Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

HIGHLIGHTSDATA CENTERSUBJEK PILIHANFORUM
PeraturanTax TreatyPutusanKurs KMKKurs BITarif Bunga
Fitur
highlightsdata centersubjek pilihanforum
Informasi
About UsKebijakan PrivasiPedoman Media SiberDisclaimerKontak KamiCareer
Navigating the Coretax era with
Ortax Ecosystem
Ortax Ecosystem
pajakexpress.com | pajak101.com | taxbase.id | bsadvisory.com

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Pajak Penghasilan
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPnBM )
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Meterai
Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Pengadilan Pajak
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP)
Pajak Daerah
Bea Cukai

Bea Materai

Dasar Hukum

Istilah, Asas, dan Tujuan Pengenaan Bea Meterai

Objek dan Tarif Bea Meterai

Objek Yang Dikecualikan dari Pengenaan Bea Meterai

Saat Terutangnya Bea Meterai

Pihak Yang Terutang Bea Meterai

Cara Pelunasan

Pemeteraian Kemudian

Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Mesin Teraan Digital

Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Teknologi Percetakan

Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Sistem Komputerisasi

Ketentuan Lain-lain

Pemungut Bea Meterai

Tata Cara Pemungutan Bea Meterai

Tata Cara Pelunasan Bea Meterai yang Terutang atas Dokumen Berupa Cek dan Bilyet Giro

Fasilitas Pembebasan dari Pengenaan Bea Meterai

ReadView

Saat Terutangnya Bea Meterai
(UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 8)
 
Bea Meterai terutang pada saat :
  1. dokumen dibubuhi Tanda Tangan, untuk:
    1. surat perjanjian beserta rangkapnya;
    2. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
    3. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya.
  2. dokumen selesai dibuat, untuk:
    1. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
    2. dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
  3. dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa Dokumen tersebut dibuat, untuk:
    1. surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
    2. dokumen lelang;
    3. dokumen yang menyatakan jumlah uang.
  4. dokumen diajukan ke pengadilan, untuk Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
  5. dokumen digunakan di Indonesia, untuk Dokumen yang bersifat perdata yang dibuat di luar negeri.

Menteri dapat menentukan saat lain terutangnya Bea Meterai.

Pihak Yang Terutang Bea Meterai
(UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 9 )

Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

Berikut adalah rincian pihak-pihak yang terutang bea meterai :

  1. Dokumen yang dibuat sepihak, Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima Dokumen.
  2. Dokumen yang dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, Bea Meterai terutang oleh masing-masing pihak atas Dokumen yang diterimanya.
  3. Dokumen berupa surat berharga, Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerbitkan surat berharga.
  4. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, Bea Meterai terutang oleh pihak yang mengajukan Dokumen.
  5. Dokumen yang dibuat di luar negeri dan digunakan di Indonesia, Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima manfaat atas Dokumen.
  6. Ketentuan Pihak Yang Terutang sebagaimana yang disebut pada angka 1-5, tidak menghalangi pihak atau para pihak untuk bersepakat atau menentukan mengenai pihak yang membayar Bea Meterai.
Pemeteraian Kemudian
(UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 1)

Pemeteraian kemudian adalah pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat yang ditetapkan oleh Menteri.

Objek Pemeteraian Kemudian
(PMK Nomor 134/PMK.03/2021 Pasal 18)
  1. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sebagaimana mestinya; dan/atau
  2. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan;
 
Besarnya Pelunasan Bea Meterai Dengan Cara Pemeteraian Kemudian Beserta Sanksi Administrasi
(PMK Nomor 134/PMK.03/2021 Pasal 20 dan 21)

Bea Meterai yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian ditentukan sebagai berikut:
  1. Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat terutangnya Bea Meterai ditambah dengan sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Meterai yang terutang, dalam hal Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Objek Pemeteraian Kemudian huruf a terutang Bea Meterai sejak tanggal 1 Januari 2021;
  2. Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat terutangnya Bea Meterai ditambah dengan sanksi administratif sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang terutang, dalam hal Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Objek Pemeteraian Kemudian huruf a terutang Bea Meterai sebelum tanggal 1 Januari 2021; dan
  3. Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Pemeteraian Kemudian dilakukan atas Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Objek Pemeteraian Kemudian huruf b.
Pembayaran Bea Meterai yang terutang dilakukan dengan menggunakan:
  1. Meterai Tempel;
  2. Meterai Elektronik; atau
  3. SSP
Pembayaran sanksi administratif dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 dan kode jenis setoran 512.

Mekanisme Pemeteraian Kemudian
(PMK Nomor 134/PMK.03/2021 Pasal 22)
  1. Pemeteraian Kemudian disahkan oleh:
    (a) Pejabat Pos; atau
    (b)   Pejabat Pengawas.
  2. Pejabat Pos hanya dapat melakukan pengesahan atas pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian yang dilakukan dengan menggunakan Meterai Tempel
  3. Atas pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian yang dilakukan dengan menggunakan Meterai Tempel, Pejabat Pos atau Pejabat Pengawas harus memastikan::
    (a) Meterai tempel yang digunakan untuk pembayaran Bea Meterai yang terutang merupakan Meterai tempel yang sah dan berlaku serta belum pernah dipakai untuk pembayaran Bea Meterai atas suatu Dokumen;
    (b)   Kebenaran SSP yang telah mendapatkan NTPN yang digunakan untuk membayar sanksi administratif, dengan melakukan konfirmasi pada saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
    (c)  Kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang telah mendapatkan NTPN dengan jumlah sanksi administratif yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian; dan
    (d) Kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis setoran.
  4. Atas pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian yang dilakukan dengan menggunakan Meterai Elektonik, Pejabat Pengawas harus memastikan:
    a) Meterai Elektronik yang digunakan untuk membayar Bea Meterai yang terutang dibubuhkan melalui Sistem Meterai Elektronik;
    b)   Kebenaran SSP yang telah mendapatkan NTPN yang digunakan untuk membayar sanksi administratif, dengan melakukan konfirmasi pada saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
    c)  Kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang telah mendapatkan NTPN dengan jumlah sanksi administratif yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian; dan
    d) Kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis setoran.
  5. Atas pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian yang dilakukan dengan menggunakan SSP, Pejabat Pengawas harus memastikan:
    a) Kebenaran SSP yang telah mendapatkan NTPN yang digunakan untuk membayar Bea Meterai yang terutang dan/atau sanksi administratif, dengan melakukan konfirmasi pada saluran tertentu yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
    b)   Kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang telah mendapatkan NTPN dengan jumlah Bea Meterai yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian; dan
    c)  Kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis setoran.
  6. Jika ketentuan telah terpenuhi, Pejabat Pos atau Pejabat Pengawas dapat melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada:
    (a) Dokumen atau daftar Dokumen yang Bea Meterainya telah dibayar melalui Pemeteraian Kemudian; dan/atau
    (b)   SSP yang telah mendapatkan NTPN.
     
Format Cap Pemateraian Kemudian
(Lampiran PMK Nomor 134/PMK.03/2021)


FORMAT CAP
 
 
 

Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Teknologi Percetakan
(KEP-122c/PJ./2000; SE - 03/PJ.53/2006)

  1. Pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan hanya digunakan untuk dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun.
  2. Perusahaan yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak untuk melaksanakan pembubuhan tanda Bea Meterai lunas adalah Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI) dan/atau perusahaan sekuriti yang memperoleh ijin dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL) yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, yaitu:
    • PT Wahyu Abadi
    • PT Graficindo Megah Utama
    • PT Swadharma Eragrafindo Sarana
    • PT Jasuindo Tiga Perkasa
    • PT Sandipala Arthaputra
    • PT Aria Multi Graphia
    • PT Cicero Indonesia
    • PT Royal Standard
    • PT Stacopa Raya
      (diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 03/PJ.53/2006)
  3. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan harus melakukan pembayaran Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai, dengan menggunakan SSP ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
  4. Penerbit dokumen yang melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan harus mengajukan permohonan ijin tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai dan jumlah Bea Meterai yang telah dibayar.
  5. Perum PERURI dan perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas pada cek, bilyet giro, atau efek, harus menyampaikan laporan bulanan kepada Dirjen Pajak paling lambat tanggal 10 setiap bulan.
  6. Surat ijin dikeluarkan oleh Dirjen pajak dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.
  7. Bea Meterai yang telah dibayar atas tanda Bea Meterai Lunas yang tercetak pada cek, bilyet giro, dan efek yang belum digunakan dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai atau untuk pembubuhan tanda Bea Meterai dengan cara lainnya.
  8. Penerbit dokumen yang akan mengalihkan Bea Meterai harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan.
  9. Bea Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek yang tanda Bea Meterai Lunasnya dibubuhkan sebelum tanggal 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan menggunakan mesin teraan meterai atau meterai tempel.
  10. Bea Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek yang tanda lunasnya dibubuhkan sejak tanggal 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan menggunakan mesin teraan meterai atau dengan meterai tempel ditambah denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai kurang bayar.
Istilah, Asas, dan Tujuan Pengenaan Bea Meterai
(UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 1 dan 2)

  1. Bea Meterai adalah pajak atas Dokumen;
  2. Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan;
  3. Tanda Tangan adalah tanda sebagai lambang nama sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan atau cap nama, atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan, atau tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang informasi dan transaksi elektronik;
  4. Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas Dokumen;
  5. Pihak Yang Terutang adalah pihak yang dikenai Bea Meterai dan wajib membayar Bea Meterai yang terutang;
  6. Pemeteraian Kemudian adalah pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat yang ditetapkan oleh Menteri;
  7. Setiap Orang adalah orang perseorangan dan/atau badan, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum;
  8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pengaturan Bea Meterai dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Kesederhanaan;
Asas Kesederhanaan adalah pengaturan Bea Meterai harus dapat memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajibannya.    
b.  Efisiensi;
Asas efisiensi adalah pengaturan Bea Meterai harus berorientasi pada minimalisasi penggunaan sumber daya untuk mencapai hasil kerja yang terbaik.
c. Keadilan;
Asas keadilan adalah pengaturan Bea Meterai menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban setiap pihak yang terlibat.
d. Kepastian hukum; dan
Asas kepastian hukum adalah pengaturan Bea Meterai harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
e. Kemanfaatan.
Asas kemanfaatan adalah pengaturan Bea Meterai bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum.
    
Pengaturan Bea Meterai bertujuan untuk:
  1. Mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera;
  2. Memberikan kepastian hukum dalam pemungutan Bea Meterai;
  3. Menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat;
  4. Menerapkan pengenaan Bea Meterai secara lebih adil; dan
  5. Menyelaraskan ketentuan Bea Meterai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
    Sehubungan dengan perkembangan hukum, bisnis, dan teknologi, pengaturan mengenai Bea Meterai perlu diselaraskan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait, antara lain peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Sistem Komputerisasi
(KEP-122d/PJ./2000; S-856/PJ.02/2013)

1.  Pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi digunakan untuk dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap hari minimal sebanyak 100 dokumen.
2. Dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai, yaitu surat:
  1. yang menyebutkan penerimaan uang;
  2. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank;
  3. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank; atau
  4. yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
Pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisasi untuk dokumen selain dokumen sebagaimana dimaksud di atas adalah bentuk pelunasan Bea Meterai yang tidak sesuai dengan ketentuan, yang memiliki konsekuensi bahwa atas dokumen dimaksud dianggap tidak bermeterai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (9) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
 
3. Dokumen berupa:
  1. surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
  2. akta-akta Notaris termasuk salinannya;
  3. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya;
  4. surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; dan
  5. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
adalah objek Bea Meterai namun pelunasan Bea Meterai yang terutang-nya tidak diperkenankan menggunakan sistem komputerisasi.
 
4. Penerbit dokumen yang menggunakan sistem komputerisasi harus mengajukan ijin tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai setiap hari.
5.  Penerbit dokumen yang menggunakan sistem komputerisasi harus membayar Bea Meterai di muka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dengan menggunakan SSP ke Kas Negara melalui Bank Persepsi.
6. Penerbit dokumen yang memperoleh ijin pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi harus menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea Meterai kepada Dirjen Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
7. Ijin pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah dibayar pada saat mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1 (satu) bulan berikutnya.
8.  Penerbit dokumen yang saldo Bea Meterainya kurang dari estimasi kebutuhan satu bulan, harus mengajukan permohonan ijin baru, dengan terlebih dahulu membayar uang muka minimal sebesar kekurangan yang harus dipenuhi untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.
9. Bea Meterai yang belum digunakan karena sesuatu hal, dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai, atau pencetakan Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan.
10. Penerbit dokumen yang melakukan pengalihan Bea Meterai harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang dialihkan.
 
Pemungut Bea Meterai
(UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 10 dan 11; PMK151/PMK.03/2021)
 

Pemungutan Bea Meterai yang terutang atas Dokumen dapat dilakukan oleh pemungut Bea Meterai.

Wajib Pajak yang ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai merupakan Wajib Pajak dengan kriteria:

  1. memfasilitasi penerbitan Dokumen tertentu; dan/atau
  2. menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan Dokumen tertentu dengan jumlah lebih dari 1.000 (seribu) Dokumen dalam 1 (satu) bulan.

Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk menetapkan Wajib Pajak sebagai Pemungut Bea Meterai dengan menerbitkan surat penetapan sebagai Pemungut Bea Meterai. Penetapan sebagai Pemungut Bea Meterai mulai berlaku terhitung sejak awal bulan berikutnya setelah tanggal surat penetapan.

Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tetapi belum ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai dapat menyampaikan surat pemberitahuan untuk ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai. Surat pemberitahuan dapat disampaikan melalui:

  1. alamat posel (email);
  2. aplikasi; atau
  3. sistem,
    yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Surat pemberitahuan dapat menjadi pertimbangan bagi Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk untuk menetapkan Wajib Pajak sebagai Pemungut Bea Meterai.

Pemungut Bea Meterai wajib :

  1. memungut Bea Meterai yang terutang atas Dokumen tertentu dari Pihak Yang Terutang;
  2. menyetorkan Bea Meterai ke kas negara; dan
  3. melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.

Pemungut Bea Meterai yang tidak melaksanakan kewajiban pemungutan yang disebut dalam huruf a dan/atau b, akan diterbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Jumlah kekurangan Bea Meterai dalam surat ketetapan pajak didasarkan pada Bea Meterai yang tidak atau kurang dipungut dan/atau tidak atau kurang disetor, ditambah sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dipungut dan/atau tidak atau kurang disetor.

Pemungut Bea Meterai yang :

  1. terlambat menyetorkan Bea Meterai; dan/atau
  2. tidak atau terlambat melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai,

akan diterbitkan surat tagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Ketentuan Lain-lain

Daluwarsa (UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 23)

Bea Meterai yang terutang menjadi kedaluwarsa setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutang. Hal ini berlaku untuk semua Dokumen.
 
 
Ketentuan Pidana (UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 24, 25, dan 26)

Sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHP”), maka :

Setiap Orang yang:

  1. Meniru atau memalsu Meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai Meterai tersebut sebagai Meterai asli, tidak dipalsu, atau sah; atau
  2. Dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, membuat Meterai dengan menggunakan cap asli secara melawan hukum, termasuk membuat Meterai elektronik dan Meterai dalam bentuk lain, secara melawan hukum,

Akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Setiap Orang yang memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual, atau memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia:

  1. Meterai yang dipalsu atau dibuat secara melawan hukum seolah-olah asli, tidak dipalsu, dan dibuat secara tidak melawan hukum; atau
  2. Barang yang dibubuhi Meterai sebagaimana dimaksud dalam huruf a, seolah-olah barang tersebut asli, tidak dipalsu, dan dibuat secara tidak melawan hukum,

Akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Setiap Orang yang:

  1. Menghilangkan tanda yang gunanya untuk menunjukkan suatu Meterai tidak dapat dipakai lagi pada Meterai Pemerintah Republik Indonesia yang telah dipakai dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakainya seolah-olah Meterai tersebut belum dipakai;
  2. Dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, menghilangkan Tanda Tangan, ciri, atau tanda saat dipakainya Meterai Pemerintah Republik Indonesia yang telah dipakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku harus dibubuhkan di atas atau pada Meterai tersebut; atau
  3. memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual, atau memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Meterai yang tandanya, Tanda Tangannya, cirinya, atau tanggal dipakainya dihilangkan, seolah-olah Meterai tersebut belum dipakai,

Akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

 
Larangan Bagi Pejabat yang Berwenang  (UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 21)

Pejabat yang berwenang dalam menjalankan tugas atau jabatannya, dilarang:

  1. Menerima, mempertimbangkan, atau menyimpan Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar;
  2. Melekatkan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar pada Dokumen lain yang berkaitan;
  3. Membuat salinan, tembusan, rangkap, atau petikan dari Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar; dan/atau
  4. Memberikan keterangan atau catatan pada Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar.

Setiap Pelanggaran terhadap ketentuan ini, akan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Objek Yang Dikecualikan dari Pengenaan Bea Meterai
(UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 7)

Objek yang dikecualikan dari pengenaan Bea Meterai adalah :

  1. Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang :
    1. surat penyimpanan barang;
    2. konosemen;
    3. surat angkutan penumpang dan barang;
    4. bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
    5. surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; dan
    6. surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai angka 5).
  2. segala bentuk Ijazah;
  3. tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu;
  4. tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  5. kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank, dan lembaga lainnya.
  6. tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
  7. dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah;
    dokumen yang menyebutkan simpanan uang mencakup dokumen yang berisi pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam simpanan nasabah di rekening di bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang dan/atau berisi pemberitahuan saldo atas simpanan tersebut. Contoh : tabungan dan giro.
    dokumen yang menyebutkan simpanan surat berharga mencakup pula dokumen yang berisi pembukuan, penyimpanan, kepemilikan, atau pemberitahuan saldo surat berharga nasabah di kustodian. Contoh : statement of account.
    Kustodian adalah kustodian sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pasar modal.
  8. surat gadai;
  9. tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan
  10. dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter.
    dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter antara lain Dokumen penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Diskonto Bank Indonesia (SDBI), repurchase agreement (Repo) dan reverse repurchase agreement surat berharga, Dokumen swap termasuk swap lindung nilai, Dokumen transaksi USD Repo, Dokumen pembelian wesel ekspor berjangka, serta Dokumen penempatan berjangka.

Tata Cara Pelunasan Bea Meterai yang Terutang atas Dokumen Berupa Cek dan Bilyet Giro
(PER - 01/PJ/2021 stdtd PER - 11/PJ/2021; SE - 01/PJ/2021)

  1. Bea Meterai dikenakan atas Dokumen berupa cek atau bilyet giro dengan tarif tetap sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).
  2. Saat terutang Bea Meterai yaitu pada saat cek atau bilyet giro selesai dibuat. Bea Meterai tersebut terutang oleh Pihak Yang Terutang. Pihak Yang Terutang merupakan pihak yang menerbitkan cek dan/atau bilyet giro.
  3. Dalam hal cek atau bilyet giro belum selesai dibuat tetapi telah dibubuhi tanda Bea Meterai lunas dengan menggunakan teknologi percetakan dengan tarif Bea Meterai yang lebih kecil daripada Bea Meterai yang seharusnya terutang, maka Pihak Yang Terutang atau Bank Penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet giro harus melunasi selisih kurang Bea Meterai yang terutang.
  4. Pelunasan selisih kurang Bea Meterai yang terutang dilakukan dengan menggunakan:
    1. Mesin teraan meterai digital; atau
      Pelunasan selisih kurang Bea Meterai dengan menggunakan mesin teraan meterai digital dilakukan dengan membubuhkan teraan Bea Meterai lunas pada cek dan/atau bilyet giro. Pembubuhan teraan Bea Meterai lunas dilakukan oleh:
      (a)   Pihak Yang Terutang;
      (b)  Bank Penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet giro; atau
      (c) Pihak lain yang telah memiliki izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dengan menggunakan mesin teraan meterai digital.

      Teraan Bea Meterai lunas paling sedikit memiliki unsur-unsur:
      a) Tulisan nama pembubuh teraan Bea Meterai lunas;
      b) Tulisan nominal selisih kurang Bea Meterai; dan
      c) Tulisan tanggal, bulan, dan tahun dilaksanakannya pembubuhan teraan Bea Meterai lunas.
       
    2. SSP
      Pelunasan selisih kurang Bea Meterai dengan menggunakan SSP sebagaimana dimaksud dalam dilakukan dengan membayar selisih kurang Bea Meterai ke kas negara dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 dan kode jenis setoran 100. Formulir SSP atau Kode Billing harus memuat keterangan mengenai nomor seri cek dan/atau bilyet giro. Atas pelunasan selisih kurang Bea Meterai dengan menggunakan SSP, maka:
      (a)  Pihak Yang Terutang; atau
      (b) Bank Penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet,
      dapat meminta cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai ke KPP (Contoh Format Formulir Permintaan Pembubuhan Cap Bukti Pelunasan Selisih Kurang Bea Materai dapat dilihat pada Lampiran SE - 01/PJ/2021).
             
      Permintaan cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai dilakukan dengan melampirkan:
      a)  Cek dan/atau bilyet giro yang akan dibubuhi cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai; dan
      b)  SSP yang telah mendapatkan NTPN.
         

Format Cap Bukti Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai
(SE - 01/PJ/2021)

Cap bukti pelunasan selisih kurang Bea Meterai paling sedikit memiliki unsur-unsur:

  1. tulisan "BEA METERAI LUNAS"; dan
  2. tulisan nominal selisih kurang Bea Meterai.


FORMAT CAP
 
Ukuran :
- lebar maksimal 1 cm
- panjang maksimal 3 cm

Tata Cara Pemungutan Bea Meterai

(UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 11 jo, PMK Nomor 151/PMK.03/2021)

 
Pemungutan Bea Meterai dilakukan pada saat:
  1. Dokumen diterima dari Pembuat Meterai, untuk Dokumen tertentu;
  2. Dokumen selesai dibuat oleh pihak yang menerbitkan atau memfasilitasi penerbitan Dokumen, untuk Dokumen tertentu; atau
  3. Dokumen diserahkan kepada Pihak Yang Terutang, untuk Dokumen tertentu..

Pemungutan Bea Meterai dilakukan dengan membubuhkan:

  1. Meterai Percetakan pada Dokumen tertentu melalui Pembuat Meterai; atau
  2. Meterai Elektronik pada Dokumen tertentu

Untuk kebutuhan pembubuhan Meterai Elektronik, Pemungut Bea Meterai dapat meminta Meterai Elektronik dari Distributor. Permintaan Meterai Elektronik paling banyak sebesar kebutuhan pemeteraian untuk 1 (satu) Masa Pajak pada 2 (dua) bulan pertama terhitung sejak ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai.

Untuk kebutuhan pembubuhan Meterai Elektronik Masa Pajak berikutnya, Pemungut Bea Meterai dapat meminta Meterai Elektronik dari Distributor setelah melakukan penyetoran Bea Meterai yang terutang untuk Masa Pajak sebelumnya yang telah menjadi kewajibannya.

Dalam hal pembubuhan Meterai Elektronik tidak memungkinkan untuk dilakukan yang disebabkan oleh kegagalan Sistem Meterai Elektronik, Pemungut Bea Meterai tetap wajib memungut Bea Meterai dengan membuat daftar Dokumen yang tidak dapat dibubuhi Meterai Elektronik yang dilampirkan dalam SPT Masa Bea Meterai.

Dalam hal diminta oleh Pihak Yang Terutang, Pemungut Bea Meterai harus membuat penjelasan tertulis bahwa Bea Meterai yang terutang atas Dokumen yang tidak dapat dibubuhi Meterai Elektronik telah disetorkan ke kas negara dan dilaporkan dalam SPT Masa Bea Meterai.

Fasilitas Pembebasan dari Pengenaan Bea Meterai
(UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 22)
 
Bea Meterai yang terutang dapat diberikan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
  1. Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi suatu daerah akibat bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam;
  2. Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang semata-mata bersifat keagamaan dan/atau sosial yang tidak bersifat komersial;
  3. Dokumen dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan; dan/atau
  4. Dokumen yang terkait pelaksanaan perjanjian internasional yang telah mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perjanjian internasional atau berdasarkan asas timbal balik.
Cara Pelunasan
(UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 12 jo. PMK Nomor 134/PMK.03/2021)

Pada dasarnya pembayaran Bea Meterai yang terutang pada dokumen dilakukan dengan menggunakan :

1.  Meterai

Pelunasan dengan benda meterai ini berupa:
a. Meterai Tempel
Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai tempel dilakukan dengan membubuhkan Meterai Tempel yang sah dan berlaku serta belum pernah dipakai untuk pembayaran Bea Meterai atas suatu Dokumen, pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. Pembubuhan Meterai tempel dilakukan dengan:
(a) Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di tempat Tanda Tangan akan dibubuhkan; dan
(b)   Tanda Tangan dibubuhkan sebagian di atas kertas dan sebagian di atas Meterai tempel disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukannya penandatanganan.
                  
b.  Meterai Elektronik
Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Elektronik dilakukan dengan membubuhkan Meterai Elektronik melalui Sistem Meterai Elektronik pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. Pembubuhan Meterai Elektronik dilakukan dengan memperhatikan petunjuk penggunaan yang merupakan satu kesatuan dengan Sistem Meterai Elektronik.
Meterai Elektronik memiliki kode unik dan keterangan tertentu. Kode unik berupa 22 (dua puluh dua) digit nomor seri Meterai Elektronik yang dihasilkan oleh Sistem Meterai Elektronik. Sedangkan Keterangan tertentu terdiri atas:
(a) gambar lambang negara Garuda Pancasila;
(b)   tulisan “METERAI ELEKTRONIK”; dan
(c)  angka dan tulisan yang menunjukkan tarif Bea
   
c. Meterai dalam bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai dalam bentuk lain meliputi:
(a) Meterai Teraan
Meterai teraan hanya digunakan untuk pembayaran Bea Meterai oleh Pihak Yang Terutang yang telah memiliki izin untuk mencetak atau membuat Meterai teraan. Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai teraan dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang dibuat dengan menggunakan mesin teraan meterai digital pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. Apabila Dokumen terdiri atas dua lembar atau lebih, Meterai teraan dibubuhkan pada lembar pertama Dokumen.
Meterai teraan berwarna merah dan memiliki unsur-unsur yang meliputi:
  1. logo Kementerian Keuangan;
  2. tulisan "Direktorat Jenderal Pajak";
  3. logo dan/atau tulisan nama Pembuat Meterai;
  4. tulisan "METERAI TERAAN";
  5. angka yang menunjukkan tarif Bea Meterai;
  6. tanggal, bulan, dan tahun pembubuhan;
  7. nomor mesin; dan
  8. kode unik.
(b)   Meterai Komputerisasi;
Meterai komputerisasi hanya digunakan untuk pembayaran Bea Meterai oleh Pihak Yang Terutang yang telah memiliki izin untuk mencetak atau membuat Meterai komputerisasi. Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang dibuat dengan menggunakan sistem komputerisasi pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. Apabila Dokumen terdiri atas dua lembar atau lebih, Meterai komputerisasi dibubuhkan pada lembar pertama Dokumen.
Meterai komputerisasi memiliki unsur-unsur yang meliputi:
  1. tulisan "BEA METERAI LUNAS"; dan
  2. angka yang menunjukkan tarif Bea Meterai.
(c)  Meterai Percetakan
Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai percetakan dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang dibuat dengan menggunakan teknologi percetakan pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. Pembubuhan Meterai yang dibuat dengan menggunakan teknologi percetakan  hanya dilakukan dalam rangka pemungutan Bea Meterai atas Dokumen berupa cek dan bilyet giro. Pembubuhan Meterai yang dibuat dengan menggunakan teknologi percetakan sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh Pembuat Meterai yang telah memiliki izin untuk mencetak atau membuat Meterai percetakan.
Meterai percetakan memiliki unsur-unsur yang meliputi:
  1. tulisan "METERAI PERCETAKAN";
  2. logo Kementerian Keuangan;
  3. angka yang menunjukkan tarif Bea Meterai; dan
  4. nama Pembuat Meterai.
      
2.  Surat Setoran Pajak (SSP)

SSP hanya digunakan untuk pembayaran Bea Meterai oleh Pihak Yang Terutang dalam hal:
  1. Pemeteraian Kemudian dengan jumlah lebih dari 50 (lima puluh) Dokumen;
  2. Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel tidak memungkinkan untuk dilakukan karena Meterai Tempel tidak tersedia atau tidak dapat digunakan; atau
  3. Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Elektronik tidak memungkinkan untuk dilakukan karena terjadi kegagalan Sistem Meterai Elektronik.
Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan SSP dilakukan dengan:
  1. menyetorkan Bea Meterai yang terutang ke kas negara dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 dan kode jenis setoran 100;
  2. membuat daftar Dokumen, dalam hal pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan SSP dilakukan atas 2 (dua) atau lebih Dokumen yang terutang Bea Meterai;
  3. melekatkan SSP sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang telah mendapatkan NTPN dengan Dokumen yang terutang Bea Meterai atau daftar Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
  
Bentuk, ukuran, warna meterai tempel, dan kertas meterai, demikian pula pencetakan, pengurusan, penjualan serta penelitian keabsahannya ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.03/2021.
 
Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Mesin Teraan Digital
(PER-66/PJ/2010)

Wajib Pajak yang bermaksud melakukan pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital harus mengajukan Surat Permohonan Izin kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan melampirkan data sebagai berikut:
  1. Surat Keterangan Layak Pakai dari distributor Mesin Teraan Meterai Digital; dan
  2. Surat Pernyataan Kepemilikan Mesin Teraan Meterai Digital.
Wajib Pajak yang bermaksud menggunakan Mesin Teraan Meterai Digital untuk membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas harus menyetor deposit sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) atau kelipatannya, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas Negara melalui Kantor Penerima Pembayaran.
 
Penyetoran deposit sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) atau kelipatannya harus tercantum dalam satu Surat Setoran Pajak dengan Kode Akun Pajak 411611 dan Kode Jenis Setoran sebagai berikut :
  1. Digit pertama adalah angka "2" yaitu kode untuk pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital, dan
  2. Digit kedua dan ketiga diisi:
    1) angka "01", dalam hal Wajib Pajak hanya memiliki 1 (satu) unit Mesin Teraan Meterai Digital; atau
    2)   sesuai dengan nomor urut dilakukannya pendaftaran Mesin Teraan Meterai Digital dalam hal Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) unit Mesin Teraan Meterai Digital.
Wajib Pajak harus menyetor ulang deposit dalam hal terjadi kesalahan sebagai berikut:
  1. Melakukan penyetoran deposit namun tidak sebesar Rp 15.000.000,- ­(lima belas juta rupiah) atau kelipatannya dalam satu Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) PER-66/PJ/2010.;
  2. Melakukan penyetoran deposit namun tidak menggunakan Kode Akun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) PER-66/PJ/2010.;
  3. Melakukan penyetoran deposit namun tidak menggunakan Kode Jenis Setoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) PER-66/PJ/2010.; atau
  4. Identitas Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak yang berbeda dengan identitas Wajib Pajak pada Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital.
Kesalahan tersebut menyebabkan Aplikasi Kode Deposit tidak dapat membangkitkan (generate) Kode Deposit dan Wajib Pajak dapat melakukan Pemindahbukuan.
 
Wajib Pajak setelah membayar deposit Mesin Teraan Meterai Digital akan memperoleh Kode Deposit paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal pembayaran deposit dilakukan. Agar dapat menggunakan Mesin Teraan Meterai Digital, Wajib Pajak harus memasukan Kode Deposit tersebut ke dalam Mesin Teraan Meterai Digital yang akan digunakan, baik secara manual (entry langsung) maupun menggunakan cara lain sesuai dengan spesifikasi Mesin Teraan Meterai Digital yang akan digunakan.
Kesalahan prosedur dalam memasukan Kode Deposit mengakibatkan Mesin Teraan Meterai Digital terkunci, dan hanya dapat dibuka kembali melalui prosedur unlock (pembukaan) sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-66/PJ/2010.
 
Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital dicabut dalam hal:
  1. Mesin Teraan Meterai Digital mengalami kerusakan sehingga tidak dapat digunakan lagi;
  2. Wajib Pajak mengajukan pencabutan izin pembubuhan; atau
  3. Kantor Pelayanan Pajak menemukan Mesin Teraan Meterai Digital digunakan tidak sesuai dengan izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas.
Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital dapat dibetulkan dalam hal terdapat kesalahan data akibat salah tulis atau salah input kedalam Aplikasi e-Meterai.
 
Tata cara pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital, ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-66/PJ/2010.
 
Dasar Hukum  
  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Meterai
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2021 Tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Dari Pengenaan Bea Meterai
  5. Peraturan Menteri Keuagan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2023 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2021 Tentang Penetapan Pemungut Bea Meterai Dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Bea Meterai
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.03/2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 Tentang Pengadaan, Pengelolaan, Dan Penjualan Meterai
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.03/2021 tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel, Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, serta Pemeteraian Kemudian.
  9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133c/KMK.04/2000 Tentang Pemusnahan Benda Meterai
  10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 66/PJ/2010 Tentang Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital
  11. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 27/PJ/2013 Tentang Pelaksana Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Teknologi Percetakan
  12. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 01/PJ/2021 Tentang Tata Cara Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai Yang Terutang Atas Dokumen Berupa Cek dan Bilyet Giro
  13. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 11/PJ/2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2021 Tentang Tata Cara Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai Yang Terutang Atas Dokumen Berupa Cek Dan Bilyet Giro
  14. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 26/PJ/2021 Tentang Tata Cara Pemungutan Bea Meterai Dalam Hal Terjadi Kegagalan Sistem Meterai Elektronik
  15. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 2/PJ/2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2021 Tentang Tata Cara Pemungutan Bea Meterai Dalam Hal Terjadi Kegagalan Sistem Meterai Elektronik
  16. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-122a/PJ./2000 Tentang Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Benda Meterai
  17. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 Tentang Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Teknologi Percetakan
  18. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 Tentang Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Sistem Komputerisasi
  19. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 29/PJ.5/2000 Tentang Dokumen Perbankan Yang Dikenakan Bea Meterai
  20. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 01/PJ/2021 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembubuhan Cap Bukti Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai
  21. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 56/PJ/2021 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Dan Pencabutan Penetapan Pemungut Bea Meterai
  22. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 07/PJ/2022 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembubuhan Cap Pemeteraian Kemudian
  23. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-856/PJ.02/2013 Tentang Penegasan Atas Pemberian Dan Penggunaan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Sistem Komputerisasi
  24. Siaran Pers Nomor SP-02/2021 Tentang Inilah Wajah Baru Meterai Tempel 2021
Objek dan Tarif Bea Meterai
(UU Nomor 10 Tahun 2020 Pasal 3 dan 5)

Pada hakekatnya objek untuk bea meterai adalah dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Besarnya tarif tetap bea meterai yaitu Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).

a. Surat perjanjian surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya.
Surat lainnya yang sejenis adalah surat yang sejenis dengan surat pernyataan, antara lain surat kuasa, surat hibah, dan surat wasiat.
Rangkap adalah satuan dari jumlah Dokumen. Sebagai contoh, surat perjanjian yang dibuat oleh 2 (dua) pihak dalam 2 (dua) rangkap, maka masing-masing Dokumen terutang Bea Meterai.
b. Akta Notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya.
Grosse, salinan, dan kutipan akta adalah sesuai dengan pengertian sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang jabatan notaris.
Pada prinsipnya, Bea Meterai hanya dikenakan 1 (satu) kali untuk setiap Dokumen. Hal ini mengandung arti bahwa grosse, salinan, dan kutipan akta notaris dikenai Bea Meterai yang sama dengan aslinya.
c. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) beserta salinan dan kutipannya.
Salinan akta adalah salinan kata demi kata dari seluruh akta dan pada bagian bawah salinan akta tercantum frasa "diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya".
Kutipan akta adalah kutipan kata demi kata dari 1 (satu) atau beberapa bagian dari akta dan pada bagian bawah kutipan akta tercantum frasa "diberikan sebagai KUTIPAN".
d. Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Surat berharga meliputi saham, obligasi, cek, bilyet giro, aksep, wesel, sukuk, surat utang, warrant, option, deposito, dan sejenisnya, termasuk surat kolektif saham atau sekumpulan surat berharga lainnya. Sebagai contoh, penerbitan 100 (seratus) lembar saham yang dituangkan dalam 1 (satu) surat kolektif saham, maka Bea Meterai hanya terutang atas surat kolektif sahamnya saja.
e. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Dokumen transaksi surat berharga antara lain bukti atas transaksi pengalihan surat berharga yang dilakukan di dalam bursa efek berupa trade confirmation atau bukti atas transaksi pengalihan surat berharga lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk Dokumen berupa akta notaris, kuitansi, atau Dokumen lainnya, yang digunakan sebagai bukti atas transaksi pengalihan surat berharga yang dilakukan di luar bursa efek.
Dokumen transaksi kontrak berjangka antara lain bukti atas transaksi pengalihan kontrak komoditas berjangka dan kontrak berjangka efek dengan nama dan dalam bentuk apa pun, baik yang dilakukan di dalam bursa efek maupun bursa berjangka
f. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang.
Kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang adalah sesuai dengan pengertian sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang lelang.
g. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang:
  1. menyebutkan penerimaan uang; atau
  2. berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
Jumlah uang ataupun nilai nominal ini juga dimaksudkan jumlah uang ataupun nilai nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing. Untuk menentukan nilai rupiahnya, jumlah uang atau nilai nominal tersebut dikalikan dengan nilai tukar yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat Dokumen itu dibuat sehingga dapat diketahui apakah Dokumen tersebut dikenai atau tidak dikenai Bea Meterai.
h. Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Desain Meterai Tempel
(PMK Nomor 134/PMK.03/2021; SP - 02/2021)

Berikut ciri-ciri meterai baru desain tahun 2021, nominal Rp. 10.000 :

Berdasarkan PMK Nomor 4/PMK.03/2021, beberapa ciri meterai desain baru antara lain :

  1. Ciri Umum Meterai Tempel
    Ciri umum pada Meterai Tempel terdiri atas :
    1. gambar lambang negara Garuda Pancasila;
    2. tulisan “METERAI TEMPEL”;
    3. angka “10000” dan tulisan “SEPULUH RIBU RUPIAH” yang menunjukkan tarif Bea Meterai;
    4. teks mikro modulasi “INDONESIA”;
    5. blok ornamen khas Indonesia; dan
    6. tulisan “TGL. 20”
  2. Ciri Khusus Meterai Tempel
    Ciri khusus pada Meterai Tempel terdiri atas :
    1. berbentuk segi empat;
    2. warna dominan merah muda;
    3. perekat pada sisi belakang;
    4. serat berwarna merah dan kuning yang tampak pada kertas;
    5. garis hologram pengaman berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara  Garuda Pancasila, gambar bintang, logo Kementerian Keuangan, dan tulisan “djp”;
    6. efek raba pada ciri umum;
    7. efek perubahan warna dari magenta menjadi hijau pada blok ornamen khas Indonesia;
    8. gambar raster berupa logo Kementerian Keuangan dan tulisan “djp”;
    9. gambar ornamen khas Indonesia;
    10. pola motif khusus;
    11. 17 (tujuh belas) digit nomor seri;
    12. sebagian cetakan berpendar kuning di bawah sinar ultraviolet; dan
    13. perforasi berbentuk bintang pada bagian tengah di sebelah kanan, bentuk oval di sisi kanan dan kiri, dan bentuk bulat di setiap sisinya.