Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Legal Character PPN
Pajak Pertambahan Nilai Sebagai Pajak Objektif
Pajak Pertambahan Nilai Sebagai Pajak Pusat Atau Pajak Negara
Fungsi Pajak Pertambahan Nilai
Istilah Penting dalam UU PPN
Dasar Hukum
Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kecil
Hak dan Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Pencabutan PKP
Transaksi Antar Pengusaha Yang Memiliki Hubungan Istimewa
Objek PPN
Barang Kena Pajak
Jasa Kena Pajak
Identifikasi Suatu Kegiatan/Transaksi Sebagai Objek PPN
Dasar Hukum
Objek PPnBM
Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenai PPnBM
Jenis Barang Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai PPnBM
Dasar Hukum
Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Dasar Hukum
Pengertian
Nilai Lain
Dasar Hukum
Cara Penghitungan PPN
Dasar Hukum
Mekanisme Pengkreditan
Tempat Pengkreditan
Pengkreditan Masa Tidak Sama
Pengkreditan Pajak Masukan Yang Ditagih Dengan Penerbitan Ketetapan Pajak
Pengkreditan Pajak Masukan Yang Tidak Dilaporkan dan/atau Ditemukan Pada Waktu Dilakukan Pemeriksaan
Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan
Pajak Masukan Tidak Dapat Dikreditkan
Pengkreditan Pajak Masukan bagi WP yang Belum Memiliki Pajak Keluaran
Dasar Hukum
Saat Terutang PPN
Tempat Terutang PPN
Sentralisasi Tempat PPN Terutang
Dasar Hukum
Pengertian
Saat Pembuatan Faktur Pajak
Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Faktur Pajak bagi PKP Pedagang Eceran
Faktur Pajak Pengganti
Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak
Penggunanan Metode "QQ" pada Faktur Pajak
Ketentuan Penting Lain Mengenai Faktur Pajak
Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak
Indikasi Wajib Pajak Penerbit dan Pengguna Faktur Pajak Tidak Sah
Dasar Hukum
Pengertian
Retur Mengurangi PPN/Harta/Biaya
Saat Retur
Tata Cara Pembuatan Nota Retur
Pelaporan Nota Retur dalam SPT Masa PPN
Dasar Hukum
Restitusi Melalui KPP
Restitusi atau Pembayaran Pendahuluan Melalui Bapeksta
Restitusi Dipercepat Bagi PKP Eksportir Tertentu
Restitusi Pembebasan PPN dan/atau PPnBM kepada Perwakilan Negara Asing/Badan Internasional
Restitusi PPN Barang Bawaan Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri (Turis Asing)
Pengawasan Restitusi PPN
Pengembalian Pendahuluan atas Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
Dasar Hukum
Batasan Kegiatan dan Jenis JKP yang atas Ekspornya dikenakan PPN 0%
Saat Terutangnya PPN dan Pemberitahuan Ekspor JKP
Syarat Ekspor Jasa Kena Pajak dikenai Pajak Pertambahan Nilai
Dasar Hukum
Pengertian Jasa Luar Negeri
Penetapan Saat Terutang
Penghitungan dan Pelaporan
Permasalahan PPN JLN
Dasar Hukum
Istilah-istilah dalam Kegiatan Membangun Sendiri
Syarat Pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Saat dan Tempat pajak Terutang
Penyetoran dan Pelaporan
Pengawasan Pemenuhan Kewajiban PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
Dasar Hukum
PPN atas Handling Import
Pencabutan Ketentuan Mengenai Penggunaan Metode Q.Q
Dasar Hukum
Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (Capital Lease)
Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi
Penjualan dan Penyewagunausahaan Kembali (Sale and Leaseback)
Dasar Hukum
Jenis Jasa Telekomunikasi
Faktur Pajak
Jasa Warung Telekomunikasi
Penyerahan Jasa Interkoneksi Antar Perusahaan Telekomunikasi
Dasar Hukum
Jenis Produk Rekaman Suara
Dasar Pengenaan Pajak
Mekanisme Pengenaan PPN atas Produk Rekaman Suara dan/atau Gambar
PPN atas Penyerahan Film Rekaman Video
Tata Cara Pengajuan Permohonan Stiker Lunas PPN
Produk Rekaman Suara dan/atau Gambar yang dikenakan PPN dengan Ketentuan Umum
Asosiasi Pengusaha rekaman yang ditunjuk untuk memberikan rekomendasi yang diperlukan Dalam Rangka Penebusan Stiker Lunas PPN
Dasar Hukum
Aktiva yang Tujuan Semula Tidak Diperjualbelikan
Saat Terutang PPN
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Hukum
Pengertian
Saat Terutang PPN
Tata Cara Penyetoran PPN
Tata Cara Pelaporan SPT Masa PPN Oleh PKP Pembeli Sebenarnya
Perlakuan bagi Pengalihan Aktiva yang Dilakukan dalam Masa Peralihan ( 1 Januari 1998 s/d 27 Mei 1999)
Dasar Hukum
Pengertian & Istilah
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Hukum
PPN Atas Jasa Keagenan
Dasar Hukum
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Hukum
Pengertian
Perlakuan Perpajakan Perbankan
Dasar Hukum
Pengertian
PPN atas Jasa Perdagangan
Dasar Hukum
Definisi
Ketentuan Umum
DPP dan Tarif
Saat Terutang dan Pembuatan Faktur
Pajak Masukan
Dasar Hukum
Reimbursement vs Penggantian
Reimbursement Perolehan BKP Dan/Atau JKP Kepada Kontraktor Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi
Dasar Hukum
Jenis SPT Masa PPN
Ketentuan Bentuk dan Pengisian SPT
Penyetoran dan Pelaporan
Petunjuk Pengisian SPT
Dasar Hukum
Definisi
Ketentuan Umum
Mendefinisi Mobil Jenis Station Wagon
Tanggung Jawab Renteng PPN
Dasar Hukum
Pendahuluan
Approval & Validasi e-Faktur
Persiapan Penggunaan Aplikasi eFaktur
Sertifikat Elektronik
Pencantuman Identitas Pembeli
Dasar Hukum
PPN Atas Kendaraan Bermotor Bekas
Dasar Hukum
Pengertian Dan Istilah
DPP Dan Tarif PPN
Pajak Masukan
Dasar Hukum
Pengertian Dan Jenis Aset Kripto
Objek Pajak Kripto
PPN atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto
PPN atas Jasa Exchanger Aset Kripto
PPN atas Jasa Verifikasi Transaksi (Mining) Aset Kripto
Dasar Hukum
PPN Atas Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token dan Voucer
Dasar Hukum
PPN Atas Jasa Keagamaan
Dasar Hukum
Pengertian Dan Istilah
Pemungut PPN
Pemungutan PPN
Penyetoran PPN
Pelaporan PPN
Dasar Hukum
PPN atas Liquified Petroleum Gas Tertentu
Dasar Hukum
PPN Atas Barang Hasil Pertanian Tertentu
Value added = Wages + Profits = Output - Input |
a) | General PPN merupakan pajak atas konsumsi yang bersifat umum, artinya PPN dikenakan terhadap semua barang. PPN ditujukan pada semua private expenditure, sebagai konsekuensinya tidak boleh ada diskriminasi atau pembedaan antara barang dan jasa karena keduanya merupakan pengeluaran. Dengan kata lain yang harus menjadi objek PPN adalah barang dan juga jasa. |
|||||||||
b) | Indirect (PPN sebagai Pajak Tidak Langsung) PPN merupakan pajak tidak langsung, sehingga beban pajaknya dapat dialihkan, baik dalam bentuk forward shifting maupun backward shifting. Dengan kata lain tidak harus selalu konsumen yang memikul beban pajak sepenuhnya, tetapi beban pajak ini bisa saja dipikul sebagian oleh penjual dengan cara mengurangi keuntungan atau melakukan efisiensi. John Stuart Mills, seorang ahli ekonomi Inggris tahun 1800-an, mempelopori pembedaan pajak atas Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung. Pembedaan ini dilakukan dengan memperhatikan unsur yang mempunyai arti ekonomis yang ada pada pengertian pajak. Pengertian umum yang membedakan kedua jenis pajak itu adalah :
PPN adalah salah satu contoh pajak yang termasuk sebagai Pajak Tidak Langsung, karena ketiga unsur pajak dalam pengertian di atas, penanggung jawab pajak, penanggung pajak dan pemikul pajak, dalam pengenaan PPN ditemukan terpisah-pisah.
PPN yang dikenakan pada akhirnya akan menjadi beban konsumen. Oleh karena itu beban pajak akan dibebankan kepada semua konsumen, tanpa memandang siapakah konsumen yang akan menanggung pajak. |
|||||||||
c) | On Consumption PPN merupakan pajak atas konsumsi, tanpa membedakan apakah konsumsi tersebut digunakan/ habis sekaligus ataupun digunakan/habis secara bertahap/berangsur-angsur. Oleh karena itu semua barang harusnya menjadi objek PPN, baik itu barang bergerak atau tidak bergerak maupun barang berwujud atau tidak berwujud. |
Dasar Hukum
(Pasal 1A UU Nomor 11 Tahun 2020 s.t.d.t.d UU 6 Tahun 2023)
Pengusaha Kena Pajak
(UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 3A jo. 40/PMK.03/2010 Pasal 7 jo. 197/PMK.03/2013)
Subjek Pajak PPN
Subjek Pajak PPN adalah Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha Kena Pajak
(UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 1)
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Yang Wajib Dikukuhkan Sebagai PKP
(UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 3A jo. 40/PMK.03/2010 Pasal 7 jo. 197/PMK.03/2013)
1) | Pengusaha yang melakukan: Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean;
|
2) | Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan sebagai PKP |
1) | Memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean; |
2) | Memanfaatkan JKP dari Luar Daerah Pabean |
wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
Hak dan Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
(Pasal 3A UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023)
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan:
Kewajiban untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terhutang dimulai sejak saat pengukuhan sebagai PKP.
Hak yang diperoleh jika telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah:
Pencabutan PKP
(PMK No 197/PMK.03/2013 jo. PER - 04/PJ/2020)
Pasal 54 PER - 04/PJ/2020
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan PKP terhadap Pengusaha yang tidak lagi memenuhi ketentuan sebagai PKP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan PPN, berdasarkan permohonan PKP atau secara jabatan.
Dalam hal PKP orang pribadi telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, permohonan pencabutan pengukuhan PKP diajukan oleh keluarga sedarah atau semenda.
Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan oleh Kepala KPP berdasarkan:
Selain dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan, Kepala KPP juga dapat melakukan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan berdasarkan hasil penelitian administrasi terhadap:
Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Berdasarkan hasil Pemeriksaan, Kepala KPP memberikan Keputusan berupa:
Jangka Waktu Pencabutan Pengusaha Kena Pajak
(Pasal 57 PER - 04/PJ/2020)
Penerbitan keputusan dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal BPE atau tanggal BPS. Apabila Kepala KPP tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, permohonan PKP dianggap dikabulkan dan Kepala KPP harus menerbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu penerbitan keputusan berakhir.
Transaksi antar Pengusaha yang Memiliki Hubungan Istimewa
(Pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 1994 s.t.d.t.d UU 6 Nomor 2023)
Jika terdapat transaksi antar PKP yang memiliki Hubungan Istimewa maka:
Dalam hal harga jual atau penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan BKP atau JKP itu dilakukan.
Hubungan Istimewa dianggap ada apabila :
•
|
Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih pada Pengusaha lain, atau hubungan antara Pengusaha dengan penyertaan sebesar 25% atau lebih pada dua Pengusaha atau lebih. Demikian pula hubungan antara dua Pengusaha atau lebih yang disebutkan terakhir.
Contoh : Kalau PT. A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT. B, pemilikan saham oleh PT A. merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya apabila PT. B tersebut mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT. C, maka PT. A sebagai pemegang saham PT. B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT. C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian, antara PT. A, PT. B, dan PT. C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT. A juga memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT. D, maka antara PT. B, PT.C dan PT. D dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti tersebut di atas juga dapat terjadi antara orang pribadi dan badan. |
•
|
Pengusaha menguasai Pengusaha lainnya atau dua Pengusaha atau lebih berada di bawah penguasaan Pengusaha yang sama, yaitu penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
Hubungan antara pengusaha seperti digambarkan di atas dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, kendatipun tidak terdapat hubungan kepemilikan. |
•
|
Hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat :
|
Objek PPN
(Pasal 4, Pasal 16C, dan Pasal 16D UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023, Objek PPN terdiri dari :
1. | Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
|
||||||||||||||||||
2. | Impor Barang Kena Pajak
|
||||||||||||||||||
3. | Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
|
||||||||||||||||||
4. | Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
|
||||||||||||||||||
5. | Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
|
||||||||||||||||||
6. | Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
|
||||||||||||||||||
7. | Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak Yang dimaksud dengan "Barang Kena Pajak Tidak Berwujud" adalah :
|
||||||||||||||||||
8. | Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean Contoh: PT Megatika International (perusahaan jasa arsitektur yang telah dikukuhkan sebagai PKP) mengekspor jasa arsitek pembangunan highrise apartment ke Maroko. |
||||||||||||||||||
9. | Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. (Pasal 16C UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023) Contoh : Tuan Hendra, seorang dokter speialis anak membangun rumah untuk tempat tinggal di Bogor dengan luas bangunan 500 m2. |
||||||||||||||||||
10. | Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan (bukan inventory) oleh Pengusaha Kena Pajak, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan. (Pasal 16D UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023) Contoh : Pada bulan September 2019, PT Sepatu Bata menjual sebuah mesin produksinya yang semula diimpor dari Italy pada tahun 2017. Karena Pajak Masukan atas impor mesin di tahun 2017 tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, maka pada saat mesin tersebut dijual kembali di tahun 2019 harus dikenakan PPN. Dalam hal PT Sepatu Bata di tahun 2019 menjual mobil sedan, penjualan sedan tersebut tidak terutang PPN karena Pajak Masukan pada saat perolehannya menurut ketentuan tidak dapat dikreditkan. |
Penyerahan barang/jasa tersebut akan dikenakan PPN apabila memenuhi syarat-syarat kumulatif sebagai berikut :
Barang Kena Pajak
(Pasal 1A UU No. 11 Tahun 2020 s.t.d.t.d UU No. 6 Tahun 2023)
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN. Semua barang pada prinsipnya merupakan Barang Kena Pajak (dikenakan PPN) kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-Undang PPN itu sendiri. Barang Kena Pajak tersebut terdiri dari barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak berwujud (merek dagang, paten, hak cipta, dll).
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah :
Jasa Kena Pajak
(UU Nomor 42 Tahun 2009)
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang/fasilitas/kemudahan/hak tersedia untuk dipakai, termasuk menghasilkan barang berdasarkan pesanan dengan bahan dan petunjuk pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. (Pasal 1 angka 5 dan 6 UU Nomor 42 Tahun 2009)
Contoh : jasa konsultan, jasa sewa, jasa konstruksi, jasa perantara, dll.
Pada prinsipnya semua jasa merupakan Jasa Kena Pajak (JKP), kecuali yang dinyatakan lain oleh Undang-Undang PPN itu sendiri (negative list).
Jasa yang Tidak Dikenakan PPN
(Pasal 4A ayat 3 UU Nomor 7 Tahun 2021)
Jenis-jenis Jasa yang Tidak Dikenakan PPN adalah :
Identifikasi Suatu Kegiatan/Transaksi sebagai Objek PPN
Pengujian atau tes berikut ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi apakah suatu kegiatan atau transaksi merupakan objek PPN atau bukan.
1. | Identifikasi apakah kegiatan tersebut masuk ke dalam Lingkup Objek PPN atau tidak:
|
||||||||||||
2. | Tentukan jenis transaksinya, yaitu dengan memisahkan transaksi kedalam dua bagian sebagai berikut:
Apabila suatu transaksi tergolong sebagai yang memperhatikan subjeknya maka Penjual BKP/eksportir atau pemberi JKP harus Pengusaha Kena Pajak dan kegiatan yang dilakukan adalah dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan (kecuali Pasal 16 D) |
||||||||||||
3. | Identifikasi apakah syarat-syarat berikut telah terpenuhi:
|
||||||||||||
4. | Khusus penyerahan BKP, identifikasi apakah penyerahan tersebut termasuk dalam kriteria penyerahan BKP | ||||||||||||
5. | Identifikasi ada tidaknya fasilitas PPN |
Objek PPnBM
(Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023)
Di samping pengenaan PPN, dikenakan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap :
Dengan pertimbangan bahwa :
maka atas penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah oleh produsen atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah, di samping dikenakan PPN, juga dikenakan PPnBM.
Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah adalah :
Selain itu, pengenaan PPnBM terhadap suatu penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tidak memperhatikan apakah suatu bagian dari Barang Kena Pajak tersebut telah dikenakan atau tidak dikenakan PPnBM pada transaksi sebelumnya.
Yang termasuk dalam pengertian menghasilkan adalah kegiatan:
a. | merakit : menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, perabot rumah tangga, dan sebagainya; |
b. | memasak : mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur bahan lain atau tidak; |
c. | mencampur : mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain; |
d. | mengemas : menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda yang melindunginya dari kerusakan dan/atau untuk meningkatkan pemasarannya; |
e. | membotolkan : memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu; |
dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan kegiatan itu, atau menyuruh orang atau badan lain melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.
Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(Pasal 5 ayat 2 UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023)
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor.
Pengertian umum dari Pajak Masukan hanya berlaku pada PPN dan tidak dikenal pada PPnBM. Oleh karena itu PPnBM yang telah dibayar tidak dapat dikreditkan dengan PPnBM yang terutang.
Dengan demikian prinsip pemungutannya hanya satu kali saja yaitu pada waktu :
Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenakan PPnBM.
Jenis Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM
(33/PMK.010/2017)
Berikut adalah Daftar Kendaraan Bermotor yang atas Penyerahan atau Impornya Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah:
1. | Tarif sebesar 10% (Sepuluh Persen)
|
||||||||||
2. | Tarif sebesar 20% (Dua Puluh Persen)
|
||||||||||
3. | Tarif sebesar 30% (Tiga Puluh Persen)
|
||||||||||
4. | Tarif sebesar 40% (Empat Puluh Persen)
|
||||||||||
5. | Tarif sebesar 50% (Lima Puluh Persen)
|
||||||||||
6. | Tarif sebesar 60% (Enam Puluh Persen)
|
||||||||||
7. | Tarif sebesar 125% (Seratus Dua Puluh Lima Persen)
|
Jenis Barang Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM
(96/PMK.03/2021 s.t.d.t.d 15/PMK.03/2023)
Daftar jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah:
1. | Tarif sebesar 20 % (Dua Puluh Persen)
|
||||||||||
2. | Tarif sebesar 40 % (Empat Puluh Persen)
|
||||||||||
3. | Tarif sebesar 50 % (Lima Puluh Persen)
|
||||||||||
4. | Tarif sebesar 75 % (Tujuh Puluh Lima Persen)
|
Tarif Pajak Pertambahan Nilai
(Pasal 7 UU Nomor 7 Tahun 2021 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023)
1. | Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
|
||||||
2. | Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas:
Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan PPN. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan. |
||||||
3. | Tarif PPN sebagaimana dimaksud pada angka (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan tarif dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(Pasal 8 UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023)
1. | Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dapat ditetapkan dalam beberapa kelompok tarif, yaitu tarif terendah sebesar 10% (sepuluh persen) dan tarif tertinggi 200% (dua ratus persen) |
2. | Atas ekspor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen). |
Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang atas penyerahannya dikenai PPnBM.
Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dikenakan PPnBM ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan Jenis Barang yang dikenakan PPnBM atas Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pengelompokan barang-barang yang terkena PPnBM terutama didasarkan pada tingkat kemampuan golongan masyarakat yang mempergunakan barang-barang tersebut, di samping didasarkan pula pada nilai gunanya bagi masyarakat pada umumnya.
Sehubungan dengan hal itu, tarif yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi dan barang-barang yang konsumsinya perlu dibatasi. Dalam hal terhadap barang-barang yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat banyak perlu dikenakan PPnBM, maka tarif yang dipergunakan adalah tarif yang rendah.
PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan PPnBM dengan tarif 0% (nol persen). PPnBM yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut dapat diminta kembali.
Dasar Hukum
Tempat Pengkreditan
(Pasal 22 PP Nomor 44 Tahun 2022 jo. SE-21/PJ.5/2001)
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
Yang dimaksud dengan “tempat pengkreditan Pajak Masukan” merupakan di tempat Pengusaha diadministrasikan oleh kantor Direktorat Jenderal Pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Contoh:
PT A yang berkedudukan di Kabupaten Gresik dan telah diadministrasikan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gresik, melakukan impor Barang Kena Pajak melalui pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya. Atas impor Barang Kena Pajak tersebut, PT A mengkreditkan Pajak Masukan di Kabupaten Gresik dan tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kota Surabaya
Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan tempat selain tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, baik atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak ataupun secara jabatan.
Contoh:
Pengusaha Kena Pajak A yang kantor pusatnya di Kota Jakarta Pusat dan telah terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Satu memiliki pabrik yang terletak di Kota Surakarta dan terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta. Pemberitahuan impor barang dalam rangka impor Barang Kena Pajak menggunakan nomor pokok wajib pajak kantor pusat di Kota Jakarta Pusat. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Pengusaha Kena Pajak di Kota Surakarta dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang tercantum dalam pemberitahuan impor barang tersebut.
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan dapat menetapkan tempat lain selain tempat dilakukannya impor Barang Kena Pajak, sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan. Ketentuan ini diperlukan untuk memberikan kemudahan bagi Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di kantor pelayanan pajak tertentu yang pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilainya ditetapkan secara terpusat.
Syarat yang harus Dipenuhi untuk Mengajukan Permohonan Tempat Lain sebagai Tempat Pengkreditan Pajak Masukan
(SE - 21/PJ.5/2001)
Permohonan tempat lain sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak selain tempat di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dapat dikabulkan bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) | lokasi usaha Wajib Pajak atau tempat Wajib Pajak dikukuhkan (Kantor Pusat/Kantor Cabang/Perwakilan) tidak melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak. |
b) | lokasi usaha tersebut hanya berfungsi sebagai kantor penghubung untuk keperluan administrasi (liaison office). Dengan demikian penggunaan alamat dan/atau NPWP lokasi usaha pada Faktur Pajak Masukan hanya untuk pemenuhan persyaratan administrasi saja. |
c) | Faktur Pajak Masukan tersebut tidak/tidak akan dikreditkan di KPP lokasi. |
d) | Faktur Pajak Masukan tersebut memenuhi syarat sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. |
Kepala Kantor Wilayah sebelum memutuskan untuk memberikan ijin tempat lain sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan, perlu melakukan permintaan konfirmasi ke KPP yang mengadministrasikan/seharusnya mengadministrasikan Faktur Pajak tersebut untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak Masukan yang dimintakan dikreditkan di tempat lain belum dikreditkan di KPP lokasi.
Permintaan konfirmasi dapat menggunakan formulir yang telah ditentukan.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang dimintakan konfirmasi harus memberikan jawaban paling lambat 2 minggu terhitung sejak diterimanya surat permintaan konfirmasi.
Kepala Kantor Wilayah DJP harus memberikan jawaban atas permohonan ijin tempat lain sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan paling lambat 1 bulan setelah permohonan diterima.
Izin untuk mengkreditkan Pajak Masukan tersebut hanya menyangkut persetujuan untuk tempat pengkreditan Pajak Masukan. Sehingga Pajak Masukan tersebut baru dapat dikreditkan apabila Faktur Pajak-nya telah memenuhi ketentuan antara lain merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan ketentuan lain yang berkenaan dengan pengkreditan Pajak Masukan baik secara formal maupun material. Izin pengkreditan Pajak Masukan tersebut harus menyebutkan secara jelas nilai PPN, nomor, dan tanggal Faktur Pajak yang diijinkan untuk dikreditkan di tempat lain.
Pengusaha Kecil
(UU Nomor 42 Tahun 2009 jo. 68/PMK.03/2010 jo. 197/PMK.03/2013)
Pengertian Pengusaha Kecil
(Pasal1 197/PMK.03/2013)
Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Penyerahan yang Dilakukan oleh Pengusaha Kecil
(Pasal 3A UU Nomor 42 Tahun 2009 jo. Pasal 2 68/PMK.03/2010)
Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kecil tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jika Pengusaha Kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha Kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana diwajibkan terhadap Pengusaha Kena Pajak pada umumnya. Ketentuan tidak dikenakan PPN tidak berlaku apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha yang Wajib Mendaftarkan Diri untuk Dikukuhkan sebagai PKP
(Pasal 4 197/PMK.03/2013)
Pengusaha kecil yang omzetnya telah melampaui batasan peredaran bruto (omzet) Rp 4,8 miliar sampai dengan suatu bulan dalam satu tahun buku, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Contoh :
Bapak Rizal terdaftar di KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua memiliki toko onderdil mobil di Pusat Onderdil Fatmawati, omzet bulan Januari 2023 s.d. April 2023 mencapai Rp 4,5 miliar. Sementara omzet bulan Mei 2023 adalah Rp 400 Juta. Dengan demikian, batasan Pengusaha Kecil telah terlampaui pada bulan Mei 2023, sehingga Bapak Meidi harus segera melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP kepada KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua selambat-lambatnya 30 Juni 2023.
Pengusaha yang Telah Melampaui Batasan Omzet Rp 4,8 miliar Tetapi Tidak Melaporkan Usahanya untuk Dikukuhkan sebagai PKP
(Pasal 5 197/PMK.03/2013 )
Pengusaha Kena Pajak telah melampaui batasan omzet Rp 4,8 miliar dapat dikukuhkan secara jabatan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai Pengusaha Kena Pajak, terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Contoh:
Jika Bapak Rizal (seperti contoh di atas) tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua dan berdasarkan hasil ekstensifikasi pada bulan Desember 2023 diketahui bahwa batasan Pengusaha Kecil telah terlampaui pada bulan Mei 2023, maka saat pengukuhan sebagai PKP terhitung sejak bulan Mei 2023 dan atas PPN terutang bulan Mei 2023 s.d. November 2023 beserta sanksi bunga 2 % sebulan dari PPN terutang.
Dasar Hukum
Pengertian
(Pasal 1 UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023 jo. PP Nomor 44 Tahun 2022)
Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut Undang-Undang ini.
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
Nilai Lain
(75/PMK.03/2010 jo 102/PMK.011/2011 jo. 121/PMK.03/2015 jo. 62/PMK.03/2022 jo. PMK 63/PMK.03/2022 jo. 66/PMK.03/2022 jo. 71/PMK.03/2022)
Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak, yang dapat berupa:
- | Harga Pokok Penjualan (Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor); |
- | perkiraan harga jual rata-rata; |
- | harga pasar wajar; |
- | persentase tertentu dari harga jual, tagihan atau imbalan; |
- | harga faktual yang dianggap wajar. |
Nilai Lain ditetapkan sebagai berikut:
• | Pemakaian sendiri: DPP = Harga Pokok Penjualan PPN = 11% X Harga Pokok Penjualan |
• | Pemberian cuma-cuma: DPP = Harga Pokok Penjualan PPN = 11% X Harga Pokok Penjualan |
• | Penyerahan film cerita (PMK No 102/PMK.011/2011) : DPP = Perkiraan hasil rata-rata per judul film PPN = 11% X Perkiraan hasil rata-rata per judul film Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) per copy film cerita impor |
• | Aktiva yang tujuan semula tidak diperjualbelikan yang tersisa saat pembubaran perusahaan: DPP = Harga Pasar Wajar PPN = 11% X Harga Pasar Wajar (Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan DPP Nilai Lain tersebut di atas tetap dapat dikreditkan, sepanjang berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya dan faktur pajaknya merupakan faktur pajak standar). |
• | Penyerahan BKP dan/atau JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan/atau JKP antarcabang DPP = Harga Pokok Penjualan atau harga perolehan PPN = 11% x Harga Pokok Penjualan atau harga perolehan |
• | Penyerahan BKP kepada pedagang perantara DPP = Harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli PPN = 11% x Harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli |
• | Penyerahan BKP melalui juru lelang DPP = Harga Lelang PPN = 11% x Harga Lelang |
• | Penyerahan hasil Tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Produsen DPP = 100/(100+t) x Harga Jual Eceran Hasil Tembakau PPN = 11% x 100/(100+11) x Harga Jual Eceran Hasil Tembakau |
• | Penyerahan hasil Tembakau yang dibuat di luar negeri oleh Importir DPP = 100/(100+t) x Harga Jual Eceran Hasil Tembakau PPN = 11% x 100/(100+11) x Harga Jual Eceran Hasil Tembakau |
• | Penyerahan Pupuk Bersubsidi oleh PKP (Bagian harga yang mendapatkan subsidi) DPP = 100/(100+t) x Jumlah Pembayaran Subsidi PPN = 11% x 100/(100+11) x Jumlah Pembayaran Subsidi |
• | Penyerahan Pupuk Bersubsidi oleh PKP (Bagian harga tidak mendapatkan subsidi) DPP = 100/(100+t) x Harga Eceran Tertinggi PPN = 11% x 100/(100+11) x Harga Eceran Tertinggi |
• | Penyerahan LPG Tertentu pada titik serah Badan Usaha DPP = 100/(100+t) x Harga Jual Eceran PPN = 11% x 100/(100+11) x Harga Jual Eceran |
Mekanisme Pengkreditan
(Pasal 9 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2021)
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.
Apabila tidak dapat dikreditkan pada masa pajak yang sama (misalnya Faktur Pajak-nya diterima terlambat), Pajak Masukan tersebut masih bisa dikreditkan pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasikan) pada harga perolehan BKP/JKP.
Apabila jangka waktu 3 (tiga) bulan tersebut telah terlewati, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan dengan cara melakukan pembetulan SPT Masa PPN. Misalnya, Faktur Pajak Masukan bulan
April 2023 baru diterima oleh PKP pada bulan November 2023, Faktur Pajak Masukan tersebut tetap dapat dikreditkan dengan cara melakukan pembetulan SPT Masa PPN untuk Masa April 2023.
Pengkreditan Masa Tidak Sama
(Pasal 9 ayat 9 UU Nomor 7 Tahun 2021 jo. SE-02/PJ/2020)
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama yang disebabkan antara lain karena Faktur Pajak terlambat diterima, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan dalam harga perolehan BKP atau JKP serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan UU PPN.
Dalam hal jangka waktu 3 bulan telah terlampaui, pengkreditan Pajak Masukan dapat dilakukan melalui pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan. Berlaku juga terhadap Pajak Masukan yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Contoh :
Pengkreditan Pajak Masukan Yang Tidak Dilaporkan dan/atau Ditemukan Pada Waktu Dilakukan Pemeriksaan
(Pasal 9 ayat 9b UU Nomor 7 Tahun 2021 jo 18/PMK.03/2021)
Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN yang diberitahukan dan/atau ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan, dapat dikreditkan oleh PKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN yang diberitahukan dan/atau ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan yaitu PPN yang tercantum dalam:
Pengkreditan Pajak Masukan dilakukan pada saat pemeriksaan untuk diperhitungkan dalam ketetapan pajak yang akan diterbitkan berdasarkan dokumen yang:
Pengkreditan Pajak Masukan dapat dilakukan sepanjang surat pemberitahuan hasil pemeriksaan belum disampaikan kepada PKP.
Contoh 1:
PT L merupakan badan usaha yang bergerak dalam industri manufaktur otomotif. PT L telah dikukuhkan sebagai PKP sejak tahun 2016. Pada bulan Agustus 2020, KPP Madya PQR melakukan pemeriksaan lapangan terhadap PT L atas Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2018. Pada saat pemeriksaan sedang berlangsung, PT L memberitahukan Faktur Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Februari 2018 kepada pemeriksa pajak dengan menyampaikan dokumen bukti pungutan PPN berupa Faktur Pajak dimaksud.
Surat pemberitahuan hasil pemeriksaan disampaikan oleh pemeriksa pajak kepada PT L pada tanggal 20 Oktober 2020 dan ketetapan pajak diterbitkan oleh KPP Madya PQR pada tanggal 30 November 2020. Berdasarkan hal tersebut, Pajak Masukan yang diberitahukan oleh PT L tidak dapat dikreditkan karena surat pemberitahuan hasil pemeriksaan telah disampaikan kepada PT L sebelum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mulai berlaku (tanggal 2 November 2020).
Contoh 2:
PT M merupakan badan usaha yang bergerak di bidang perdagangan peralatan kantor. PT M telah dikukuhkan sebagai PKP sejak tahun 2017. KPP Pratama TUV, tempat PT M terdaftar, melakukan pemeriksaan lapangan terhadap PT M atas Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2019 di bulan Oktober 2021. Pada saat pemeriksaan sedang berlangsung, pemeriksa pajak menemukan Faktur Pajak dengan identitas pembeli atas nama PT M pada Masa Pajak Juli 2019, namun belum pernah dilaporkan oleh PT M sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam suatu Masa Pajak. Oleh karena itu, pemeriksa pajak memperhitungkan PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang ditemukan tersebut sebagai Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
1. | Menghitung jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan perkiraan dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan.
|
|||||||||||||||
2. | Menghitung kembali jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan realisasi penyerahan dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan
|
|||||||||||||||
3. | Melakukan penyesuaian jumlah Pajak Masukan yang telah dikreditkan dengan cara menghitung selisih antara jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan realisasi penyerahan dengan alokasi Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan perkiraan
Besarnya penyesuaian jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak paling lambat pada Masa Pajak ketiga dalam tahun-tahun pajak dilakukannya penghitungan kembali. |
Pengertian
(UU Nomor 42 Tahun 2009 jo. UU Nomor 7 Tahun 2021 jo. UU Nomor 6 Tahun 2023)
Faktur pajak adalah :
Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
Faktur Pajak tidak harus dibuat secara khusus atau berbeda dengan Faktur Penjualan, artinya Faktur Penjualan dapat sekaligus berfungsi sebagai Faktur Pajak.
Penggunaan Metode “QQ” pada Faktur Pajak
Impor Inden
(539/KMK.04/1990)
Impor Inden adalah suatu kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh importir untuk dan atas nama pemesan (Indentor) berdasarkan perjanjian pemasukan barang impor antara importir dengan Indentor, yang segala pembiayaan impor antara lain pembukaan L/C, bea, pajak maupun biaya yang berhubungan dengan impor sepenuhnya menjadi beban Indentor dan sebagai balas jasa importir memperoleh komisi (handling fee) dari indentor.
Kegiatan Usaha di Bidang Impor atas Dasar Inden ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/1990.
Hal yang perlu diperhatikan terkait dengan masalah perpajakannya :
Ekspor yang Menggunakan Nama/Kuota Eksportir Lain
(SE-47/PJ/2008)
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang keluar daerah pabean Republik Indonesia. Di dalam pelaksanaannya ekspor dapat dilakukan untuk dan atas nama eksportir itu sendiri, dan dapat pula dilakukan dengan menggunakan nama/quota eksportir lain. Ekspor yang dilakukan dengan menggunakan nama/quota eksportir lain diatur dalam SE-25/PJ.32/1989 dan SE-19/PJ.32/1990, dimana dalam transaksi ini tidak dianggap terjadi penyerahan BKP dari eksportir pemilik barang kepada eksportir pemilik nama/quota sepanjang dokumen PEB yang telah dicap fiat muat disebutkan nama eksportir pemilik/kuota “QQ” eksportir pemilik barang.
Pada tanggal 29 Agustus 2008 melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/PJ/2008 peraturan mengenai kegiatan ekspor yang menggunakan nama/kuota ekportir lain tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi
(SE-129/PJ/2010 jo. SE-10/PJ.42/1994)
Sewa guna usaha sesuai Keputusan Menteri keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 17 November 1991 adalah suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee dalam jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Mekanisme pengenaan PPN:
Lebih lanjut mengenai perlakuan PPh dan PPN terhadap perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi yang berakhir menjadi lebih singkat dari masa sewa guna usaha yang diisyaratkan dalam pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 diatur melalui SE-10/PJ.42/1994.
Pada tanggal 29 November 2010 melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-129/PJ/2010 perihal Perlakuan PPh dan PPN terhadap Perjanjian Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi dinyatakan tidak berlaku
Kontrak kerja yang disubkan kepada pihak ketiga karena pihak utama selaku penandatangan kontrak tidak memiliki kemampuan secara langsung melaksanakan proyek dalam kontrak kerja
(SE-47/PJ/2008 jo. SE-10/PJ.42/1994)
Pada dasarnya penggunaan metode q.q. pada Faktur Pajak tidak diatur dalam Undang-Undang PPN, namun untuk lebih memberikan kemudahan dan pelayanan yang baik kepada Pengusaha Kena Pajak maka penggunaan metode q.q. pada Faktur Pajak dapat dimungkinkan sepanjang Pengusaha Kena Pajak memiliki itikad baik dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dan fiskus tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan fungsi pengawasannya.
Sebenarnya penerbitan Faktur Pajak dapat dilakukan dengan mekanisme biasa, namun pada kenyataannya banyak PKP yang mengajukan permohonan agar dapat menggunakan metode q.q. pada Faktur Pajak dengan alasan kepraktisan, dan karena harga yang diajukan kontraktor utama kepada pemilik proyek adalah sama dengan harga yang diajukan oleh Sub Kontraktor kepada Kontraktor
Utama (tidak terdapat perubahan harga, Kontraktor Utama hanya mendapat komisi saja).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka metode “QQ” pada faktur pajak dapat diterapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pada tanggal 29 Agustus 2008 melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/PJ/2008 peraturan mengenai “Kontrak kerja yang disubkan kepada pihak ketiga karena pihak utama selaku penandatangan kontrak tidak memiliki kemampuan secara langsung melaksanakan proyek dalam kontrak kerja" tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pada SE-47/PJ/2008 mengenai pencabutan peraturan terkait dengan penggunaan metode “QQ” walupun tidak secara eksplisit disebutkan mengenai pencabutan SE-10/PJ.42/1994 atas metode qq dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi serta 539/KMK.04/1990 mengenai penggunaan qq pada impor inden.
Namun mungkin pada dasarnya pihak Direktorat Jenderal Pajak bermaksud untuk mencabut semua peraturan yang mengatur mengenai penggunaan faktur pajak dengan metode QQ dalam rangka mendukung terciptanya good governance sehingga jika ditemukan transaksi dimana akan diterapkan metode “QQ” pada faktur pajak maka lebih baik jika kita menanyakan atau berkonsultasi terlebih dahulu dengan Kantor Pelayanan Pajak di wilayah masing masing.
Batasan Kegiatan dan Jenis JKP yang atas Ekspornya dikenakan PPN 0%
(32/PMK.010/2019)
Kegiatan Ekspor Jasa Kena Pajak merupakan kegiatan pelayanan di dalam Daerah Pabean yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean.
Kegiatan pelayanan yaitu:
Jenis Jasa Kena Pajak berupa kegiatan pelayanan yang melekat pada barang bergerak yang dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean meliputi:
Jenis Jasa Kena Pajak berupa kegiatan pelayanan yang melekat pada barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah Pabean yaitu jasa konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi terkait dengan bangunan atau rencana bangunan yang berada di luar Daerah Pabean.
Jenis Jasa Kena Pajak berupa kegiatan pelayanan yang hasilnya diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean meliputi:
Jasa Maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan pengguna jasa menetapkan spesifikasi, serta menyediakan bahan baku dan/atau barang setengah jadi dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya, dengan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi syarat sbb :
Atas kegiatan ekspor Barang Kena Pajak yang dihasilkan dari kegiatan ekspor Jasa Maklon oleh Pengusaha Kena Pajak eksportir Jasa Maklon dilaporkan sebagai ekspor Barang Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai atas:
|
Jasa teknologi dan informasi meliputi:
Jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data meliputi:
Pelaporan Nota Retur dalam SPT Masa PPN
Retur Mengurangi PPN/Harta/Biaya
(UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023 jo. 65/PMK.03/2010)
Pengembalian BKP
Dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (retur) oleh Pembeli, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut dapat mengurangi Pajak Keluaran dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual dan mengurangi:
Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal Barang Kena Pajak yang dikembalikan diganti dengan Barang Kena Pajak yang sama, baik dalam jumlah fisik, jenis maupun harganya.
Pembatalan JKP
Dalam hal Jasa Kena Pajak yang diserahkan ternyata dibatalkan, baik sebagian maupun seluruhnya oleh Penerima Jasa, Pajak Pertambahan Nilai dari Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut mengurangi Pajak Keluaran yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak dan mengurangi:
Pengembalian Pendahuluan atas Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
(39/PMK.03/2018 s.t.d.t.d. 209/PMK.03/2021)
1. | Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu dan ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN pada setiap Masa Pajak. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud meliputi:
|
||||||||||
2. | Syarat dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah Untuk dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, Pengusaha Kena Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||||||||||
3. | Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
|
Restitusi Pembebasan PPN dan/atau PPnBM kepada Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional
(162/PMK.03/2014 s.t.d.t.d 33/PMK.03/2018)
Pengertian
Perwakilan Negara Asing adalah perwakilan diplomatik, dan/atau perwakilan konsuler yang diakreditasikan kepada pemerintah Republik Indonesia, termasuk perwakilan tetap/misi diplomatik yang diakreditasikan kepada Sekretariat ASEAN, organisasi internasional yang diperlakukan sebagai perwakilan diplomatik/konsuler, serta misi khusus, dan berkedudukan di Indonesia.
Pejabat Perwakilan Negara Asing adalah kepala beserta staf Perwakilan Negara Asing, kecuali staf yang merupakan Warga Negara Indonesia.
Badan Internasional adalah suatu badan Perwakilan Organisasi Internasional di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa, badan-badan di bawah Perwakilan Negara Asing dan Organisasi/Lembaga Asing lainnya yang melaksanakan kerjasama teknik yang bertempat dan berkedudukan di Indonesia.
Pejabat Badan Internasional adalah Kepala, Pejabat/staf, dan tenaga ahli Badan Internasional yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Indonesia untuk menjalankan tugas atau jabatan di Indonesia, kecuali staf dan/atau tenaga ahli yang merupakan Warga Negara Indonesia.
Ketentuan umum
Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing hanya dapat diberikan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk dan diberikan berdasarkan asas timbal balik yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri, serta mempertimbangkan batas minimum pembelian barang atau jasa di luar Pajak Pertambahan Nilai yang ditetapkan suatu negara (minimum purchase requirement) dari Menteri Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk.
Pembebasan PPN dan/atau PPnBM
1. |
Atas impor Barang Kena Pajak (kendaraan bermotor* dan selain kendaraan bermotor)
|
2. |
Atas penyerahan Barang Kena Pajak (kendaraan bermotor* dan selain kendaraan bermotor) dan/atau Jasa Kena Pajak kepada:
|
*Kendaraan bermotor yang dimaksud adalah kendaraan bermotor roda empat.
Permohonan dan Pelaksanaan Pembebasan PPN dan/atau PPnBM
Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya mengajukan permohonan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara sebelum perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Dan selanjutnya, dilaksanakan sepenuhnya oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk impor sesuai dengan ketentuan Kepabeanan yang berlaku.
Restitusi dapat dipercepat untuk Pengusaha Kena Pajak Eksportir Tertentu (PET), yaitu Perusahaan Eksportir yang telah mendapatkan sertifikat PET dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan akan diberikan pelayanan restitusi PPN dipercepat.
Atas permohonan restitusi PPN yang diajukan oleh PET tersebut di atas akan diselesaikan dalam waktu 7 hari kerja, dihitung mulai tanggal permohonan diterima secara lengkap sampai dengan SPMKP (Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak) dikirim.
Permohonan untuk memperoleh status PET harus diajukan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Sejak tanggal 1 Februari 2001, atas penyerahan BKP/JKP kepada PKP PET terutang PPN.
Atas penyerahan BKP berupa bahan baku/bahan pembantu dan/atau JKP kepada PKP PET dalam bulan Januari 2001 yang digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor masih mendapat fasilitas PPN 0% (nol persen) dipercepat.
Permohonan restitusi oleh PKP PET dan/atau PKP Pemasok jasa dan/atau bahan baku/bahan pembantu kepada PKP PET yang dimasukkan sejak tanggal 1 Februari 2001 diproses.
Tempat Terutang PPN
(Pasal 12 UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d. UU 6 Tahun 2023 jo. PER - 4/PJ/2010)
Terdapat beberapa tempat terutang PPN, yaitu :
Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan tempat lain selain tempat di atas sebagai tempat PPN terutang atas ekspor BKP, baik atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak atau secara jabatan.
Tempat Terutangnya PPN bagi PKP Orang Pribadi
(PER - 4/PJ/2010)
Bagi Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang di tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha atau tempat lain.
Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud di atas yang mempunyai tempat tinggal tidak sama dengan tempat kegiatan usahanya, dikukuhkan dan terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya di tempat kegiatan usahanya, sepanjang Pengusaha Kena Pajak tersebut tidak melakukan kegiatan usaha apapun di tempat tinggalnya.
Penghitungan dan Pelaporan
(UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023 jo. 40/PMK.03/2010 jo. SE-147/PJ/2010)
PPN terutang :
Ketentuan pengisian “SSP” (dokumen tertentu sebagai Faktur Pajak) :
Pengawasan Pemenuhan Kewajiban PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri adalah sebagai berikut:
1) | tidak melakukan kewajiban penyetoran dan/atau kewajiban pelaporan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri; atau |
2) | telah melakukan kewajiban penyetoran atau kewajiban pelaporan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri namun terdapat indikasi penyetoran atau pelaporan yang tidak wajar. |
Sentralisasi Tempat PPN Terutang
(PER-8/PJ./2010 jo. PER-11/PJ/2020)
Pengusaha yang dapat mengajukan sentralisasi tempat PPN terutang:
• | Apabila Pengusaha memiliki tempat kegiatan usaha lebih dari satu (memiliki kantor cabang atau perwakilan) yang berada dalam wilayah kerja KPP yang berbeda, maka masing-masing tempat kegiatan usaha tersebut harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (Prinsip Desentralisasi). Namun apabila memenuhi syarat yang telah ditentukan, Pengusaha tersebut dapat menyampaikan pemberitahuan secara elektronik kepada Kepala Kanwil Dirjen Pajak Tempat Pemusatan untuk melakukan pemusatan (sentralisasi) tempat pajak terutang pada satu tempat atau lebih. |
• | Pengusaha Kena Pajak yang memiliki lebih dari satu tempat untuk melakukan kegiatan penyerahan BKP/JKP dapat mengajukan pemusatan (sentralisasi) tempat PPN terutang pada satu tempat atau lebih. |
Tempat yang tidak dapat dipilih sebagai tempat PPN terutang:
Tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak yang :
tidak dapat dipilih sebagai Tempat Pemusatan PPN Terutang atau tempat PPN terutang yang akan dipusatkan.
Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang secara nyata tidak memiliki kegiatan usaha dan/atau tidak melakukan kegiatan administrasi penyerahan dan administrasi keuangan, tidak dapat dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang.
Syarat-Syarat yang Harus Dipenuhi dalam Pemberitahuan Sentralisasi Tempat PPN Terutang
(PER-11/PJ/2020 )
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pemberitahuan :
1. | memuat nama, alamat, dan NPWP Pengusaha Kena Pajak pada Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang; | ||||||
2. | memuat nama dan NPWP Pengusaha Kena Pajak pada Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang akan dipusatkan; | ||||||
3. | dilampiri surat pernyataan bahwa:
|
||||||
4. | dilampiri surat kuasa khusus dalam hal pemberitahuan dilakukan oleh kuasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Pelaksanaan Pengajuan Permohonan Sentralisasi Tempat PPN Terutang bagi PKP selain Pedagang Eceran dan PKP yang Menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM melalui Media Elektronik
(PER-11/PJ/2020 )
1. | Cara pengajuan permohonan Sentralisasi Tempat PPN Terutang Bagi PKP selain Pedagang Eceran dan PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM melalui media elektronik adalah sebagai berikut :
|
||||||||||||||
2. | Keputusan penetapan sentralisasi tempat PPN terutang harus diberikan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan diterima. | ||||||||||||||
3. | Kepala Kanwil dapat memberikan keputusan penetapan sentralisasi tempat PPN terutang tanpa melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan. | ||||||||||||||
4. | Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari, kepala Kanwil belum memberikan keputusan, maka permohonan sentralisasi dianggap diterima. | ||||||||||||||
5. | Keputusan persetujuan pemusatan tempat PPN terutang berlaku selama 5 (lima) tahun sejak tanggal berlakunya pemusatan. | ||||||||||||||
6 | PKP dapat mengajukan permohonan perpanjangan sentralisasi tempat PPN terutang selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah habis masa berlakunya. | ||||||||||||||
7. | PKP dapat mengajukan dapat mengajukan permohonan pemusatan tempat PPN terutang untuk tempat kegiatan usaha dimana pabrik terletak. | ||||||||||||||
8. | Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM beserta lampirannya dengan menggunakan media elektronik berupa disket, Digital Data Storage (DDS), atau Digital Audio Type (DAT) dan Compact Disk, tidak termasuk ke dalam pengertian PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM secara elektronik. Dengan demikian, PKP tersebut tidak dapat mengajukan permohonan pemusatan tempat PPN terutang untuk tempat kegiatan usaha dimana pabrik terletak. | ||||||||||||||
9. | Permohonan sentralisasi tempat PPN terutang dikabulkan apabila kegiatan dan administrasi pembelian untuk jaringan penjualan yang tersebar di berbagai tempat, dipusatkan di tempat pemusatan PPN dimohonkan |
Pelaksanaan Pengajuan Permohonan Sentralisasi Tempat PPN Terutang bagi PKP selain Pedagang Eceran dan PKP yang Menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM melalui Selain Media Elektronik
(Pasal 11 KEP-128/PJ./2003)
Permohonan sentralisasi diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum saat dimulainya pemusatan dan paling sedikit memuat :
1. | nama, alamat dan NPWP tempat pemusatan PPN terutang; |
2. | rincian nama, alamat dan NPWP tempat kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dipusatkan; |
3. | tanggal yang diinginkan untuk dimulainya pemusatan; |
4. | pernyataan Pengusaha Kena Pajak bahwa sistem administrasinya telah sesuai dengan persyaratan pemusatan tempat PPN terutang. |
Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan kepala Kanwil belum memberikan keputusan, maka permohonan PKP dianggap diterima dan surat keputusan persetujuan pemusatan diterbitkan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan dianggap diterima.
Keputusan persetujuan pemusatan tempat PPN terutang berlaku selama 5 (lima) tahun sejak tanggal berlakunya pemusatan.
PKP tidak dapat mengajukan permohonan pemusatan tempat PPN terutang untuk tempat kegiatan usaha dimana pabrik terletak. Keputusan pemusatan tempat PPN terutang untuk Pabrikan yang telah diberikan sebelum diterbitkannya KEP-128/PJ/2003 tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
Fiskus akan melakukan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) untuk meyakinkan bahwa persyaratan di atas telah terpenuhi.
Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal permintaan pemeriksaan, Kepala Kantor KPP tidak memberikan laporan hasil pemeriksaan, maka keputusan pemusatan dianggap diterima.
Dalam hal KPP memberikan hasil laporan PSL yang berbeda-beda, maka Kepala Kanwil dapat menolak atau mengabulkan sebagian permohonan pemusatan tempat PPN terutang.
Saat Terutangnya PPnBM atas BKP yang Tergolong Mewah dari Pusat ke Cabang atau Sebaliknya dan Penyerahan BKP yang Tergolong Mewah Antar Cabang
(PER-8/PJ./2010)
Saat Terutangnya PPnBM atas Penyerahan BKP yang Tergolong Mewah dari Pusat ke Cabang atau Sebaliknya dan Penyerahan BKP yang Tergolong Mewah Antar Cabang adalah sebagai berikut :
1. | Dalam hal Pengusaha mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, baik sebagai Pusat maupun sebagai Cabang perusahaan, maka atas setiap tempat pajak terutang tersebut harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), kecuali atas tempat pajak terutang tersebut dilakukan pemusatan tempat pajak terutang. |
2. | Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh Pengusaha Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah antar cabang, dikenakan PPN. |
3. | Dalam hal Pusat atau Cabang yang menyerahkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, maka atas penyerahan Barang Kena Pajak belum terutang PPnBM. |
4. | Saat terutangnya PPnBM atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah ditetapkan pada saat penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari Pengusaha Kena Pajak Pusat atau Cabang kepada pihak lain. Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah adalah sebesar Harga Jual setelah dikurangi laba kotor. |
5. | Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah adalah sebesar Harga Jual tidak termasuk PPN dan PPnBM. |
Tata Cara Pembuatan Nota Retur
(UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023 jo. 65/PMK.03/2010)
Pengembalian BKP
1) | Dalam hal terjadi Pengembalian Barang Kena Pajak, Pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak Penjual. |
2) | Nota retur paling sedikit harus mencantumkan:
|
3) | Nota retur harus dibuat pada saat Barang Kena Pajak dikembalikan. |
4) | Bentuk dan ukuran nota retur dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi Pembeli. |
5) | Nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) yaitu:
|
6) | Dalam hal Pembeli bukan Pengusaha Kena Pajak, nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 3 (tiga), dan lembar ke-3 harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pembeli terdaftar. |
7) | Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal:
|
Pembatalan JKP
1) | Dalam hal terjadi pembatalan penyerahan Jasa Kena Pajak, Penerima Jasa harus membuat dan menyampaikan nota pembatalan kepada Pengusaha Kena Pajak Pemberi Jasa Kena Pajak. |
2) | Nota pembatalan paling sedikit harus mencantumkan:
|
3) | Nota pembatalan harus dibuat pada saat Jasa Kena Pajak dibatalkan. |
4) | Bentuk dan ukuran nota pembatalan dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi Pembeli. |
5) | Nota pembatalan dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) yaitu:
|
6) | Dalam hal Penerima Jasa bukan Pengusaha Kena Pajak, nota pembatalan dibuat paling sedikit dalam rangkap 3 (tiga), dan lembar ke-3 harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Penerima Jasa terdaftar. |
7) | Pembatalan Jasa Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal:
|
Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak
(PER - 16/PJ/2021)
Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah :
1) | pemberitahuan pabean untuk pengeluaran BKP; |
2) | invoice atau kontrak, untuk penyerahan BKP yang dilakukan tanpa melalui mekanisme pengeluaran BKP; atau |
3) | invoice atau kontrak, untuk penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud; |
1) | pemberitahuan pabean untuk pengeluaran BKP; |
2) | invoice atau kontrak, untuk penyerahan BKP yang dilakukan tanpa melalui mekanisme pengeluaran BKP; atau |
3) | invoice atau kontrak, untuk penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud; |
1) | bukti penerimaan negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik; |
2) | bukti pemindahbukuan yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dan penyetoran pajak; dan/atau |
3) | Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) atau bukti penerimaan negara sebagai bukti kompensasi atas Utang Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. |
Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf d sampai dengan huruf j, huruf 1, huruf m, dan huruf s paling sedikit memuat:
Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf c paling sedikit memuat:
Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf t dan huruf u paling sedikit memuat:
Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf v, huruf w, dan huruf x paling sedikit memuat:
Cara Penghitungan PPN
(Pasal 8A UU Nomor 7 tahun 2021 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023)
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Cara menghitung PPN yang terutang adalah dengan mengalikan jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan tarif pajak. Pajak yang terutang ini merupakan Pajak Keluaran, yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak.
Contoh :
a. | Penerapan tarif 12% (dua belas persen) Pengusaha Kena Pajak A menjual tunai BKP dengan Harga Jual Rp10.000.000,00 Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 12% x Rp10.000.000,00 = Rp1.200.000,00. Pajak Pertambahan Nilai Sebesar Rp1.200.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh pengusaha Kena Pajak A. |
b. | Penerapan tarif 12% (dua belas persen) Seseorang mengimpor BKP tertentu yang dikenai tarif 12% dengan Nilai Impor Rp10.000.000,00. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 12% x Rp10.000.000,00 = Rp1.200.000,00. |
c. | Penerapan tarif 0% (nol persen) Pengusaha Kena Pajak D melakukan ekspor BKP dengan Nilai Ekspor Rp10.000.000,00. Pajak pertambahan Nilai yang terutang = 0% x Rp10.000.000,00 = Rp0,00. Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp0,00 (nol rupiah) tersebut merupakan Pajak Keluaran. |
Dasar Hukum
Aktiva yang Tujuan Semula Tidak Diperjualbelikan
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c UU PPN.
Dalam Undang-Undang HPP, Pasal 9 ayat (8) huruf c, yang mengatur bahwa pengkreditan Pajak Masukan tidak diberlakukan bagi perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan, telah dihapus.
Dengan demikian, berdasarkan ketentuan perpajakan terbaru, Pajak Masukan atas perolehan sedan dan station wagon dapat dikreditkan dan atas penjualan atau penyerahan aset yang masih tersisa pada saat likuidasi berupa sedan dan station wagon terutang PPN.
Dasar Hukum
PPN atas Penyerahan Film Rekaman Video
Produk Rekaman Gambar adalah semua produk rekaman gambar yang dibuat di atas media rekaman Video Compact Disc (CVCD), Digital Versatile Disc (DVD), Laser Disc (LD) pita kaset (VHS), atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya, yang ditayangkan kepada khalayak dengan sistem proyeksi elektronik, tidak termasuk produk rekaman gambar yang berisi:
Untuk keperluan penebusan stiker PPN, produk rekaman gambar dikelompokkan berdasarkan harga jual eceran menjadi sebagai berikut :
No | Kelompok | Batasan harga jual eceran per judul film atau per kopi seri judul film | DPP | PPN terutang |
1. | Jenis I | s.d. Rp 10.000 | Rp. 10.000 | Rp. 1.000 |
2. | Jenis II | Di atas Rp 10.000 s.d. Rp 20.000 | Rp. 12.500 | Rp. 1.250 |
3. | Jenis III | Di atas Rp 20.000 s.d. Rp 40.000 | Rp. 25.000 | Rp. 2.500 |
4. | Jenis IV | Di atas Rp 40.000 s.d. Rp 60.000 | Rp. 47.500 | Rp. 4.750 |
5. | Jenis V | Di atas Rp 60.000 s.d. Rp 80.000 | Rp. 65.000 | Rp. 6.500 |
6. | Jenis VI | Di atas Rp 80.000 s.d. Rp 100.000 | Rp. 85.000 | Rp. 8.500 |
Tata Cara Pengajuan Permohonan Stiker Lunas PPN
Permohonan diajukan oleh Produsen Produk Rekaman Suara kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat produsen tersebut terdaftar.
Permohonan dibuat 2 (dua) rangkap, dengan peruntukan sebagai berikut :
Permohonan dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut :
Asosiasi Pengusaha Rekaman yang Ditunjuk untuk Memberikan Rekomendasi yang Diperlukan dalam Rangka Penebusan Stiker Lunas PPN
(PER - 4/PJ/2008)
Asosiasi pengusaha rekaman yang ditunjuk untuk memberikan rekomendasi yang diperlukan dalam rangka penebusan stiker Lunas PPN, adalah :
Tata Cara Pelaporan SPT Masa PPN Oleh PKP Pembeli Sebenarnya
(UU Nomor 42 tahun 2009 s.t.d.t,d UU 7 Tahun 2021 Pasal 16E jo.KEP-546/PJ/2000 jo. SE-12/PJ.54/1999)
1. |
PPN yang disetor oleh PKP pembeli merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan bukti setoran (SSP) atas penyerahan BKP tersebut dianggap sebagai Faktur Pajak dan dilaporkan paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan BKP. Dalam hal pembelinya adalah Bank Kreditor dan atau BPPN maka PPN yang disetor tidak dapat dikreditkan. |
2. | Pelaporan dilakukan dengan menyertakan Surat Keterangan lembar ke-4 yang dikeluarkan oleh Prakarsa Jakarta dan/atau BPPN. |
PPN Atas Barang Hasil Pertanian Tertentu
Perkebunan | Tanaman Pangan | Tanaman Hias Obat | Hasil Hutan | |
Hasil Hutan Kayu | Hasil Hutan Bukan Kayu | |||
|
|
|
|
|
• | Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan penyerahan barang hasil pertanian tertentu dapat menggunakan besaran tertentu untuk memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. |
• |
Besaran tertentu ditetapkan:
Besaran tertentu diperoleh dari hasil perkalian 10% (sepuluh persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual. Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
|
• |
Pengusaha Kena Pajak yang dalam penyerahannya menggunakan besaran tertentu untuk memungut dan menyetorkan PPN terutang harus menyampaikan pemberitahuan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Pemberitahuan disampaikan paling lambat pada saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak pertama dimulainya penggunaan besaran tertentu Pajak Pertambahan Nilai terutang atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu. |
• | Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean sehubungan dengan kegiatan penyerahan barang hasil pertanian tertentu tidak dapat dikreditkan. |
Dasar Pengenaan Pajak
(jo. PER - 32/PJ/2016 jo. PER-4/PJ/2008)
Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPN yang terutang atas penyerahan produk rekaman suara adalah Harga Jual Rata-rata, yaitu :
No | Jenis Produk | Harga Jual Rata-rata/buah (DPP) |
PPN terutang |
1. | Kaset isi jenis A | Rp. 8.000,- | Rp. 800,- |
2. | Kaset isi jenis B | Rp. 16.000,- | Rp. 1.600,- |
3. | Kaset isi jenis C | Rp. 7.500,- | Rp. 750,- |
4. | Compact disc jenis CD.1 | Rp. 20.000,- | Rp. 2.000,- |
5. | Compact disc jenis CD.2 | Rp. 48.000,- | Rp. 4.800,- |
6. | Video compact disc jenis VCDK.1 | Rp. 18.000,- | Rp. 1.800,- |
7. | Video compact disc jenis VCDK.2 | Rp. 50.000,- | Rp. 5.000,- |
8. | Video compact disc jenis VCDK. Ekonomis | Rp. 10.000,- | Rp. 1.000,- |
Saat Terutang PPN
Atas Aktiva/Persediaan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:
Dasar Hukum
PPN atas Jasa Exchanger Aset Kripto
Contoh Layanan Jasa dan Penghasilan Exchanger
PPN atas Jasa Exchanger Aset Kripto
PPN = 1% x 10% x Nilai Transaksi
Contoh Penghitungan
Tuan A memiliki 1 koin Aset Kripto dan Tuan B memiliki uang Rupiah, yang disimpan pada e-wallet yang disediakan oleh Pedagang Fisik Aset Kripto X. Pada tanggal 5 Mei 2022, melalui platform yang disediakan oleh Pedagang Fisik Aset Kripto X, Tuan A menjual 0,7 koin Aset Kripto dan Tuan B membeli 0,7 koin Aset Kripto, pada harga 1 koin Aset Kripto = Rp500.000.000,00. Pedagang Fisik Aset Kripto X sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik merupakan exchanger yang terdaftar di Bappebti. Atas transaksi tersebut Pedagang Fisik Aset Kripto X wajib:
PPN atas Liquified Petroleum Gas Tertentu
• | LPG Tertentu adalah LPG yang merupakan bahan bakar yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu seperti penggunanya/penggunaannya, kemasannya, volume dan/atau harganya yang masih harus diberikan subsidi. | ||||||||
• | Atas penyerahan LPG Tertentu oleh Pengusaha Kena Pajak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yaitu:
|
||||||||
• | Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan LPG Tertentu yang bagian harganya tidak disubsidi pada:
|
||||||||
Contoh Perhitungan PPN Atas Penyerahan LPG Tertentu: | |||||||||
• | Contoh Penyerahan pada titik serah Badan Usaha Pada tanggal 12 Mei 2022, PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha yang mendapat penugasan dari Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu menyerahkan 12.000 tabung LPG Tertentu kepada PT XYZ yang telah ditunjuk oleh PT Pertamina (Persero) sebagai Agen. Harga Jual Eceran yang berlaku pada tanggal penyerahan sebesar Rp12.750,00 per tabung. Maka atas penyerahan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan penghitungan sebagai berikut:
|
||||||||
• | Contoh Penyerahan pada titik serah Agen Pada tanggal 15 Mei 2022, PT XYZ selaku Agen, menyerahkan 3.000 tabung LPG Tertentu kepada CV PQR yang telah ditunjuk oleh PT XYZ sebagai Pangkalan. Harga Jual Agen sebesar Rp14.000,00 per tabung. Harga Jual Eceran yang berlaku sebesar Rp12.750,00 per tabung. Dalam hal ini PT XYZ telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Maka atas penyerahan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan penghitungan sebagai berikut:
PPN terutang sebesar Rp40.801 (empat puluh ribu delapan ratus satu) sudah termasuk dalam selisih lebih antara Harga Jual Agen dan Harga Jual Eceran. |
||||||||
• | Contoh Penyerahan pada titik serah Pangkalan Pada tanggal 20 Mei 2022, CV PQR selaku Pangkalan, menyerahkan tabung LPG Tertentu secara eceran 1 tabung kepada konsumen akhir. Harga Jual Pangkalan sebesar Rp15.500,00 per tabung. Harga Jual Agen atas perolehan LPG Tertentu tersebut sebesar Rp 14.000,00. Dalam hal ini CV PQR telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Maka atas penyerahan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan penghitungan sebagai berikut:
PPN terutang sebesar Rp16,00 (enam belas rupiah) sudah termasuk dalam selisih lebih antara Harga Jual Pangkalan dan Harga Jual Agen. |
Mendefinisi Mobil Jenis Station Wagon
Perubahan Aturan Pengkreditan Pajak Masukan dalam Undang-Undang HPP
Menghapus ketentuan mengenai larangan pengkreditan PM atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan. Dengan demikian, per tanggal 1 April 2022, PM atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon dapat dikreditkan.
Hal ini diatur dalam perubahan Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-Undang PPN.
Definsi Station Wagon Menurut Wikipedia
Mengingat bahwa peraturan perpajakan belum ada yang memberikan definisi dan penjelasan spesifikasi station wagon, maka akan diberikan referensi yang memadai agar bisa mendefiniskan kendaraan (mobil) apa saja yang masuk kriteria sebagai station wagon.
Station Wagon Menurut Wikipedia
"A station wagon or estate car is a body style variant of a sedan/saloon with its roof extended rearward[1] over a shared passenger/cargo volume with access at the back via a third or fifth door (the liftgate or tailgate), instead of a trunk lid. The body style transforms a standard three-box design into a two-box design — to include an A, B & C-pillar, as well as a D pillar. Station wagons feature flexibility to allow configurations that either favor passenger or cargo volume, e.g., fold-down rear seats."
Menurut definisi tersebut dapat dipahami bahwa sebuah mobil station wagon pada dasarnya merupakan variant dari jenis sedan, dengan atap diperpanjang kebelakang melampaui ruang penumpang dan kargo/barang, dengan akses di belakang melalui pintu ketiga atau kelima (pintu-ekor/tail-gate), bukan dari bagasi.
Ilustrasi gambar di bawah ini mudah-mudahan dapat memperjelas definisi ini. Pada gambar atas adalah jenis sedan dimana badan mobil terdiri atas tiga kotak (pada gambar dibedakan dengan warna) yaitu bagian depan (ruang mesin), bagian tengah (ruang penumpang) dan bagian belakang (bagasi/kargo). Sedang station wagon adalah gambar yang tengah, dimana badannya hanya terdiri dari dua kotak yaitu bagian depan (ruang mesin) dan bagian belakang (ruang penumpang dan kargo/barang).
Definisi Station Wagon Menurut The American Heritage Dictionary
The American Heritage Dictionary defines a station wagon as "an automobile with one or more rows of folding or removable seats behind the driver and no luggage compartment but an area behind the seats into which suitcases, parcels, etc., can be loaded through a tailgate."
Definisi dari The American Heritage Dictionary lebih memperjelas gambaran akan sebuah station wagon, dimana digambarkan bahwa station wagon adalah sebuah mobil dengan satu atau lebih baris kursi yang dapat dilipat atau dilepas di belakang sopir dan tidak ada ruang bagasi [seperti pada sedan] tapi sebuah ruang di belakang kursi di mana koper, paket, dll, dapat dimuat melalui sebuah pintu belakang.
Penggunaan Istilah Station Wagon dan Perkembangannya
“Station wagon" atau "wagon" adalah istilah yang secara umum digunakan dalam bahasa Inggris United States, Australia, Kanada dan New Zealand. Sedang "estate car" atau "estate" adalah umum digunakan pada British English.
Pabrikan-pabrikan mobil dunia telah memasarkan body-style wagon dengan istilah yang bermacam-macam; misalnya Audi dengan "Avant", BMW dengan "Touring", Citroen dengan "Break", Volkswagen dengan "Variant", Opel dengan "Caravan", Wartburg dengan "Tourist", Fiat dengan "Weekend", Mazda dengan "Estate", serta pabrikan lainnya dengan istilah yang berbeda pula.
Persamaan dan Perbedaan Station Wagon dengan Hatchback
Persamaan antara Station wagon dengan hatchback adalah keduanya mempunyai design konfigurasi yang sama yaitu dua kotak, kotak bagian depan adalah ruang mesin dan kotak belakang adalah ruang penumpang dan kargo/barang dalam satu ruang, serta terdapat pintu belakang untuk akses kargo/barang. Disamping mempunyai persamaan, keduanya juga mempunyai sedikit perbedaan yang antara lain adalah sebagai berikut :
Spesifikasi Station Wagon
Dari uraian tentang definisi station wagon di atas maka dapat disimpulkan bahwa station wagon adalah sebuah mobil dengan spesifikasi sebagai berikut :
Hatchback mempunyai spesifikasi mirip dengan station wagon, hanya size dan volume badan (body) relatif lebih kecil, sehingga kita kategori-kan juga sebagai station wagon.
Mengidentifikasi Mobil di Pasar Indonesia
Setelah diketahui spesifikasi khusus dari kendaraan jenis station wagon maka dapat diidentifikasi apakah sebuah mobil termasuk dalam kriteria sebagai station wagon atau bukan.
Berdasarkan spesifikasi yang sudah disebutkan di atas, untuk mobil keluaran Toyota yang dipasarkan di Indonesia, yang memenuhi kriteria sebagai station wagon antara lain Avanza, Innova, Rush, Fortuner, Previa, Land Cruiser dan Alphard.
Pada mobil keluaran Suzuki yang termasuk kategori station wagon antara lain Aerio, Escudo, Vitara, Karimun dan Katana.
Pada mobil keluaran Honda antara lain CRV, Odyssey dan Freed. Pada mobil keluaran Hyundai antara lain Tucson, H-1, dan Santa Fee.
Adapun untuk Jazz (Honda), Yaris (Toyota), X-Over (Suzuki), Aveo (Hyundai), dan yang sejenisnya mempunyai spesifikasi sebagai
Hatchback, merupakan station wagon dengan ukuran relatif lebih kecil.
Reimbursement vs Penggantian
(UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 1 angka 19)
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Reimbursement atau penggantian kembali biaya-biaya yang sudah dikeluarkan pada hakekatnya hanya merupakan transaksi utang piutang. Pihak Pertama mengeluarkan biaya kepada pihak ketiga dengan syarat biaya tersebut akan di-reimburse kepada pihak kedua. Seolah-olah pihak pertama menalangi pengeluaran yang seharusnya dikeluarkan oleh pihak kedua. Dilihat dari sudut pandang akuntansi, substansi reimbursement yang memenuhi syarat adalah :
Bila ketiga syarat di atas tidak terpenuhi, maka reimbursement tersebut merupakan objek PPN. Syarat-syarat di atas sebenarnya tidak diatur secara eksplisit dalam ketentuan perpajakan namun merupakan kebiasaan praktik di lapangan.
Contoh:
Tagihan Listirk PLN kepada PT. B adalah sebesar Rp. 5.000.000,-. PT. A menggunakan 60% dari tagihan listrik tersebut dan sisanya digunakan oleh PT. B atas dasar tersebut PT. B membuat kuitansi penagihan kepada PT. A sebesar 60% x Rp.5.000.000,- = Rp. 3.000.000,-
Apakah PT. B berkewajiban memungut PPN atas tagihan listrik tersebut dan apakah PPN yang dibayarkan oleh PT. B kepada PLN bisa dikreditkan secara penuh oleh PT B?
Berdasarkan ketiga syarat tersebut maka tagihan listrik oleh PT. B kepada PT. A dengan menggunakan kuitansi tidak memenuhi syarat pertama (menyerahkan bukti asli dari pihak ketiga) walaupun PT. B tidak melakukan mark-up kepada PT. A sehingga PT. B berkewajiban memungut PPN atas tagihan listrik kepada PT. A. Sedangkan PPN atas tagihan listrik atas nama PT. B yang dibayarkan kepada PLN oleh PT. B dapat dikreditkan sepanjang pemakaian listrik tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha PT. B.
Saat Terutang dan Pembuatan Faktur
(63/PMK.03/2022)
Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Hasil Tembakau dipungut 1 (satu) kali oleh Produsen atau Importir. Atas penyerahan Hasil Tembakau yang telah dipungut Pajak Pertambahan Nilai oleh Produsen dan/atau Importir, dari Pengusaha Penyalur kepada Pengusaha Penyalur lainnya atau kepada konsumen akhir, Pengusaha Penyalur tidak memungut dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Hasil Tembakau terutang pada saat Produsen dan/atau Importir melakukan pemesanan pita cukai Hasil Tembakau.
Produsen dan/atau Importir wajib membuat Faktur Pajak atas penyerahan Hasil Tembakau yang terutang Pajak Pertambahan Nllai. Faktur Pajak dibuat pada saat Produsen dan/atau Importir melakukan pemesanan pita cukai Hasil Tembakau.
Ekspor Jasa Kena Pajak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 PMK 39 sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Kegiatan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PMK 39 yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1) dianggap sebagai penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) PMK 39 yang dihasilkan dan dimanfaatkan di luar Daerah Pabean tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Status Suspend terhadap Wajib Pajak Terindikasi Penerbit berdasarkan:
Atas penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Status Suspend, Wajib Pajak dapat menyampaikan klarifikasi. Klarifikasi yang dimaksud disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak (tidak dapat dikuasakan) ke Kanwil DJP secara tertulis paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak Keputusan Dirjen Pajak tentang Penetapan Status Suspend dikirimkan kepada Wajib Pajak dengan syarat belum dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan.
Dalam rangka penentuan Wajib Pajak Terindikasi Penerbit perlu dilakukan analisis terhadap indikasi awal bahwa Wajib Pajak sebagai penerbit Faktur Pajak Tidak Sah, antara lain berupa:
1) | Wajib Pajak belum dikukuhkan sebagai PKP namun menerbitkan Faktur Pajak; | ||||||||||||||||
2) | Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan Wajib Pajak Terindikasi Penerbit atau Wajib Pajak Penerbit; | ||||||||||||||||
3) | Wajib Pajak yang Faktur Pajak keluarannya belum atau tidak dilaporkan di dalam SPT Masa PPN namun sudah dikreditkan oleh lawan transaksi; | ||||||||||||||||
4) | Wajib Pajak yang:
|
||||||||||||||||
5) | Wajib Pajak yang memiliki kegiatan usaha tidak wajar, dengan karakteristik antara lain:
|
||||||||||||||||
6) | Wajib Pajak yang memiliki administrasi pelaporan pajak dengan karakteristik antara lain:
|
||||||||||||||||
7) | terdapat IDLP yang mengindikasikan Wajib Pajak telah atau sedang atau akan menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah. |
1. | Pelunasan atas jumlah PPN yang masih harus dibayar dilakukan oleh PKP dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak berupa:
|
||||||||||||
2. | Ketetapan pajak yang dilampiri dengan seluruh SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP atas pelunasan jumlah PPN yang masih harus dibayar merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Pengkreditan Pajak Masukan dilakukan dengan cara melaporkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN pada Masa Pajak dilakukannya pelunasan ketetapan pajak atau pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat pelunasan ketetapan pajak. | ||||||||||||
3. | Tidak dilakukan upaya hukum atas ketetapan pajak meliputi tidak diajukan permohonan:
|
PT N merupakan badan usaha yang bergerak di bidang perdagangan mainan. PT N telah dikukuhkan sebagai PKP sejak tahun 2021. Dalam melakukan usahanya, PT N diwajibkan membayar royalti kepada O Ltd. yang berlokasi di Negara Jepang. Royalti tersebut berhubungan dengan kegiatan usaha PT N. Berdasarkan kontrak antara PT N dan O Ltd., pembayaran royalti dilakukan setiap bulan paling lama tanggal 5 (lima).
Pada tanggal 5 November 2022, PT N melakukan pembayaran royalti namun belum melakukan pemungutan dan penyetoran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud tersebut. Pada tanggal 20 Agustus 2023, KPP Pratama XYZ menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud yang belum dipungut sebesar Rp1.180.000.000,00 yang terdiri dari pokok pajak sebesar Rp1.000.000.000,00 dan sanksi administrasi sebesar Rp180.000.000,00. PT N menyetujui seluruh hasil pemeriksaan dan tidak melakukan upaya hukum atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dimaksud. PT N melakukan pembayaran atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada tanggal 7 September 2023 sebesar Rp500.000.000,00 dan tanggal 10 November 2020 sebesar Rp680.000.000,00.
Berdasarkan contoh di atas, PT N telah melakukan pelunasan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada tanggal 10 November 2023 sehingga pokok pajak sebesar Rp1.000.000.000,00 dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan pada Masa Pajak November 2023.
Petunjuk Pengisian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Mengkreditkan Pajak Masukan Yang Ditagih Dengan Penerbitan Ketetapan Pajak
Pajak Masukan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 pada Masa Pajak dilakukannya pelunasan ketetapan pajak atau pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat pelunasan ketetapan pajak, dengan ketentuan sebagai berikut:
Pengawasan Restitusi PPN
(S - 69/PJ/2016 )
Dalam rangka menindaklanjuti surat Direktur Jenderal Pajak nomor S-41/PJ/2016 tanggal 7 Maret 2016 hal Strategi Pengamanan Pencapaian Target Penerimaan Pajak Tahun 2016, khususnya butir 2 huruf b angka 2) yaitu peningkatan pengawasan PKP secara kontinu dengan optimalisasi data yang tersedia, termasuk pengawasan di Kawasan Berikat dan Kawasan Bebas serta mitigasi risiko terkait dengan restitusi PPN dan untuk melaksanakan Instruksi Direktur Jenderal Pajak nomor INS-01/PJ/2016 tanggal 15 Februari 2016 tentang Pengamanan Penerimaan Pajak Tahun 2016, berikut arahan Direktur Jenderal Pajak:
1. | Kepala Kanwil DJP dan Kepala KPP secara ketat mengawasi pemberian restitusi PPN di setiap masanya, sesuai dengan target yang telah disepakati. | ||||
2. | Pemberian restitusi memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Perhitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yaitu:
|
||||
3. | Restitusi PPN pada prinsipnya terjadi dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:
|
||||
4. | Untuk PKP yang meminta restitusi karena kegiatan ekspor, maka diyakini bahwa barang-barang yang diekspor memang benar-benar ke luar daerah pabean. | ||||
5. | Untuk PKP yang meminta restitusi karena melakukan penyerahan kepada Pemungut PPN non Bendahara Pemerintah, yaitu KKKS Migas, BUMN, dan Badan Tertentu yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010, Nomor 85/PMK.03/2012, dan Nomor 37/PMK.03/2015 maka dipastikan bahwa PPN yang telah dipungut tersebut telah disetor tepat waktu. | ||||
6. | Untuk PKP yang melakukan penyerahan kepada Pengusaha di Kawasan Berikat, maka dipastikan bahwa barang tersebut benar-benar masuk ke Kawasan Berikat. Untuk dapat mengecek hal tersebut, diminta kepada Kepala Kanwil DJP/Kepala KPP dapat bersinergi dengan Kanwil DJBC/KPPBC setempat untuk dapat memperoleh dokumen pengeluaran dan pemasukan barang serta mendapatkan akses inventory monitoring system yang ada. | ||||
7. | Untuk PKP yang melakukan penyerahan barang ke Kawasan Pelabuhan Bebas (FTZ) Batam, maka dipastikan bahwa barang-barang tersebut benar-benar masuk ke dalam Batam.Untuk itu, Kepala KPP dapat berkoordimasi dengan KPP Madya Batam untuk memperoleh data endorsement atas pemasukan barang tersebut ke Pulau Batam. | ||||
8. | Selain itu, juga dilakukan pengawasan yang ketat atas permohonan restitusi yang dilakukan oleh PKP yang melaporkan penyerahan digunggung dalam SPT PPN 1111 form 1111 AB namun demikian transaksinya tidak dilakukan secara eceran/ritel. Contohnya adalah perusahaan/developer real estate, dan dealer motor/mobil. | ||||
9. | Perlu juga diwaspadai permohonan restitusi PPN yang sebagian besar Pajak Masukannya berupa SSP Pemanfaatan Jasa Luar Negeri. Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-29/PJ/2015 tentang Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN, maka dalam SSP Pemanfaatan Jasa Luar Negeri harus ditulis Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN)-nya. Hal ini bertujuan satu NTPP tidak dikreditkan pada 2 (dua) masa yang berbeda. | ||||
10. | Kepala KPP melaksanakan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2015 yang mengatur bahwa permohonan restitusi PPN yang diproses melalui mekanisme pengembalian pendahuluan (Pasal 17C UU KUP) harus dilampiri dengan seluruh dokumen Pajak Keluaran dan Pajak Masukan dalam bentuk hardcopy, kecuali e-Faktur. | ||||
11. | Dalam proses keberatan di Kanwil DJP, benar-benar didukung dengan argumentasi dan legal basis yang kuat risiko kalah di tingkat banding dapat diminimalisasi. | ||||
12. | Dalam hal terdapat putusan banding yang mengakibatkan restitusi, benar-benar diteliti bahwa putusan tersebut tidak terdapat kesalahan formal. | ||||
13 | Selanjutnya dalam rangka pengawasan pemberian restitusi PPN, Kepala Kanwil DJP/ Kepala KPP memanfaatkan seoptimal mungkin data yang tersedia di aplikasi portal DJP maupun aplikasi-aplikasi lainnya. |
Saat Terutangnya PPN dan Pemberitahuan Ekspor JKP
Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Jasa Kena Pajak adalah pada saat Ekspor Jasa Kena Pajak.
Saat Ekspor adalah pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Ekspor Jasa Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak pada saat Ekspor Jasa Kena Pajak.
Faktur Pajak berupa Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak yang dilampiri dengan faktur penjualan (invoice) yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak.
Atas kegiatan ekspor Barang Kena Pajak yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan jasa maklon, selain wajib membuat Faktur Pajak, Pengusaha Kena Pajak wajib membuat pemberitahuan ekspor barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 32/PMK.010/2019.
Atas kegiatan Ekspor Jasa Kena Pajak dilaporkan sebagai Ekspor Jasa Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Atas kegiatan ekspor jasa maklon, selain melaporkan Ekspor Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak melaporkan ekspor Barang Kena Pajak yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan jasa maklon dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Pertambahan Nilai atas:
yang berhubungan langsung dengan kegiatan Ekspor Jasa Kena Pajak dan ekspor Barang Kena Pajak merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pajak Masukan Tidak Dapat Dikreditkan
(Pasal 9 ayat 8 UU Nomor 7 Tahun 2021 s.t.d.t.d. UU 6 Tahun 2023)
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran untuk :
a. | perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. |
b. | perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan |
c. | pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan; |
1. | Untuk Penyerahan BKP yang bergerak, selain penyerahan oleh consignor kepada consignee secara konsinyasi PPN terutang pada saat :
|
||||
2. | Untuk Penyerahan BKP yang tidak bergerak, PPN terutang pada saat:
|
||||
3. | Untuk Penyerahan BKP yang tidak berwujud, PPN terutang pada saat :
|
||||
4. | PPN atas persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang tersisa pada saat pembubaran perusahaan terutang pada saat :
|
||||
5. | Penyerahan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, serta untuk tujuan setoran modal pengganti saham terutang pada saat:
|
||||
6. | PPN atas impor BKP Terutang pada saat BKP tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean. | ||||
7. | Atas Penyerahan JKP, PPN terutang pada saat:
|
||||
8. | PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari Luar Daerah Pabean terutang pada saat:
|
||||
9. | PPN atas Ekspor BKP terutang pada saat Barang Kena Pajak tersebut dikeluarkan dari Daerah Pabean, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean. | ||||
10. | PPN atas Ekspor BKP tidak berwujud terutang pada saat BKP tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan. | ||||
11. | PPN atas Ekspor JKP terutang pada saat penggantian JKP tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan. |
Tata Cara pembuatan faktur pajak adalah sebagai berikut :
• | Faktur Pajak dibuat oleh PKP Penjual | ||||||||||||||||||||
• | Faktur Pajak yang dibuat wajib berbentuk elektronik. | ||||||||||||||||||||
• | Faktur Pajak dicantumkan tanda tangan berbentuk Tanda Tangan Elektronik. | ||||||||||||||||||||
• | Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material | ||||||||||||||||||||
• | Faktur Pajak paling sedikit memuat keterangan tentang :
|
||||||||||||||||||||
• | Faktur Pajak dapat dibuat secara gabungan untuk semua penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama 1 (satu) bulan kalendar kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama | ||||||||||||||||||||
• | Faktur Pajak dapat dibuat tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual dalam hal melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli dengan karakteristik konsumen akhir | ||||||||||||||||||||
• | Faktur Pajak atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, dibebaskan dari pengenaan PPN, atau PPN atau PPN dan PPnBM ditanggung pemerintah, harus diberikan keterangan mengenai PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut, dibebaskan, atau ditanggung pemerintah melalui aplikasi e-Faktur. |
Larangan Membuat Faktur Pajak
(Pasal 14 UU Nomor 11 Tahun 1994 jo. UU Nomor 7 Tahun 2021 jo. UU Nomor 6 Tahun 2023)
Orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak.
Jika Faktur Pajak sudah terlanjur dibuat, Orang Pribadi atau badan yang bersangkutan wajib menyetor jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak ke Kas Negara. Larangan ini dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya.
Faktur Pajak Pengganti
(Lampiran PER - 03/PJ/2022 s.t.d.t.d PER - 11/PJ/2022)
Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak Pengganti
Pengkreditan Pajak Masukan bagi WP yang Belum Memiliki Pajak Keluaran
(Pasal 9 ayat 2a UU Nomor 7 Tahun 2021 s.t.d.t.d UU 6 Tahun 2023 jo. Pasal 65 PMK 18/PMK.03/2021)
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP, Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang 7 Tahun 2021.
Ketentuan pengkreditan Pajak Masukan berlaku untuk Masa Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP yaitu Masa Pajak sebelum tanggal pengukuhan Pengusaha sebagai PKP sebagaimana tercantum dalam surat pengukuhan PKP.
Pajak Masukan dihitung dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP terhitung sejak Pengusaha seharusnya dikukuhkan sebagai PKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sampai dengan sebelum Pengusaha dimaksud dikukuhkan sebagai PKP
Untuk menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan, PKP tidak dapat menggunakan:
Penetapan Saat Terutang
(UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 6 Tahun 2023 jo. 40/PMK.03/2010 jo. SE-147/PJ/2010)
1. | Saat terutang --> saat dimulainya pemanfaatan: Saat yang diketahui terjadi lebih dahulu:
|
2. | Bila tidak diketahui saat dimulainya pemanfaatan, maka digunakan tanggal ditandatanganinya kontrak/perjanjian/saat lain yang ditetapkan Dirjen Pajak. |
a) | Importir yang melakukan impor inden diwajibkan menambahkan kode "qq" diikuti nama, alamat, dan NPWP indentor dalam setiap lembar PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dan SSP-nya. |
b) | Bank devisa, Ditjen Bea dan Cukai atau Kantor Pos Lalu Bea tempat memasukkan PIB wajib membubuhkan cap "Impor atas Dasar Inden" pada setiap lembar PIB yang bersangkutan. |
c) | Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Importir kepada indentor (pemesan) bukan merupakan penyerahan barang yang terutang PPN. |
d) | Indentor (pemesan) berhak mengkreditkan PPN yang dibayar atas impor barang yang bersangkutan (PPN Impor). |
e) | Atas penyerahan jasa handling impor oleh importir kepada indentor terutang PPN sebesar 10% dari komisi yang dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh indentor kepada importir. PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh indentor. |
f) | Bila persyaratan pada huruf a dan b tidak dipenuhi, maka impor tersebut harus diperlakukan sebagai impornya importir sendiri. Dengan demikian, importir berhak mengkreditkan PPN atas impor barang yang bersangkutan. Selanjutnya, atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh importir kepada indentor harus dikenakan PPN. Dan indentor berhak mengkreditkan PPN yang dibayar atas penyerahan BKP dari importir kepada indentor tersebut (PPN yang dipungut oleh importir). |
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
(61/PMK.03/2022 jo. PER-25/PJ/2012)
PPN KMS = 11% x 20% x Total Biaya (tidak termasuk harga tanah)
Syarat Pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
(61/PMK.03/2022 jo. PER-25/PJ/2012 jo. SE - 53/PJ/2012)
Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila:
a) | konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja; |
b) | diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan |
c) | luas keseluruhan paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi). |
Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi (Operating Lease)
(1169/KMK.01/1991)
Perlakuan PPN atas Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi (Operating Lease) adalah sebagai berikut:
Faktur Pajak
(SE-48/PJ.3/1988 jo. SE-01/PJ.54/2000)
Perlakuan faktur pajak PPN terhadap Jasa Telekomunikasi adalah sebagai berikut :
Faktur Pajak bagi PKP Pedagang Eceran
(Pasal 25 PER-03/PJ/2022)
Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir merupakan penyerahan yang dilakukan secara eceran.
Karakteristik konsumen akhir meliputi:
PKP yang seluruh atau sebagian kegiatan usahanya melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir, termasuk yang dilakukan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, merupakan PKP pedagang eceran.
PKP pedagang eceran tidak ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan usaha, tetapi berdasarkan transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir.
PKP pedagang eceran dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan:
untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir.
Faktur Pajak harus dibuat dengan mencantumkan keterangan yang paling sedikit memuat:
Faktur Pajak dibuat paling sedikit untuk:
PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Faktur Pajak tanpa keterangan mengenai identitas Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dan nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.
Faktur Pajak dapat berbentuk elektronik.
(3) | PKP pedagang eceran dapat melakukan pembetulan atau penggantian dan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kelaziman usaha PKP pedagang eceran. |
(4) | Bentuk dan ukuran Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disesuaikan dengan kepentingan PKP pedagang eceran. |
(5) | Pengadaan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh PKP pedagang eceran. |
Pasal 28
(1) | PKP dapat membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) atas:
|
(2) | PKP pedagang eceran dapat membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN. |
Pasal 29
(1) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), Faktur Pajak atas penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3). |
(2) | BKP tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | JKP tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang selanjutnya disebut PKP PE adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut :
PKP PE wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak.
Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh PKP PE paling sedikit harus memuat keterangan:
Faktur Pajak berupa:
Dalam rangka menarik Orang Pribadi pemegang paspor Luar Negeri untuk berkunjung ke Indonesia, kepada Orang Pribadi tersebut diberikan Insentif Perpajakan. Insentif tersebut berupa pengembalian PPN dan PPnBM yang sudah dibayar atas pembelian BKP di Indonesia yang kemudian dibawa oleh Orang Pribadi tersebut ke luar Daerah Pabean.
PPN yang sudah dibayar atas Barang Bawaan dapat diminta kembali oleh Turis Asing dapat diminta kembali, dengan syarat bukan merupakan Warga Negara Indonesia atau bukan permanent resident of Indonesia, yang tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kedatangannya.
Persyaratan PPN dan/atau PPnBM
(120/PMK.03/2019)
PPN tersebut dapat diminta kembali apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) | Nilai PPN paling sedikit Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah); |
2) | Pembelian Barang Bawaan dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum keberangkatan ke luar Daerah Pabean; |
Persyaratan Dokumen & Mekanisme Restitusi
(UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 16E jo. 120/PMK.03/2019)
Restitusi dilakukan pada saat turis asing tersebut meninggalkan Indonesia dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bandara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Turis Asing mengajukan permintaan pengembalian PPN kepada Direktur Jenderal Pajak melalui UPRPPN Bandara dengan membawa Barang Bawaan dan menunjukkan dokumen:
Lokasi Restitusi (Bandara yang Ditunjuk)
(141/KMK.03/2010 jo. 427/KMK.03/2010 jo. 287/KMK.03/2011)
Lokasi Pengembalian PPN dan PPnBM Bagi Turis Asing adalah :
Penyetoran dan Pelaporan
(61/PMK.03/2022 jo. PER-25/PJ/2012)
Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dengan ketentuan sebagai berikut:
Kewajiban melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dikecualikan bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri dalam hal tidak terdapat penyetoran Pajak Pertambahan Nilai. |
Pajak Masukan yang dibayar atas kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan
Ketentuan Penting Lain Mengenai Faktur Pajak
a) | Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal dalam hal:
|
b) | Faktur Pajak terlambat dibuat melewati saat Faktur Pajak seharusnya dibuat dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP, yaitu denda sebesar 1% dari DPP. |
c) | Faktur Pajak dianggap tidak dibuat dalam hal Faktur Pajak dibuat setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat. PKP yang membuat Faktur Pajak tersebut dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP, yaitu denda sebesar 1% dari DPP. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. |
d) | PKP diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) dalam hal terjadi keadaan tertentu yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sehingga menyebabkan PKP tidak dapat membuat e-Faktur. |
Restitusi Melalui KPP
(72/PMK.03/2010 jo. 39/PMK.03/2018 s.t.d.t.d. 117/PMK.03/2019 s.t.d.t.d. 209/PMK.03/2021)
Permohonan restitusi kelebihan Pajak Masukan agar disampaikan kepada Kepala KPP dimana PKP yang bersangkutan dikukuhkan dengan cara :
Dokumen yang harus dilampirkan dalam permohonan :
1. | Dalam hal penyerahan/perolehan/penerimaan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak serta pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan atau Barang Kena Pajak tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, yaitu Faktur Pajak Keluaran dan Faktur Pajak Masukan yang berkaitan dengan kelebihan pembayaran pajak yang dimintakan pengembalian, termasuk dokumen-dokumen pendukung yaitu :
|
2. | Dalam hal impor Barang Kena Pajak, yaitu
|
3. | Dalam hal ekspor barang kena pajak, yaitu :
|
4. | Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, yaitu :
|
5. | Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan meliputi kelebihan pembayaran pajak akibat kompensasi dari Masa Pajak sebelumnya, maka bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang disampaikan meliputi seluruh bukti-bukti atau dokumen-dokumen pada angka 1 sampai dengan angka 4 di atas yang berkenaan dengan kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak yang bersangkutan. |
Dalam hal permohonan dilakukan oleh Pengusaka Kena Pajak Kriteria Tertentu sesuai dengan Pasal 17C UU KUP, maka bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang diperlukan untuk mengajukan permohonan restitusi seperti yang telah dijelaskan di atas tidak wajib disampaikan. Namun, jika Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu tersebut terdapat kompensasi kelebihan pembayaran pajak dari masa-masa sebelum ditetapkan menjadi Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu maka akan dilakukan pemeriksaan dan Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu itu wajib melengkapi bukti-bukti atau dokumen-dokumen seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Seluruh bukti-bukti atau dokumen-dokumen tersebut di atas disampaikan secara lengkap bersamaan dengan permohonan pengembalian atau disusulkan paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan. Jika jangka waktu telah melewati 1 (satu) bulan Pengusaha Kena Pajak tidak melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan maka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak akan tetap diproses sesuai dengan data atau dokumen yang tersedia dan Kepala KPP akan menerbitkan surat pemberitahuan paling lambat pada saat penyampaian pemberitahuan hasil pemeriksaan.
Dalam hal dokumen-dokumen tersebut disusulkan setelah lewat jangka waktu yang telah ditetapkan yaitu 1 (satu) bulan setelah permohonan maka dokumen-dokumen tersebut tidak akan diperhitungkan, baik pada saat pemeriksaan, pada saat keberatan maupun banding.
Saat diterimanya permohonan secara lengkap adalah saat dimana permohonan pengembalian telah dilengkapi dengan seluruh bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang harus disampaikan, dalam hal bukti-bukti atau dokumen-dokumen disusulkan maka saat diterimanya permohonan secara lengkap adalah saat berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan sejak saat permohonan diterima.
Pengertian
(KEP-546/PJ/2000 jo. SE-12/PJ.54/1999)
Yang dimaksud dengan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang dikenakan PPN dalam rangka restrukturisasi perusahaan adalah :
Penyerahan BKP sebagaimana dimaksud di atas adalah :
a) | Penyerahan aktiva dari debitor kepada Bank Kreditor dan atau BPPN melalui program Indonesian Bank Restructuring Agency (IBRA)/Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA) dan Jakarta Initiative (Prakarsa Jakarta) adalah merupakan penyerahan yang bersifat sementara dan bukan untuk dimiliki. |
b) | Penyerahan aktiva dari Bank Kreditor dan atau BPPN dan atau melalui juru lelang kepada pembeli sebenarnya. |
Dasar Hukum
Pencabutan Ketentuan Mengenai Penggunaan Metode Q.Q
Dengan diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/PJ/2008 tanggal 29 Agustus 2008 tentang Pencabutan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak dan Surat Penegasan tentang Penggunaan Metode Q.Q Pada Faktur Pajak, maka seluruh surat-surat penegasan yang diterbitkan yang memberikan ijin kepada Pengusaha Kena Pajak untuk dapat menerbitkan Faktur Pajak dengan Metode Q.Q. yang didasarkan pada :
dinyatakan tidak berlaku dan dicabut sejak Surat Edaran ini berlaku.
Restitusi atau Pembayaran Pendahuluan Melalui Bapeksta
PKP Yang Dapat Mengajukan Restitusi/Pembayaran Pendahuluan Melalui Bapeksta adalah:
Ekspor BKP atau Penyerahan BKP ke Kawasan Berikat dan/atau ke EPTE tersebut harus telah dilakukan.
Pajak yang Dapat Diajukan Restitusi Melalui Bapeksta
Pajak yang Dapat Diajukan Restitusi Melalui Bapeksta :
Dokumen yang Dibutuhkan untuk Permohonan Restitusi atau Pembayaran Pendahuluan agar Diajukan ke Kepala Bapeksta
Untuk permohonan restitusi/pembayaran pendahuluan agar diajukan ke Kepala Bapeksta :
a) | Bukti ekspor, yaitu :
|
b) | Asli Faktur Pajak atau Asli Lembar ke 1 SSP atas impor yang telah ditandasahkan oleh Bank Devisa. |
c) | Daftar keterkaitan antara BKP yang dibeli atau diimpor dengan BKP yang diekspor atau diserahkan ke Kawasan Berikat/EPTE. |
d) | Daftar komposisi biaya produksi terhadap nilai ekspor atau nilai ke Kawasan Berikat/EPTE. |
e) | Keputusan akan diberikan dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. |
Penyerahan Jasa Interkoneksi Antar Perusahaan Telekomunikasi
(SE-48/PJ.3/1988 jo. SE-01/PJ.54/2000)
Penjualan dan Penyewagunausahaan Kembali (Sale and Leaseback)
(SE-129/PJ/2010)
Perlakuan PPN atas sale and leaseback :
• | Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa guna usaha dengan hak opsi:
|
||||
• | Dalam hal penyewagunausahaan kembalinya merupakan sewa guna usaha tanpa hak opsi:
|
Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (Capital Lease)
(1169/KMK.01/1991 jo. SE-129/PJ/2010)
Kegiatan sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease), untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (Capital/Finance Lease) terjadi apabila penyewa guna usaha (lessee) memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang disewanya pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah disetujui bersama antara lessee (penyewa) dengan lessor (yang menyewakan).
Perlakuan PPN atas Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (Capital/Finance Lease) adalah sebagai berikut:
Jenis Produk Rekaman Suara
(KEP-81/PJ./2004 jo. PER - 32/PJ/2016)
Produk Rekaman Suara adalah semua produk rekaman suara yang dibuat di atas media rekaman seperti pita kaset, Compact Disc (CD), dan Video Compact Disc (VCD), Laser Disc (LD), Digital Versatile Disc (DVD) dan media rekaman lain, yang berisi rekaman suara atau rekaman suara beserta tayangan gambar.
Pita Rekaman Suara (Kaset)
Rekaman Suara/Lagu di atas Disc (Compact Disc)
Jasa Warung Telekomunikasi
(SE-48/PJ.3/1988 jo. SE-01/PJ.54/2000)
Warung telekomunikasi (Wartel) adalah agen jasa telekomunikasi.
Jenis jasa yang diserahkan bukan jasa telekomunikasi melainkan jasa keagenan di bidang telekomunikasi. Mekanisme pengenaan PPN atas penyerahan jasa keagenan di bidang tekekomunikasi oleh Wartel, adalah sebagai berikut:
Saat Terutang PPN
(KEP-546/PJ/2000 jo. SE-12/PJ.54/1999)
Saat terutang PPN atas penyerahan aktiva sebagaimana dimaksud di atas adalah :
a) | Pada saat penyerahan aktiva oleh Bank Kreditor dan atau BPPN dan atau melalui juru lelang kepada pembeli sebenarnya. |
b) | Apabila aktiva tersebut tidak dialihkan atau tidak dijual oleh Bank Kreditur dan/atau BPPN dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak aktiva tersebut dialihkan ke Bank Kreditur dan/atau BPPN, maka Bank Kreditur dan/atau BPPN dianggap telah menerima penyerahan BKP dan terutang PPN. |
Tata Cara Penyetoran PPN
(KEP-546/PJ/2000 jo. SE-12/PJ.54/1999)
Tata cara penyetoran PPN yang terutang atas penyerahan BKP atau pengalihan aktiva adalah sebagai berikut :
1) | Pada saat terjadinya penyerahan sementara.
|
||
2) | Pada saat terjadinya penyerahan dari Bank Kreditor dan atau BPPN dan atau melalui Juru Lelang kepada pembeli sebenarnya.
|
||
3) | Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan BKP. |
Produk Rekaman Suara dan/atau Gambar yang Dikenakan PPN dengan Ketentuan Umum
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas penyerahan produk rekaman suara, berupa:
Dipungut dan disetor sesuai dengan ketentuan umum PPN.
Dasar Pengenaan Pajak
(UU Nomor 42 Tahun 2009 s.t.d.t.d UU Nomor 7 Tahun 2021 jo. SE-22/PJ.51/2002)
Sesuai dengan Pasal 1 angka 18 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan tanah dan/atau bangunan adalah harga jual, yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, pengenaan PPN atas penyerahan tanah dan/atau bangunan, mulai tanggal 1 Juni 2002 dikembalikan sesuai dengan mekanisme dan Dasar Pengenaan Pajak secara umum berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, yaitu 10% dari harga jual dengan tidak lagi memperhitungkan faktor pengurangan sebesar 20% dari harga jual tanah.
DPP atas PKP Real Estate dan Industrial Estate (SE 22/PJ.51/2002 jo. S-1376/PJ.3/1986)
- | DPP atas Penyerahan Tanah Matang (Kavling) | = 80% x Harga Jual Tanah Matang |
PPN yang terutang | = 10% x 80% x Harga Jual Tanah Matang = 8% x Harga Jual Tanah Matang |
|
- | DPP atas Penyerahan Bangunan beserta Tanahnya | = (80% x Harga Jual Tanah) + Harga Jual Bangunan |
PPN yang Terutang | = (8% x Harga Jual Tanah) + (10% x Harga Jual Bangunan) |
Berdasarkan UU No.7 Tahun 2021, Dimulai pada tanggal 1 April 2022 besarnya tarif PPN yang terutang adalah sebesar 11% (sebelas persen) dan 12% (duabelas persen) pada 1 Januari 2025.
PPN Atas Jasa Keagenan
Dasar Pengenaan Pajak atas jasa keagenan adalah jumlah imbalan jasa keagenan yang diterima atau seharusnya diterima oleh perusahaan jasa keagenan. Besarnya PPN yang terutang adalah 10% (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak tersebut.
Penegasan ini berlaku untuk penyerahan jasa keagenan penjualan tiket angkutan darat, angkutan udara dan angkutan laut termasuk angkutan sungai dan danau.
Berdasarkan UU No.7 Tahun 2021, Dimulai pada tanggal 1 April 2022 besarnya tarif PPN yang terutang adalah sebesar 11% (sebelas persen) dan 12% (duabelas persen) pada 1 Januari 2025.
Perlakuan bagi Pengalihan Aktiva yang Dilakukan dalam Masa Peralihan (1 Januari 1998 s/d 27 Mei 1999)
(KEP-546/PJ/2000 jo. SE-12/PJ.54/1999)
Perlakuan bagi pengalihan aktiva yang dilakukan dalam masa peralihan, yaitu masa 1 Januari 1998 sampai dengan 27 Mei 1999, adalah sebagai berikut :
a) | Pada saat terjadinya penyerahan sementara (sesuai dengan ketentuan pada butir 4.1.) |
b) | Pada saat terjadinya penyerahan dari Bank Kreditor dan atau BPPN dan atau melalui Juru Lelang kepada pembeli sebenarnya.
|
c) | Bagi Pembeli :
|
Ulasan Perlakuan PPN atas Restrukturisasi Perusahaan lebih lengkap dapat dilihat di Buku Panduan Tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrukturisaasi Perusahaan (lampiran SE-23/PJ.42/1999)
PPN atas Jasa Perdagangan
(SE-145/PJ/2010)
Penyerahan jasa perdagangan dikenai PPN dalam hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dengan kondisi-kondisi sebagai berikut :
Sedangkan pemanfaatan jasa perdagangan dari luar Daerah Pabean yang dikenai PPN adalah dalam hal kegiatan pemanfaatan jasa perdagangan tersebut dilakukan di dalam Daerah Pabean, dengan kondisi-kondisi sebagai berikut :
Jasa perdagangan tidak dikenai PPN dalam hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di luar Daerah Pabean, dengan kondisi-kondisi sebagai berikut :
Pengertian
(UU Nomor 7 Tahun 2021 Pasal 16B jo. SE-121/PJ/2010)
Pasal 16B ayat (1a) huruf j UU PPN mengatur bahawa jasa keuangan adalah termasuk dalam jenis jasa yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Penjelasan Pasal tersebut menyatakan bahwa jasa keuangan meliputi :
1) | sewa guna usaha dengan hak opsi; |
2) | anjak piutang; |
3) | usaha kartu kredit; dan/atau |
4) | pembiayaan konsumen; |
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (UU Perbankan), mengatur bahwa :
1) | surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; |
2) | surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; |
3) | kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; |
4) | Sertifikat Bank Indonesia (SBI); |
5) | obligasi |
6) | surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; |
7) | instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun |
Perlakuan Perpajakan Perbankan
Jenis layanan oleh Bank antara lain:
1. | Simpanan, berupa tabungan, deposito, dan giro serta bentuk simpanan lainnya. atas kegiatan bank dalam menghimpun dana berupa simpanan, merupakan JKP tertentu bersifat strategis yang dibebaskan PPN. |
||||||
2. | Pinjaman, berupa kredit usaha produktif, Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Sindikasi, Kredit Proyek, serta pinjaman lainnya. atas kegiatan bank dalam menyalurkan dana berupa pinjaman, merupakan JKP tertentu bersifat strategis yang dibebaskan PPN. |
||||||
3. | Layanan Bisnis dan Korporasi, meliputi
|
Pengertian
(SE-145/PJ/2010)
Jasa perdagangan adalah jasa yang diberikan oleh orang atau badan kepada pihak lain, dengan menghubungkan pihak lain tersebut kepada pembeli barang pihak lain itu, atau menghubungkan pihak lain tersebut kepada penjual barang yang akan dibeli pihak lain itu. Dengan demikian, jasa perdagangan dapat berupa jasa perantara, jasa pemasaran, dan jasa mencarikan penjual atau pembeli.
DPP dan Tarif
(63/PMK.03/2022)
Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan Hasil Tembakau dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak Pertambahan Nilai dengan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
Nilai Lain sebagaimana dimaksud diatas ditetapkan dengan formula sebesar 100/(100+t) dikali Harga Jual Eceran Hasil Tembakau, untuk penyerahan Hasil Tembakau, dengan ketentuan t merupakan angka pada tarif Pajak Pertambahan Nilai.
Berdasarkan tarif Pajak Pertambahan Nilai dari Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Hasil Tembakau terutang berdasarkan pembulatan dihitung sebesar:
Reimbursement Perolehan BKP Dan/Atau JKP Kepada Kontraktor Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi
(158/PMK.02/2016 jo.119/PMK.02/2019)
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan indonesia untuk pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi.
First Tranche Petroleum yang selanjutnya disingkat FTP adalah sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, yang dapat diambil dan diterima oleh SKK Migas dan/atau Kontraktor dalam tiap tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi (own use).
Kontraktor yang mengoperasikan Wilayah Kerja memiliki hak memperoleh Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Hak memperoleh Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM tersebut dapat diajukan oleh Kontraktor setelah setoran Bagian Negara diterima di rekening kas negara.
Bagian Negara yang dimaksud adalah berupa setoran FTP dan/atau Equity dari Kontraktor sebagaimana diatur dalam Kontrak Kerja Sama.
Jumlah pengajuan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM tidak melampaui jumlah Bagian Negara yang telah disetorkan oleh Kontraktor
Dalam hal Kontrak Kerja Sama mengatur Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM menggunakan Bagian Negara tidak termasuk FTP, Nilai Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM kepada Kontraktor paling tinggi hanya sebesar Equity.
Kontraktor dapat mengajukan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM kepada SKK Migas atas jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi/pos persepsi, dilengkapi dengan dokumen:
Ketentuan | SPT Masa PPN 1111 | SPT Masa PPN 1111 DM |
Bentuk |
|
|
Printer |
|
Tidak menggunakan printer dotmatrix |
Larangan | PKP yang telah menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk data elektronik, tidak diperbolehkan lagi untuk menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) | PKP yang telah menyampaikan SPT Masa PPN 1111 DM dalam bentuk data elektronik, tidak diperbolehkan lagi untuk menyampaikan SPT Masa PPN 1111 DM dalam bentuk formulir kertas (hard copy) |
Jenis SPT Masa PPN
a. SPT Masa PPN 1111
Kriteria PKP yang dapat menggunakan SPT 1111 DM (pedoman penghitungan pengkreditan PM untuk menghitung PM yang dapat dikreditkan):
Besarnya PM yang dapat dikreditkan yang dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM adalah sebagai berikut:
Pada prinsipnya PKP yang menggunakan Deemed PM akan selalu mengalami Kurang Bayar, namun PKP masih dimungkinkan mengalami Lebih Bayar, antara lain apabila:
Sesuai mekanisme Deemed PM, PKP tidak diperkenankan untuk mengkreditkan PM atas perolehan barang (termasuk barang modal) atau jasa yang diterima, sehingga PKP tersebut:
SPT Masa 1111 DM:
SPT Masa PPN 1107 PUT ini khusus untuk pemungut PPN. Pemungut PPN adalah Bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) kepada Bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.
SPT Masa PPN 1107 PUT terdiri dari :
Dalam hal SPT dilaporkan NIHIL karena Pemungut PPN tidak melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM, maka Lampiran SPT tidak perlu disampaikan.
PPN Atas Kendaraan Bermotor Bekas
Pengertian Kendaraan Bermotor Bekas
Berdasarkan Pasal 1 angka 8 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan bahwa ”Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.”
Adapun Kendaraan Bermotor dikelompokkan berdasarkan jenisnya yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 KEP-238/PJ./2002, bahwa:
“Kendaraan bermotor Bekas adalah kendaraan bermotor baik beroda dua atau lebih atau yang kondisinya bukan baru, telah terdaftar pada instansi yang berwenang atau memiliki nomor polisi.”
Subjek PPN atas Kendaraan Bermotor Bekas
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu berupa penyerahan kendaraan bermotor bekas yang merupakan pedagang yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas
Kewajiban PKP atas Kendaraan Bermotor Bekas
Dasar Pengenaan Pajak
DPP atas kendaraan bermotor bekas adalah harga jual.
“Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.”
Tarif PPN
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu berupa penyerahan kendaraan bermotor bekas wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan kendaraan bermotor bekas dengan besaran tertentu.
Besaran tertentu diperoleh dari -->10% x tarif PPN x Harga Jual.
Tarif efektif:
• | Berlaku sejak tanggal 1 April 2022: 1,1% (10% x 11%) |
• | Berlaku paling lambat 1 Januari 2025: 1,2% (10% x 12%) |
Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan
PKP kendaraan bermotor bekas yang dalam suatu Masa Pajak melakukan:
Pajak Masukan dapat dikreditkan
Pajak Masukan atas perolehan BKP atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam Daerah Pabean, yang berhubungan dengan penyerahan kendaraan bermotor bekas oleh PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu berupa penyerahan kendaraan bermotor bekas, tidak dapat dikreditkan.
Contoh Penghitungan
Bapak Ali melakukan kegiatan usaha berupa jual beli mobil bekas. Kegiatan usaha tersebut sudah berjalan sejak tahun 2019. Namun, peredaran bruto Bapak Ali selama tahun 2019 dan tahun 2021 masih dibawah Rp4.800.000.000,00. Kemudian, selama tahun 2021 omzet atas penjualan mobil bekas pada bulan Januari 2022 s.d. Mei 2022 mencapai Rp 4,5 miliar. Sementara omzet bulan Juni 2022 adalah Rp 400 Juta.
Pada tanggal 8 Agustus Bapak Ali melakukan penyerahan mobil bekas yaitu mobil Kijang Innova seharga Rp367.800.000,00 kepada CV Jaya Makmur Abadi. Kemudian, dalam rangka memperingati HUT RI ke-77, Bapak Ali membuat kebijakan potongan harga atau diskon selama penjualan di bulan Agustus 2022. Diskon tersebut diberikan sebesar 2% dari harga jual.
Maka PPN yang terutang atas penyerahan mobil bekas tersebut adalah
DPP | = Harga Jual - Potongan Diskon = Rp367.800.000 - (2% x Rp367.800.000) = Rp367.800.000 - Rp7.356.000 = Rp360.444.000 |
PPN Terutang | = 10% x 11% x DPP = 10% x 11% x Rp360.444.000 = 1,1% x Rp360.444.000 = Rp3.964.884 |
PPN atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto
DPP dan Tarif PPN atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto
Dikenakan pada pembeli/penerima Aset Kripto
DPP = Nilai Transaksi
Tarif PPN:
Contoh Penghitungan
Exchanger X memungut:
Catatan:
Pajak Masukan (PM) sehubungan penyerahan Aset Kripto tidak dapat dikreditkan Penjual.
Pajak Masukan
(63/PMK.03/2022)
(1) | Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean sehubungan dengan penyerahan Hasil Tembakau oleh Produsen dan/atau lmportir dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean sehubungan dengan penyerahan Hasil Tembakau oleh Pengusaha Penyalur tidak dapat dikreditkan. |
Pendahuluan
Latar Belakang Diluncurkannya e-Faktur
Yang mendasari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membuat aplikasi ini adalah karena memperhatikan masih terdapat penyalahgunaan Faktur Pajak, diantaranya wajib pajak non Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menerbitkan faktur pajak padahal tidak berhak menerbitkan faktur pajak, faktur pajak yang terlambat diterbitkan, faktur pajak fiktif, atau faktur pajak ganda. Juga karena beban administrasi yang begitu besar bagi pihak DJP maupun bagi PKP.
Keuntungan menggunakan e-Faktur
Bagi Penjual:
Dapat menikmati kemudahan antara lain: tanda tangan basah digantikan dengan tanda tangan elektronik, e-Faktur tidak harus dicetak sehingga mengurangi biaya kertas, biaya cetak, dan biaya penyimpanan, aplikasi e-Faktur sekaligus pembuatan SPT Masa PPN dan memperoleh kemudahan dapat meminta nomor seri Faktur Pajak melalui website Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sehingga tidak perlu lagi datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Bagi Pembeli:
Terlindungi dari penyalahgunaan Faktur Pajak yang tidak sah, karena e-Faktur dilengkapi dengan pengaman berupa QR code yang dapat diverifikasi dengan smartphone/HP tertentu yang beredar di pasar. Sehingga PKP pembeli memperoleh kepastian bahwa PPN yang disetor oleh pembeli datanya telah dilaporkan ke DJP oleh pihak penjual.
Aplikasi e-Faktur
Aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak berupa:
Aplikasi e-Faktur Host-to-Host (H2H) dilakukan melalui 2 (dua) cara:
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Aplikasi e-Faktur Host-to-Host (H2H) atau Penyelenggara e-Faktur Host-to-Host (H2H) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang diterbitkan berdasarkan permohonan tertulis dan setelah dilakukan pengujian sistem (User Acceptance Test/UAT) oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Ketentuan Umum
(63/PMK.03/2022)
Atas penyerahan Hasil Tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Produsen atau Hasil Tembakau yang dibuat di luar negeri oleh Importir, dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Dalam hal PPN atas Hasil Tembakau yang dibuat di luar negeri telah dilunasi, atas impor Hasil Tembakau yang dibuat di luar negeri dimaksud tidak dikenai PPN Impor.
Atas impor Hasil Tembakau yang memperoleh fasilitas cukai tidak dipungut atau pembebasan cukai, dikenai PPN impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
PPN atas Jasa Verifikasi Transaksi (Mining) Aset Kripto
Miners melakukan kegiatan layanan verifikasi transaksi aset kripto dan mendapat insentif berupa:
DPP dan Tarif PPN atas Jasa Verifikasi Transaksi (Mining) Aset Kripto
Dikenakan pada pembeli/penerima Aset Kripto
DPP = nilai konversi aset kripto dan jasa mining sudah terdapat verifikasi transaksi aset.
Tarif PPN = 1,1%
Ketentuan Umum
No
|
Ketentuan
|
Berdasarkan UU No.1/2020 dan Peraturan
Turunannya (PP N0.19/2021 dan PMK 18/2021)
|
1. | Pajak Masukan yang boleh dikreditkan | Atas perolehan BKP atau JKP yang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan |
2. | Hak Restitusi | Akhir Tahun |
3. | Batas waktu dinyatakan PKP gagal berproduksi atau PKP belum melakukan penyerahan |
|
4. | Sanksi atas pembayaran Kembali PM yang telah dikreditkan atau dikembalikan karena PKP dianggap mengalami gagal berproduksi atau belum melakukan penyerahan | Tidak Ada |
5. | Konsekuensi jika PKP tidak melakukan pembayaran Kembali PM dalam jangka waktu yang telah ditentukan | Ditagih dengan SKPKB berdasarkan Pasal 13 ayat (1) huruf f UU KUP |
6. | Pengecualian kewajiban membayar Kembali PM yang telah dikreditkan | Kedaan kahar atau force majeure dengan status bencana nasional yang harus dinyatakan oleh pejabat/instansi yang berwenang |
Definisi
Keadaan gagal berproduksi adalah apabila dalam jangka waktu tertentu:
Termasuk dalam kriteria belum melakukan penyerahan apabila dalam jangka waktur tertentu, PKP semata-mata melakukan kegiatan:
Objek Pajak Kripto
Pasal 2 PMK 68/2022 disebutkan yang menjadi objek pajak aset kripto atau pengenaan PPN kripto adalah:
Pencantuman Identitas Pembeli
e-Faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang salah satunya paling sedikit memuat: nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak. Dikecualikan dari hal tersebut, bagi pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak, maka identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi wajib diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak harus menyampaikan keterangan berupa nama, alamat dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor Paspor untuk Warga Negara Asing (WNA) kepada Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak penjual tidak mencantumkan keterangan dan/atau keterangan dalam aplikasi atau sistem elektronik yang telah di tentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak, e-Faktur tidak dapat diterbitkan.
Dalam hal e-Faktur diterbitkan dengan tidak mencantumkan keterangan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya, e-Faktur tersebut termasuk e-Faktur yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
Persiapan Penggunaan Aplikasi eFaktur
Aplikasi e-faktur
Dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Pengusaha Kena Pajak (PKP) dikukuhkan atau dapat mendownload pada laman:
• | e-Faktur Windows 32 bit, aplikasi bisa di download di http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Windows_32bit.zip |
• | e-Faktur Windows 64 bit, aplikasi bisa di download di http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Windows_64bit.zip |
• | e-Faktur Linux 32 bit, aplikasi bisa di download di http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Lin32.zip |
• | e-Faktur Linux 64 bit, aplikasi bisa di download di http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Lin64.zip |
• | e-Faktur Macinthos 64 bit, aplikasi bisa di download di http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Mac64.zip |
Persiapan Penggunaan Aplikasi e-faktur
Dalam menggunakan aplikasi e-Faktur Pengusaha Kena Pajak harus melakukan langkah-langkah berikut ini:
DPP Dan Tarif PPN
DPP dan Tarif PPN atas Penyerahan Pupuk Bersubsisi Untuk Sektor Pertanian
Pengenaan PPN atas Penyerahan Pupuk terbagi menjadi:
Dasar Pengenaan Pajak:
DPP Nilai Lain:
t = merupakan angka pada tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku.
Tarif PPN
Contoh Penghitungan
Contoh 1
Pada tanggal 18 Mei 2022, PT Pupuk Indonesia (Persero) sebagai produsen Pupuk Bersubsidi mengajukan permintaan pembayaran subsidi Pupuk Bersubsidi kepada KPA sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) atas penyerahan Pupuk Bersubsidi yang telah dilakukan selama bulan April 2022. Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku adalah sebesar 11%.
Maka PPN yang terutang atas penyerahan Pupuk Bersubsidi adalah
DPP | = 100/(100+t) x Jumlah Pembayaran Subsidi = 100/111 x Rp100.000.000.000,00 = Rp90.090.090.090,09 |
PPN | = DPP x Tarif = 11% x Rp90.090.090.090,09 = Rp9.909.909.909,00 |
Contoh 2
Pada tanggaI 19 April 2022, PT Pupuk Indonesia (Persero) sebagai produsen Pupuk Bersubsidi menyerahkan 5.000 ton pupuk Urea (bersubsidi) kepada distributor. Harga eceran tertinggi pupuk Urea yang berlaku sebesar Rp2.250,00 (dua ribu dua ratus lima puluh rupiah) per kilogram. Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku adalah sebesar 11%.
Maka PPN yang terutang atas penyerahan Pupuk Bersubsidi adalah
DPP | = 100/(100+t) x Harga Eceran Tertinggi = 100/111 x 5.000.000 x Rp2.250,00 = Rp10.135.135.135,13 |
PPN | = DPP x Tarif = 11% x Rp10.135.135.135,13 = Rp1.114.864.864,00 |
Pajak Masukan
Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan
Sesuai dengan pasal 8 PMK 66/PMK.03/2022 bahwa Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Pupuk Bersubsidi yang dilakukan oleh produsen, dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
Namun Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Pupuk Bersubsidi yang dilakukan oleh distributor dan pengecer tidak dapat dikreditkan.
PPN Atas Jasa Keagamaan
a. | Jenis Jasa Keagamaan Tidak Kena PPN Berikut jasa perjalanan ibadah keagamaan sebagaimana diatur dalam PMK No. 71 Tahun 2022 yang tidak kena PPN atau bukan merupakan Jasa Kena Pajak (Non-JKP):
|
||||
b. | Jasa Perjalanan Ibadah Keagamaan yang Dikenakan PPN Jika jasa perjalanan haji, umroh dan ibadah lainnya tidak kena PPN, maka jenis jasa perjalanan keagamaan sebagaimana diatur dalam PMK 71/2022 berikut ini dikenakan pajak pertambahan nilai, diantaranya:
|
||||
Jadi, ketentuan taif PPN berdasarkan PMK 71/2022 tersebut bukanlah jasa keagamaan untuk ibadah keagamaannya, melainkan jasa perjalanan ke tempat lain dalam hal ini perjalanan wisata di sela-sela perjalanan ibadah keagamaan. |
1. | Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yaitu:
|
2. |
Pemungut PPN PMSE membuat bukti pungut PPN atas PPN yang dipungut, dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen lain yang sejenis, serta menyebutkan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan telah dilakukan pembayaran. |
3. | Pemanfaatan BKP tidak berwujud meliputi:
|
4. |
Pemanfaatan JKP termasuk pemanfaatan Jasa Digital. |
Tanggung Jawab Renteng PPN
(UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 16F)
Pengertian
Renteng mengandung arti berendeng atau beruntun-runtun (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Istilah ini digunakan untuk sesuatu yang berurutan. Kata renteng biasanya disatukan dengan kata lain untuk memberikan pengertian baru sesuai dengan kata yang diikutinya. Tidak ada definisi resmi yang dapat dipakai sebagai rujukan dalam menjelaskan kata ini. Untuk kepentingan pembahasan ini, tanggung jawab secara renteng diartikan sebagai pelimpahan beban tanggung jawab secara beruntun kepada pihak berikutnya sesuai urut-urutan. Paling tidak diperlukan dua pihak untuk dapat terlaksananya tanggung jawab renteng.
Dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (selanjutnya ditulis UU PPN 1984 perubahan ketiga), tanggung jawab secara renteng tercantum dalam Pasal 16F. Selengkapnya berbunyi sbb:
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar.
Penjelasannya menyatakan demikian:
Sesuai dengan prinsip beban pembayaran PPN yang melekat pada pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa. karena itu, sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.
Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa pembeli, yang sesuai dengan karakteristik PPN sebagai pajak atas konsumsi merupakan pemikul beban pajak sesungguhnya, dibebani tanggung jawab secara renteng apabila:
Dengan demikian, tanggung jawab secara renteng pada konteks Pasal 16F adalah pelimpahan beban tanggung jawab pembayaran ke Kas Negara atas pajak terutang, yang timbul akibat penyerahan barang kena pajak (Pasal 4 huruf a) atau penyerahan jasa kena pajak (Pasal 4 huruf c), kepada pembeli yang mestinya menjadi tanggung jawab penjual sebagai akibat pajak terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual dan pembeli tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak.
Ketentuan ini berlaku terhadap objek pajak berdasarkan Pasal 4 huruf a dan huruf c dimana yang menjadi subjek pajak dalam arti yang bertanggung jawab terhadap pembayaran ke Kas Negara berada pada pihak penjual.
Ilustrasi:
PT ABC telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang bergerak dalam bidang perdagangan besar komputer, pada tanggal 20 April 2019 menyerahkan 10 unit komputer kepada PT XYZ dengan total Harga Jual Rp70.000.000,00. Atas penyerahan ini terutang PPN sebesar 10% x Rp70.000.000 = Rp7.000.000. Mekanisme umum yang diatur dalam UU PPN 1984 atas transaksi tersebut adalah:
Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 16F, apabila PT XYZ tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar maka PT XYZ dibebani tanggung jawab secara renteng atas pajak dimaksud. Sesuai dengan UU KUP perubahan kedua (UU Nomor 16 Tahun 2000), Pasal 33 yang berbunyi:
Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar
Penjelasannya:
Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu, sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggungjawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pembeli jasa.
Dalam perubahan ketiga UU KUP yaitu UU Nomor 28 Tahun 2007 yang mulai berlaku 1 Januari 2008, Pasal 33 ini dihapus. Namun dalam UU PPN 1984 perubahan ketiga yang mulai berlaku 1 April 2010 ketentuan mengenai tanggung renteng ini dihidupkan kembali.
Karakteristik PPN Indonesia
Beberapa karakteristik PPN yang berlaku di Indonesia beserta aplikasinya berkaitan dengan tanggung jawab renteng, yaitu:
• Pajak objektif
Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif, yang disebut taatbestand. Taatbestand adalah keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut dengan nama objek pajak. Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar Pajak Pertambhan Nilai tidak membedakan antara konsumen berupa orang atau badan, antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan berpenghasilan rendah. Sepanjang mereka mengkonsumsi barang atau jasa dari jenis yang sama, mereka diperlakukan sama (Untung Sukardji, 2006).
Yang menjadi subjek pajak dalam pengertian pajak objektif di atas adalah konsumen yaitu selaku pihak yang memikul beban pajak. Dalam pajak objektif kondisi subjektif konsumen tidak dipertimbangkan untuk menentukan suatu peristiwa hukum terutang pajak. Siapapun konsumennya sepanjang peristiwa hukum tersebut merupakan objek pajak maka terhadap konsumen tersebut dikenai pajak yang sama. Lain halnya dengan pajak subjektif seperti Pajak Penghasilan yang kondisi subjektif pihak yang memikul beban pajak menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pajak terutang. Sebagai contoh Pajak Penghasilan bagi Orang Pribadi berbeda dengan Pajak Penghasilan bagi badan. Demikian pula Pajak Penghasilan bagi orang pribadi yang menikah berbeda dengan Pajak Penghasilan bagi orang pribadi yang bujangan.
• Pajak atas konsumsi umum dalam negeri
Hakikat PPN di Indonesia adalah pajak atas konsumsi, yaitu pajak yang timbul akibat suatu peristiwa hukum menjadi beban konsumen baik secara yuridis maupun ekonomis. Hal ini berarti, yang dikenai pajak adalah barang-barang atau jasa yang dikonsumsi, bukan barang-barang dalam proses produksi atau dengan kata lain barang-barang atau jasa yang dikonsumsi pada area konsumen akhir. Sepanjang barang-barang itu masih dalam siklus produksi atau distribusi pengenaan PPN pada area itu bersifat sementara yang dapat dilimpahkan kepada pembeli berikutnya melalui mekanisme pengreditan pajak masukan
Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak atas konsumsi tersurat jelas dalam penjelasan atas UU PPN 1984 perubahan terakhir, yaitu pada alenia pertama, yang berbunyi:
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.
Meskipun merupakan pajak atas konsumsi, tidak seperti Pasal 4 (1) huruf b (impor BKP), huruf d (pemanfaatan BKP tidak berwujud), dan huruf e (pemanfaatan JKP), ketentuan mengenai objek pajak yang diatur dalam Pasal 4 huruf a dan huruf c diuraikan dalam sudut pandang penjual bukan konsumen. Hal ini bisa dimengerti karena yang menjadi subjek pajak dalam arti yang bertanggung jawab terhadap pembayaran ke Kas Negara atas pajak yang terutang untuk Pasal 4 huruf a dan c adalah penjual bukan pembeli. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa ketentuan ini untuk kepentingan administratif bagi asas yang dianut sebagai Pajak Tidak Langsung dan mestinya tidak menjadikannya bias sebagai pajak atas konsumsi.
Untuk membedakan pajak langsung dan pajak tidak langsung dalam konteks bahasan ini perlu kiranya penulis uraikan pengertian subjek pajak. Subjek pajak memiliki dua arti yaitu:
1) | Sebagai pemikul beban pajak; dan |
2) | Penanggung jawab pembayaran pajak terutang ke Kas Negara. |
Pada Pajak Penghasilan dua arti ini melekat pada satu pihak yaitu penerima penghasilan. Penerima penghasilan yang berdasarkan UU PPh adalah Wajib Pajak, selain sebagai pemikul beban pajak juga dibebani tanggung jawab atas pembayarannya ke Kas Negara. Lain halnya dalam PPN, khususnya pada pasal-pasal yang menerapkan karakteristik Pajak Tidak Langsung, antara pemikul beban pajak dan penanggungjawab pembayaran ke Kas Negara berada pada pihak yang berbeda.
Pemikul beban pajak adalah konsumen sedangkan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Kas Negara adalah penjual. Seperti pada ilustrasi di atas, Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PT ABC adalah bukti pungutan atas PPN terutang yang timbul ketika menjual 10 unit komputer. Selanjutnya penjual wajib menyetorkan setiap pajak yang dipungut dalam setiap Masa Pajak ke Kas Negara. Kewajiban pembeli adalah membayar pajak terutang yang tercantum dalam faktur pajak kepada penjual. Dan faktur pajak itu bagi pembeli adalah bukti beban pajak.
Bagaimana Timbulnya Pajak Terutang dari Sisi Penjual dan Pembeli
• Pajak Terutang dalam Sudut Pandang PKP Penjual
Secara material yang pertama kali menentukan suatu peristiwa hukum (dalam konteks Pasal 4 huruf a dan huruf c) itu terutang PPN adalah penjual. Syarat suatu peristiwa hukum itu terutang PPN secara kumulatif yaitu:
1) | yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak; |
2) | di dalam daerah Pabean; dan |
3) | yang menyerahkan adalah pengusaha (dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya). |
Secara material pembeli tidak ikut dan tidak dapat menentukan suatu penyerahan itu terutang PPN atau tidak, sebab pembeli tidak mengetahui kondisi hukum syarat nomor 3). Jadi sebenarnya tidak ada beban kewajiban material, dalam menentukan suatu peristiwa hukum itu terutang pajak, yang bisa dilekatkan pada pembeli untuk kasus dimaksud. Pembeli lebih bersifat pasif. Penjuallah yang menentukan.
Jika menurut penjual (belum tentu menurut UU) atas penyerahan barang atau jasa itu tidak terutang pajak maka yang demikian ini sah adanya sampai dapat dibuktikan bahwa itu tidak benar. Pembuktian bahwa itu tidak benar berdasarkan UU KUP ada di pihak fiskus (DJP) bukan di pihak pembeli. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan yang menetapkan penjual sebagai subjek pajak yaitu yang bertanggung jawab terhadap pembayaran ke Kas Negara atas utang pajak yang timbul.
Jadi meskipun PPN adalah pajak atas konsumsi (hal yang menjadi dasar pemikiran tanggung renteng dalam penjelasan UU PPN 1984) tidak serta merta melekat kewajiban material penentuan terutangnya pajak pada konsumen. Kecuali barangkali kalau kita menganut karakteristik PPN sebagai Pajak Langsung. Jika tidak ada kewajiban materil yang melekat dalam penentuan pajak terutang di pihak pembeli maka tidak mungkin diikuti dengan kewajiban formil berkaitan dengan pelunasan pajak terutang oleh pihak pembeli.
Karena kewajiban material dalam menentukan pajak terutang berada di pihak penjual maka sekiranya timbul pajak yang terutang akan selalu diikuti dengan kewajiban formil demi terealisasi menjadi penerimaan Negara. Kewajiban bagi penjual BKP/JKP diatur dalam Pasal 3A UU PPN 1984 yang meliputi:
- | Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; |
- | Memungut pajak terutang melalui penerbitan Faktur Pajak; |
- | Menyetor pajak yang dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak; dan |
- | Melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN. |
Sebagai konsekuensi apabila penjual tidak memungut PPN atas penjualan BKP/JKP yang menurut ketentuan terutang PPN, maka yang akan dituntut adalah penjual. Penuntutan dapat dilakukan melalui penerbitan surat ketetapan pajak setelah dilakukan pemeriksaan disertai dengan penerapan sanksi.
Lain halnya dengan Pasal 4 huruf b (impor BKP), huruf d (pemanfaatan BKP tidak berwujud) dan huruf e (pemanfaatan JKP) UU PPN 1984, di mana konsumen ditetapkan sebagai pihak yang memikul beban pajak sekaligus juga penanggung jawab atas pembayaran ke Kas Negara, karena penjual BKP/JKP yang berada di luar negeri tidak mungkin untuk dibebani kewajiban pemungutan pajak terutang. Timbulnya pajak terutang dalam Pasal 4 huruf b, d dan e tidak mewajibkan importir atau konsumen yang memanfaatkan BKP/JKP untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Kewajiban formil yang melekat berdasarkan Pasal 3A meliputi:
- Membayar pajak yang terutang; dan
- Melaporkannya.
• Pajak Terutang dalam Sudut Pandang PKP Penjual
Bagaimana konsumen mengetahui bahwa atas pembelian barang itu terutang PPN?
Pertanyaan ini perlu dijawab untuk melihat apakah tanggung jawab renteng tepat diterapkan pada konsumen. Seperti telah diuraikan di atas bahwa konsumen tidak dibebani kewajiban material dalam menentukan suatu peristiwa hukum itu terutang PPN. Bagi konsumen, suatu pembelian barang atau jasa itu terutang PPN hanya apabila atas pembelian itu diterbitkan faktur pajak. Selama tidak diterbitkan faktur pajak maka bagi konsumen, atas pembelian itu dianggap tidak terutang PPN bahkan meskipun dikemudian hari dapat dibuktikan oleh fiskus bahwa secara material ternyata terutang PPN. Kewajiban untuk membayar pajak terutang atas pembelian barang atau jasa itu timbul bersamaan dengan terbitnya faktur pajak.
Pajak terutang yang timbul atau yang tercantum dalam faktur pajak adalah utang yang wajib dibayar oleh konsumen kepada penjual. Dan sifat dari utang ini adalah utang piutang biasa yang menjadi ranah hukum perdata bukan utang pajak dalam ranah hukum publik. Apabila konsumen tidak membayar pajak terutang yang tercantum dalam faktur pajak, tidak dapat kemudian oleh fiskus diterbitkan surat ketetapan pajak untuk memaksanya membayar. Meski faktur pajak sesungguhnya adalah bentuk lain dari suatu penetapan, namun pajak yang terutang di dalamnya adalah utang pajak antara penjual dan Negara.
Utang pajak yang timbul akibat peristiwa hukum yang menurut ketentuan (Pasal 4 huruf a dan c) terutang PPN, baik atasnya diterbitkan faktur pajak maupun tidak, adalah utang pajak antara penjual dengan negara yang merupakan ranah hukum publik. Selanjutnya atas pajak terutang ini proses pelunasan oleh penjual atau penagihannya kepada penjual dilakukan dengan ketentuan formil dalam UU di bidang perpajakan.
Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada dasar yang bisa dijadikan acuan bagi pelimpahan tanggung jawab pembayaran pajak terutang kepada konsumen pada ranah hukum publik untuk pajak terutang atas penyerahan BKP atau JKP dari penjual kepada pembeli.
Paradoks Tanggung Jawab secara Renteng (UU Nomor 42 tahun 2009 Pasal 16F)
(UU Nomor 42 tahun 2009 Pasal 16F)
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar.
Pasal ini memiliki beberapa kelemahan yang berpotensi menimbulkan praktik hukum yang tidak adil khususnya bagi konsumen. Secara normatif, kondisi hukum yang menimbulkan tanggung jawab renteng terhadap pembeli adalah apabila:
Kedua syarat tersebut bersifat kumulatif. Syarat pertama mengandung pengertian bahwa telah dilakukan tindakan penagihan kepada penjual atau pemberi jasa ybs.
Pembeli tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar dapat disebabkan hal-hal sbb:
Akan diuraikan di bawah ini implikasi dari masing-masing kondisi berkaitan dengan tanggung jawab renteng.
1) |
Tidak diterbitkan faktur pajak oleh penjual
Faktur pajak yang tidak diterbitkan oleh penjual padahal atas transaksi itu terutang pajak berdasarkan hasil pemeriksaan fiskus dapat menimbulkan implikasi yang berbeda bagi penjual dan bagi pembeli. Apabila faktur pajak tidak diterbitkan oleh penjual, ini berarti atas transaksi itu menurut penjual tidak terutang pajak dan sah berdasarkan undang-undang sampai ditemukan bukti bahwa transaksi ini terutang pajak. Akibat kesalahan penjual ini, fiskus dapat menerbitkan surat ketetapan pajak untuk menagih pajak terutang yang semestinya dipungut ditambah sanksi administrasi kepada penjual. Meskipun PPN adalah beban pembeli tetapi akibat kesalahan materil penentuan pajak terutang oleh penjual, atas pajak yang semestinya terutang itu akan menjadi beban penjual. Ini konsekuensi dari karakteristik PPN sebagai pajak tidak langsung dimana fungsi penetapan dilekatkan pada penjual. Bagi pembeli, karena tidak diterbitkan faktur pajak maka atas transaksi ini tidak terutang pajak meskipun dikemudian hari ditemukan bukti bahwa transaksi itu terutang pajak. Pembeli tidak mungkin dibebani pembayaran pajak apabila tidak diterbitkan faktur pajak. Karena pembeli tidak dibebani kewajiban materil dalam menentukan suatu pembelian adalah terutang pajak, dengan alasan:
Dengan demikian selama penjual tidak menjalankan fungsi penetapan pajak (dalam bentuk menerbitkan faktur pajak) maka ini berarti tidak pernah ada utang pajak yang timbul bagi pembeli dari sudut pandang pembeli. |
||||
2) |
Diterbitkan faktur pajak oleh penjual tetapi tidak atau belum dibayar oleh pembeli
Tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar bisa juga berarti bahwa faktur pajak telah diterbitkan tetapi pembeli belum atau tidak membayar pajak terutang yang tercantum dalam faktur pajak. Pembeli memang wajib membayar pajak yang terutang yang tercantum dalam faktur pajak kepada penjual. Tetapi kewajiban membayar pajak ini sederajat dengan kewajiban membayar harga barangnya pada penjual. Faktur pajak didefinisikan dalam Pasal 1 angka 23 UU PPN perubahan ketiga sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Dari definisi itu maka jelas bahwa apabila telah diterbitkan faktur pajak maka utang pajak berada di pihak yang memungut yaitu penjual. Maka ke penjuallah selayaknya tanggungjawab pembayaran itu dialamatkan. Ketika faktur pajak diterbitkan, muncul utang piutang antara penjual dan Negara. Bagi pembeli, faktur pajak bukan bukti pembayaran tetapi bukti beban pajak. Sebagaimana tersirat dalam definisi mengenai Pajak Masukan dalam Pasal 1 angka 24 yaitu: Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. Frasa PPN yang seharusnya sudah dibayar pada definisi Pajak Masukan menunjukkan beban. Maka faktur pajak itu bukan bukti pembayaran pajak tetapi bukti beban pajak yang harus dipikul pembeli atas pembelian barang atau jasa yang terutang pajak. Pelunasan beban pajak ini dilakukan dengan pembayaran kepada penjual. Tentu timbul pertanyaan bukti seperti apa yang dapat diterima sebagai bukti bahwa pajak telah dibayar kepada penjual? Adakah ketentuan dalam undang-undang pajak yang mengatur jatuh tempo pembayaran pajak oleh pembeli kepada penjual? Dapatkah pembeli membayar langsung ke Kas Negara setelah menerima faktur pajak dari penjual dan kepadanya diberikan SSP sebagai bukti pembayaran? Adakah ketentuan yang mengatur pengalihan utang piutang biasa antara pembeli dan penjual ke dalam utang pembeli kepada negara dalam undang-undang pajak, kaitannya dengan pajak terutang ini? Jika pertanyaan-pertanyaan ini tidak bisa dijawab oleh seperangkat peraturan perundang-undangan pajak kita maka terdapat banyak missing link untuk sampai pada tanggung jawab renteng. Di samping itu, jika pembeli tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak yang tercantum dalam faktur pajak telah dibayar dan untuk itu diterbitkan surat ketetapan pajak beserta sanksinya maka akan terjadi pemajakan ganda untuk satu objek pajak. Pembeli, disamping harus melunasi utang pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak yang merupakan ranah hukum publik, juga harus melunasi pajak yang tercantum dalam faktur pajak kepada penjual yang merupakan ranah hukum perdata untuk satu peristiwa hukum. |
Bisakah Tanggung Jawab Renteng Diterapkan dalam PPN dengan Karakteristik Pajak Tidak Langsung?
Bisa saja, tetapi tidak dengan syarat sebagaimana diberlakukan dalam Pasal 16F. Syarat yang ditetapkan harus betul-betul tepat bahwa konsumen berada dalam kapasitas yang memang layak untuk dibebani tanggung jawab renteng.
Misalkan terdapat bukti persekongkolan antara penjual dan pembeli dimana penjual selanjutnya tidak diketahui rimbanya dan pajak masukan yang menjadi beban pembeli dan tidak pernah dibayar dikreditkan oleh pembeli. Tetapi ini tentunya masuk ke area pidana. Dan harus bisa dibuktikan adanya persekongkolan antara penjual dan pembeli. Untuk menghindari ini DJP perlu melakukan pembinaan yang intensif terhadap PKP di wilayah kerjanya masing-masing.
• | Pupuk Bersubsidi Pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program Pemerintah sehingga pupuk dapat dijual dengan harga lebih murah kepada petani. Produsen pupuk bersubsidi merupakan perusahaan yang resmi ditunjuk oleh pemerintah. |
• | Nilai Lain Nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. |
• | Kuasa Pengguna Anggaran Pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari pengguna anggaran untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya. |
• | Harga Eceran Tertinggi Harga Pupuk Bersubsidi yang mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi sektor pertanian, untuk dibeli oleh petani atau kelompok tani secara tunai dalam kemasan tertentu di penyalur lini IV. |
Pengertian Dan Jenis Aset Kripto
Pengertian
• | Mata Uang Kripto Aset digital yang dirancang untuk bekerja sebagai media pertukaran yang menggunakan kriptografi yang kuat untuk mengamankan transaksi keuangan, mengontrol proses pembuatan unit tambahan, dan memverifikasi transfer aset. |
• | Aset Kripto komoditi tidak berwujud yang berbentuk aset digital, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain. |
• | Perdagangan Aset Kripto Tempat proses jual beli Aset Kripto dengan mata uang fiat, tukar-menukar Aset Kripto dengan Aset Kripto lainnya (swap), dan tukar-menukar Aset Kripto dengan barang selain Aset Kripto dan/atau jasa. |
• | Exchanger Aset Kripto Tempat untuk memfasilitasi jual beli aset kripto, tukar-menukar antar Aset Kripto (swap) atau dompet elektronik (e-wallet). |
• | Mining Aset Kripto Tempat yang menyediakan jasa verifikasi transaksi Aset Kripto, dan jasa manajemen kelompok Penambang Aset Kripto (mining pool). |
Jenis Aset Kripto
Bitcoin dan crypto currency lainnya bukan merupakan alat pembayaran yang sah di NKRI.
Aset Kripto ditetapkan sebagai Komoditi yang dapat dijadikan Subjek Kontrak Berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka.
Dasar Hukum
Pemungut PPN
(PMK 60/PMK.03/2022 jo.PER-12/PJ/2020)
Pemungut PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui PMSE adalah :
a) | Pelaku Usaha PMSE yang ditunjuk oleh Menteri. |
b) | Pedagang Luar Negeri atau Penyedia Jasa Luar Negeri yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE dalam hal PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang berasal dari transaksi antara Pedagang Luar Negeri atau Penyedia Jasa Luar Negeri dengan Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa. |
c) | Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, PPMSE Luar Negeri, atau PPMSE Dalam Negeri yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE dalam hal Pedagang Luar Negeri atau Penyedia Jasa Luar Negeri melakukan transaksi dengan Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa melalui PPMSE Luar Negeri atau PPMSE Dalam Negeri. |
d) | Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa dalam hal pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean selain yang dipungut PPN yang tertera pada huruf b dan c. |
Pelaku Usaha PMSE yang ditunjuk oleh Menteri adalah yang telah memenuhi batasan kriteria tertentu, yaitu:
Pelaku Usaha PMSE yang belum ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE, tetapi memilih untuk ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE, dapat menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak.
a. | jumlah Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa; |
b. | jumlah pembayaran; |
c. | jumlah PPN yang dipungut; dan |
d. | jumlah PPN yang telah disetor, |
untuk setiap Masa Pajak. |
PPN Atas Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token dan Voucer
PPN atas Pulsa dan Kartu Perdana
Rantai distribusi penjualan pulsa dan kartu perdana, mulai dari:
Operator telekomunikasi => distributor utama atau tingkat 1 => server atau tingkat 2 => distributor besar atau tingkat 3 => distributor seterusnya => sampai dengan pedagang eceran.
Berdasarkan PMK 6/2021, pemungutan PPN hanya sampai distributor tingkat 2 atau server. Sehingga distributor kecil dan pengecer tidak dipungut PPN dari pulsa dan kartu perdana.
Distributor pulsa juga dapat menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak, sehingga tidak perlu membuat e-Faktur lagi.
Tarif PPN:
Contoh Perhitungan PPN Terutang atas Penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana.
Pada tanggal 2 Januari 2023 PT A menerima deposit terkait dengan penjualan Pulsa dan/atau Kartu Perdana sebesar Rp10.000.000,00 dari PT B. Pada tanggal 3 Januari 2023 PT A menjual Kartu
Perdana dan Pulsa di gerai resmi PT A kepada Tuan X seharga Rp15.000,00.
Pemungutan PPN atas penyerahan Pulsa dan/atau Kartu Perdana oleh PT A sebagai berikut:
PPN atas Token Listrik
Token adalah listrik yang termasuk barang kena pajak yang bersifat strategis sesuai dengan ketentuan pada bidang perpajakan.
Listrik dikenakan PPN jika pemakaian dayanya di atas 6600 watt. Kurang dari itu tidak kena PPN.
Berdasarkan PMK6/2021. PPN token listrik dikenakan hanya atas jasa penjualan/pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diterima penjual, bukan nilai atas token listriknya.
Tarif PPN:
Contoh Kasus
Saat seseorang membayar tagihan listrik melalui bank atau marketplace, dia akan dipungut biaya administrasi (Fee). Biayanya mulai dari Rp2.000 hingga Rp2.500 atau lebih dan tidak ada PPN listrik yang dipungut di sana.
Adapun fee yang diterima oleh bank ataupun marketplace itulah yang merupakan objek PPN. PPN dikenakan atas biaya administrasi tersebut. Bank ataupun marketplace selanjutnya harus membayar PPN atas jasa tersebut kepada negara.
Hal yang sama saat kita membeli token listrik dari distributor token. Tidak ada PPN yang dipungut di sana. Distributor token cuma memungut fee atau biaya administrasi dari masyarakat, yang membeli token.
Untuk biaya administrasi atau fee atau nilai lebih yang dipungut dari konsumen oleh distributor token merupakan objek PPN dan harus dipungut PPN. Distributor token selanjutnya harus membayar
PPN kepada negara sebanyak 11%. Sedangkan masyarakat tidak membayar PPN sama sekali atas token yang dibelinya.
PPN atas Voucher
PPN dikenakan atas imbalan atau komisi atau fee yang diterima oleh distributor voucher dari penyelenggara voucher.
Tarif PPN:
Contoh Kasus
Pak Bayu membeli voucher permainan (game) di sebuah toko. Toko itu tidak memungut PPN kepada Pak Bayu atas pembelian voucher permainan itu.
Sebaliknya yang terjadi, toko tersebut mendapatkan imbalan dari penerbit voucher.
Imbalan itulah yang akan dipungut PPN sehingga Pak Bayu sebagai pembeli voucher di toko tersebut tidak dipungut PPN.
Pak Bayu baru dikenakan PPN ketika hendak menggunakan vouchernya. Misalnya, menukarkan voucher itu di Google, yang menjual permainan itu melalui aplikasi Google Playstore.
Dengan aturan terbaru ini, memangkas pajak berganda. Dengan begitu, Pak Bayu tidak bayar PPN dua kali.
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
(PER-03/PJ/2022 s.t.d.t.d PER-11/PJ/2022 jo. SE-26/PJ/2015, SE-08/PJ/2020)
A. | Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas) digit, yaitu:
Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak, harus lengkap sesuai dengan banyaknya digit. Direktorat Jenderal Pajak memberikan NSFP kepada PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan. Misalnya, untuk tahun 2022 akan dimulai dari NSFP 000-22.00000001, dan seterusnya. Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
B. | Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
C. | Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
D. | Tata Cara Penyelesaian Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak NSFP adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Permintaan NSFP diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak dengan cara:
NSFP dengan Jumlah Tertentu hanya diberikan kepada PKP yang memenuhi syarat sebagai berikut:
|
Format Surat Pemberitahuan Kode Aktivasi
(1) | Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(2) | Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(3) | Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas. |
(4) | Diisi dengan nomor surat pemberitahuan Kode Aktivasi. |
(5) | Diisi dengan tanggal surat pemberitahuan Kode Aktivasi. |
(6) | Diisi dengan nama PKP. |
(7) | Diisi dengan NPWP PKP. |
(8) | Diisi dengan alamat PKP. |
(9) | Diisi dengan nomor surat permintaan aktivasi akun PKP. |
(10) | Diisi dengan tanggal surat permintaan aktivasi akun PKP. |
(11) | Diisi dengan Kode Aktivasi PKP. |
(12) | Diisi dengan usemame PKP. |
(13) | Diisi dengan alamat posel (email) PKP yang tercantum dalam surat permintaan aktivasi akun PKP. |
(14) | Diisi dengan tanda tangan Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan. |
(15) | Diisi dengan nama dan NIP Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan. |
surat permintaan NSFP (selain dengan jumlah tertentu).
Petunjuk Pengisian
Surat Permintaan NSFP (Selain dengan Jumlah Tertentu)
(1) | Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP sesuai dengan administrasi persuratan PKP. |
(2) | Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP ditandatangani. |
(3) | Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permintaan NSFP. |
(4) | Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(5) | Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(6) | Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP. |
(7) | Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP. Dalam hal surat permintaan NSFP ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi. |
(8) | Diisi dengan nama PKP. |
(9) | Diisi dengan NPWP PKP. |
(10) | Diisi dengan alamat PKP. |
(11) | Diisi dengan jumlah angka permintaan NSFP. |
(12) | Diisi dengan jumlah terbilang permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada angka (11). |
(13) | Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak. |
(14) | Diisi dengan Masa Pajak SPT Masa PPN. |
(15) | Diisi dengan jumlah Faktur Pajak yang dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (14). |
(16) | Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6). |
Surat permintaan NSFP dengan jumlah tertentu.
(1) | Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP sesuai dengan administrasi persuratan PKP. |
(2) | Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP ditandatangani. |
(3) | Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permintaan NSFP. |
(4) | Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(5) | Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(6) | Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP. |
(7) | Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP. Dalam hal surat permintaan NSFP ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi. |
(8) | Diisi dengan nama PKP. |
(9) | Diisi dengan NPWP PKP. |
(10) | Diisi dengan alamat PKP. |
(11) | Diisi dengan jumlah angka permintaan NSFP, yang mencerminkan proyeksi kebutuhan NSFP selama 3 (tiga) Masa Pajak. |
(12) | Diisi dengan jumlah terbilang permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada angka (11). |
(13) | Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak. |
(14) | Diisi dengan tanda silang (X) pada kotak yang sesuai dengan alasan permintaan NSFP dengan jumlah tertentu. |
(15) | Diisi dengan Masa Pajak SPT Masa PPN. |
(16) | Diisi dengan jumlah Faktur Pajak yang dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (15). Dalam hal isian pada angka (14) diisi dengan alasan pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, kolom ini diisi dengan jumlah keseluruhan Faktur Pajak yang dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh PKP tempat pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang serta seluruh PKP yang tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutangnya dipusatkan. |
(17) | Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6). |
CONTOH FORMAT SURAT PEMBERIAN NSFP DALAM BENTUK ELEKTRONIK
PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PEMBERIAN NSFP DALAM BENTUK ELEKTRONIK
(1) | Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(2) | Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(3) | Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas. |
(4) | Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak. |
(5) | Diisi dengan jumlah NSFP yang diberikan. |
(6) | Diisi dengan nama PKP. |
(7) | Diisi dengan NPWP PKP. |
(8) | Diisi dengan nomor surat pemberian NSFP dalam bentuk elektronik. |
(9) | Diisi dengan tanggal surat pemberian NSFP dalam bentuk elektronik. |
(10) | Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP. |
(11) | Diisi dengan nomor awal NSFP yang diberikan. |
(12) | Diisi dengan nomor akhir NSFP yang diberikan. |
Surat pemberian NSFP (selain dengan jumlah tertentu).
Petunjuk Pengisian
Surat Permintaan NSFP (Selain dengan Jumlah Tertentu)
(1) | Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(2) | Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(3) | Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas. |
(4) | Diisi dengan nomor surat pemberian NSFP. |
(5) | Diisi dengan tanggal surat pemberian NSFP. |
(6) | Diisi dengan nama PKP. |
(7) | Diisi dengan NPWP PKP. |
(8) | Diisi dengan alamat PKP. |
(9) | Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP. |
(10) | Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP. |
(11) | Diisi dengan jumlah NSFP yang diberikan. |
(12) | Diisi dengan nomor awal NSFP yang diberikan. |
(13) | Diisi dengan nomor akhir NSFP yang diberikan |
(14) | Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak |
(15) | Diisi dengan tanda tangan Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan. |
(16) | Diisi dengan nama dan NIP Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan. |
(1) | Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(2) | Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(3) | Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas. |
(4) | Diisi dengan nomor surat pemberian NSFP dengan jumlah tertentu. |
(5) | Diisi dengan tanggal surat pemberian NSFP dengan jumlah tertentu. |
(6) | Diisi dengan nama PKP. |
(7) | Diisi dengan NPWP PKP. |
(8) | Diisi dengan alamat PKP. |
(9) | Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP dengan jumlah tertentu. |
(10) | Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP dengan jumlah tertentu. |
(11) | Diisi dengan jumlah NSFP yang diberikan. |
(12) | Diisi dengan nomor awal NSFP yang diberikan. |
(13) | Diisi dengan nomor akhir NSFP yang diberikan. |
(14) | Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak. |
(15) | Diisi dengan tanda tangan Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan. |
(16) | Diisi dengan nama dan NIP Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan. |
SURAT PERMOHONAN CETAK ULANG KODE AKTIVASI DAN KIRIM ULANG PASSWORD
(1) | Diisi dengan nomor surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password sesuai dengan administrasi persuratan PKP. |
(2) | Diisi dengan tanggal surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password ditandatangani. |
(3) | Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password. |
(4) | Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(5) | Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan. |
(6) | Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password. |
(7) | Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password. Dalam hal surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi. |
(8) | Diisi dengan nama PKP. |
(9) | Diisi dengan NPWP PKP. |
(10) | Diisi dengan alamat PKP. |
(11) | Diisi dengan alamat posel (email) utama yang dimiliki PKP. |
(12) | Diisi dengan alamat posel (email) alternatif selain alamat posel (email) sebagaimana dimaksud pada angka (11). |
(13) | Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6). |
Approval & Validasi e-Faktur
Approval
Faktur yang telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan Faktur Pajak yang sah proses penerbitannya. Dalam hal keterangan yang tercantum pada e-Faktur merupakan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya maka e-Faktur tersebut tidak memenuhi kriteria lagi sebagai Faktur Pajak yang sah.
Berdasarkan PER-03/PJ/2022 telah diatur bahwa e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari DJP bukan merupakan Faktur Pajak.
Pada prinsipnya yang perlu dimintakan approval Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah atas:
Pengecekan Approval
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan pengecekan, meliputi:
Proses Approval
Pada bagian administrasi Faktur (baik masukan maupun keluaran) terdapat kolom status approval. Kolom ini menjelaskan status approval:
Validasi Faktur Pajak Keluaran Aplikasi e-Faktur
Validasi Faktur Pajak Masukan Aplikasi e-Faktur
Sertifikat Elektronik
Definisi Sertifikat Elektronik
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
Fungsi Sertifikat Elektronik
Sebagai prasyarat untuk mendapatkan layanan perpajakan secara elektronik (melalui akun PKP) dalam melaksanakan ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai seperti penggunaan aplikasi e-Faktur, permintaan nomor seri Faktur Pajak secara online dan layanan lainnya.
Bahwa 1 (satu) Sertifikat Elektronik diberikan untuk 1 (satu) PKP dan 1 (satu) Sertifikat Elektronik digunakan untuk 1 (satu) aplikasi e-Faktur sehingga 1 (satu) aplikasi e-Faktur tidak dapat digunakan untuk beberapa PKP, kecuali apabila PKP tersebut mempunyai cabang.
Cara Mendapatkan Sertifikat Elektronik
Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat memperoleh Sertifikat Elektronik dengan cara mengajukan permintaan Sertifikat Elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan Surat Permintaan Sertifikat Elektronik. Selanjutnya petugas di KPP akan memandu PKP untuk melakukan prosedur berikutnya.
Apabila PKP pindah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) berarti NPWP PKP tersebut akan berubah (bagian kode KPP) sehingga PKP harus meminta kembali sertifikat elektronik ke KPP yang baru. Sertifikat elektronik dari KPP lama otomatis tidak dapat digunakan.
Persyaratan dan Ketentuan Sertifikat Elektronik
Untuk memperoleh Sertifikat Elektronik, Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus melakukan langkah-langkah berikut:
Sertifikat Elektronik Expired
Sertifikat Elektronik memiliki masa berlaku yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, yaitu 2 (dua) tahun dihitung sejak tanggal Sertifikat Elektronik diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Maka masa berlaku dapat diketahui dengan menghitung sejak tanggal sertifikat elaktronik diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Secara teknis, masa berlaku sertifikat elaktronik dapat dilihat di Alat Peramban (browser) seperti Google Chrome dan Mozilla Firefox. Sebelum melakukan pegecekan masa berlaku atau tanggal expired sertifikat elektronik, pastikan kembali bahwa sebelumnya telah dilakukan instalasi Sertifikat Elektronik ke browser. Untuk pengecekan tanggal expired Sertifikat Elektronik pada browser, dapat dilakukan langkah sebagai berikut :
A. Melalui browser Google Chrome
Klik Settings → Show Advanced Settings → HTTPS/SSL → Klik Manage Certificate → Sertifikat digital akan tertampil kemudian klik view
B. Melalui browser Mozilla Firefox
Klik garis horizontal 3 di bagian kanan atas browser → Klik Option → Pilih advance → View Certificate
FORMAT FORMULIR PERMINTAAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK
FORMAT BUKTI PENERBITAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK