Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

HIGHLIGHTSDATA CENTERSUBJEK PILIHANFORUM
PeraturanTax TreatyPutusanKurs KMKKurs BITarif Bunga
Fitur
highlightsdata centersubjek pilihanforum
Informasi
About UsKebijakan PrivasiPedoman Media SiberDisclaimerKontak KamiCareer
Navigating the Coretax era with
Ortax Ecosystem
Ortax Ecosystem
pajakexpress.com | pajak101.com | taxbase.id | bsadvisory.com

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Pajak Penghasilan
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPnBM )
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Meterai
Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Pengadilan Pajak
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP)
Pajak Daerah
Bea Cukai

PENGANTAR

Istilah Penting dalam UU PP

TEMPAT KEDUDUKAN
DAN STRUKTUR

Dasar Hukum

Tempat Kedudukan Pengadilan Pajak

Struktur Pengadilan Pajak

KOMPETENSI PENGADILAN
PAJAK

Kompetensi Pengadilan Pajak

KUASA HUKUM
PENGADILAN PAJAK

Persyaratan Menjadi Kuasa Hukum Pengadilan Pajak

BANDING DAN
GUGATAN

Perbedaan Banding dan Gugatan

Persyaratan dalam Mengajukan Banding

Persyaratan dalam Mengajukan Gugatan

HUKUM ACARA
PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan

Pemeriksaan dengan Acara Biasa

Pemeriksaan dengan Acara Cepat

Pembuktian

Putusan

Pelaksanaan Putusan

UPAYA HUKUM
LUAR BIASA

Peninjauan Kembali dalam Pengadilan Pajak

KETENTUAN LAINNYA

Ketentuan Lainnya

ReadView

Hak dan Kewajiban Penanggung Pajak dan Pejabat
(Pasal 1 UU Pengadilan Pajak)

  1. Pejabat yang berwenang adalah Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Gubernur, Bupati/Walikota, atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan. 
  2. Pajak adalah semua jenis Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
  3. Peraturan perundang-undangan perpajakan adalah semua peraturan di bidang perpajakan.  
  4. Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 
  5. Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 
  6. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 
  7. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 
  8. Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan Banding yang diajukan oleh pemohon Banding. 
  9. Surat Tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas Gugatan yang diajukan oleh penggugat. 
  10. Surat Bantahan adalah surat dari pemohon Banding atau penggugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian Banding atau Surat Tanggapan. 
  11. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung. 
  12. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung. 
  13. Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim adalah Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada Pengadilan Pajak. 
  14. Hakim Tunggal adalah Hakim yang ditunjuk oleh Ketua untuk memeriksa dan memutus Sengketa Pajak dengan acara cepat. 
  15. Hakim Anggota adalah Hakim dalam suatu Majelis yang ditunjuk oleh Ketua untuk menjadi anggota dalam Majelis. 
  16. Hakim Ketua adalah Hakim Anggota yang ditunjuk oleh Ketua untuk memimpin sidang. 
  17. Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti adalah Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti pada Pengadilan Pajak. 
  18. Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti adalah Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti Pengadilan Pajak yang melaksanakan fungsi kepaniteraan. 
  19. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Kompetensi Pengadilan Pajak
(UU Nomor 14 Tahun 2002  Pasal 31 s.d. 33 & Penjelasannya)

Status dari Pengadilan Pajak ialah merupakan “pengadilan khusus”, berdasarkan Penjelasan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa “Yang dimaksud dengan “pengadilan khusus” antara lain adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial dan pengadilan perikanan yang berada di lingkungan peradilan umum, serta pengadilan pajak yang berada di lingkungan peradilan tata usaha negara”. Dengan demikian Pengadilan Pajak merupakan suatu pengadilan khusus untuk menangani sengketa di bidang perpajakan.

Objek Sengketa Pengadilan Pajak:

a. Banding
memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Gugatan
● pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
● keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
● keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) UU KUP dan Pasal 26 UU KUP; atau
● penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
Tugas dan Wewenang Pengadilan Pajak

Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Selain tugas dan wewenang menyelesaikan sengketa di bidang perpajakan, Pengadilan Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan Pajak.

Untuk keperluan pemeriksaan Sengketa Pajak, Pengadilan Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan dengan Sengketa Pajak dari pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perbedaan Banding dan Gugatan
(UU Nomor 14 Tahun 2002)

Banding Gugatan
Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu Keputusan Keberatan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, mengenai keputusan keberatan atas:
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
  5. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan. Keputusan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
  • pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
  • keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
  • keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) UU KUP dan Pasal 26 UU KUP; atau
  • penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

 

Struktur Pengadilan Pajak
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 5 sampai dengan Pasal 22 & Penjelasannya)

Mahkamah Agung memiliki peran dalam Pengadilan Pajak hanya untuk melakukan pembinaan teknis.

Catatan:

Dampak dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023 peran Mahkamah Agung dalam Pengadilan Pajak pada tahun 2026 mengalami perluasan. Sebelumnya hanya melakukan pembinaan teknis, Mahkamah Agung memiliki peran juga untuk pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan yang sebelumnya dilakukan oleh menteri keuangan.


Didalam pengadilan pajak terdapat susunan yang terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris, dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak terdiri dari seorang Ketua dan paling banyak 5 (lima) orang Wakil Ketua.

Hakim diangkat oleh Presiden dari daftar nama calon yang diusulkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung.  Sedangkan untuk Ketua Hakim dan Wakil Ketua Hakim diangkat oleh Presiden dari para Hakim yang diusulkan Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim adalah pejabat negara yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman di bidang Sengketa Pajak.

Hakim Pengadilan Pajak

Untuk dapat diangkat menjadi Hakim, setiap calon hakim harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
● warga negara Indonesia;
● berumur paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun;
● bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
● setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
● tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 atau teribat organisasi terlarang;
● mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah sarjana hukum atau sarjana lain;
● berwibawa, jujur, dan kerkelakuan tidak tercela;
● tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; dan
● sehat jasmani dan rohani.

Hakim tidak boleh merangkap menjadi :
● pelaksana putusan Pengadilan Pajak;
● wali, pengampu, atau pejabat yang berkaitan dengan suatu Sengketa Pajak yang akan atau sedang diperiksa olehnya;
● penasehat hukum;
● konsultan Pajak;
● akuntan publik; dan/atau
● Pengusaha.

Hakim Ad Hoc

Dalam memeriksa dan memutus perkara Sengketa Pajak tertentu yang memerlukan keahlian khusus, Ketua dapat menunjuk Hakim Ad Hoc sebagai Hakim Anggota. Untuk dapat ditunjuk sebagai Hakim Ad Hoc seseorang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
● warga negara Indonesia;
● bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
● setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar1945;
● tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 atau teribat organisasi terlarang;
● berwibawa, jujur, dan kerkelakuan tidak tercela;
● tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; dan
● sehat jasmani dan rohani.

Tata cara penunjukan Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Pajak diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 449/KMK.01/2003.

Penunjukan Hakim Ad Hoc sebagai Anggota Majelis ditetapkan oleh Ketua dalam suatu penetapan. Adapun penunjukkan dilakukan dengan memperhatikan:
● sifat kompleksitas sengketa yang dihadapi;
● aspek internasional dan penerapan hukumnya; dan/atau
● wawasan, keahlian, dan ilmu pengetahuan yang diperlukan dalam penyelesaian kasus yang bersangkutan.

Hakim Ketua dapat menunjuk Hakim Ad Hoc pada saat pemeriksaan sengketa pajak sedang dilaksanakan, dengan cara menggantikan Hakim Anggota paling muda usianya.

Hakim Ad Hoc bertugas sebagai Hakim Anggota dalam suatu Majelis untuk memeriksa dan memutus Sengketa Pajak yang ditugaskan kepada Majelis yang bersangkutan. Dalam persidangan, Hakim Ad Hoc mempunyai tugas dan wewenang yang sama dengan Anggota Majelis lainnya.

Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung. Ketua melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku Wakil Ketua, Hakim, dan Sekretaris/Panitera. Pembinaan dan pengawasan tersebut tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.

Hakim Ad Hoc tidak boleh merangkap menjadi :
● pelaksana putusan Pengadilan Pajak;
● wali, pengampu, atau pejabat yang berkaitan dengan suatu Sengketa Pajak yang akan atau sedang diperiksa olehnya;
● penasehat hukum;
● konsultan Pajak; dan/atau
● akuntan publik.

Pemberhentian Hakim

Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung karena:
● permintaan sendiri;
● sakit jasmani dan rohani terus menerus;
● telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun; atau
● ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugas.

Catatan:

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-XIV/2016, Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. b. Frasa "telah berumur 65 tahun dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai disamakan denan usia pemberhentian dengan hormat hakim tinggi pada pengadilan tinggi tata usaha negara.”

Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN) menyatakan bahwa Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan tata usaha negara diberhentikan dengan hormat dari jabatannya apabila telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan tata usaha negara, dan 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara.

Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung karena tenaganya dibutuhkan oleh negara untuk menjalankan tugas negara lainnya.

Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim yang meninggal dunia, dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dengan Keputusan Presiden.

Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri, setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung dengan alasan :

● dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
● melakukan perbuatan tercela;
● terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
● melanggar sumpah/janji jabatan; dan
● melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12.

Usul pemberhentian dengan hormat dan usul pemberhentian tidak dengan hormat diajukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.

Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim serta tata cara pembelaan diri Hakim ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung dan Menteri.

Majelis Kehormatan Hakim bertugas :
1. meneliti dan meminta keterangan Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim yang diusulkan untuk :
a. diberhentikan dengan hormat,
b. diberhentikan tidak dengan hormat.
2. mengusulkan pemberhentian sementara dari jabatan Ketua, Wakil Ketua, atau hakim karena diusulkan untuk diberhentikan tidak dengan hormat.

Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim sebelum diberhentikan tidak dengan hormat, diberhentikan sementara oleh Presiden atas usul Menteri dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

Seorang Hakim yang diberhentikan dari jabatannya, tidak dengan sendirinya diberhentikan dari statusnya sebagai pegawai negeri.

Apabila terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dikeluarkan surat perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dimaksud diberhentikan sementara terlebih dahulu dari jabatannya. Apabila Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana tanpa ditahan, Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dimaksud diberhentikan sementara dari jabatannya.

Apabila dalam pemeriksaan terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim yang telah ditangkap dan ditahan, ternyata tidak terbukti melakukan tindak pidana, Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dimaksud dikembalikan ke jabatan semula.

Apabila tuntutan pidana terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim tidak terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dimaksud dikembalikan ke jabatan semula.

Ketua, Wakil Ketua atau Hakim dapat ditangkap dan/atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal :
● tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau
● disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara

Pelaksanaan penangkapan atau penahanan paling lambat dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam harus sudah dilaporkan kepada Ketua Mahkamah Agung.

Tunjangan Hakim Pengadilan Pajak
● Tunjangan Hakim
● Tunjangan transportasi (bagi yang tidak menerima kendaraan dinas)
● Tunjangan tambahan penanganan kasus
● tunjangan perumahan (bagi yang tidak menerima fasilitas rumah dinas)
Persiapan Persidangan
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 44 s.d. Pasal 48 & Penjelasannya, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 65/PJ/2012)

Terbanding/Tergugat dalam persidangan Pengadilan Pajak diwakili oleh Direktorat Keberatan dan Banding, yang beranggotakan paling sedikit 2 (dua) orang Penelaah Keberatan.

Setelah Pemohon Banding/Penggugat menyampaikan Permohonan Banding/Gugatan, selanjutnya Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan.

Jika pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kepada Pengadilan Pajak, maka jangka waktu 14 (empat belas) hari dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen susulan tersebut.

Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Banding atau Surat Tanggapan dalam jangka waktu :
● 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau
● 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.

Setelah Pengadilan Pajak menerima Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan dari terbanding atau tergugat, selanjutnya akan dikirimkan kepada pemohon Banding atau penggugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima.

Pemohon Banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat Bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan.

Salinan Surat Bantahan dikirimkan kepada terbanding atau tergugat, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Bantahan.

Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon Banding atau penggugat tidak menyampaikan Surat Bantahan, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan.

Pemohon Banding atau penggugat dapat memberitahukan kepada Ketua untuk hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan.

Dalam persidangan untuk penanganan suatu perkara, Ketua menunjuk Majelis yang terdiri dari 3 (tiga) orang Hakim atau Hakim Tunggal untuk memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Selain itu, Ketua menunjuk salah seorang Hakim sebagai Hakim Ketua yang memimpin pemeriksaan Sengketa Pajak. Majelis atau Hakim Tunggal yang terpilih, akan melaksanakan persidangan pada hari yang ditentukan dan memberitahukan hari sidang kepada pihak yang bersengketa.

Majelis/Hakim Tunggal sudah mulai bersidang dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Banding.

Dalam hal Gugatan, Majelis/Hakim Tunggal sudah memulai sidang dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Surat Gugatan.
Kedudukan Pengadilan Pajak
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 2, 3, 4 & Penjelasannya)

Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak.

Status dari Pengadilan Pajak ialah merupakan “pengadilan khusus”, berdasarkan Penjelasan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa “Yang dimaksud dengan “pengadilan khusus” antara lain adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial dan pengadilan perikanan yang berada di lingkungan peradilan umum, serta pengadilan pajak yang berada di lingkungan peradilan tata usaha negara”. Dengan demikian Pengadilan Pajak merupakan suatu pengadilan khusus untuk menangani sengketa di bidang perpajakan.

Mengenai lokasi keberadaan Pengadilan Pajak berkedudukan di Ibukota Negara. Berdasarkan Pasal 4 UU Pengadilan Pajak Ketua Pengadilan Pajak dapat menentukan tempat lain, selain dari Ibukota Negara. Sampai dengan sekarang ini terdapat 3 Lokasi Pengadilan Pajak di Indonesia:
1. Jakarta 
2. Surabaya (Berdasarkan Keputusan Ketua PP Nomor KEP-006/PP/2013 tentang Penunjukan Majelis Hakim Pemeriksa dan Pemutus Sengketa Pajak dan Penetapan Hari Sidang Untuk Pelaksanaan Sidang Di Luar Tempat Kedudukan Pengadilan Pajak di Surabaya)
3. Yogyakarta (Berdasarkan Keputusan Ketua PP Nomor KEP-006/PP/2012 tentang Penunjukan Majelis Hakim Pemeriksa dan Pemutus Sengketa Pajak dan Penetapan Hari Sidang Untuk Pelaksanaan Sidang Di Luar Tempat Kedudukan Pengadilan Pajak di Yogyakarta)
Pemeriksaan dengan Acara Biasa
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 49 s.d. 64 & Penjelasannya)

Pasal 49

Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh Majelis.


Pasal 50

Persidangan di pengadilan pajak dengan acara biasa dilakukan terbuka untuk umum. Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Majelis melakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan dan/atau kejelasan Banding atau Gugatan.

Apabila Banding atau Gugatan tidak lengkap dan/atau tidak jelas, kelengkapan dan/atau kejelasan dapat disampaikan dalam persidangan. Jika Permohonan Banding atau Gugatan tidak memenuhi persyaratan, seperti mengabaikan:
● Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak
● Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
● Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).
● Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
● Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.


Pasal 51

Hakim Ketua, Hakim Anggota, atau Panitera wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila:
● terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau
● hubungan suami istri meskipun telah bercerai
dengan salah seorang Hakim, Panitera pada Majelis yang sama, dengan pemohon Banding, penggugat, atau kuasa hukum.


Pasal 52

Hakim Ketua, Hakim Anggota, Panitera, Wakil Panitera, atau Panitera Pengganti wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila berkepentingan langsung atau tidak langsung atas satu sengketa yang ditanganinya.

Pengunduran diri dapat juga dilakukan atas permintaan salah satu atau pihak-pihak yang bersengketa.

Ketua berwenang menetapkan pengunduran diri atau apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat.

Hakim Ketua, Hakim Anggota, Panitera, Wakil Panitera, atau Panitera Pengganti harus diganti dan apabila tidak diganti atau tidak mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa segera disidangkan kembali dengan susunan Majelis dan Panitera, Wakil Panitera, atau Panitera Pengganti yang berbeda, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun.

Dalam hal kepentingan langsung atau tidak langsung diketahui sebelum melewati jangka waktu 1 (satu) tahun setelah sengketa diputus , sengketa dimaksud disidangkan kembali dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kepentingan dimaksud.


Pasal 53

Hakim Ketua memanggil terbanding atau tergugat dan dapat memanggil pemohon Banding atau penggugat untuk memberikan keterangan lisan.

Dalam hal pemohon Banding atau penggugat memberitahukan akan hadir dalam persidangan, Hakim Ketua memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada pemohon Banding atau penggugat.


Pasal 54

Hakim Ketua menjelaskan masalah yang diselenggarakan kepada pihak-pihak yang bersengketa.

Majelis menanyakan kepada terbanding atau tergugat mengenai hal-hal yang dikemukakan pemohon Banding atau penggugat dalam Surat Banding atau Surat Gugatan dan dalam Surat Bantahan.

Apabila Majelis memandang perlu dan dalam hal pemohon Banding atau penggugat hadir dalam persidangan, Hakim Ketua dapat meminta pemohon Banding atau penggugat untuk memberikan keterangan yang diperlukan dalam penyelesaian Sengketa Pajak.


Pasal 55

Atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa, atau karena jabatan, Hakim Ketua dapat memerintahkan saksi untuk hadir dan didengar keterangannya dalam persidangan.

Saksi yang diperintahkan oleh Hakim Ketua wajib datang di persidangan dan tidak diwakilkan.

Dalam hal saksi tidak datang meskipun telah dipanggil dengan patut dan Majelis dapat mengambil putusan tanpa mendengar keterangan saksi, Hakim Ketua melanjutkan persidangan.

Apabila saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan meskipun telah dipanggil dengan patut, dan Majelis mempunyai alasan yang cukup untuk menyangka bahwa saksi sengaja tidak datang, serta Majelis tidak dapat mengambil putusan tanpa keterangan dari saksi dimaksud, Hakim Ketua dapat meminta bantuan polisi untuk membawa saksi ke persidangan.

Biaya untuk mendatangkan saksi ke persidangan yang diminta oleh pihak yang bersangkutan menjadi beban dari pihak yang meminta.


Pasal 56

Saksi dipanggil ke persidangan seorang demi seorang.

Hakim Ketua menanyakan kepada saksi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kewarganegaraan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, derajat hubungan keluarga, dan hubungan kerja dengan pemohon Banding/penggugat atau dengan terbanding/tergugat.

Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya.


Pasal 57

Yang tidak boleh didengar keterangannya sebagai saksi adalah :
● Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa;
● Istri atau suami dari pemohon Banding atau penggugat meskipun sudah bercerai;
● Anak yang belum berusia 17 (tujuh belas ) tahun; atau
● Orang sakit ingatan.

Apabila dipandang perlu, Hakim Ketua dapat meminta pihak Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa, Istri atau suami dari pemohon Banding atau penggugat meskipun sudah bercerai, atau Anak yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun untuk didengar keterangannya. Pihak tersebut dapat menolak permintaan Hakim Ketua untuk memberikan keterangan.


Pasal 59

Setiap orang yang karena pekerjaan atau jabatannya wajib merahasiakan segala sesuatu sehubungan dengan pekerjaan atau jabatannya, untuk keperluan persidangan kewajiban merahasiakan dimaksud ditiadakan.


Pasal 60

Pertanyaan yang diajukan kepada saksi oleh salah satu pihak disampaikan melalui Hakim Ketua.
Apabila pertanyaan dimaksud menurut pertimbangan Hakim Ketua tidak ada kaitannya dengan sengketa, pertanyaan itu ditolak.


Pasal 61

Apabila pemohon Banding atau penggugat atau saksi tidak paham Bahasa Indonesia, Hakim Ketua menunjuk alih bahasa.

Sebelum melaksanakan tugas mengalihbahasakan yang dipahami oleh pemohon banding atau penggugat atau saksi ke dalam Bahasa Indonesia dan sebaliknya, ahli alih bahasa dimaksud diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya.
Orang yang menjadi saksi dalam sengketa tidak boleh ditunjuk sebagai ahli alih bahasa dalam sengketa dimaksud.


Pasal 62

Dalam hal pemohon Banding atau penggugat atau saksi, ternyata bisu dan/atau tuli serta tidak dapat menulis, Hakim Ketua menunjuk orang yang pandai bergaul dengan pemohon Banding atau penggugat atau saksi, sebagai ahli alih bahasa.

Sebelum melaksanakan tugasnya, ahli alih bahasa sebagaimana diambil sumpah atau janji menurut agama dan kepercayaannya.

Dalam hal pemohon Banding atau penggugat atau saksi, ternyata bisu dan/atau tuli tetapi dapat menulis, Hakim Ketua dapat memerintahkan Panitera menuliskan pertanyaan atau teguran kepada pemohon Banding atau penggugat atau saksi, dan memerintahkan menyampaikan tulisan itu kepada pemohon Banding atau penggugat atau saksi dimaksud, agar ia menuliskan jawabannya, kemudian segala pertanyaan dan jawaban harus dibacakan.


Pasal 63

Saksi diambil sumpah atau janji dan didengar keterangannya dalam persidangan dengan dihadiri oleh terbanding atau tergugat.

Apabila terbanding atau tergugat telah dipanggil secara patut, tetapi tidak dapat datang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, saksi diambil sumpah atau janji dan didengar keterangannya tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat.

Dalam hal saksi yang akan didengar tidak dapat hadir di persidangan karena halangan yang dapat dibenarkan oleh hukum, Majelis dapat datang ke tempat tinggal saksi untuk mengambil sumpah atau janji dan mendengar keterangan saksi dimaksud tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat.


Pasal 64

Apabila suatu sengketa tidak dapat diselesaikan pada 1 (satu) hari persidangan, pemeriksaan dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya yang ditetapkan.

Hari persidangan berikutnya diberitahukan kepada terbanding atau tergugat dan dapat diberitahukan kepada pemohon Banding atau penggugat.

Dalam hal terbanding atau tergugat tidak hadir pada persidangan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, sekalipun ia telah diberi tahu secara patut, persidangan dapat dilanjutkan tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat.
Kuasa Hukum Pengadilan Pajak
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 34 & Penjelasannya, PMK 184/PMK.01/2017)

Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus.

Persyaratan Kuasa Hukum Pengadilan Pajak (Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.01/2017 Tentang Persyaratan Untuk Menjadi Kuasa Hukum Pada Pengadilan Pajak)

Persyaratan Umum Kuasa Hukum Pengadilan Pajak:
●  Warga Negara Indonesia.
● mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan, yang dibuktikan dengan:
➔  ijazah Sarjana/Diploma IV di bidang administrasi fiskal, akuntansi, perpajakan, dan/atau kepabeanan dan cukai dari perguruan tinggi yang terakreditasi; atau
➔  ijazah Sarjana/Diploma IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi selain dalam bidang administrasi fiskal, akuntansi, perpajakan, dan/atau kepabeanan dan cukai, dilengkapi dengan salah satu bukti tambahan sebagai berikut:
1. ijazah Diploma III perpajakan dan/atau kepabeanan dan cukai dari perguruan tinggi yang terakreditasi;
2. brevet perpajakan dari instansi atau lembaga penyelenggara brevet perpajakan;
3. sertifikat keahlian kepabeanan dan cukai dari instansi atau lembaga pendidikan dan pelatihan kepabeanan dan cukai; atau
4. surat atau dokumen yang menunjukkan pengalaman pernah bekerja pada instansi pemerintah di bidang teknis perpajakan dan/atau kepabeanan dan cukai.
  
Persyaratan Khusus Kuasa Hukum Pajak:
● mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
● mempunyai bukti tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk 2 (dua) tahun terakhir;
● memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK);
● tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil atau pejabat negara;
● menandatangani pakta integritas;
● telah melewati jangka waktu 2 (dua) tahun setelah diberhentikan dengan hormat sebagai Hakim Pengadilan Pajak untuk orang yang pernah mengabdikan diri sebagai Hakim Pengadilan Pajak; dan
● memiliki izin kuasa hukum.

Permohonan Izin Kuasa Hukum Pengadilan Pajak (PERATURAN KETUA PENGADILAN PAJAK NOMOR PER - 01/PP/2018 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN IZIN KUASA HUKUM PADA PENGADILAN PAJAK)

Izin Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak terdiri dari:
● Izin Kuasa Hukum Bidang Perpajakan; dan
● Izin Kuasa Hukum Bidang Kepabeanan dan Cukai.

Untuk memperoleh Izin Kuasa Hukum, Pemohon harus menyampaikan permohonan Izin Kuasa Hukum secara tertulis kepada Ketua melalui Sekretariat Pengadilan Pajak, dengan format sebagai berikut:

 

FORMAT SURAT PERMOHONAN IZIN KUASA HUKUM BIDANG PERPAJAKAN

Kepada:

Yth. Ketua Pengadilan Pajak
Di Jakarta

Perihal : PERMOHONAN IZIN KUASA HUKUM PADA PENGADILAN PAJAK BIDANG PERPAJAKAN

 
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ....................................(1).......................................................
Tempat dan Tanggal Lahir : ....................................(2).......................................................
Pendidikan Terakhir : ....................................(3).......................................................
Alamat Rumah : (4. Lengkap Sesuai KTP) RT/RW ../.., Kel. .., Kec. .., Kota/Kab..
Alamat Korespondensi : (5. Alamat Pengiriman Dokumen) ..........................................
Nomor Telepon/HP : ....................................(6).......................................................
Nomor Kartu Tanda Penduduk : ....................................(7).......................................................
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) : ....................................(8).......................................................
Email : ....................................(9).......................................................
* Seluruh isian diketik menggunakan komputer bukan ditulis tangan

Dengan ini mengajukan permohonan Izin Kuasa Hukum Bidang Perpajakan pada Pengadilan Pajak. Untuk melengkapi permohonan tersebut, bersama ini saya lampirkan dokumen sebagai berikut:
  1. Daftar Riwayat Hidup;
  2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
  3. Fotokopi ijazah Sarjana atau Diploma IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi dan telah dilegalisasi oleh instansi atau lembaga yang menerbitkan untuk lulusan perguruan tinggi di Indonesia atau fotokopi surat keputusan penyetaraan ijazah lulusan perguruan tinggi di luar negeri yang telah dilegalisasi (asli cap basah, bukan hasil scan) oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia;
  4. Fotokopi dokumen yang menunjukkan Pemohon mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan dan telah dilegalisasi (asli cap basah, bukan hasil scan) oleh instansi atau lembaga yang menerbitkan ;
  5. Fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  6. Fotokopi bukti tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk 2 (dua) tahun terakhir;
  7. Asli Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  8. Pas foto terakhir berwarna dan berlatar belakang merah dengan ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
  9. Surat pernyataan tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil atau pejabat negara;
  10. Pakta integritas; dan
  11. Fotokopi surat keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai Hakim Pengadilan Pajak, dalam hal Pemohon merupakan orang yang pernah mengabdikan diri sebagai Hakim Pengadilan Pajak.


 
                                                   
  ........(10)........,............(11).............
Pemohon,



(..................(12).....................)



FORMAT SURAT PERMOHONAN IZIN KUASA HUKUM BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI

Kepada:

Yth. Ketua Pengadilan Pajak
Di Jakarta

Perihal : PERMOHONAN IZIN KUASA HUKUM PADA PENGADILAN PAJAK BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI
 

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ....................................(1).......................................................
Tempat dan Tanggal Lahir : ....................................(2).......................................................
Pendidikan Terakhir : ....................................(3).......................................................
Alamat Rumah : (4. Lengkap Sesuai KTP) RT/RW ../.., Kel. .., Kec. .., Kota/Kab..
Alamat Korespondensi : (5. Alamat Pengiriman Dokumen) ..........................................
Nomor Telepon/HP : ....................................(6).......................................................
Nomor Kartu Tanda Penduduk : ....................................(7).......................................................
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) : ....................................(8).......................................................
Email : ....................................(9).......................................................
* Seluruh isian diketik menggunakan komputer bukan ditulis tangan

Dengan ini mengajukan permohonan Izin Kuasa Hukum Bidang Kepabeanan dan Cukai pada Pengadilan Pajak. Untuk melengkapi permohonan tersebut, bersama ini saya lampirkan dokumen sebagai berikut:
  1. Daftar Riwayat Hidup;
  2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
  3. Fotokopi ijazah Sarjana atau Diploma IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi dan telah dilegalisasi (asli cap basah, bukan hasil scan) oleh instansi atau lembaga yang menerbitkan untuk lulusan perguruan tinggi di Indonesia atau fotokopi surat keputusan penyetaraan ijazah lulusan perguruan tinggi di luar negeri yang telah dilegalisasi oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia;
  4. Fotokopi dokumen yang menunjukkan Pemohon mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan dan telah dilegalisasi (asli cap basah, bukan hasil scan) oleh instansi atau lembaga yang menerbitkan;
  5. Fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  6. Fotokopi bukti tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk 2 (dua) tahun terakhir;
  7. Asli Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  8. Pas foto terakhir berwarna dan berlatar belakang merah dengan ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
  9. Surat pernyataan tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil atau pejabat negara;
  10. Pakta integritas; dan
  11. Fotokopi surat keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai Hakim Pengadilan Pajak, dalam hal Pemohon merupakan orang yang pernah mengabdikan diri sebagai Hakim Pengadilan Pajak.


 
                                                   
  ........(10)........,............(11).............
Pemohon,



(..................(12).....................)



Selain dari menyampaikan permohonan Izin Kuasa Hukum, perlu juga dilengkapi dengan lampiran sebagai berikut:
a. daftar riwayat hidup yang dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Ketua Pengadilan Pajak ini;
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
c. fotokopi ijazah Sarjana atau Diploma IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi dan telah dilegalisasi oleh instansi atau lembaga yang menerbitkan untuk lulusan perguruan tinggi di Indonesia atau fotokopi surat keputusan penyetaraan ijazah lulusan perguruan tinggi di luar negeri yang telah dilegalisasi oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia;
d. fotokopi dokumen yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu sebagai berikut:
1) fotokopi ijazah Sarjana/Diploma IV di bidang administrasi fiskal, akuntansi, dan/atau perpajakan dari perguruan tinggi yang terakreditasi dan telah dilegalisasi oleh instansi atau lembaga yang menerbitkan; atau
2) fotokopi ijazah Sarjana/Diploma IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi selain dalam bidang sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 1 yang telah dilegalisasi oleh instansi atau lembaga yang menerbitkan dan dilengkapi dengan salah satu bukti tambahan sebagai berikut:
a) fotokopi ijazah Diploma III perpajakan dari perguruan tinggi yang terakreditasi yang telah dilegalisasi oleh instansi atau lembaga yang menerbitkan;
b) fotokopi brevet perpajakan dari instansi atau lembaga penyelenggara brevet perpajakan yang telah dilegalisasi oleh instansi atau lembaga yang menerbitkan; atau
c) fotokopi surat atau dokumen yang menunjukkan pengalaman pernah bekerja pada instansi pemerintah di bidang teknis perpajakan yang telah dilegalisasi oleh instansi atau lembaga yang menerbitkan.
e. fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
f. fotokopi bukti tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk 2 (dua) tahun terakhir;
g. asli Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. pas foto terakhir berwarna dan berlatar belakang merah dengan ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
i. surat pernyataan tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil atau pejabat negara yang dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Ketua Pengadilan Pajak ini;
j. pakta integritas yang dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Ketua Pengadilan Pajak ini; dan
k. dalam hal Pemohon merupakan orang yang pernah mengabdikan diri sebagai Hakim Pengadilan Pajak, maka permohonan Izin Kuasa Hukum selain harus dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf j, juga dilampiri dengan fotokopi Keputusan Presiden tentang pemberhentian dengan hormat sebagai Hakim Pengadilan Pajak.



FORMAT DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ....................................(1).......................................................
Tempat dan Tanggal Lahir : ....................................(2).......................................................
Alamat Rumah : ....................................(3).......................................................
Nomor Kartu Tanda Penduduk : ....................................(4).......................................................
Pendidikan Formal (Cantumkan Tahun Lulus dan Nama Pendidikan) : 1. ................................(5)........................................................
2. .............................................................................................
3. .............................................................................................
4. .............................................................................................
5. .............................................................................................
6. .............................................................................................
Pekerjaan : ....................................(6).......................................................
Alamat Surel (e-Mail) : ....................................(7).......................................................
Pengalaman Kerja  : ....................................(8).......................................................
* Seluruh isian diketik menggunakan komputer bukan ditulis tangan

Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan akan saya pertanggungjawabkan sebagaimana mestinya.



                                                   
  ........(9)........,............(10).............




(..................(11).....................)



FORMAT SURAT PERNYATAAN TIDAK BERSTATUS SEBAGAI PEGAWAI NEGERI SIPIL
ATAU PEJABAT NEGARA

SURAT PERNYATAAN

 
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ........................................(1)........................................
Tempat dan Tanggal Lahir : ........................................(2)........................................
Alamat Rumah : ........................................(3)........................................
Nomor Kartu Tanda Penduduk : ........................................(4)........................................

Sebagai Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak, dengan ini menyatakan bahwa saya:
  1. tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Pusat/Daerah atau pejabat negara;
  2. apabila melanggar hal-hal yang telah saya nyatakan dalam Surat Pernyataan ini, saya bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian Surat Pernyataan sebagai Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan akan saya pertanggungjawabkan sebagaimana mestinya.



                                                   
             ........(5)........, ............(6).............

 
Meterai
Rp 10.000,00
 

           (...................(7)......................)

Keterangan:
Isian dalam Surat Pernyataan diisi dengan lengkap menggunakan huruf balok/kapital dan dicetak.


FORMAT PAKTA INTEGRITAS

PAKTA INTEGRITAS


Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ........................................(1)........................................
Tempat dan Tanggal Lahir : ........................................(2)........................................
Alamat Rumah : ........................................(3)........................................
Nomor Kartu Tanda Penduduk : ........................................(4)........................................

Sebagai Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak, dengan ini menyatakan bahwa saya:
  1. dalam menjalankan tugas sebagai Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak, saya berjanji akan melaksanakan peraturan perundang-undangan dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya;
  2. tidak akan melakukan praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN);
  3. akan menjalankan tugas secara bertanggung jawab, transparan, dan profesional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  4. apabila melanggar hal-hal yang telah saya nyatakan dalam Pakta Integritas ini, saya bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian Pakta Integritas sebagai Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan akan saya pertanggungjawabkan sebagaimana mestinya.




                                                   
             ........(5)........, ............(6).............


Meterai
Rp 10.000,00
 

           (...................(7)......................)

Keterangan:
Isian dalam Surat Pernyataan diisi dengan lengkap menggunakan huruf balok/kapital dan dicetak.



Pemberian Izin Kuasa Hukum dan Perpanjangan

Terhadap permohonan yang telah dilakukan penelitian oleh Sekretariat Pengadilan Pajak, permohonan disampaikan kepada Ketua untuk mendapatkan persetujuan. Setelahnya, Ketua menerbitkan Keputusan tentang Izin Kuasa Hukum dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Atas dasar Keputusan Ketua, Sekretariat Pengadilan Pajak menerbitkan Kartu Tanda Pengenal Kuasa Hukum.

Izin Kuasa Hukum hanya dapat dipergunakan oleh Kuasa Hukum sesuai nama yang tercantum dalam Keputusan Ketua tentang Izin Kuasa Hukum. Kuasa Hukum yang telah memperoleh Izin Kuasa Hukum dapat mendampingi atau mewakili pihak-pihak yang bersengketa dalam beracara pada Pengadilan Pajak sesuai jenis Izin Kuasa Hukum yang diterbitkan. Ketentuan mengenai jenis sengketa pajak yang dapat ditangani oleh Kuasa Hukum sesuai jenis Izin Kuasa Hukum yang diterbitkan adalah sebagai berikut:
● Kuasa Hukum yang memperoleh Izin Kuasa Hukum Bidang Perpajakan hanya dapat mendampingi atau mewakili Pemohon Banding atau Penggugat yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi dan/atau Wajib Pajak Badan dalam beracara di Pengadilan Pajak atas sengketa pajak dalam bidang perpajakan;
● Kuasa Hukum yang memperoleh Izin Kuasa Hukum Bidang Kepabeanan dan Cukai hanya dapat mendampingi atau mewakili Pemohon Banding atau Penggugat dalam beracara di Pengadilan Pajak atas sengketa pajak dalam bidang kepabeanan dan cukai.

Keputusan beserta dengan Kartu Tanda Pengenal Kuasa Hukum berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Ketua tentang Izin Kuasa Hukum yang kemudian dapat diperpanjang lagi.

Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pengadilan Pajak dilakukan dengan cara permohonan perpanjangan Izin Kuasa Hukum secara tertulis kepada Ketua melalui Sekretariat Pengadilan Pajak dengan melampirkan:
● daftar riwayat hidup yang dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Ketua Pengadilan Pajak ini;
● fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
● fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
● fotokopi bukti tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk 2 (dua) tahun terakhir;
● asli Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian Negara Republik Indonesia;
● pas foto terakhir berwarna dan berlatar belakang merah dengan ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
● fotokopi salinan Keputusan Ketua tentang Izin Kuasa Hukum terakhir; dan
● fotokopi Kartu Tanda Pengenal Kuasa Hukum terakhir.

Permohonan perpanjangan disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum masa berlaku Izin Kuasa Hukum berakhir. Permohonan perpanjangan yang disampaikan dan diterima lengkap setelah melewati jangka waktu, harus dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti pertama kali menyampaikan Izin Kuasa Hukum.

Dalam hal Pemohon mengajukan permohonan perpanjangan Izin Kuasa Hukum Bidang Perpajakan dan Izin Kuasa Hukum Bidang Kepabeanan dan Cukai, Pemohon harus menyampaikan permohonan perpanjangan untuk masing-masing jenis Izin Kuasa Hukum. Apabila setelah dilakukannya penelitian terhadap kelengkapan permohonan perpanjangan Izin Kuasa Hukum belum terpenuhi, Sekretariat Pengadilan Pajak mengembalikan berkas permohonan tersebut melalui surat. Kemudian pemohon dapat menyampaikan kembali permohonan perpanjangan Izin Kuasa Hukum apabila dokumen persyaratan yang diperlukan telah dilengkapi.

Dalam melakukan penelitian, Sekretariat Pengadilan Pajak berhak meminta kepada Pemohon untuk dapat menunjukkan asli dokumen yang dilampirkan. Dalam hal Pemohon tidak dapat menunjukkan asli dokumen yang diminta oleh Sekretariat Pengadilan Pajak, maka permohonan tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut.

Ketua harus menerbitkan Keputusan perpanjangan Izin Kuasa Hukum dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan setelah dilakukannya penelitian. Keputusan Ketua berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya masa berlaku Izin Kuasa Hukum sebelumnya.



FORMAT SURAT PERMOHONAN PERPANJANGAN IZIN KUASA HUKUM


Kepada:

Yth. Ketua Pengadilan Pajak
Di Jakarta

Perihal : PERMOHONAN PERPANJANGAN IZIN KUASA HUKUM PADA PENGADILAN PAJAK
 

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ....................................(1).......................................................
Tempat/tanggal lahir : ....................................(2).......................................................
Pendidikan Terakhir : ....................................(2).......................................................
Alamat Rumah : (4. Sesuai KTP)..... RT/RW .../..., Kel. ...,  Kec. ..., Kota/Kab. .....
Alamat Korespondensi : ....................................(5).......................................................
Nomor Telepon/HP : ....................................(6).......................................................
No. Kartu Tanda Penduduk : ....................................(7).......................................................
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) : ....................................(8).......................................................
* Seluruh isian diketik menggunakan komputer bukan ditulis tangan

Dengan ini mengajukan permohonan perpanjangan Izin Kuasa Hukum Bidang Perpajakan / Kepabeanan dan Cukai (*hapus salah satu) pada Pengadilan Pajak. Untuk melengkapi permohonan tersebut, bersama ini saya lampirkan dokumen sebagai berikut:
  1. Daftar Riwayat Hidup;
  2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
  3. Fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  4. Fotokopi bukti tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk 2 (dua) tahun terakhir;
  5. Asli Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  6. Pas foto terakhir berwarna dan berlatar belakang merah dengan ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
  7. Fotokopi salinan Keputusan Ketua Pengadilan Pajak tentang Izin Kuasa Hukum terakhir; dan
  8. Fotokopi Kartu Tanda Pengenal Kuasa Hukum terakhir.
               


                                                   
  ........(9)........,............(10).............
Pemohon,



(..................(11).....................)

Keterangan:
Permohonan perpanjangan masa berlaku IKH disampaikan paling lambat 30 hari kalender sebelum masa berlaku IKH berakhir. Dalam hal permohonan perpanjangan telah lewat dari 30 hari kalender sebelum masa berlaku IKH berakhir (misalnya: 20 hari sebelum masa berlaku IKH berakhir), maka tidak diperkenankan mengajukan perpanjangan dan harus mengajukan permohonan baru dengan dilengkapi persyaratan untuk permohonan baru.



Selain Kuasa Hukum

Dalam hal kuasa hukum yang mendampingi atau mewakili pemohon Banding atau penggugat adalah keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua, pengawal, atau pengampu tidak diperlukan persyaratan.
Dasar Hukum

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023 perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 194/PMK.01/2015 Tentang Pemberian Tunjangan Dan Ketentuan Lain Bagi Hakim Pada Pengadilan Pajak
4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/PMK.01/2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.01/2015 Tentang Pemberian Tunjangan Dan Ketentuan Lain Bagi Hakim Pada Pengadilan Pajak
5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 449/PMK.01/2003 Tentang Tata Cara Penunjukan Hakim Ad Hoc Pada Pengadilan Pajak 
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2003 Tentang Sekretariat Pengadilan Pajak 
7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 122/PMK.01/2018 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Sekretariat Pengadilan Pajak


Pemeriksaan dengan Acara Cepat
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 65 s.d. 68 & Penjelasannya)

Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Majelis atau Hakim Tunggal. Dalam pelaksanaannya Pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak dilakukan tanpa Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan dan tanpa Surat Bantahan.

Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap :
● Banding diajukan dengan Surat Banding tidak menggunakan Bahasa Indonesia;
● Banding diajukan telah melebihi dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding;
● Tidak memenuhi ketentuan bahwa pengajuan banding terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding;
● Banding diajukan belum membayar jumlah yang terutang sebesar 50% (lima puluh persen);
● Banding yang diajukan bukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya;
● Gugatan diajukan tidak menggunakan Bahasa Indonesia;
● Tidak memenuhi ketentuan bahwa pengajuan banding terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan;
● Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Surat Gugatan diterima;
● tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) UU Pengadilan Pajak atau kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dalam putusan Pengadilan Pajak; atau
● sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak.

Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk pemeriksaan dengan acara cepat.
Peninjauan Kembali dalam Pengadilan Pajak
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 89 s.d. 93 & Penjelasannya)
    
Permohonan peninjauan kembali atas Putusan Pengadilan Pajak hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Dalam pelaksanaannya, permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut sebelum diputus, dan dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.

Hukum acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung: kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-undang ini.

Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
● Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
● Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda;
● Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali atas putusan yang menyatakan mengabulkan sebagian atau seluruhnya atau menambah Pajak yang harus dibayar;
● Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab- sebabnya; atau
● Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jangka Waktu Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali:
● Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, untuk putusan pengadilan pajak yang didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
● Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang, untuk Putusan Pengadilan Pajak yang terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan.
● Paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim, untuk putusan Pengadilan Pajak yang telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali dengan ketentuan :
● dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa;
● dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat.

Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pembuktian
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 69 s.d. 76 & Penjelasannya)

Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.

Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti. Adapun alat bukti dalam Pengadilan Pajak yang dimaksud dapat berupa :
● surat atau tulisan;
Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :
1. akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;
2. akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;
3. surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang;
4. surat-surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan Banding atau Gugatan.
● keterangan ahli;
Seorang ahli dalam persidangan harus memberi keterangan baik tertulis maupun lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji mengenai hal sebenarnya menurut pengalaman dan pengetahuannya. Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya, Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dapat menunjuk seorang atau beberapa orang ahli.

Seorang yang tidak boleh didengar sebagai ahli dalam memberikan keterangannya:  
a. Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa;
b. Istri atau suami dari pemohon Banding atau penggugat meskipun sudah bercerai;
c. Anak yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun; atau
d. Orang sakit ingatan.
● keterangan para saksi;
Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, atau didengar sendiri oleh saksi.
● pengakuan para pihak; dan/atau
Dalam pelaksanaannya pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Majelis atau Hakim Tunggal
● pengetahuan Hakim;
Pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.
● Keadaan yang telah diketahui oleh umum
Serta dalam Pengadilan Pajak mengakui juga keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan, misalnya:
● derajat akte autentik lebih tinggi tingkatnya dari pada akta di bawah tangan;
● Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor merupakan salah satu identitas diri.
Pelaksanaan Putusan
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 86 s.d. 88 & Penjelasannya)

Pada dasarnya putusan Pengadilan Pajak secara langsung dapat dilaksanakan kecuali putusan yang dimaksud menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Misalnya, putusan Pengadilan Pajak menyebabkan Pajak Penghasilan menjadi lebih dibayar. Dalam hal ini, Kepala Kantor Pelayanan Pajak masih harus menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang diperlukan pembayar Pajak untuk dapat memperoleh kelebihan dimaksud.

Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak langgal putusan sela diucapkan.

Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan. Jika tidak dilaksanakan dalam jangka waktu tersebut, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku.

Putusan
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 77 s.d. 85 & Penjelasannya)

Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan final dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.   

Selain Putusan Pengadilan Pajak terdapat juga putusan sela. Putusan sela diputus atas permohonan penundaan tindak lanjut pelaksanaan penagihan Pajak dalam hal Gugatan.

Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.

Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua.

Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan: 
● hasil penilaian pembuktian;
● peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan; serta
● keyakinan Hakim.

Apabila Majelis di dalam mengambil putusan dengan cara musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan sehingga putusan diambil dengan suara terbanyak, pendapat Hakim Anggota yang tidak sepakat dengan putusan tersebut dinyatakan dalam putusan Pengadilan Pajak yang dapat dilihat pada pertimbangan Hakim Anggota dalam Majelis.

Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa :
● menolak;
● mengabulkan sebagian atau seIuruhnya;
● menambah Pajak yang harus dibayar;
● tidak dapat diterima;
● membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung; dan/atau
● membatalkan.

Terhadap putusan yang telah diucap tidak dapat lagi diajukan Gugatan, Banding, atau Kasasi. Sebagai putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, atau Badan Peradilan lain, kecuali putusan berupa "tidak dapat diterima" yang menyangkut kewenangan/ kompetensi.

Jangka waktu pengucapan Putusan :
● Banding dengan acara biasa : 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.
● Gugatan dengan acara biasa : 6 (enam) bulan sejak Surat Gugatan diterima.

Dalam hal-hal khusus, jangka waktu dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan. Hal-hal khusus yang dimaksud ialah ntara lain pembuktian sengketa rumit, pemanggilan saksi memerlukan waktu yang cukup lama.

Dalam hal Gugatan yang diajukan selain atas keputusan pelaksanaan penagihan Pajak, tidak diputus dalam jangka waktu 6 bulan sejak Surat Gugatan diterima Pengadilan Pajak, wajib mengambil putusan melalui pemeriksaan dengan acara cepat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan dimaksud dilampaui.

Putusan pemeriksaan dengan acara cepat diambil dalam jangka waktu sebagai berikut :
● Sengketa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) UU Pengadilan Pajak : 30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan Banding atau Gugatan dilampaui;
● Sengketa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) UU Pengadilan Pajak : 30 (tiga puluh) hari sejak Banding atau Gugatan diterima dalam hal diajukan setelah batas waktu pengajuan dilampaui.
● Permohonan pembetulan putusan atas kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung : 30 (tiga puluh) hari sejak kekeliruan dimaksud diketahui atau sejak permohonan salah satu pihak diterima,
● Gugatan/banding yang seharusnya tidak diajukan kepada Pengadilan Pajak : 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Banding atau Surat Gugatan diterima.

Dalam hal putusan Pengadilan Pajak menyatakan “tidak dapat diterima” karena pertimbangan kompetensi mengadili bukan pada Pengadilan Pajak, pemohon Banding atau penggugat dapat mengajukan Gugatan kepada peradilan yang berwenang.

Persyaratan Sahnya Putusan Pengadilan Pajak
Putusan Pengadilan Pajak harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Jika Putusan tidak diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, putusan Pengadilan Pajak tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum dan karena itu putusan dimaksud harus diucapkan kembali dalam sidang terbuka untuk umum.

Putusan Pengadilan Pajak di dalamnya harus memuat :
● kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" (irah-irah);
● nama, tempat tinggal atau tempat kediaman, dan/atau identitas lainnya (antara lain Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Kartu tanda Penduduk, atau Paspor)  dari pemohon Banding atau penggugat;
● nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat;
● hari, tanggal diterimanya Banding atau Gugatan;
● ringkasan Banding atau Gugatan, dan ringkasan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan, atau Surat Bantahan, yang jelas;
● pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
● pokok sengketa;
● alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
● amar putusan tentang sengketa; dan
● hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, dan keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.

Jika tidak terpenuhi, maka menyebabkan putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali dengan acara cepat, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun.

“Ringkasan” dalam suatu putusan pengadilan pajak menjadi tidak diperlukan dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap:
● Banding diajukan dengan Surat Banding tidak menggunakan Bahasa Indonesia;
● Banding diajukan telah melebihi dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding;
● Tidak memenuhi ketentuan bahwa pengajuan banding terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding;
● Banding diajukan belum membayar jumlah yang terutang sebesar 50% (lima puluh persen);
● Banding yang diajukan bukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya;
● Gugatan diajukan tidak menggunakan Bahasa Indonesia;
● Tidak memenuhi ketentuan bahwa pengajuan banding terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan;
● tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) UU Pengadilan Pajak atau kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dalam putusan Pengadilan Pajak; atau
● sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak.

Putusan Pengadilan Pajak harus ditandatangani oleh Hakim yang memutus dan Panitera.

Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal yang menyidangkan berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani oleh Ketua dengan menyatakan alasan berhalangannya Hakim Ketua atau Hakim Tunggal. Apabila Hakim Anggota berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani oleh Hakim Ketua dengan menyatakan alasan berhalangannya Hakim Anggota dimaksud.

Pada setiap pemeriksaan, Panitera harus membuat Berita Acara Sidang yang memuat segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan. Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera dan apabila salah seorang dari mereka berhalangan, alasan berhalangannya itu dinyatakan dalam Berita Acara Sidang.

Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera berhalangan menandatangani, Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Ketua bersama salah seorang Panitera dengan menyatakan alasan berhalangannya Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera.
Ketentuan Lainnya
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 94, 95 & Penjelasannya)
    
Pasal 94

Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku :

Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang telah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997, menjadi Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-undang ini.

Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-undang ini adalah kelanjutan dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, diubah menjadi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada Pengadilan Pajak.

Sekretaris Sidang pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak menjadi Panitera pada Pengadilan Pajak.

Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dapat menyelesaikan tugas sampai akhir masa jabatannya.

Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini susunan organisasi, tugas dan wewenangnya disesuaikan dengan Undang-undang ini.


Pasal 95

(1) Banding atau Gugatan yang diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan belum diputus, dalam hal:

Tenggang waktu pengajuan Banding Gugatannya telah berakhir sebelum berlakunya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh pengadilan Pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997;

tenggang waktu pengajuan Banding Gugatannya belum berakhir pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus berdasarkan Undang-undang ini;
(2) Perkara Sengketa Pajak yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat diajukan peninjauan kembali berdasarkan Undang-undang ini.
Persyaratan dalam Mengajukan Gugatan
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 40 s.d. Pasal 43 & Penjelasannya)

Syarat-Syarat Mengajukan Gugatan:
● Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
● Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.
● Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan.
● Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan pelaksanaan penagihan Pajak adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat.
● Ketentuan mengenai jangka waktu mengajukan gugatan tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
● Jangka waktu pengajuan gugatan dapat diperpanjang selama 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.

Ketentuan Gugatan
● Gugatan pada dasarnya tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban perpajakan.
● Pelaksanaan penagihan pajak atau kewajiban perpajakan dimungkinkan untuk ditunda apabila Penggugat mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan pajak ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan Pajak.
● Permohonan penundaan pelaksanaan penagihan dapat diajukan sekaligus dalam Gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya.
● Permohonan penundaan dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan Pajak yang digugat itu dilaksanakan.

Gugatan dapat diajukan oleh :
● penggugat,
● ahli warisnya,
● seorang pengurus,
● atau kuasa hukumnya
● Apabila selama proses Gugatan penggugat meninggal dunia. Gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal penggugat pailit.
● Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

Ketentuan Pencabutan Gugatan

Gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak. Gugatan yang dicabut akan dihapus dari daftar sengketa dengan :
● penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
● putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan setelah sidang atas persetujuan tergugat.

Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tidak dapat diajukan kembali.


Persyaratan dalam Mengajukan Banding
(UU Nomor 14 Tahun 2002 Pasal 35 s.d. Pasal 39 & Penjelasannya, Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak Nomor SE-08/PP/2017)

Syarat-Syarat Mengajukan Permohonan Banding:
● Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
● Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
● Jangka waktu waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding.

Ketentuan Surat Banding:
● Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
● Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.  
● Dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding.
● Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).

Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding.

Banding dapat diajukan oleh :
● Wajib Pajak,
● Ahli warisnya,
● seorang pengurus,
● atau kuasa hukumnya,
● Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon Banding pailit, atau
● Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

Ketentuan Pencabutan

Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak. Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan :
● penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan;
● putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.

Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat diajukan kembali.