim pajak yang tersimpan pada Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan, perasuransian, Lembaga Jasa Keuangan lainnya, dan/atau entitas lain, Pejabat meminta kepada pihak Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan, Lembaga Jasa Keuangan sektor perasuransian, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain untuk melakukan pemindahbukuan harta kekayaan Penanggung Pajak atas Klaim Pajak.

Terhadap surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, Pejabat menyampaikan permintaan pencabutan blokir kepada Lembaga Jasa Keuangan sektor pasar modal, setelah permintaan pencabutan blokir disampaikan, Pejabat melakukan penjualan surat berharga milik Penanggung Pajak atas klaim pajak di bursa efek.

Terhadap piutang, Pejabat dapat menjual piutang; atau meminta pihak yang berkewajiban membayar utang menyetor pembayaran langsung ke rekening pemerintah lainnya untuk melunasi nilai klaim pajak. Dan atas barang yang mudah rusak atau cepat busuk, Pejabat dapat menjual barang dimaksud untuk pelunasan nilai klaim pajak.

Pelaksanaan pemindahbukuan dilakukan dengan menyampaikan:
a. Permintaan pencabutan blokir dan pemindahbukuan harta kekayaan Penanggung Pajak atas klaim pajak kepada pihak Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan, perasuransian, sektor lainnya dan/atau Entitas Lain dengan tembusan kepada Penanggung Pajak atas klaim pajak; dan
b. Surat pencabutan sita kepada Penanggung Pajak atas klaim pajak dengan tembusan kepada pihak Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan, perasuransian, sektor lainnya, dan/atau Entitas Lain.
  
Pemindahbukuan dilakukan paling banyak sebesar jumlah yang tercantum dalam berita acara pelaksanaan sita. Permintaan pencabutan blokir dan pemindahbukuan tersebut dilampiri dengan surat setoran ke rekening pemerintah lainnya untuk pembayaran nilai klaim pajak dengan mencantumkan informasi yang paling sedikit memuat:
a. Nama Penanggung Pajak atas klaim pajak;
b. Nomor identitas Penanggung Pajak atas klaim pajak;
c. Nomor referensi klaim pajak; dan
d. Nominal pembayaran

Dalam hal penjualan yang dikecualikan dari lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% (satu persen) dari hasil penjualan barang sitaan tersebut.
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Pasal 8 PMK NOMOR 61 TAHUN 2023

Jurusita Pajak dalam melaksanakan Penyitaan terhadap Objek Sita harus berdasarkan pada surat perintah melaksanakan Penyitaan. Surat perintah melaksanakan Penyitaan diterbitkan setelah lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan, Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak.

Surat perintah melaksanakan Penyitaan, paling sedikit memuat:
a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;
b. Nomor dan tanggal penerbitan Surat Paksa;
c. Tanggal pemberitahuan Surat Paksa;
d. Nama Jurusita Pajak; dan
e. Perintah untuk melaksanakan Penyitaan.

Dalam hal Objek Sita:
a. berada diluar wilayah kerja Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Pajak yang menerbitkan Surat Paksa
b. berada di luar kota tempat kedudukan kantor Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa tetapi masih dalam wilayah kerjanya.

Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan/atau yang menerbitkan Surat Paksa meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat Objek Sita berada untuk menerbitkan surat perintah melaksanakan Penyitaan kepada Jurusita untuk melakukan Penyitaan.

Pejabat yang diminta bantuan memberitahukan pelaksanaan surat perintah melaksanakan Penyitaan kepada Pejabat yang meminta bantuan segera setelah Penyitaan dilaksanakan dengan mengirimkan berita acara pelaksanaan sita.
Prosedur Pelaksanaan Penyitaan
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000

Pelaksanaan penyitaan didahului dengan penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Apabila Penanggung Pajak tidak hadir, penyitaan tetap dapat dilaksanakan dengan syarat salah seorang saksi berasal dari Pemerintah Daerah setempat sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa sekurang-kurangnya golongan II/a di Kantor Kelurahan/Desa atau di Kantor Kecamatan.

Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi. Dalam hal Penanggung Pajak adalah Badan maka Berita Acara ditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau pegawai tetap perusahaan. Berita Acara Pelaksanaan Sita sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal, nomor, nama Jurusita Pajak, nama Penanggung Pajak, nama dan jenis barang yang disita, dan tempat penyitaan.

“Berita Acara Pelaksanaan Sita merupakan pemberitahuan kepada Penanggung Pajak dan masyarakat bahwa penguasaan barang Penanggung Pajak telah berpindah dari Penanggung Pajak kepada Pejabat”.

Apabila Penanggung Pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita, Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi. Dalam hal Penanggung Pajak tidak hadir, Berita Acara ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat.

Salinan berita acara pelaksanaan sita disampaikan kepada Penanggung Pajak dan dapat ditempelkan pada Barang bergerak dan/atau Barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak yang disita berada, atau di tempat-tempat umum. Salinan berita acara juga disampaikan kepada:
a. Kepolisian Republik Indonesia, untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar;
b. Badan Pertanahan Nasional, untuk tanah yang kepemilikannya sudah terdaftar;
c. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, untuk kapal;
d. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, untuk pesawat terbang; atau
e. Pemerintah Daerah dan Pengadilan Negeri setempat, untuk tanah yang kepemilikannya belum terdaftar.
   
Atas barang yang disita dapat ditempeli atau diberi segel sita. Penempelan segel sita dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, sifat dan bentuk barang sitaan. Segel sita memuat sekurang-kurangnya:
a. Kata “DISITA”;
b. Nomor dan tanggal Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. Larangan untuk memindahtangankan, memindahkan hak, meminjamkan, merusak barang yang disita.

Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak. Keadaan tertentu yang dimaksud meliputi, jurusita pajak tidak menjumpai barang bergerak yang dapat dijadikan objek sita atau barang bergerak yang dijumpai tidak mempunyai nilai atau harganya tidak memadai jika dibandingkan dengan utang pajaknya. Urutan barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang disita ditentukan oleh Jurusita Pajak dengan memperhatikan jumlah Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak serta kemudahan penjualan atau pencairannya. Penyitaan dilaksanakan sampai dengan jumlah nilai barang sitaan diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Prosedur Pelaksanaan Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya

Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya dilaksanakan sebagai berikut:
a. membuat rincian tentang jenis, jumlah dan harga perhiasan yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

Prosedur Pelaksanaan Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing

Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing dilaksanakan sebagai berikut:
a. menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat rinciannya dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang selanjutnya ditempeli dengan segel sita dan kemudian menitipkannya pada Penanggung Pajak atau menitipkannya pada bank.

Prosedur Pelaksanaan Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank berupa deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu

Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank berupa deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai dengan penyampaian Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
b. bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari Pejabat dan membuat berita acara pemblokiran serta menyampaikan salinannya kepada Pejabat dan Penanggung Pajak;
c. Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak;
d. dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Pejabat meminta Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank untuk memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank yang dimaksud;
e. setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan;
f. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah Penanggung Pajak melunasi Utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak;
g. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran.

Prosedur Pelaksanaan Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di bursa efek

Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pemblokiran Rekening Efek pada Kustodian dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat yang ditunjuknya kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dengan menyebutkan nama Pemegang Rekening atau nomor Pemegang Rekening sebagai Penanggung Pajak, sebab dan alasan perlunya pemblokiran tersebut dilakukan;
b. Berdasarkan permintaan Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud pada huruf a, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dapat menyampaikan perintah tertulis kepada Kustodian untuk melakukan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung Pajak;
c. Berdasarkan perintah tertulis dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal sebagaimana dimaksud pada huruf b, Kustodian melakukan pemblokiran;
d. Dalam hal permintaan pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan keterangan tentang Rekening Efek pada Kustodian, maka permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak harus memuat nama Pejabat yang berwenang mendapat keterangan tersebut;
e. Kustodian yang melakukan pemblokiran dan memberikan keterangan tentang Rekening Efek Pemegang Rekening membuat Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian Keterangan;
f. Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian Keterangan tersebut disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak dan salinannya disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Pemegang Rekening sebagai Penanggung Pajak, selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah pemblokiran dan pemberian keterangan tersebut dilakukan;
g. Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan atas Efek dan atau dana dalam Rekening Efek pada Kustodian segera setelah menerima Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian Keterangan;
h. Jurusita Pajak yang melakukan penyitaan harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi;
i. Dalam hal Penanggung Pajak tidak hadir, Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi;
j. Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada Penanggung Pajak, dan salinannya disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Kustodian;
k. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung Pajak kepada Kustodian, setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak;
l. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran;
m. Efek yang diperdagangkan di bursa yang telah disita, dijual di bursa melalui Perantara Pedagang Efek Anggota Bursa atas permintaan Pejabat.

Prosedur Pelaksanaan Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek

Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut:
a. melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. membuat Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama dari Penanggung Pajak kepada Pejabat.

Prosedur Pelaksanaan Penyitaan terhadap Piutang


Penyitaan terhadap piutang dilaksanakan sebagai berikut:
a. melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis dan jumlah piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan pihak yang berkewajiban membayar utang.

Prosedur Pelaksanaan Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya

Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya dilaksanakan sebagai berikut:
a. melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan modal pada perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. membuat Akta Persetujuan Pengalihan Hak Penyertaan Modal pada perusahaan lain dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada perusahaan tempat penyertaan modal.

Terhadap barang yang telah disita oleh Kejaksaan atau Kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus pidana, Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa dengan dilampiri surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa barang dimaksud akan disita apabila proses pembuktiaan telah selesai dan diputuskan bahwa barang bukti dikembalikan kepada Penanggung Pajak.

Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak, kecuali apabila menurut pertimbangan Jurusita Pajak barang sitaan tersebut perlu disimpan di kantor Pejabat atau di tempat lain. Tempat lain yang dimaksud meliputi:
a. Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain;
b. kantor pegadaian;
c. kantor pos;
d. kantor aparat Pemerintah Daerah setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita dalam hal Penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak;
e. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara; dan
f. tempat tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Dasar pertimbangan Jurusita Pajak untuk menentukan tempat penitipan atau penyimpanan barang sitaan, dapat berupa risiko kehilangan, kecurian atau kerusakan dan jenis, sifat, ukuran, atau jumlah barang sitaan.

Apabila nilai barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak Jurusita Pajak dapat melakukan penyitaan tambahan dengan menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Dengan demikian penyitaan dapat dilaksanakan lebih dari satu kali sampai dengan jumlah yang cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Prosedur Penyanderaan

Prosedur penyanderaan oleh Pejabat didahului dengan melakukan analisis terhadap penanggung pajak atas kewajiban pelunasan utang pajaknya, apakah penanggung pajak memiliki itikad baik atau tidak. Penyanderaan dapat dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat setelah mendapat izin tertulis dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

Penyanderaan dapat dilakukan setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan, dalam hal:
a. hak untuk melakukan penagihan Pajak atas Utang Pajak akan daluwarsa dalam jangka waktu kurang dari 2 (dua) tahun;
b. terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan, digabungkan, dimekarkan, dipindahtangankan, atau dilakukan perubahan bentuk lainnya; atau
c. terdapat tanda-tanda kepailitan dan/atau dalam keadaan pailit.

Permohonan Izin dan Penerbitan Izin
Dalam Penanggung Pajak tidak dapat menunjukkan itikad baiknya untuk melunasi utang pajak, maka Pejabat dapat mengajukan permohonan izin Penyanderaan kepada Menteri, yang dalam permohonan tersebut paling sedikit memuat identitas Penanggung Pajak yang akan disandera, jumlah utang pajak, tindakan penagihan Pajak yang telah dilaksanakan, uraian tentang adanya petunjuk bahwa Penanggung Pajak diragukan itikad baiknya dalam pelunasan Utang Pajak; dan lamanya penyanderaan.

Berdasarkan permohonan izin penyanderaan tersebut, Menteri menerbitkan izin Penyanderaan yang paling sedikit memuat identitas Penanggung Pajak, alasan Penyanderaan, dan lamanya Penyanderaan. Permohonan dan penerbitan izin Penyanderaan dapat dilakukan secara elektronik atau tertulis, dalam hal sistem informasi secara elektronik belum tersedia.

Surat Perintah Penyanderaan
Atas izin penyanderaan yang telah diterbitkan oleh Menteri Pejabat dapat menerbitkan surat perintah Penyanderaan seketika, yang memuat paling sedikit mengenai identitas Penanggung Pajak, alasan Penyanderaan, izin Penyanderaan, lamanya Penyanderaan, dan tempat Penyanderaan.

Jurusita Pajak menyampaikan surat perintah Penyanderaan secara langsung kepada Penanggung Pajak yang akan disandera dan salinannya disampaikan kepada kepala tempat Penyanderaan. Penyampaian surat perintah Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disaksikan oleh 2 (dua) orang penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera tidak dapat ditemukan, Jurusita Pajak melalui Pejabat dapat meminta bantuan Kepolisian Republik Indonesia atau Kejaksaan Republik Indonesia untuk menghadirkan Penanggung Pajak yang tidak dapat ditemukan tersebut.

Jurusita Pajak membuat berita acara penyampaian surat perintah Penyanderaan yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak yang disandera, dan saksi-saksi pada saat surat perintah Penyanderaan disampaikan kepada Penanggung Pajak yang disandera. Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera menolak penyampaian surat perintah Penyanderaan, Jurusita Pajak:
a. meninggalkan surat perintah Penyanderaan di tempat kedudukan Penanggung Pajak; dan
b. mencatat dalam berita acara yang menyatakan penolakan penyampaian surat perintah Penyanderaan.

Surat perintah Penyanderaan yang ditolak dinyatakan telah disampaikan, dan Jurusita Pajak membuat:
a. berita acara pelaksanaan Penyanderaan yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak, kepala tempat Penyanderaan, dan saksi-saksi; dan
b. berita acara penempatan atau penitipan sandera yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, kepala tempat Penyanderaan, dan saksi-saksi,

pada saat Penanggung Pajak ditempatkan atau dititipkan di tempat Penyanderaan.

Dalam hal Penanggung Pajak yang disandera menolak menandatangani berita acara pelaksanaan Penyanderaan, Jurusita Pajak mencatat dalam berita acara yang menyatakan penolakan penandatangan berita acara pelaksanaan Penyanderaan. Berita acara pelaksanaan dan berita acara penempatan atau penitipan sandera paling sedikit memuat:
a. nomor dan tanggal surat perintah Penyanderaan;
b. izin tertulis Menteri;
c. identitas Jurusita Pajak;
d. identitas Penanggung Pajak yang disandera;
e. tempat Penyanderaan;
f. lamanya Penyanderaan; dan
g. identitas saksi pelaksanaan Penyanderaan.

Penyanderaan dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak yang telah atau sedang dilakukan Pencegahan. Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah, atau sedang mengikuti sidang resmi, atau sedang mengikuti Pemilihan Umum.

Hak dan Kewajiban Penanggung Pajak yang Disandera

Selama dalam Penyanderaan Penanggung Pajak berhak:
a. melakukan ibadah di tempat Penyanderaan sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing;
b. memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. mendapat makanan yang layak termasuk menerima kiriman dari keluarga;
d. menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas;
e. memperoleh bahan bacaan dan informasi lainnya atas biaya sendiri; dan/atau
f. menerima kunjungan dari:
1. keluarga, pengacara, dan sahabat paling banyak 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 30 (tiga puluh) menit untuk setiap kali kunjungan, setelah mendapat izin dari Pejabat; dan/atau
2. dokter pribadi dan/atau rohaniwan atas biaya sendiri, setelah mendapat izin dari kepala tempat Penyanderaan.
  
Selama disandera Penanggung Pajak wajib memenuhi tata tertib dan disiplin di tempat Penyanderaan. Dalam hal Penanggung Pajak melakukan pelanggaran tata tertib dan disiplin, kepala tempat Penyanderaan memberitahukan kepada Pejabat. Dalam hal pelanggaran tersebut merupakan suatu tindak pidana, kepala tempat Penyanderaan melaporkan kepada Kepolisian Republik Indonesia.

Dalam hal Penanggung Pajak melarikan diri dalam masa penyanderaan, atau izin keluar sementara Pejabat melakukan Penyanderaan kembali berdasarkan surat perintah Penyanderaan yang telah diterbitkan terhadapnya. Dan masa pelarian Penanggung Pajak tidak dihitung sebagai masa Penyanderaan.

Penanggung pajak yang disandera juga berhak mendapatkan izin keluar sementara, izin keluar sementara dapat diberikan dalam hal Penanggung Pajak yang disandera:
a. menderita sakit berat yang memerlukan perawatan rumah sakit di luar tempat Penyanderaan yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Pejabat;
b. memenuhi panggilan dari aparat penegak hukum dan/atau sidang di pengadilan;
c. mengikuti pemilihan umum di tempat pemilihan umum dalam hal tempat pemilihan umum tidak tersedia di tempat Penyanderaan;
d. menghadiri pemakaman orang tua, suami/istri, atau anak; atau
e. menjadi wali nikah atau menghadiri pernikahan anak.

Jangka Waktu Penyanderaan dan Perpanjangan Jangka Waktu Penyanderaan

Penyanderaan terhadap Penanggung Pajak dilakukan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Penanggung Pajak ditempatkan atau dititipkan dalam tempat Penyanderaan. Jangka waktu tersebut dapat dilakukan perpanjangan dalam hal:
a. Jangka waktu 6 (bulan) akan berakhir; dan
b. Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyanderaan.

Perpanjangan jangka waktu dilakukan dengan mengajukan permohonan izin, berdasarkan permohonan tersebut Menteri menerbitkan izin perpanjangan waktu penyanderaan. Izin tersebut memuat paling sedikit identitas Penanggung Pajak, alasan perpanjangan jangka waktu penyanderaan, dan lamanya perpanjangan jangka waktu penyanderaan. Atas izin perpanjangan jangka waktu penyanderaan tersebut pejabat menerbitkan kembali surat

Jangka waktu perpanjangan penyanderaan diberikan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak penyanderaan sebelumnya berakhir.

Pelepasan Penanggung Pajak yang Dilakukan Penyanderaan
Penanggung Pajak yang dilakukan penyanderaan dilepas:
a. apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;
b. apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan itu telah terpenuhi;
c. berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

Pertimbangan menteri yang dimaksud meliputi:
a. Penanggung Pajak menyerahkan Barang yang nilainya paling sedikit sama dengan Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyanderaan sesuai dengan tanggung jawab Penanggung Pajak;
b. Penanggung Pajak telah berumur 80 (delapan puluh) tahun atau lebih;
c. Penanggung Pajak menderita sakit berat sehingga memerlukan perawatan dalam jangka waktu yang lama di luar tempat Penyanderaan yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Pejabat;
d. Penanggung Pajak dapat meyakinkan Pejabat dengan membuktikan bahwa dalam kedudukannya tidak dapat dibebani Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak;
e. untuk kepentingan umum atau pertimbangan kemanusiaan;
f. hak untuk melakukan penagihan Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyanderaan telah daluwarsa penagihan; dan/atau
g. Wajib Pajak telah mendapatkan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyanderaan.

Dalam hal penanggung pajak memenuhi ketentuan untuk dilakukannya pelepasan, pejabat menerbitkan surat pemberitahuan pelepasan sandera kepada kepala tempat penyanderaan. Apabila pelepasan sandera berdasarkan pertimbangan Menteri, Pejabat dapat mengajukan usulan pelepasan sandera kepada Menteri dan Menteri menerbitkan surat rekomendasi pelepasan sandera. Surat pemberitahuan pelepasan sandera diberitahukan kepada  kepada kepala tempat Penyanderaan paling lama 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal diterimanya surat rekomendasi pelepasan sandera.

Penanggung Pajak yang disandera dilepaskan dalam hal Penanggung Pajak yang disandera meninggal dunia di tempat Penyanderaan. Kepala tempat Penyanderaan segera memberitahukan kepada Pejabat dan keluarga dari Penanggung Pajak yang disandera disertai berita acara kematian.
Rehabilitasi Nama Baik

Penanggung Pajak yang disandera dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan hanya kepada Pengadilan Negeri. Pengajuan gugatan terhadap pelaksanaan Penyanderaan tidak dapat diajukan setelah penyanderaan berakhir. Gugatan penanggung pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.

Dalam hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan dan putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan rehabilitasi nama baik dan ganti rugi atas Penyanderaan yang telah dijalaninya. Permohonan rehabilitasi nama baik dan ganti rugi atas masa Penyanderaan diajukan kepada Pejabat yang menerbitkan surat perintah Penyanderaan.

Permohonan rehabilitasi nama baik dan ganti rugi disampaikan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan paling sedikit memuat nama Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak dan nomor putusan pengadilan atas permohonan tersebut juga dilampirkan:
a. Putusan pengadilan pajak;
b. Surat perintah penyanderaan; dan
c. Surat pemberitahuan pelepasan Penanggung Pajak yang disandera.

Berdasarkan permohonan tersebut Pejabat yang menerbitkan surat perintah penyanderaan, melaksanakan rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak dan pemberian ganti rugi kepada Penanggung Pajak paling lambat 30 (tiga) puluh hari sejak diterimanya permohonan secara lengkap.

Rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak dimuat dalam bentuk 1 (satu) kali pengumuman pada media massa cetak harian berskala nasional dan/atau media massa elektronik dengan ukuran yang memadai dan pemberian ganti rugi dimuat dalam surat keputusan pemberian ganti rugi. Ganti rugi yang diberikan kepada Penanggung Pajak adalah sebesar Rp100.000 (seratus ribu rupiah) setiap hari selama masa penyanderaan yang telah dijalani.
Prosedur Pencegahan

Prosedur pencegahan oleh Pejabat didahului dengan melakukan analisis terhadap penanggung pajak atas kewajiban pelunasan utang pajaknya, apakah penanggung pajak memiliki itikad baik atau tidak. Pencegahan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri atas permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan. Keputusan Menteri mengenai pencegahan sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat identitas Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan, alasan untuk melakukan pencegahan, dan jangka waktu pencegahan.

Permintaan atau Pengusulan Pencegahan

Pengusulan pencegahan dapat dilakukan setelah tanggal Surat Paksa diberitahukan tanpa didahului penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaan, pelaksanaan penyitaan, atau penjualan barang sitaan, dalam hal:
  1. Objek sita tidak dapat ditemukan;
  2. Hak untuk melakukan penagihan Pajak atas Utang Pajak akan daluwarsa dalam jangka waktu kurang dari 2 (dua) tahun;
  3. berdasarkan data dan informasi terdapat indikasi Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
  4. terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan, digabungkan, dimekarkan, dipindahtangankan, atau dilakukan perubahan bentuk lainnya; atau
  5. terdapat tanda-tanda kepailitan dan/atau dalam keadaan pailit.
Atas permintaan pencegahan yang diajukan oleh Pejabat, Menteri memberikan keputusan dan menyampaikan keputusan Menteri mengenai Pencegahan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal keputusan Menteri ditetapkan dan disertai dengan surat permintaan untuk dilaksanakan.

Dalam keadaan mendesak Direktur Jenderal Pajak dapat meminta secara langsung disertai surat permintaan Pencegahan kepada pejabat imigrasi pada tempat pemeriksaan imigrasi atau unit pelaksana teknis yang membawahi tempat pemeriksaan imigrasi untuk melakukan Pencegahan.

Keadaan mendesak tersebut meliputi tanda-tanda Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia atau melarikan diri ke luar negeri. Atas permintaan pencegahan dalam keadaan mendesak tersebut Menteri wajib keputusan Menteri mengenai Pencegahan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling lama 20 (dua puluh) Hari terhitung sejak tanggal permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan disertai dengan surat permintaan untuk dilaksanakan.

Keputusan Menteri mengenai pencegahan disampaikan ke alamat domisili Penanggung Pajak, keluarga Penanggung Pajak, atau perwakilan negara Penanggung Pajak di Indonesia paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak tanggal keputusan Menteri ditetapkan.

Jangka Waktu dan Perpanjangan Pencegahan

Jangka waktu pencegahan diberikan paling lama 6 (enam) bulan. Pejabat dapat mengajukan permintaan perpanjangan jangka waktu pencegahan kepada Menteri dengan ketentuan:
  1. Jangka waktu pencegahan sebagaimana dimaksud akan berakhir;
  2. Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan pencegahan; dan
  3. Diragukan itikad baiknya.
Berdasarkan permintaan perpanjangan jangka waktu pencegahan, Menteri menetapkan keputusan Menteri mengenai perpanjangan jangka waktu Pencegahan. Isi keputusan tersebut paling sedikit memuat identitas Penanggung Pajak yang dikenakan perpanjangan jangka waktu Pencegahan, alasan untuk melakukan perpanjangan jangka waktu Pencegahan, dan Jangka waktu perpanjangan pencegahan. Jangka waktu perpanjangan diberikan paling lama 6 (enam) bulan.

Pencabutan Pencegahan

Pencegahan terhadap penanggung pajak berakhir karena jangka waktu yang ditetapkan telah habis atau dicabut berdasarkan keputusan Menteri dengan mempertimbangkan:
  1. Penanggung Pajak membayar lunas seluruh Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan Pencegahan sesuai dengan tanggung jawab Penanggung Pajak
  2. Penanggung Pajak menyerahkan Barang yang nilainya paling sedikit sama dengan Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan Pencegahan sesuai dengan tanggung jawab Penanggung Pajak
  3. terdapat putusan pengadilan pajak;
  4. Penanggung Pajak dapat meyakinkan Pejabat dengan membuktikan bahwa dalam kedudukannya tidak dapat dibebani Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak;
  5. untuk kepentingan umum atau pertimbangan kemanusiaan;
  6. hak untuk melakukan penagihan Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan Pencegahan telah daluwarsa penagihan; dan/atau
  7. Wajib Pajak telah mendapatkan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan Pencegahan.
Dalam hal terpenuhinya salah satu pertimbangan sebagaimana dimaksud, Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pencegahan kepada Menteri. Atas permintaan tersebut Menteri menetapkan keputusan Menteri mengenai pencabutan pencegahan yang disampaikan kepada:
  1. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, paling lambat 3 (tiga) Hari sejak tanggal keputusan Menteri ditetapkan; dan
  2. Penanggung Pajak yang dikenai Pencegahan, paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak tanggal keputusan Menteri ditetapkan
Penyampaian keputusan tersebut disertai dengan surat permintaan untuk dilaksanakan
Prosedur Penerbitan Surat Paksa
Pasal 8 Undang-Undang 19 Tahun 2000
 
Surat Paksa dapat diterbitkan apabila terdapat kondisi yang meliputi:
a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak setelah lewat jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal disampaikan Surat Teguran;
b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat Paksa diberikan kepada Penanggung Pajak beserta pernyataan dan penyerahan salinan yang diberitahukan oleh Jurusita Pajak. Pernyataan tersebut diberitahukan dengan cara membacakan isi Surat Paksa oleh Jurusita Pajak.

Apabila Penanggung Pajak merupakan orang pribadi, maka Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
a. penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan;
b. orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, dalam hal Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai;
c. salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau
d. ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Apabila Penanggung Pajak merupakan badan, maka Surat Paksa diberitahuan oleh Jurusita Pajak kepada:
a. pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau
b. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Pegawai tetap sebagaimana dimaksud merupakan pegawai tetap yang meliputi pegawai perusahaan yang membidangi keuangan, pembukuan, perpajakan, personalia, hubungan masyarakat, atau bagian umum dan bukan pegawai harian di tempat kedudukan atau tempat usaha Badan yang bersangkutan dalam hal Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang Penanggung Pajak.

Berdasarkan penjelasan mengenai pemberitahuan Surat Paksa kepada orang pribadi dan/atau badan tidak dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui Pemerintah Daerah setempat sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa. Dan dalam hal Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman di kantor Pejabat yang menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain.

Cara lain yang dimaksud adalah dengan melakukan pengumuman melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak atau situs lain yang ditunjuk oleh Pejabat.

Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, maka Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator. Dalam hal Wajib Pajak menunjukan seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, maka pemberitahuan Surat Paksa dapat dilakukan kepada penerima kuasa.

Pemberitahuan Surat Paksa dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa dan dalam berita acara tersebut ditandatangani oleh Jurusita dan pihak yang menerima pemberitahuan Surat Paksa. Dalam kondisi dimana Penanggung Pajak atau pihak-pihak yang dimaksud tersebut menolak untuk menerima Surat Paksa, Jurusita Pajak dapat meninggalkan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dan mencatatnya dalam berita acara bahwa Penanggung Pajak menolak untuk menerima Surat Paksa, dan Surat Paksa dianggap telah diberitahukan.

Pelaksanaan Surat Paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan. Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat atau sebab lain, Surat Paksa Pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena jabatan. Surat Paksa pengganti mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa.
Hak dan Kewajiban Penanggung Pajak dan Pejabat

Dalam melaksanakan Penyitaan, Pejabat atau Jurusita Pajak memiliki kewajiban untuk:
a. Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak;
b. Memperlihatkan surat perintah melaksanakan Penyitaan;
c. Memberitahukan tentang maksud dan tujuan Penyitaan; dan
d. Membuat berita acara pelaksanaan sita  atas setiap pelaksanaan Penyitaan.