Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagai Hukum Pajak Formal
Dasar Hukum
Pengertian NPWP
Fungsi dan Manfaat NPWP
Kode Seri NPWP
Kewajiban Mendaftarkan Diri
Pengertian Pengukuhan PKP
Fungsi Pengukuhan PKP
Kewajiban Melaporkan Usaha
Penerbitan NPWP dan Pengukuhan PKP Secara Jabatan
Tempat Pendaftaran dan atau Pelaporan Usaha
Tempat Pendaftaran bagi WP Tertentu dan/atau Pelaporan Usaha bagi PKP Tertentu
Tata Cara Pendaftaran dan atau Pelaporan Usaha
Perubahan Data Wajib Pajak dan Pemindahan Wajib Pajak
Tata Cara Perubahan Identitas Wajib Pajak dan Pemindahan Wajib Pajak
Tata Cara Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP
Sanksi yang Berhubungan dengan NPWP dan Pengukuhan PKP
Tata Cara pemberian NPWP Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Pengurus, Komisaris, Pemegang Saham/Pemilik Dan Pegawai dilakukan
Dasar Hukum
Pengertian SPT
Fungsi SPT
Bentuk, Isi, Keterangan dan/atau Dokumen yang harus dilampirkan dalam SPT
Pengambilan dan Penyampaian SPT
Tandatangan SPT
SPT Dianggap Tidak Disampaikan
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menyampaikan SPT
Batas Waktu Penyampaian SPT
Perpanjangan Batas Waktu Penyampaian SPT
Sanksi Keterlambatan Penyampaian SPT
WP dengan Kriteria Tertentu yang Dapat Melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu SPT Masa
Pengecualian dari Kewajiban Penyampaian SPT
Pengecualian Pengenaan Sanksi Denda Penyampaian SPT
Pembetulan SPT
E-SPT dan Penyampaian SPT Secara Elektronik (e-Filing)
Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran
Tempat Pembayaran dan Penyetoran
Sanksi Keterlambatan Pembayaran dan Penyetoran
Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak
Dasar Hukum
Dasar Restitusi
Permohonan Restitusi Setelah Dilakukan Pemeriksaan SPT
Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang
Pemeriksaan atas Permohonan Restitusi
WP Dengan Kriteria Tertentu yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan
WP Dengan Persyaratan Tertentu yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan
Jangka Waktu Pengembalian
Proses Pengembalian
Imbalan Bunga
Dasar Hukum
Pajak Terutang
Jenis Penetapan dan Ketetapan Pajak
Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Dasar Hukum
Dasar Penagihan
Bunga Penagihan
Urutan Penagihan
Penagihan Seketika dan Sekaligus
Hak Mendahului Piutang Pajak
Daluwarsa Penagihan
Gugatan
Penghapusan Piutang Pajak
Dasar Hukum
Keberatan
Jangka Waktu Keputusan Keberatan
Banding
Imbalan Bunga atas Keputusan Keberatan atau Banding atau Peninjauan Kembali yang Dikabulkan
Dasar Hukum
Dasar Pembetulan
Ruang Lingkup Pembetulan
Jangka Waktu Pembetulan
Hak WP Terkait dengan Pembetulan
Dasar Hukum
Pengertian Pembukuan
Ketentuan Penyelenggaraan Pembukuan
Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Menggunakan Bahasa Asing dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah
Pengertian Pencatatan
Ketentuan Pokok Pencatatan
Dasar Hukum
Pengertian Pemeriksaan
Tujuan Pemeriksaan
Jenis Pemeriksaan dan Jangka Waktunya
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan
Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan
Pemeriksa Pajak
Peminjaman Dokumen
Penolakan Pemeriksaan terkait dengan pemeriksaan dalam Rangka Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Penolakan Pemeriksaan terkait dengan pemeriksaan dengan tujuan lain
Penyegelan
Penjelasan WP dan Pihak Ketiga
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Pemeriksaan
Pembatalan Hasil Pemeriksaan
Pengungkapan Wajib Pajak Dalam Laporan Tersendiri Selama Pemeriksaan
Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pemeriksaan Ulang
Pemeriksaan Bukti Permulaan
Dasar Hukum
Wakil
Kuasa
Surat Kuasa Khusus
Dasar Hukum
Kerahasiaan
Kewajiban Memeberikan Keterangan atau Bukti
Dasar Hukum
Ruang Lingkup Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Memperoleh Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
Jangka Waktu Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
Hak WP Terkait dengan Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
Ketentuan Lain terkait dengan Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
Dasar Hukum
Ruang Lingkup
Jangka Waktu Pengurangan atau Pembatalan SKP/STP yang tidak benar dan Pembatalan Hasil Pemeriksaan
Hak WP terkait dengan Pengurangan atau Pembatalan SKP/STP yang Tidak Benar dan Pembatalan Hasil Pemeriksaan
Dasar Hukum
Definisi
Struktur
Wewenang
Kewajiban
Ketentuan Lain terkait dengan Komite Pengawas Perpajakan
Dasar Hukum
Jenis Sanksi
Sanksi karena Kealpaan
Sanksi karena Kesengajaan
Daluwarsa Penuntutan
Sanksi bagi Pejabat
Sanksi bagi Pihak Lain
Dasar Hukum
Dasar Penyidikan
Tugas dan Wewenang Penyidik
Penghentian Penyidikan
Hak Wajib Pajak dalam Proses Penyidikan
Dasar Hukum
Ketentuan lainnya
Dasar Hukum
Pengertian Surat Keterangan Fiskal
Permohonan Surat Keterangan Fiskal
Jangka Waktu Penerbitan Surat Keterangan Fiskal
Konfirmasi Kebenaran Surat Keterangan Fiskal yang Diperoleh Wajib Pajak
1. | Self Assessment System Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak sendiri diberikan kepercayaan sepenuhnya oleh pemerintah untuk menghitung, menetapkan, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang. Fiskus hanya berperan untuk mengawasi, misalnya melakukan penelitian apakah Surat Pemberitahuan (SPT) telah diisi dengan lengkap dan semua lampiran sudah disertakan, meneliti kebenaran penghitungan dan meneliti kebenaran penulisan. Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan kebenaran data yang terdapat di SPT Wajib Pajak, fiskus dapat melakukan pemeriksaan pajak. Contoh : PPh Orang Pribadi dan PPh Badan. |
2. | Official Assessment Berbeda dengan sistem self assessment, dalam sistem official assessment, fiskus yang berperan aktif dalam menghitung dan menetapkan besarnya pajak yang terutang. PBB menganut sistem ini, karena besarnya pajak yang terutang dihitung dan ditetapkan oleh fiskus melalui Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). |
3. | Withholding System Dalam sistem withholding, pihak ketiga yang wajib menghitung, menetapkan, menyetorkan, dan melaporkan pajak yang sudah dipotong/dipungut. Misalnya pihak perusahaan atau pemberi kerja berkewajiban untuk menghitung berapa PPh yang harus dipotong atas penghasilan yang diterima pegawai. Kemudian perusahaan atau pemberi kerja tersebut harus menyetorkan PPh yang telah dipotong ke kas negara dan melaporkan PPh pegawainya tersebut melalui SPT Masa PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat perusahaan terdaftar. |
a. | Pemberitahuan diajukan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan berakhir dengan menyebutkan alasan-alasannya. |
b. | Menyampaikan penghitungan sementara Pajak Penghasilan yang terutang dan dilampiri Laporan Keuangan sementara tahun pajak yang berkenaan. |
c. | Melampirkan bukti pelunasan atas kekurangan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada huruf b. |
d. | Surat Pernyataan dari Akuntan Publik yang menyatakan audit Laporan Keuangan belum selesai dalam hal Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik. |
e. | Permohonan menggunakan formulir 1770-Y/1771-Y/1771-$Y atau dalam bentuk data elektronik (e-SPT Y) |
a. | Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU PPh WP dengan kriteria ini dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. |
b. | Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas. WP dengan kriteria ini dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25. |
a. | Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia; |
b. | Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; |
c. | Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia; |
d. | Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia; |
e. | Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; |
f. | Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi; |
g. | Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau |
h. | Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. |
1. | 9 (sembilan) digit pertama adalah identitas unik Wajib Pajak; | ||||
2. | 3 (tiga) digit berikutnya adalah kode KPP, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||
3. | 3 (tiga) digit terakhir adalah kode status pusat dan cabang |
a. | Berdasarkan Data dan/atau Informasi |
b. | Berdasarkan Penetapan Tempat Terdaftar dan/atau Pelaporan Usaha bagi Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya |
c. | Dalam Rangka Pemecahan Instansi Vertikal DJP atau Perubahan Wilayah Kerja Instansi Vertikal DJP |
a. | Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan; | ||||||||
b. | Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; | ||||||||
c. | Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham atau pemilik, dan pegawai yang telah diberikan NPWP dan penghasilan netonya tidak melebihi PTKP; | ||||||||
d. | wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya; | ||||||||
e. | wanita kawin yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan suaminya; | ||||||||
f. | anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah, yang telah memiliki NPWP; | ||||||||
g. | Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi dalam hal warisan telah selesai dibagi; | ||||||||
h. | Wajib Pajak cabang yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi atau ditutup, atau tempat kegiatan usahanya pindah ke wilayah kerja KPP lain; | ||||||||
i. | Wajib Pajak Badan dilikuidasi atau dibubarkan karena penghentian atau penggabungan usaha; | ||||||||
j. | Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; | ||||||||
k. | Instansi Pemerintah yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, yang dilikuidasi karena mengalami kondisi sebagai berikut:
|
||||||||
l. | Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP, tidak termasuk NPWP Cabang; dan/atau | ||||||||
m. | Wajib Pajak yang memiliki NPWP Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang secara nyata tidak lagi:
|
(1) | Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menyampaikan:
|
||||||||
(1a) | Dalam hal pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan. | ||||||||
(2) | Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. | ||||||||
(2a) | Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. | ||||||||
(2b) | Tarif bunga perbulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (2a) dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% (lima persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi. | ||||||||
(3) | Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya, yaitu sebagai berikut:
|
||||||||
(3a) | Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak yang kurang bayar. | ||||||||
(4) | Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:
|
||||||||
(5) | Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri disampaikan beserta administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari pajak yang kurang dibayar, yang dihitung sejak:
|
||||||||
(5a) | Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana pada ayat (5) dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 10% (sepuluh persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi. | ||||||||
(6) | Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. |
a. | terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar; dan/atau |
b. | sudah pernah menyampaikan SPT Masa Elektronik. |
a. | melakukan pemotongan PPh Pasal 21/26 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap ASN, anggota TNI/Polri, pejabat negara dan pensiunannya yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) Masa Pajak; |
b. | melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final)/26 selain pemotongan PPh sesuai huruf a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak; |
c. | melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak; dan/atau |
d. | melakukan penyetoran pajak dengan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak. |
a. | menerbitkan lebih dari 20 (dua puluh) bukti pemotongan PPh Pasal 23/26 dalam 1 (satu) Masa Pajak; dan/atau |
b. | jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dalam satu bukti pemotongan. |
a. | terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar; |
b. | sudah pernah menyampaikan SPT Tahunan Elektronik; |
c. | diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 Elektronik; |
d. | diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23/26 Elektronik; |
e. | diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Elektronik; |
f. | menggunakan jasa konsultan pajak dalam pemenuhan kewajiban pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan; dan/atau |
g. | laporan keuangannya diaudit oleh akuntan publik. |
a. | e-Filing; |
b. | langsung; |
c. | dikirim melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau |
d. | dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; |
a. | laman Direktorat Jenderal Pajak; |
b. | laman Penyalur SPT Elektronik; |
c. | saluran suara digital yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk Wajib Pajak tertentu; |
d. | jaringan komunikasi data yang terhubung khusus antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak; dan |
e. | saluran lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
a. | menyampaikan dalam format Portable Document Format (PDF) dalam satu file, dalam hal SPT Elektronik disampaikan secara langsung, melalui pos, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi/ kurir; |
b. | mengunggah (upload), dalam hal SPT Elektronik disampaikan melalui saluran tertentu. |
1. | Wajib Pajak menggunakan Aplikasi SPT Elektronik untuk merekam data perpajakan yang akan dilaporkan, antara lain:
|
||||||||
2. | Wajib Pajak yang telah memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan sendiri dapat melakukan proses impor data dari sistem yang dimiliki Wajib Pajak ke dalam Aplikasi e-SPT dengan mengacu kepada format data yang sesuai dengan Aplikasi e-SPT. | ||||||||
3. | Wajib Pajak mencetak formulir Induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh menggunakan Aplikasi e-SPT. | ||||||||
4. | Wajib Pajak menandatangani formulir Induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan Aplikasi e-SPT. | ||||||||
5. | Wajib Pajak membentuk file data SPT menggunakan Aplikasi e-SPT dan menyimpannya dalam media penyimpanan elektronik. | ||||||||
6. | Dalam hal keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan tidak dapat direkam pada Aplikasi e-SPT, Wajib Pajak harus memindai keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam SPT sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan dalam media penyimpanan elektronik dengan format Portable Document Format (PDF) dalam satu file atau dalam format lainnya yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||||
7. | Wajib Pajak menyampaikan SPT Elektronik ke KPP:
|
||||||||
8. | Dalam penyampaian SPT Wajib Pajak membawa atau mengirimkan:
|
||||||||
9. | Atas penyampaian SPT Elektronik secara langsung diberikan bukti penerimaan sepanjang SPT lengkap. | ||||||||
10. | Bukti pengiriman surat penyampaian SPT Elektronik melalui pos atau jasa ekspedisi/kurir dianggap sebagai bukti penerimaan SPT sepanjang SPT tersebut telah lengkap. |
a. | mengisi SPT Elektronik secara online (web filing) dengan benar, lengkap, dan jelas; atau |
b. | mengunggah (upload) SPT Elektronik yang dihasilkan oleh Aplikasi e-SPT. |
a. | Wajib Pajak mengakses laman DJP Online (djponline.pajak.go.id) atau laman yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
b. | Wajib Pajak melakukan pengisian SPT sesuai petunjuk yang tertera dalam aplikasi dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
c. | Dalam hal pengisian SPT menunjukkan status kurang bayar, Wajib Pajak harus mencantumkan NTPN atas pembayaran pajak yang kurang bayar tersebut sebagai bukti pembayaran. |
d. | Dalam hal Wajib Pajak telah meyakini kebenaran data yang diisikan, Wajib Pajak melanjutkan pada proses penyimpanan SPT pada menu web filing. |
e. | Wajib Pajak yang telah mengisi SPT meminta kode verifikasi pada laman Direktorat Jenderal Pajak atau menggunakan kode verifikasi dari perangkat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
f. | Penyampaian SPT dibubuhi tanda tangan elektronik dengan memasukkan kode verifikasi. |
g. | Wajib Pajak melanjutkan dengan proses pengiriman SPT e-Filing pada laman Direktorat Jenderal Pajak. |
a. | Wajib Pajak mengunduh Aplikasi e-SPT. |
b. | Wajib Pajak menginstal Aplikasi e-SPT dan melakukan pengisian SPT pada Aplikasi e-SPT. |
c. | Dalam hal pengisian SPT menunjukkan status kurang bayar, Wajib Pajak harus mencantumkan NTPN atas pembayaran pajak yang kurang bayar tersebut sebagai bukti pembayaran. |
d. | Dalam hal data yang diisikan pada aplikasi tersebut telah benar, Wajib Pajak menyimpan dokumen SPT tersebut dalam bentuk file csv. |
e. | Dalam hal keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan tidak dapat direkam pada Aplikasi e-SPT, Wajib Pajak harus memindai keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam SPT sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan dalam media penyimpanan elektronik dengan format Portable Document Format (PDF) atau format lainnya yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak. |
f. | Wajib Pajak mengakses laman DJP Online (djponline.pajak.go.id) atau laman yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
g. | Wajib Pajak mengunggah file csv dan lampiran yang dipersyaratkan dalam bentuk file PDF atau format lainnya yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak pada laman DJP. |
h. | Wajib Pajak meminta kode verifikasi pada laman Direktorat Jenderal Pajak atau menggunakan kode verifikasi dari perangkat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
i. | Penyampaian SPT e-Filing dibubuhi tanda tangan elektronik dengan memasukkan kode verifikasi. |
j. | Wajib Pajak melanjutkan dengan proses pengiriman SPT e-Filing pada laman Direktorat Jenderal Pajak. |
1. | Wajib Pajak yang sudah mendapatkan e-FIN harus mendaftarkan diri melalui laman Penyalur SPT Elektronik dengan mencantumkan:
|
||||||||||||||||||
2. | Untuk menyampaikan SPT melalui Penyalur SPT Elektronik, Wajib Pajak dapat memilih untuk menggunakan Sertifikat Elektronik (Digital Certificate) yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak atau dengan menggunakan kode verifikasi yang diperoleh dari perangkat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||||||||||||||
3. | Penyalur SPT Elektronik harus mengirimkan:
|
||||||||||||||||||
4. | Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri pada laman penyalur SPT Elektronik dapat menyampaikan SPT e-Filing pada laman tersebut dengan cara:
|
||||||||||||||||||
5. | Tata Cara Pelaporan SPT e-Filing pada laman penyalur SPT Elektronik dengan web filing adalah sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||
6. | Tata Cara Pelaporan SPT e-Filing dengan upload SPT melalui laman Penyalur SPT Elektronik adalah sebagai berikut:
|
1. | Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri untuk melakukan transaksi elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak dan mengajukan permohonan aktivasi EFIN dapat menyampaikan SPT Elektronik melalui jaringan komunikasi data yang didedikasikan khusus antara DJP dengan Wajib Pajak. |
2. | Wajib Pajak mengisi SPT Elektronik dengan menggunakan aplikasi elektronik yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
3. | Dalam hal pengisian SPT menunjukkan status kurang bayar, Wajib Pajak harus memasukkan NTPN atas pembayaran pajak yang kurang bayar tersebut sebagai bukti pembayaran. |
4. | Wajib Pajak mengirimkan SPT yang telah diisi melalui jaringan komunikasi data yang terhubung khusus antara DJP dengan Wajib Pajak. |
5. | Atas penyampaian SPT e-Filing yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, kepada Wajib Pajak diberikan Bukti Penerimaan Elektronik. |
a. | Wajib Pajak mengunduh Aplikasi Viewer EFORM pada laman yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
b. | Wajib Pajak menginstal Aplikasi Viewer EFORM. |
c. | Wajib Pajak mengunduh EFORM pada laman DJP Online (djponline.pajak.go.id) atau laman yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
d. | Wajib Pajak yang telah mengunduh EFORM mendapat kode verifikasi pelaporan SPT dari Direktorat Jenderal Pajak melalui alamat surat elektronik (e-mail address) yang dicantumkan pada saat pendaftaran transaksi elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak. |
e. | Wajib Pajak melakukan pengisian pada EFORM. |
f. | Dalam hal pengisian EFORM menunjukkan status kurang bayar, Wajib Pajak harus mengisi elemen data pembayaran atas pajak yang kurang bayar tersebut sebagai bukti pembayaran. |
g. | Dalam hal keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan tidak dapat direkam pada EFORM, Wajib Pajak harus memindai keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam SPT sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan dalam media penyimpanan elektronik dengan format Portable Document Format (PDF). |
h. | Khusus untuk penyampaian Laporan Keuangan atau data Laporan Keuangan yang telah disampaikan di tempat yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak mengisi nomor bukti penyampaian Laporan Keuangan di laman DJP dan dilakukan proses validasi melalui sistem. |
i. | Penyampaian SPT Elektronik dibubuhi tanda tangan elektronik dengan memasukkan kode verifikasi yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak. |
j. | Wajib Pajak melanjutkan dengan proses pengiriman data SPT dan lampiran sebagaimana dimaksud pada angka 7 melalui EFORM secara online. |
k. | Atas penyampaian SPT Elektronik yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, kepada Wajib Pajak diberikan Bukti Penerimaan Elektronik. |
a. | Wajib Pajak mengakses laman DJP Online (djponline.pajak.go.id) atau laman yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
b. | Wajib Pajak memilih menu e-Bupot pada laman DJP Online atau laman yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak. |
c. | Wajib Pajak membuat bukti pemotongan dan/atau bukti pemungutan yang akan dilaporkan dalam SPT Masa PPh sesuai petunjuk pembuatan bukti pemotongan/pemungutan dalam aplikasi e-Bupot. |
d. | Berdasarkan bukti pemotongan/pemungutan yang telah dibuat, Wajib Pajak selanjutnya mengotomatisasi pembuatan SPT. |
e. | Dalam hal pengisian SPT dalam bentuk dokumen elektronik menunjukkan status kurang bayar, Wajib Pajak harus memasukkan satu atau lebih Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) atas pembayaran pajak yang kurang bayar tersebut sebagai bukti pembayaran. |
f. | Wajib Pajak menyampaikan SPT dengan mengunggah Digital Certificate yang dimiliki Wajib Pajak ke laman DJP Online atau laman yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak. |
g. | Atas penyampaian SPT dalam bentuk dokumen elektronik yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, kepada Wajib Pajak diberikan Bukti Penerimaan Elektronik. |
a. | Wajib Pajak mengakses laman yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk pembuatan faktur pajak elektronik. |
b. | Wajib Pajak membuat Faktur Pajak yang akan dilaporkan dalam SPT Masa PPN sesuai petunjuk pembuatan bukti pemotongan/pemungutan dalam aplikasi e-Faktur. |
c. | Berdasarkan Faktur Pajak Keluaran dan Masukan yang telah dibuat, Wajib Pajak selanjutnya mengotomatisasi pembuatan SPT. |
d. | Dalam hal pengisian SPT dalam bentuk dokumen elektronik menunjukkan status kurang bayar, Wajib Pajak harus memasukkan satu atau lebih Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) atas pembayaran pajak yang kurang bayar tersebut sebagai bukti pembayaran. |
e. | Wajib Pajak menyampaikan SPT dengan menggunakan Digital Certificate yang telah dipasang (install) pada media peramban (browser) dimiliki Wajib Pajak ke laman yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak. |
f. | Atas penyampaian SPT dalam bentuk dokumen elektronik yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, kepada Wajib Pajak diberikan Bukti Penerimaan Elektronik. |
a. | surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri surat kuasa sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; | ||||
b. | surat permohonan mencantumkan:
|
||||
c. | dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran PBB yang masih harus dibayar selain memenuhi persyaratan huruf a dan b, Wajib Pajak harus tidak memiliki tunggakan PBB tahun-tahun sebelumnya dan permohonan dimaksud juga harus dilampiri fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan Pajak PBB yang dimohonkan pengangsuran atau penundaan. |
a. | Menyetujui jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak; |
b. | Menyetujui sebagian jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan yang dimohonkan Wajib Pajak; atau |
c. | Menolak permohonan Wajib Pajak. |
a. | paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) atau ayat (5) dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan, untuk permohonan angsuran atas utang pajak berupa pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1); |
b. | paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) atau ayat (5) dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan, untuk permohonan angsuran atas utang pajak berupa pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; atau |
c. | paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya, dengan angsuran paling banyak (satu) kali dalam 1 (satu) bulan, untuk permohonan pengangsuran atas kekurangan pembayaran pajak berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. |
a. | paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) atau ayat (5), untuk permohonan penundaan atas utang pajak berupa pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1); |
b. | paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) atau ayat (5), untuk permohonan penundaan atas utang pajak berupa pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; atau |
c. | paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya, untuk permohonan penundaan atas kekurangan pembayaran pajak berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. |
a. | Jumlah pokok dan bunga setiap angsuran tidak lebih dari jumlah setiap angsuran yang telah disetujui; dan |
b. | Masa angsuran paling lama sama dengan sisa masa angsuran yang telah disepakati. |
a. | Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang perubahan saldo utang pajak serta permintaan usulan perubahan angsuran; | ||||
b. | Wajib pajak harus menyampaikan secara tertulis usulan perubahan angsuran paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterima surat pemberitahuan; Dalam hal sampai dengan batas waktu tersebut, Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerima usulan perubahan angsuran dari Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan persetujuan angsuran pembayaran pajak dengan:
|
||||
c. | Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan persetujuan angsuran pembayaran pajak yang juga berfungsi sebagai pembatalan keputusan persetujuan angsuran pembayaran pajak sebelumnya berdasarkan surat usulan yang disampaikan oleh Wajib Pajak paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat usulan diterima. |
a. | jumlah pokok dan bunga setiap angsuran tidak lebih dari jumlah setiap angsuran yang telah disetujui; dan |
b. | masa angsuran paling lama sama dengan sisa masa angsuran yang telah disetujui. |
a. | jumlah pokok dan bunga setiap angsuran tidak lebih dari jumlah setiap angsuran yang telah disetujui; dan |
b. | masa angsuran paling lama sama dengan sisa masa angsuran yang telah disetujui. |
a. | Surat Tagihan Pajak (STP); |
b. | Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); |
c. | Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); |
d. | Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); |
e. | Surat ketetapan Pajak Nihil (SKPN). |
a. | Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; Jumlah kekurangan pajak yang terutang STP sebagaimana dimaksud di atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak. |
|
b. | Berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; Jumlah kekurangan pajak yang terutang STP sebagaimana dimaksud di atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak. |
|
c. | Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga; | |
d. | Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu; Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud di atas, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 1% (satu persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. |
|
e. | Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak mengisi Faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (6) UU PPN, kecuali isian faktur pajak tersebut telah mencantumkan : | |
a. | identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN | |
b. | identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g UU PPN dan perubahannya dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran. | |
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud di atas, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 1% (satu persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. | ||
f. | terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak, dalam hal: | |
1. | diterbitkan keputusan; | |
2. | diterima putusan; atau | |
3. | ditemukan data atau informasi | |
yang menunjukan adanya imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak. |
Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud di atas diterbitkan setelah :
a. | tepat waktu dalam menyampaikan SPT, yang meliputi :
|
||||||||||
b. | tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak; Yang dimaksud dengan tidak mempunyai tunggakan pajak adalah keadaan Wajib Pajak pada tanggal 31 Desember tahun terakhir sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu tidak memiliki utang pajak yang melewati batas akhir pelunasan, kecuali terhadap tunggakan pajak yang pembayarannya telah memperoleh izin penundaan atau pengangsuran. |
||||||||||
c. | Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; Laporan Keuangan yang diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah sebagaimana dimaksud di atas yaitu laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah yang dilampirkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang wajib disampaikan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sampai dengan akhir tahun sebelum tahun penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu. |
||||||||||
d. | tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. |
a. | penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu masih berlaku; |
b. | Wajib Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka atau tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; |
c. | Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak dalam 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut; |
d. | Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak dalam 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender; dan |
e. | Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Tahunan |
a. | kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; |
b. | bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon; dan |
c. | Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak pemohon. |
a. | 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan; atau |
b. | 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai |
a. | terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; |
b. | Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut; |
c. | Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis Pajak tertentu 3 (tiga) Masa Pajak tidak berturut-turut dalam 1 (satu) tahun kalender; |
d. | Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa tidak lebih 3 (tiga) Masa Pajak secara berturut-turut dan terdapat penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang lewat dari batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Masa Pajak berikutnya;atau |
e. | Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Tahunan. |
(1) | Untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. |
(2) | Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum SPT Pajak Penghasilan disampaikan. |
(3) | Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. |
(3a) | Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan. |
No | Jenis Pajak | Batas Waktu Penyetoran/Pembayaran |
1 | PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong PPh | tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir |
2 | PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh | |
3 | PPh pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak | |
4 | PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh | |
5 | PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh | |
6 | PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh | |
7 | PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak | tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir |
8 | PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri | |
9 | PPh Pasal 25 | |
10 | PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk | |
11 | PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri | |
12 | PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean | |
13 | PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor | bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor |
14 | PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai | 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak |
15 | PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara pengeluaran | paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara |
16 | PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN | paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara |
17 | PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa | paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir |
18 | Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang- Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa | sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak |
19 | PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN atau PPh Pasal 22 | disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara |
20 | PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak | Disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan. |
21 | PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dipotong/dipungut atau yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak | disetor sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. |
No | Jenis Pajak | Batas Waktu Penyetoran/Pembayaran |
1. | SPT Tahunan PPh Orang Pribadi | Sebelum SPT Pajak Penghasilan disampaikan |
2. | SPT Tahunan PPh Badan |
● | Sarana dalam administrasi perpajakan |
● | Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya Contoh : Untuk pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan Tahunan |
● | Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan |
● | Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan pencantuman NPWP dalam dokumen yang diajukan. Misal: Dokumen Impor (PPUD, PIUD) |
● | Syarat kredit bank |
● | Syarat pembuatan rekening koran di bank |
● | Pengajuan izin Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP) |
● | Mengikuti lelang di Instansi Pemerintah, BUMN, dan BUMD |
● | Tidak dikenakan pajak lebih tinggi. Untuk PPh 21 (20% lebih tinggi jika tidak memiliki NPWP), PPh 22 yang sifatnya tidak final dan PPh 23 (100% lebih tinggi jika tidak memiliki NPWP). |
a. | Surat Tagihan Pajak; | |
b. | Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya; | |
c. | Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Surat Keputusan Keberatan yang tidak diajukan banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya; | |
d. | Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atas jumlah yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, dalam hal: | |
1) | tidak diajukan keberatan; | |
2) | diajukan keberatan tetapi Surat Keputusan Keberatan mengabulkan sebagian atau menolak dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut tidak diajukan banding; atau | |
3) | diajukan keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut diajukan banding tetapi Putusan Banding mengabulkan sebagian, menambah jumlah pajak terutang, atau menolak; | |
e. | Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan Pajak PBB; | |
f. | Surat Keputusan Keberatan untuk PBB yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah tetapi tidak diajukan banding; | |
g. | Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau | |
h. | Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. |
UNIT KANTOR KEKHUSUSAN JENIS USAHA |
GOLONGAN POKOK |
URAIAN KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA |
KPP PMA SATU Industri Kimia dan Barang Galian Non Logam |
17 18 19 20 21 22 23 31 37 38 58 |
Industri Kertas, dan Barang dari Kertas. Industri Pencetakan, dan Reproduksi Media Rekaman. Industri Produk dari Batubara dan Pengilangan Minyak Bumi. Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia. Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional. Industri Karet, Barang dari Karet, dan Plastik. Industri Barang Galian Bukan Logam. Industri Furnitur. Pengelolaan Limbah. Pengelolaan Sampah dan Daur Ulang. Aktivitas Penerbitan. |
KPP PMA DUA Industri Logam dan Mesin |
24 25 26 27 28 29 30 32 |
Industri Logam Dasar. Industri Barang Logam, bukan Mesin dan peralatannya. Industri Komputer barang elektronik dan Optik. Industri Peralatan Listrik. Industri Mesin dan Perlengkapan YTDL. Industri Kendaraan Bermotor, trailer dan Semi Trailer Industri Alat Angkutan lainnya. Industri Pengolahan Lainnya. |
KPP PMA TIGA Pertambangan dan Perdagangan |
05 06 07 08 09 45 46 47 |
Pertambangan Batubara dan Lignit. Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Alam dan Panas Bumi. Pertambangan Bijih logam. Pertambangan dan Penggalian Lainnya. Jasa Pertambangan Perdagangan, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor. Perdagangan Besar Bukan Mobil dan Sepeda Motor. Perdagangan Eceran Bukan Mobil dan Motor. |
KPP PMA EMPAT Industri Tekstil, Makanan dan Kayu |
10 11 12 13 14 15 16 |
Industri Makanan. Industri Minuman. Industri Pengolahan Tembakau. Industri Tekstil. Industri Pakaian Jadi. Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki. Industri Kayu, Barang Dari Kayu dan Gabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan Barang Anyaman Dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya. |
KPP PMA LIMA Agribisnis dan Jasa |
01 02 03 33 35 36 39 49 50 51 52 53 60 61 62 63 64 65 66 72 77 78 79 80 81 82 84 85 86 87 88 |
Pertanian Tanaman, Peternakan, Perburuan dan Kegiatan YBDI. Kehutanan dan Pemanenan Kayu dan Hasil Hutan Selain Kayu. Perikanan. Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan. Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin. Pengelolaan Air. Aktivitas Remediasi dan Pengelolaan Sampah Lainnya. Angkutan Darat dan Angkutan Melalui Saluran Pipa. Angkutan Perairan. Angkutan Udara. Pergudangan dan Aktivitas Penunjang Angkutan. Aktivitas Pos dan Kurir. Aktivitas Penyiaran dan Pemrograman. Telekomunikasi. Aktivitas Pemrograman, Konsultasi Komputer dan Kegiatan YBDI. Aktivitas Jasa Informasi Aktivitas Jasa Keuangan Bukan Asuransi dan Dana Pensiun. Asuransi, Reasuransi dan Dana Pensiun, Bukan Jaminan Sosial Wajib. Aktivitas Jasa Penunjang Jasa Keuangan, Asuransi dan Dana Pensiun. Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Aktivitas Penyewaan dan Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi. Aktivitas Ketenagakerjaan. Aktivitas Agen Perjalanan, Penyelenggara Tur dan Jasa Reservasi Lainnya. Aktivitas Keamanan dan Penyelidikan. Aktivitas Penyedia Jasa untuk Gedung dan Pertamanan. Aktivitas Administrasi Kantor, Aktivitas Jasa Penunjang Kantor dan Aktivitas Penunjang Lainnya. Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial Wajib. Pendidikan. Aktivitas Kesehatan Manusia. Aktivitas Sosial di Dalam Panti. Aktivitas Sosial di Luar Panti. |
KPP PMA ENAM Jasa dan Perdagangan |
41 42 43 55 56 68 71 73 74 90 93 94 |
Konstruksi Gedung. Konstruksi Bangunan Sipil. Konstruksi Khusus. Penyediaan Akomodasi. Penyediaan Makanan dan Minuman. Real Estat. Aktivitas Arsitektur dan Teknik Sipil; Analisis dan Uji Teknis. Periklanan dan Penelitian Pasar. Aktivitas Profesional, Ilmiah dan Teknis Lainnya. Aktivitas Hiburan, Kesenian dan Kreativitas. Aktivitas Olahraga dan Rekreasi Lainnya. Aktivitas Keanggotaan Organisasi. |
a. | Wajib Pajak usaha kecil yang terdiri dari :
|
||||||||||||
b. | Wajib Pajak di daerah tertentu yaitu Wajib Pajak yang tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usahanya berlokasi di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
a. | menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat pembayaran seluruh pajak yang wajib dilunasi menurut SPT Masa tersebut dilakukan sekaligus paling lama dalam Masa Pajak yang terakhir; dan/atau |
b. | menyampaikan SPT Masa selain yang disebut pada huruf a untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat pembayaran untuk masing-masing Masa Pajak dilakukan sesuai batas waktu untuk Masa Pajak yang bersangkutan. |
a. | Menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak. |
b. | Pemberitahuan secara tertulis tersebut harus disampaikan oleh Wajib Pajak paling lambat 2 (dua) bulan sebelum dimulainya masa pajak pertama yang oleh Wajib Pajak akan disampaikan dalam SPT Masa sekaligus sebagaimana dimaksud di atas. |
a. | secara langsung oleh WP sendiri; |
b. | kantor pos dengan bukti pengiriman surat; atau |
c. | dengan cara lain, yaitu melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, e-Filing, maupun laman penyalur SPT elektronik pihak ketiga. |
a. | berbentuk badan; |
b. | memiliki izin usaha jasa ekspedisi atau jasa kurir; |
c. | mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; dan |
d. | bersedia menandatangani perjanjian dengan Direktorat Jenderal Pajak. |
a. | SPT ditandatangani oleh Wajib Pajak sesuai Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP; |
b. | SPT disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, terhadap Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan dengan mata uang selain Rupiah; |
c. | SPT diisi dengan lengkap dan sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang dipersyaratkan; |
d. | SPT Lebih Bayar disampaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya Masa Pajak, Tahun Pajak, atau Bagian Tahun Pajak dan telah ditegur secara tertulis; dan |
e. | SPT disampaikan sebelum Direktur Jenderal Pajak melakukan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, atau menerbitkan surat ketetapan pajak. |
a. | tanda tangan biasa pada induk SPT yang dicetak; atau |
b. | tanda tangan digital (Sertifikat Elektronik, kode verifikasi yang dikirimkan oleh Ditjen Pajak, atau tanda tangan elektronik lainnya yang ditentukan Ditjen Pajak). |
a. | terdapat elemen SPT Induk yang diisi tidak lengkap; |
b. | Lampiran "Daftar Pemotongan/Pemungutan yang Dipotong Pihak Lain atau Ditanggung Negara, Daftar Harta dan Kewajiban Pada Akhir Tahun dan Daftar Susunan Anggota Keluarga" dalam SPT Tahunan Orang Pribadi dilampirkan tetapi diisi tidak lengkap; |
c. | Lampiran "Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal dan Daftar Susunan Pengurus dan Komisaris" dalam SPT Tahunan Badan dilampirkan tetapi diisi tidak lengkap; |
d. | Lampiran Khusus dalam SPT Tahunan Badan dilampirkan tetapi diisi tidak lengkap; |
e. | SPT yang ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak tetapi tidak dilampirkan dengan Surat Kuasa Khusus dan dokumen yang harus dilampirkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan; |
f. | SPT Tahunan Orang Pribadi yang ditandatangani oleh ahli waris tetapi tidak dilampirkan dengan Surat Keterangan Kematian dari instansi yang berwenang; |
g. | SPT dengan status Kurang Bayar tetapi tidak dilampirkan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP; dan |
h. | keterangan dan/atau dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II PER-02/PJ/2019 yang belum sepenuhnya dilampirkan pada penyampaian SPT Tahunan atau SPT Masa. |
a. | layanan pada loket/teller (over the counter); dan/atau |
b. | layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya, |
a. | BPN atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik atau dengan datang langsung ke Bank Persepsi; |
b. | SSPCP atas pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 22 impor, PPN impor, dan PPnBM impor serta PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri; |
c. | Bukti Pbk atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui Pemindahbukuan; atau |
d. | Bukti penerimaan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan |
1. | Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran. |
2. | Pembayaran atau penyetoran pajak juga dapat dilakukan dengan menggunakan sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan Surat Setoran Pajak. Yang dimaksud dengan "sarana administrasi lain" antara lain bukti pembayaran secara elektronik atau bukti pembayaran melalui anjungan tunai mandiri. |
1. | Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Kode Akun Pajak 411122 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 22
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | Kode Akun Pajak 411123 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 22 Impor
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | Kode Akun Pajak 411124 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 23
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | Kode Akun Pajak 411125 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. | Kode Akun Pajak 411126 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 25/29 Badan
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
7. | Kode Akun Pajak 411127 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 26
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
8. | Kode Akun Pajak 411128 Untuk Jenis Pajak PPh Final
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
9. | Kode Akun Pajak 411129 Untuk Jenis Pajak PPh Non Migas Lainnya
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
10. | Kode Akun Pajak 411131 Untuk Jenis Pajak Fiskal Luar Negeri
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
11. | Kode Akun Pajak 411111 Untuk Jenis Pajak PPh Minyak Bumi
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
12. | Kode Akun Pajak 411112 Untuk Jenis Pajak PPh Gas Alam
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
13. | Kode Akun Pajak 411119 Untuk Jenis Pajak PPh Migas Lainnya
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
14. | Kode Akun Pajak 411211 Untuk Jenis Pajak PPN Dalam Negeri
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
15. | Kode Akun Pajak 411212 untuk jenis pajak PPN Impor
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
16. | Kode Akun Pajak 411219 Untuk Jenis Pajak PPN Lainnya
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
17. | Kode Akun Pajak 411221 Untuk Jenis Pajak PPnBM Dalam Negeri
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
18. | Kode Akun Pajak 411222 Untuk Jenis Pajak PPnBM Impor
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
19. | Kode Akun Pajak 411229 Untuk Jenis Pajak PPnBM Lainnya
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
20. | Kode Pajak 411611 Untuk Bea Meterai Akun
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
21. | Kode Akun Pajak 411612 untuk Penjualan Benda Meterai
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
22. | Kode Akun Pajak 411613 untuk Pajak Penjualan Batubara
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
23. | Kode Akun Pajak 411619 Untuk Pajak Tidak Langsung Lainnya
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
24. | Kode Akun Pajak 411621 Untuk Bunga/Denda Penagihan PPh
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
25. | Kode Akun Pajak 411622 Untuk Bunga/Denda Penagihan PPN
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
26. | Kode Akun Pajak 411623 Untuk Bunga/Denda Penagihan PPnBM
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
27. | Kode Akun Pajak 411624 Untuk Bunga/Denda Penagihan PTLL
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
28. | Kode Akun Pajak 411313 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
29. | Kode Akun Pajak 411314 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
30. | Kode Akun Pajak 411315 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
31. | Kode Akun Pajak 411316 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
32. | Kode Akun Pajak 411317 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Panas Bumi
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
33. | Kode Akun Pajak 411319 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Lainnya
|
a. | Wajib Pajak Orang Pribadi; (usahawan dan non usahawan) |
b. | Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi; |
c. | Wajib Pajak Badan; dan |
d. | Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
1) | hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim; |
2) | menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau |
3) | memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, |
a. | fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak suami; |
b. | fotokopi Kartu Keluarga; dan |
c. | fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami. |
a. | Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai |
b. | Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya |
c. | Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan |
d. | Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi |
a. | SPT tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak sesuai Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP; |
b. | SPT disampaikan dalam bahasa Indonesia menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, terhadap Wajib Pajak yang belum mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan menggunakan bahasa asing dan dengan mata uang selain Rupiah; |
c. | SPT disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang Rupiah, terhadap Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan dengan mata uang selain Rupiah; |
d. | SPT yang menyatakan Lebih Bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis; |
e. | SPT disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, atau menerbitkan surat ketetapan pajak; |
f. | SPT Pembetulan yang menyatakan rugi disampaikan melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan; atau |
g. | pembetulan atas SPT Tahunan karena Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, tidak disampaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali. |
a. | diunggah melalui e-Filing; |
b. | disampaikan langsung ke TPT KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; |
c. | disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau |
d. | disampaikan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat. |
a. | Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
|
||||||||||||
b. | Untuk Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi
|
||||||||||||
c. | Untuk Wajib Pajak Badan
|
||||||||||||
d. | Untuk Instansi Pemerintah
|
a. | atas permohonan Wajib Pajak; atau |
b. | secara jabatan. |
a. | KPP Lama, dalam hal pemohon adalah Wajib Pajak dan/atau PKP Badan atau Joint Operation atau Wajib Pajak Bendahara; atau |
b. | KPP Baru, dalam hal pemohon adalah Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan mengisi Formulir Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah dan/atau Formulir Perubahan Data dan PKP Pindah. |
a. | KPP Lama harus menerbitkan Surat Pindah untuk disampaikan kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke KPP Baru, paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. |
b. | KPP Baru meneruskan permohonan pindah ke KPP Lama sebagai dasar penerbitan Surat Pindah, paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. |
a. | diterimanya Surat Pindah dari KPP Lama, dalam hal pemohon adalah Wajib Pajak dan/atau PKP Badan atau Joint Operation atau Wajib Pajak Bendahara |
b. | permohonan diterima secara lengkap, dalam hal pemohon adalah Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan mengisi Formulir Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah dan/atau Formulir Perubahan Data dan PKP Pindah |
a. | KPP Baru oleh Wajib Pajak dan/atau PKP badan, atau Joint Operation, atau Bendahara, KPP Baru harus meneruskan permohonan pindah tersebut ke KPP Lama; atau |
b. | KPP Lama oleh Wajib Pajak dan/atau PKP orang pribadi, KPP Lama harus meneruskan permohonan pindah tersebut ke KPP Baru |
a. | jumlah tunggakan pajak yang masih harus ditagih; |
b. | tindakan penagihan yang telah dilaksanakan atas tunggakan pajak; |
c. | permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau keberatan Wajib Pajak atau PKP yang belum diselesaikan. |
a. | Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan ditandatangani. Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah:
|
||||||
b. | Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PMK.03/2015. | ||||||
c. | Dalam hal WP adalah Badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi. | ||||||
d. | Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. | ||||||
e. | Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Laporan keuangan yang dimaksud adalah laporan keuangan dari masing-masing WP. | ||||||
f. | Dalam hal laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat pasal 4 (4a) UU PPh diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada Surat Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan. |
1. | Permohonan dengan menggunakan Formulir Perubahan Data (Secara Manual)
|
2. | Permohonan secara elektronik
|
1. | Permohonan Secara Manual
|
2. | Permohonan secara elektronik
|
a. | apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud di atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. |
|
b. | apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud di atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar : |
|
a. | 50% (lima puluh persen) untuk PPh sendiri | |
b. | 100% (seratus persen) untuk PPh Pemotongan atau Pemungutan | |
c. | 100% (seratus persen) untuk PPN/PPnBM | |
c. | apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen); Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud di atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen). |
|
d. | apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 UU KUP tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud di atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar : |
|
a. | 50% (lima puluh persen) untuk PPh sendiri | |
b | 100% (seratus persen) untuk PPh Pemotongan atau Pemungutan | |
e. | apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a) UU KUP. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud di atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. |
|
f. | PKP tidak melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dan/atau ekspor BKP dan/atau ekspor JKP dan telah diberikan pengembalian PM atau telah mengkreditkan PM sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (6e) UU PPN. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud di atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. |
a. | Setelah dilakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. (Penjelasan Pasal 17 (1) UU Nomor 28 Tahun 2007) Menurut ketentuan ini SKPLB diterbitkan untuk: |
|
a. | Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang; | |
b. | Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau | |
c. | Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. | |
b. | Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak, setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan SKPLB apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. |
a. | untuk SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak; |
b. | untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau |
c. | untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. |
No | Jenis Pajak | Batas Waktu Penyetoran/Pembayaran |
1 | PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong PPh | tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir |
2 | PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh | |
3 | PPh pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak | |
4 | PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh | |
5 | PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh | |
6 | PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh | |
7 | PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak | tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir |
8 | PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri | |
9 | PPh Pasal 25 | |
10 | PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk | |
11 | PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri | |
12 | PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean | |
13 | PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor | bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor |
14 | PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai | 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak |
15 | PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara pengeluaran | paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara. |
16 | PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN | paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara |
17 | PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa | paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir |
18 | Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa | sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak |
19 | PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN atau PPh Pasal 22 | disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara |
20 | PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak | Disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan. |
21 | PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dipotong/dipungut atau yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak | disetor sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. |
No | Jenis Pajak | Batas Waktu Penyampaian SPT Terakhir |
1. | SPT Tahunan PPh Orang Pribadi | 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak |
2. | SPT Tahunan PPh Badan | 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak |
1. | Untuk pajak yang terutang pada suatu saat atau Masa dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. |
2. | Untuk pembayaran atau penyetoran atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan dikenai sanksi administrasi sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. |
3. | Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana pada ayat (2) huruf a dan ayat 2 huruf b dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% (lima persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi. |
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 57/KMK.10/2020
TENTANG
TARIF BUNGA SEBAGAI DASAR PENGHITUNGAN SANKSI ADMINISTRASI
BERUPA BUNGA DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA PERIODE
1 JANUARI 2021 SAMPAI DENGAN 31 JANUARI 2021
No. | Ketentuan dalam Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan | Tarif bunga per bulan |
1. | Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), dan Pasal 19 ayat (3) | 0,51% (nol koma lima satu persen) |
2. | Pasal 8 ayat (2), Pasal 8 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2b), dan Pasal 14 ayat (3) | 0,93% (nol koma sembilan tiga persen) |
3. | Pasal 8 ayat (5) | 1,34% (satu koma tiga empat persen) |
4. | Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (2a) | 1,76% (satu koma tujuh enam persen) |
Ketentuan dalam Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan | Tarif bunga per bulan |
Pasal 11 ayat (3), Pasal 17B ayat (3), Pasal 17B ayat (4), dan Pasal 27B ayat (4) | 0,51% (nol koma lima satu persen) |
a. | pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang; |
b. | keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak; |
c. | keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau |
d. | penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan |
1. | Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak, dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat; |
2. | Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan; |
3. | Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat; |
4. | Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3 tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat (force majeur); |
5. | Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 4 adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat; |
6. | Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan. |
1. | Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak; |
2. | Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima, dengan dilampiri salinan dari Surat Keputusan keberatan tersebut
Jangka waktu sebagaimana dimaksud tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding (force majeur)
Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 bulan tersebut
|
3. | Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding; |
4. | Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding; |
5. | Selain dari persyaratan di atas, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen). |
a. | Kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa dikembalikan oleh Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) per jenis pajak, dan per Masa Pajak atau Tahun Pajak, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2015. | ||||||
b. | Atas dasar SKPKPP, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) per jenis pajak dan per Masa Pajak atau Tahun Pajak, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2015. | ||||||
c. | SPMKP dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan sebagai berikut :
|
||||||
d. | Berdasarkan SPMKP tersebut, Kepala KPPN atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), dengan ketentuan : dalam hal seluruh kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau
|
||||||
e. | Kepala KPPN mengembalikan lembar ke-2 SPMKP disertai dengan lembar ke-2 SP2D kepada penerbit SPMKP setelah dibubuhi cap tanggal dan nomor penerbitan SP2D. | ||||||
f. | SPMKP dibebankan pada mata anggaran pengembalian pendapatan pajak tahun anggaran berjalan, yaitu pada masa anggaran yang sama dengan masa anggaran pemerintah semula. | ||||||
g. | SPMKP disampaikan ke KPPN secara langsung oleh petugas yang ditunjuk. | ||||||
h. | Kepala KPP menyampaikan spesimen tanda tangan pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SKPKPP dan SPMKP kepada Kepala KPPN. |
a. | menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor; | ||||||||
b. | memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu melakukan Pemeriksaan; | ||||||||
c. | memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan; | ||||||||
d. | melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai:
|
||||||||
e. | menuangkan hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada huruf d dalam berita acara pertemuan dengan Wajib Pajak; | ||||||||
f. | menyampaikan SPHP kepada Wajib Pajak; | ||||||||
g. | memberikan hak untuk hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan; | ||||||||
h. | menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak; | ||||||||
i. | melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan menyampaikan saran secara tertulis; | ||||||||
j. | mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak; dan | ||||||||
k. | merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan. |
a. | menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor; |
b. | memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu Pemeriksaan; |
c. | memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan; |
d. | menjelaskan alasan dan tujuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang diperiksa; |
e. | menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak; |
f. | mengembalikan buku, catatan, dan dokumen pendukung lainnya yangdipinjam dari Wajib Pajak; dan/atau |
g. | merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan. |
a. | melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; | ||||||
b. | mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; | ||||||
c. | memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; | ||||||
d. | meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa :
|
||||||
e. | melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak; | ||||||
f. | meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan | ||||||
g. | meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan. |
a. | memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan Surat Panggilan dalam Rangka Pemeriksaan Kantor; |
b. | melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; |
c. | meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan; |
d. | meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; |
e. | meminjam KKP yang dibuat oleh akuntan publik melalui Wajib Pajak; dan |
f. | meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan. |
a. | melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; |
b. | mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; |
c. | memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang, yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan; |
d. | meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan/atau |
e. | meminta keterangan dan/atau data yang diperIukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan. |
a. | melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; |
b. | meminta keterangan lisan dan/ atau tertulis dari Wajib Pajak; dan/atau |
c. | meminta keterangan dan/atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan. |
a. | meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2; |
b. | meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan; |
c. | meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan; |
d. | meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan; |
e. | menerima SPHP; |
f. | menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan; |
g. | mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, kecuali untuk Pemeriksaan atas keterangan lain berupa data konkret yang dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a; dan |
h. | memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan. |
a. | meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu Pemeriksaan; |
b. | meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan; |
c. | meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan; |
d. | meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak; dan/atau |
e. | memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan. |
a. | memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; | ||||||
b. | memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; | ||||||
c. | memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak; | ||||||
d. | memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa :
|
||||||
e. | menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP; dan | ||||||
f. | memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan. |
a. | memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan; |
b. | memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; |
c. | memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan; |
d. | menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP; |
e. | meminjamkan KKP yang dibuat oleh akuntan publik; dan |
f. | memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan. |
a. | memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; |
b. | memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; |
c. | memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang penyimpanan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang, yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak; dan/atau |
d. | memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis serta memberikan data dan/atau keterangan lain yang diperlukan. |
a. | memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; dan/atau |
b. | memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis serta memberikan data dan/atau keterangan lain yang diperlukan. |
1. | Wajib Pajak harus mengisi Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Formulir Permohonan Pengukuhan PKP secara lengkap dan jelas. Dalam hal Wajib Pajak membutuhkan bantuan dalam mengisi formulir tersebut dapat menanyakan kepada Petugas Pendaftaran Wajib Pajak. Data/dokumen pendukung yang perlu disiapkan oleh Wajib Pajak sebagai kelengkapan permohonan pendaftaran NPWP antara lain sebagai berikut :
Data/dokumen pendukung yang perlu disiapkan oleh Wajib Pajak sebagai kelengkapan permohonan pengukuhan PKP antara lain sebagai berikut :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Wajib Pajak menyerahkan Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Formulir Pengukuhan PKP yang telah diisi secara lengkap dan jelas serta ditandatangani Wajib Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | Penyampaian secara tertulis dilakukan :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | Dalam hal permohonan dinyatakan diterima secara lengkap, maka KPP atau KP2KP memberikan Bukti Penerimaan Surat kepada Wajib Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. | Permohonan pendaftaran NPWP yang telah diberikan Bukti Penerimaan Surat oleh KPP atau KP2KP, maka pihak KPP atau KP2KP akan menerbitkan Kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar Paling Lama 1 (satu) hari kerja. |
a. | Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang; |
b. | Pajak Pertambahan Nilai (PPN) apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut; atau |
c. | Pajak Penjualan atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. |
a. | Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu; |
b. | Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia; |
c. | terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya; |
d. | badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau |
e. | terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. |
a. | sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat tersebut dimulai; atau |
b. | sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru. |
a. | pernyataan bahwa pembukuan Wajib Pajak akan menggunakan bahasa Inggris serta seluruh aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan biaya dicatat dalam satuan mata uang Dolar Amerika Serikat; dan |
b. | memiliki Surat Keterangan Fiskal yang masih berlaku pada saat permohonan diajukan. |
a. | Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan; |
b. | Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri; |
c. | Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi satuan mata uang Dolar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal; |
d. | Wajib Pajak yang melakukan Kerja Sama Operasi (KSO) sepanjang dipersyaratkan dalam perjanjian kerjasama/akta pendirian KSO namun tidak semua anggota KSO telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat; atau |
e. | Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. |
a. | sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat tersebut dimulai; atau |
b. | sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru. |
a. | pernyataan bahwa pembukuan Wajib Pajak badan tertentu akan menggunakan bahasa Inggris serta seluruh aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan biaya dicatat dalam satuan mata uang Dolar Amerika Serikat; | ||||||||||||
b. | memiliki Surat Keterangan Fiskal yang masih berlaku pada saat permohonan diajukan; dan | ||||||||||||
c. | dokumen berupa:
|
a. | kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, yang dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak; | ||||||||
b. | bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh yang dikreditkan WP pemohon, yang dilakukan dengan cara memastikan bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh telah dilaporkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon dan SPT pemotong atau pemungut pajak; Penghitungan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan penelitian atas bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
|
||||||||
c. | Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak pemohon, yakni dengan cara memastikan:
|
1. | Piutang Pajak yang tercantum dalam: | |
1. | Surat Tagihan Pajak (STP); | |
2. | Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); | |
3. | Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); | |
4. | Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT); | |
5. | Surat Ketetapan Pajak (SKP); | |
6. | Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT); | |
7. | Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. | |
Yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah; atau | ||
2. | Piutang pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang menurut data administrasi Kantor Pelayanan Pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena: | |
1. | Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan; | |
2. | Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan; | |
3. | hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa; | |
4. | dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau | |
5. | hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. | |
3. | Piutang pajak Wajib Pajak Badan yang menurut data administrasi Kantor Pelayanan Pajak tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena: | |
a. | Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan; | |
b. | hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa; | |
c. | dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau | |
d. | hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
a. | terdapat pembayaran pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau yang seharusnya tidak terutang; |
b. | terdapat kelebihan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang terkait dengan pajak dalam rangka impor; |
c. | terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut; |
d. | terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek pajak; atau |
e. | terdapat kelebihan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan terkait penerapan P3B bagi Subjek Pajak Luar Negeri. |
a. | fotokopi bukti pembayaran pajak berupa surat setoran pabean cukai dan pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan surat setoran pabean cukai dan pajak; |
b. | fotokopi SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, SPP, atau dokumen yang berisi pembatalan impor yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang; |
c. | fotokopi keputusan keberatan, putusan banding, dan/atau putusan peninjauan kembali yang terkait dengan SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, atau SPP, dalam hal diajukan keberatan, banding dan/atau peninjauan kembali terhadap SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, atau SPP; |
d. | perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan |
e. | alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. |
a. | Pajak Penghasilan, pajak yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut dengan mengajukan permohonan; |
b. | Pajak Pertambahan Nilai, pajak yang seharusnya tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh pihak yang dipungut, sepanjang pihak yang dipungut bukan Pengusaha Kena Pajak, dengan mengajukan permohonan; |
c. | Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pajak yang seharusnya tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh pihak yang dipungut dengan mengajukan permohonan. |
a. | ketua merangkap anggota yang berasal dari luar Kementerian; |
b. | wakil ketua merangkap anggota yang berasal dari luar Kementerian; |
c. | anggota yang berasal dari luar Kementerian yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang pajak; |
d. | anggota yang berasal dari luar Kementerian yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang kepabeanan dan cukai; |
e. | anggota yang berasal dari luar Kementerian yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang hukum, ekonomi, dan/atau keuangan; |
f. | Sekretaris Jenderal; dan |
g. | Inspektur Jenderal. |
a. | dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya serta didukung dengan dokumen yang menjadi dasar pencatatan |
b. | di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab dan satuan mata uang Rupiah sebesar nilai yang sebenarnya dan/atau seharusnya terjadi dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan |
c. | dalam suatu Tahun Pajak berupa jangka waktu 1 (satu) tahun kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember; dan |
d. | secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto |
a. | Karena kealpaan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). Untuk menjamin bahwa kerahasiaan mengenai perpajakan tidak akan diberitahukan kepada pihak lain dan supaya Wajib Pajak dalam memberikan data dan keterangan tidak ragu-ragu, dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan, perlu adanya sanksi pidana bagi pejabat yang bersangkutan yang menyebabkan terjadinya pengungkapan kerahasiaan tersebut. Pengungkapan kerahasiaan dilakukan karena kealpaan dalam arti lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan sehingga kewajiban untuk merahasiakan keterangan atau bukti-bukti yang ada pada Wajib Pajak yang dilindungi oleh Undang-Undang Perpajakan dilanggar. Atas kealpaan tersebut, pelaku dihukum dengan hukuman yang setimpal. |
b. | Karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan perbuatan atau tindakan yang dilakukan karena kealpaan agar pejabat yang bersangkutan lebih berhati-hati untuk tidak melakukan perbuatan membocorkan rahasia Wajib Pajak. Ketentuan ini berlaku pula terhadap seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat tersebut. |
a. | Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan memilih untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; |
b. | Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; dan |
c. | Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu. |
a. | pencabutan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan alasan pencabutan; |
b. | pencabutan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan |
c. | surat pencabutan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat pencabutan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat pencabutan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP. |
a. | setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 UU KUP tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). (Pasal 41A UU Nomor 28 Tahun 2007) Ketentuan ini berlaku juga bagi pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 43 ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2007) |
b. | setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). (Pasal 41B UU Nomor 28 Tahun 2007) Ketentuan ini berlaku juga bagi pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. (Pasal 43 ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2007) |
c. | setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) UU KUP dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (Pasal 41C ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007) |
d. | setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) UU KUP dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). (Pasal 41C ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2007) |
e. | setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2) UU KUP dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). (Pasal 41C ayat (3) UU Nomor 28 Tahun 2007) |
f. | setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (Pasal 41C ayat (4) UU Nomor 28 Tahun 2007) |
• | Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak. |
• | Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. |
• | Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan. |
• | Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal tersebut sebagai Pemeriksa Pajak. |
• | Surat Perintah Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SP2 adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
• | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan adalah surat pemberitahuan mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
• | Surat Panggilan dalam Rangka Pemeriksaan Kantor adalah surat panggilan mengenai dilakukannya Pemeriksaan Kantor dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
• | Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. |
• | Data yang dikelola secara elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disk, tape backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya. |
• | Tempat Penyimpanan Buku, Catatan, dan Dokumen adalah tempat yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak, perusahaan penyimpan arsip atau dokumen dan/atau yang diselenggarakan oleh pihak lain. |
• | Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain. |
• | Kertas Kerja Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat KKP adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan. |
• | Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SPHP adalah surat yang berisi tentang temuan Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi. |
• | Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi administrasi. |
• | Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas. |
• | Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan. |
• | Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir yang selanjutnya disebut LHP Sumir adalah laporan tentang penghentian Pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan surat ketetapan pajak. |
• | Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. |
• | Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang sama. |
• | Kuesioner Pemeriksaan adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan dan penilaian oleh Wajib Pajak yang terkait dengan pelaksanaan Pemeriksaan. |
• | Analisis Risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai tingkat ketidakpatuhan Wajib Pajak yang berisiko menimbulkan hilangnya potensi penerimaan pajak. |
a. | Surat Tagihan Pajak; |
b. | Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; |
c. | Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; |
d. | Surat Keputusan Pembetulan; |
e. | Surat Keputusan Keberatan; |
f. | Putusan Banding; |
g. | Putusan Peninjauan Kembali. |
a. | meminta informasi kepada Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Inspektorat Jenderal sesuai dengan tugas dan fungsinya; |
b. | mengumpulkan informasi, saran, masukan, dan/atau aspirasi dari pihak selain yang dimaksud pada huruf a dalam rangka pelaksanaan fungsi pengkajian |
c. | menerima pengaduan Perpajakan dari pihak eksternal Kementerian; |
d. | memantau tindak lanjut rekomendasi hasil kajian yang disetujui Menteri; |
e. | memantau tindak lanjut penyelesaian pengaduan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Inspektorat Jenderal; dan |
f. | melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk melaksanakan tugas dan fungsi sepanjang tidak bertentangan dengan kode etik, prinsip benturan kepentingan, dan independensi. |
a. | perumusan kebijakan teknis dan program kerja pengawasan terhadap kebijakan perpajakan dan pelaksanaan administrasi perpajakan; |
b. | pelaksanaan pengamatan, pengkajian, dan penanganan pengaduan, masukan, dan mediasi masyarakat; |
c. | penyusunan konsep dan pelaksanaan pemantauan (monitoring) dan evaluasi atas saran dan/atau rekomendasi yang terkait dengan kebijakan perpajakan dan penyelenggaraan administrasi perpajakan; |
d. | pelaksanaan edukasi kepada masyarakat; |
e. | pelaksanaan manajemen data dan informasi; |
f. | penyusunan rencana strategis dan rencana kerja; dan |
g. | pengelolaan anggaran, organisasi dan tata laksana, sumber daya manusia, kepatuhan internal, risiko, kinerja, tata usaha, dan rumah tangga. |
a. | Pemeriksaan Kantor Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan Kantor terkait dengan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu paling lama paling lama 4 (empat) bulan, yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. Dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan, kecuali untuk Pemeriksaan atas data konkret yang dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor tidak dapat diperpanjang. Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam hal ;
|
||||||||
b. | Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Pemeriksaan Lapangan terkait dengan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, yang dihitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. Selanjutnya dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan. dilakukan dalam hal:
Sedangkan terkait dengan:
dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian.
Jangka waktu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan paling lama 2 (dua) bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP. Pemeriksaan Lapangan terkait dengan pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP.
|
a. | Dalam hal seorang kuasa bukan konsultan pajak, seorang kuasa dianggap menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sesuai Pasal 4 huruf a, apabila memiliki:
|
||||||
b. | Dalam hal seorang kuasa adalah konsultan pajak, seorang kuasa dianggap menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, apabila memiliki izin praktik konsultan pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk, dan harus menyerahkan Surat Pernyataan sebagai konsultan pajak. |
a. | fotokopi kartu izin praktik konsultan pajak; |
b. | surat pernyataan sebagai konsultan pajak; |
c. | fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak; dan |
d. | fotokopi tanda terima penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir bagi kuasa yang telah memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan. |
a. | fotokopi sertifikat brevet di bidang perpajakan, ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan, atau sertifikat konsultan pajak. |
b. | fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak. |
c. | fotokopi tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir bagi kuasa yang telah memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan |
d. | fotokopi daftar karyawan tetap yang dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dilaporkan Wajib Pajak. |
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan terkait dengan pemeriksaan untuk tujuan lain
a. | Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan. | ||||||||||||||||||||||
b. | Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan antara lain mengenai :
|
a. | Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait; | ||||||||||||||
b. | Laporan Hasil Pemeriksaan untuk tujuan lain antara lain mengenai :
|
a. | buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak, dipinjam pada saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen. |
b. | dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan belum ditemukan atau diberikan oleh Wajib Pajak pada saat pelaksanaan Pemeriksaan Pemeriksa Pajak membuat surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen yang dilampiri dengan daftar buku, catatan, dan/atau dokumen yang wajib dipinjamkan. |
c. | dalam hal untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik diperlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan kepada:
|
A. | Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran SPT, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut:
Data konkret sebagaimana dimaksud pada huruf b merupakan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak yang berupa:
Ketentuan mengenai Analisis Risiko pada huruf h dan huruf i dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan harus dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.
|
B. | Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan meliputi : Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan. Kriteria pemeriksaan untuk tujuan lain adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan untuk tujuan lain dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan. Standar umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak dan mutu pekerjaannya.
|
1. | Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) |
2. | Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) |
3. | Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) |
4. | Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) |
5. | Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan |
1. | Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; | ||||
2. | Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan; | ||||
3. | 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak; | ||||
4. | Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan; | ||||
5. | Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal:
|
||||
6. | Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP; dan | ||||
7. | Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sesuai Pasal 36 Undang-Undang KUP. |
a. | sesuai tanggal terima yang tercantum pada bukti penerimaan surat yang diberikan oleh
|
||||
b. | sesuai tanggal stempel pos yang tercantum pada bukti pengiriman surat, dalam hal surat keberatan disampaikan melalui pos; | ||||
c. | sesuai tanggal pengiriman yang tercantum pada bukti pengiriman surat, dalam hal surat keberatan disampaikan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir; atau | ||||
d. | sesuai tanggal yang tercantum pada bukti penerimaan elektronik, dalam hal surat keberatan disampaikan dengan e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP). |
a. | menaati dan melaksanakan peraturan perundang-undangan; |
b. | menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Inspektorat Jenderal, Wajib Pajak, dan pihak eksternal lainnya; |
c. | menaati dan menjunjung tinggi kode etik Kementerian dan Komwasjak; |
d. | bersikap independen, objektif, jujur, adil, profesional, transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan tugas; dan |
e. | mengungkapkan benturan kepentingan atau munculnya potensi benturan kepentingan kepada Menteri. |
No. | Kondisi | Besarnya Imbalan Bunga |
1 | Keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang KUP | Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, dihitung sejak :
|
2 | Keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (3) Undang-Undang KUP | Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan untuk penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) |
3 | Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (4) Undang-Undang KUP | Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah diterimanya secara lengkap surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. |
4 | Kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat Undang-Undang KUP | Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. |
5 | kelebihan pembayaran pajak karena Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak atas surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1a) Undang-Undang KUP | Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, dihitung sejak :
|
6 | kelebihan pembayaran sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) dan/atau bunga Pasal 19 ayat (1) karena Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (2) Undang-Undang KUP | sebesar Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, dihitung sejak tanggal pembayaran pajak yang menyebabkan kelebihan pembayaran sanksi administrasi sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, untuk paling lama 24 ( dua puluh empat) bulan. |
a. | 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, kecuali permohonan tersebut diajukan untuk Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP, sepanjang terkait dengan surat ketetapan pajak yang sama maka 1 (satu) permohonan dapat diajukan untuk lebih dari satu Surat Tagihan Pajak; |
b. | permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; |
c. | mengemukakan jumlah sanksi administrasi menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan; |
d. | permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan |
e. | surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP. |
a. | Komite Pengawas Perpajakan dibantu oleh unit sekretariat yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri |
b. | Komite Pengawas Perpajakan dapat membentuk tim kerja sesuai kebutuhan yang ditetapkan oleh Ketua Komite Pengawas Perpajakan. |
c. | Dalam rangka menjalankan tugas pengawasan Komite Pengawas Perpajakan menyusun petunjuk pelaksanaan. . |
a. | Surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang KUP; |
b. | Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan penerbitan surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan berdasarkan Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP; atau |
c. | Surat Tagihan Pajak selain Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b. |
a. | tidak diajukan keberatan; |
b. | diajukan keberatan, tetapi telah dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut; |
c. | diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan; |
d. | tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar; |
e. | diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; |
f. | tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi; |
g. | diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; atau |
h. | diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi, tetapi permohonan tersebut ditolak. |
a. | menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; |
b. | meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; |
c. | meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; |
d. | memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; |
e. | melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; |
f. | meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; |
g. | menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; |
h. | memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; |
i. | memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; |
j. | menghentikan penyidikan; dan/atau |
k. | melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. |
a. | mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; | ||||
b. | mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar; | ||||
c. | mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sesuai Pasal 14 Undang-Undang KUP yang tidak benar; atau | ||||
d. | membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
|
a. | tidak diajukan keberatan; |
b. | diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut; |
c. | diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan; |
d. | tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi; |
e. | diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; |
f. | tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi |
g. | diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; atau |
h. | diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan atau verifikasi, tetapi permohonan tersebut ditolak. |
a. | tidak menyampaikan SPT; atau |
b. | menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar |
a. | laman Direktorat Jenderal Pajak (https://djponline.pajak.go.id/); atau | |
b. | mengajukan permohonan tertulis penerbitan SKF secara langsung ke KPP/KP2KP yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPP tempat permohonan diajukan dengan ditandangani oleh: | |
1. | Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan; atau | |
2. | pimpinan tertinggi Wajib Pajak badan atau pengurus yang diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan perpajakan, yang dibuktikan dengan fotokopi akta pendirian atau dokumen pendukung lainnya. |
a. | telah menyampaikan: | |
1) | SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan | |
2) | SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir untuk Wajib Pajak Pusat dan/atau Wajib Pajak Cabang apabila ada, yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; | |
b. | tidak mempunyai Utang Pajak di KPP tempat Wajib Pajak Pusat maupun Wajib Pajak Cabang terdaftar, atau mempunyai Utang Pajak namun atas keseluruhan Utang Pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sesuai Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP; dan | |
c. | tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan/atau tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya tindak pidana di bidang perpajakan yaitu pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, penyidikan, atau penuntutan. |
LAMPIRAN | |||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK | |||
NOMOR | : | PER-03/PJ/2019 | |
TENTANG | : | TATA CARA PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL |
Nomor | : ……………………… (1) | ........., ...................(3) |
Lampiran | : ……………………… (2) | |
Perihal | Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Fiskal |
Nama | : ............................................ (7) |
NPWP | : ............................................ (8) |
Alamat | : ............................................ (9) |
Surel Aktif | : ............................................ (10) |
|
atas nama diri sendiri. | |||||||||
|
sebagai pengurus*) dari Wajib Pajak badan:
|
1. | telah menyampaikan: | |
a. | SPT Tahunan Pajak Penghasilan 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan/atau | |
b. | SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai 3 (tiga) Masa Pajak Pertambahan Nilai terakhir, | |
yang telah menjadi kewajiban Wajib Pajak. | ||
2. | tidak memiliki Utang Pajak atau memiliki Utang Pajak namun telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak: dan | |
3. | tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan/atau tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya tindak pidana di bidang perpajakan yaitu pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, penyidikan, atau penuntutan. |
1. | SKF digunakan dalam rangka memperoleh pelayanan atau pelaksanaan kegiatan tertentu sesuai tujuan diajukannya permohonan. |
2. | SKF bukan merupakan pernyataan yang menghilangkan wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penetapan besarnya pajak yang terutang, melakukan penagihan utang pajak, dan/atau mengenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Wajib Pajak/Pengurus ** ................................... |
* | Pimpinan tertinggi atau pengurus yang diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan perpajakan. |
a. | Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; |
b. | Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertindak di luar kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan, dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan yang berwenang melakukan pemeriksaan dan investigasi dan apabila terbukti melakukannya dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; |
c. | Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; |
d. | Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya.; |
e. | Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
a. | Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan/atau Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang bekerja pada Direktorat Jenderal Pajak atau Pegawai Negeri Sipil lain yang diperbantukan/dipekerjakan pada Direktorat Jenderal Pajak; |
b. | Tenaga Ahli dari instansi lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
a. | Laporan Hasil Audit Aparat Pengawas Fungsional atau pengawas internal Direktorat Jenderal Pajak; atau |
b. | Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. |
a. | menginvestigasi dan melaporkan hasil investigasi dalam bentuk Laporan Hasil Audit; |
b. | merekomendasikan untuk dijatuhi hukuman disiplin berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, apabila berdasarkan hasil investigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditemukan bukti bahwa pegawai pajak telah melakukan pelanggaran disiplin; |
c. | melimpahkan kasus kepada aparat penegak hukum melalui Inspektur Jenderal atas nama Menteri Keuangan, apabila berdasarkan hasil investigasi terdapat indikasi adanya perbuatan pidana. |
(1) | Menteri Keuangan berkewajiban untuk membuat kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Pegawai Direktorat Jenderal Pajak wajib mematuhi kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Pengawasan pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak dilaksanakan oleh Komite Kode Etik yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Direktorat Jenderal Pajak dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu. |
(2) | Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada angka (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
(3) | Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada angka (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
a. | pencabutan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan alasan pencabutan; |
b. | pencabutan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan |
c. | surat pencabutan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat pencabutan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat pencabutan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP. |
a. | secara terbuka; atau |
b. | secara tertutup. |
a. | pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan; |
b. | simpulan mengenai ada atau tidaknya Bukti Permulaan; dan |
c. | tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
a. | Penyidikan dalam hal ditemukan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan Wajib Pajak:
|
||||||||||
b. | penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal:
|
||||||||||
c. | Dalam hal ditemukan:
|
a. | badan oleh pengurus; |
b. | badan yang dinyatakan pailit oleh kurator; |
c. | badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan; |
d. | badan dalam likuidasi oleh likuidator; |
e. | suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya; atau |
f. | anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya |
a. | tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; |
b. | menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; |
c. | tidak menyampaikan SPT; |
d. | menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; |
e. | menolak untuk dilakukan pemeriksaan sesuai Pasal 29 UU KUP; |
f. | memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya; |
g. | tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain; |
h. | tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia sesuai Pasal 28 ayat (11) UU KUP; atau |
i. | tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. |
a. | menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau |
b. | menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak |
a. | biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak; |
b. | biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau |
c. | biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. |
a. | dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau |
b. | dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan. |
a. | Direktur Jenderal Pajak meneliti data dan/atau informasi yang diperoleh terkait dengan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi secara jabatan. |
b. | Direktur Jenderal Pajak dapat meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan yang diperlukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian surat permintaan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan. |
c. | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi. |
a. | diterbitkan Surat Paksa; |
b. | ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung; |
c. | diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) UU KUP; atau |
d. | dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. |
a. | kerugian pada pendapatan negara ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 1 (satu) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara. |
b. | kerugian pada pendapatan negara ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara, atau |
c. | jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak |
1. | laman milik Direktorat Jenderal Pajak (jawaban konfirmasi kebenaran SKF akan diperoleh secara otomatis di laman milik Direktorat Jenderal Pajak); |
2. | Kring Pajak (jawaban konfirmasi kebenaran SKF akan diperoleh secara lisan); atau |
3. | KPP/KP2KP (jawaban konfirmasi kebenaran SKF akan diperoleh secara lisan). |
a. | permohonan penerbitan Surat Keterangan Fiskal (SKF) oleh Wajib Pajak melalui laman Direktorat Jenderal Pajak, maka laman Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SKF dalam hal permohonan Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan sesuai Pasal 3 PER-03/PJ/2019; atau |
b. | permohonan penerbitan SKF oleh Wajib Pajak melalui laman Direktorat Jenderal Pajak, maka KPP atau KP2KP menerbitkan SKF dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja, dalam hal permohonan Wajib Pajak memenuhi ketentuan sesuai Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan Pasal 3 PER-03/PJ/2019. |