Pajak Penghasilan sebagai Pajak Subjektif
Pajak Penghasilan sebagai Pajak Langsung
Pajak Penghasilan sebagai Pajak Pusat atau Pajak Negara
Dasar Hukum
Pengertian
Penggolongan Subjek Pajak
Wajib Pajak
Penentuan Tempat Tinggal atau Tempat Kedudukan
Kewajiban Pajak Subjektif
Tidak termasuk sebagai Subjek Pajak
OBJEK PAJAK
OBJEK PAJAK FINAL
BUKAN OBJEK PAJAK
Dasar Hukum
Pengertian
Jenis-jenis BUT
Penghasilan BUT
Penghasilan Kena Pajak BUT
Dasar Hukum
Biaya-biaya yang Dapat Dikurangkan
Biaya-biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan
Biaya Bunga
Biaya Entertainment
Selisih Kurs Mata Uang Asing
Pembentukan Cadangan
Penggantian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu
Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan
Pengeluaran/Biaya Perolehan Perangkat Lunak (Software) Komputer
Zakat
Pajak Masukan PPN Yang Tidak Dapat Dikreditkan
Imbalan Bunga yang diterima Wajib Pajak
Dividen Terselubung & Saham Bonus
Dasar Hukum
Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penentuan Besarnya PTKP
PTKP Atas Warisan
Dasar Hukum
Penghasilan Wanita Kawin
Penghasilan Anak Belum Dewasa
Dasar Hukum
Penyusutan
Jenis-jenis Harta Berwujud
Penyusutan atas Perbaikan Aset
Penyusutan di Bidang Usaha Tertentu
Amortisasi
Dasar Hukum
Pengertian
Syarat Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Cara Penghitungan
Dasar Hukum
Pengertian
Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Internasional
Asuransi Luar Negeri
Pengeboran minyak, gas dan panas bumi
Usaha Dagang Asing
Bangun Guna Serah (Build, Operate, and Transfer)
Dasar Hukum
Pengertian
Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN)
Wajib Pajak Luar Negeri
Orang Pribadi Dalam Bagian Tahun Pajak
Bagian Tahun Buku
Dasar Hukum
Tarif Pajak
Penurunan Tarif
Perubahan lapisan Penghasilan Kena Pajak
Pembulatan Penghasilan Kena Pajak
Dasar Hukum
Objek Pemotongan PPh Pasal 21
Pemotong PPh
Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun
PPh Pasal 21 atas Hadiah Saham kepada Pegawai
Pengalihan Dana Pensiun ke Perusahaan Asuransi Jiwa
Penghitungan PPh Pasal 21
Tunjangan Pajak
Pelaporan PPh Pasal 21/26
Dasar Hukum
Objek Pemungutan
Pemungut Pajak
Tarif Pemungutan PPh Pasal 22
Dasar Hukum
Objek Pemotongan
Pemotong Pajak
Tarif Pemotongan PPh Pasal 23
Jenis-Jenis Jasa Lain yang Dikenakan PPh Pasal 23
Jasa Selain PMK 141/PMK.03/2015
Sewa Angkutan Darat
Dasar Hukum
Subjek Pemotongan
Pemotong Pajak
Tarif Pemotongan PPh Pasal 26
Sifat Pemotongan PPh Pasal 26
Dasar Hukum
Pengertian
Saat terutang, saat pemotongan atau pemungutan
Dasar Hukum
Kredit Pajak Luar Negeri
Dasar Hukum
Ketentuan Pembayaran Angsuran Bulanan
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Berhak atas Kompensasi Kerugian
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Mengalami Perubahan Keadaan Usaha
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Menyampaikan SPT Lewat Batas Waktu
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Membetulkan SPT Tahunan PPh
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru
PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Bank
PPh Pasal 25 Bagi BUMN/BUMD
PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
PPh Pasal 25 untuk Karyawan yang Bekerja Lebih Dari Satu Pemberi Kerja
PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak BUT Pengeboran Minyak dan Gas Bumi
PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya
Penghitungan PPh Pasal 25 Sehubungan dengan Penurunan Tarif PPh Badan
PPh Pasal 25 bagi wajib pajak yang berusaha dalam bidang penambangan umum dalam rangka kontrak Karya yang pengenaan pajaknya berdasarkan Ordonansi Pajak Perseroan 1925
Dasar Hukum
Kredit Pajak Penghasilan
Pajak Lebih Dibayar
Pajak Kurang Dibayar
Dasar Hukum
Permohonan Penilaian Kembali
Prosedur Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Dasar Hukum
Bentuk Fasilitas
Dasar Hukum
Pengertian
Prosedur Permohonan Penggunaan Nilai Buku
Perlakuan Perpajakan atas Penggabungan, Peleburan, dan Pemekaran Usaha
Dasar Hukum
Cadangan Reklamasi Pertambangan
Dasar Hukum
Pengertian
Mekanisme PPh atas Jasa Maklon
Dasar Hukum
Aspek Perpajakan
Dasar Hukum
Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019
Insentif PPh DTP
Pajak Penghasilan sebagai Pajak Subjektif
a. | Metode garis lurus (straight-line method) yaitu metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan yang dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut. |
b. | Metode saldo menurun (declining-balance method) yaitu metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Metode ini tidak dapat digunakan untuk menghitung penyusutan atas bangunan. |
1. | untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. |
2. | dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak diperkenankan pada bulan harta digunakan untuk 3M (mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan) atau pada bulan harta mulai menghasilkan. |
3. | dalam bidang usaha tertentu dimulai pada:
|
Tahun | Tarif | Penyusutan | Nilai Sisa Buku |
Harga Perolehan | 100.000.000,00 | ||
2022 | 6/12 x 50% | 25.000.000,00 | 75.000.000,00 |
2023 | 50% | 37.500.000,00 | 37.500.000,00 |
2024 | 50% | 18.750.000,00 | 18.750.000,00 |
2025 | 50% | 9.375.000,00 | 9.375.000,00 |
2026 | Disusutkan sekaligus | 9.375.000,00 | 0 |
- | Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal. |
- | Dalam hal harta yang tidak boleh disusutkan secara fiskal tersebut dijual (dialihkan), keuntungannya merupakan obyek PPh, yang dihitung dari selisih antara harga jual (nilai pasar) dengan harga perolehan. Dalam hal selisihnya negatif (rugi), kerugian tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya. |
Kelompok Harta Berwujud | Masa Manfaat | Tarif Penyusutan Metode Garis Lurus |
Tarif Penyusutan Metode Saldo Menurun |
|
I. | Bukan Bangunan | |||
Kelompok I | 4 Tahun | 25% | 50% | |
Kelompok II | 8 Tahun | 12,5% | 25% | |
Kelompok III | 16 Tahun | 6,25% | 12,5% | |
Kelompok IV | 20 Tahun | 5% | 10% | |
II. | Bangunan : | |||
Permanen | 20 Tahun | 5% | ||
Tidak Permanen | 10 Tahun | 10% |
Tahun | Tarif | Penyusutan | Nilai Sisa Buku |
Harga Perolehan | 150.000.000,00 | ||
2009 | 50% | 75.000.000,00 | 75.000.000,00 |
2010 | 50% | 37.500.000,00 | 37.500.000,00 |
2011 | 50% | 18.750.000,00 | 18.750.000,00 |
2012 | Disusutkan sekaligus | 18.750.000,00 | 0 |
Nomor | Jenis Usaha | Jenis Harta |
1 | Semua jenis usaha |
|
2 | Pertanian, perkebunan, kehutanan, | Alat yang digerakkan bukan dengan mesin seperti cangkul, peternakan, perikanan, garu dan lain-lain. |
3 | Industri makanan dan minuman | Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti, huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet, dan sejenisnya. |
4 | Transportasi dan Pergudangan | Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan umum. |
5 | Industri semi konduktor | Falsh memory tester, writer machine, biporar test system, elimination (PE8-1), pose checker. |
6 | Jasa Persewaan Peralatan Tambat Air Dalam | Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel Buoys, Steel Wire Ropes, Mooring Accessoris. |
7 | Jasa telekomunikasi selular | Base Station Controller |
Nomor | Jenis Usaha | Jenis Harta |
1 | Semua jenis usaha |
|
2 | Pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan |
|
3 | Industri makanan dan minuman |
|
4 | Industri Pengolahan Tembakau | Mesin yang menghasilkan/memproduksi hasil olahan tembakau, seperti mesin rajang tembakau, mesin linting rokok, dan sejenisnya. |
5 | Industri mesin | Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin ringan (misalnya mesin jahit, pompa air). |
6 | Perkayuan, kehutanan |
|
6 | Konstruksi | Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane buldozer dan sejenisnya. |
8 | Transportasi dan Pergudangan |
|
9 | Telekomunikasi |
|
10 | Industri semi konduktor | Auto Frame Loader, Automatic Logic Handler, Baking Oven, Bali Shear Tester, Bipolar Test Handler (Automatic), Cleaning Machine, Coating Machine, Curing Oven, Cutting Press, Dambar Cut Machine, Dicer, Die Bonder, Die Shear Test, Dynamic Burn-in System Oven, Dynamic Test Handler, Eliminator (PGE-01), Full Automatic Handler, Full Automatic Mark, Hand Maker, Individual Mark, Inserter Remover Machine, Laser Marker (FUM A-01), Logic Test System, Marker (Mark), Memory Test System, Molding, Mounter, MPS Automatic, MPS Manual, O/S Tester Manual, Pass Oven, Pose Checker, Re-form Machine, SMD Stocker, Taping Machine, Tiebar Cut Press, Trimming/Forming Machine, Wire Bonder, Wire Pull Tester |
11 | Jasa Persewaan Peralatan Tambat Air Dalam | Spoolling Machines, Metocean Data Collector |
12 | Jasa Telekomunikasi Seluler | Mobile Switching Center, Home Location Register, Visitor Location Register, Authentication Center, Equipment Identity Register, Intelligent Network Service Control Point, Intelligent Network Service Management Point, Radio Base Station, Transceiver Unit, Terminal SDH/Mini Link, Antena. |
Nomor | Jenis Usaha | Jenis Harta |
1 | Pertambangan selain minyak dan gas | Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan, termasuk mesin-mesin yang mengolah produk pelikan. |
2 | Permintalan, pertenunan dan pencelupan |
|
3 | Perkayuan |
|
4 | Industri kimia |
|
5 | Industri mesin | Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah dan berat (misalnya mesin mobil, mesin kapal). |
6 | Transportasi dan Pergudangan |
|
7 | Telekomunikasi | Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak jauh. |
Nomor | Jenis Usaha | Jenis Harta |
1 | Konstruksi | Mesin berat untuk konstruksi |
2 | Transportasi dan Pergudangan |
|
No. | Kelompok Harta Berwujud | Jenis Harta |
1. | I | Base Station Controller |
2. | II | Mobile Swiching Center, Home Location Register, Visitor Location Register, Authentication Centre, Equipment Identity Register, Intelligent Network Service Management Point, Radio Base Station, Transceiver Unit, Terminal SDH/Mini Link, Antenna |
- | Dalam hal menggunakan metode garis lurus (straight-line method), jenis-jenis harta yang menjadi kelompok I maupun II, penyusutan fiskalnya dilakukan sesuai dengan masa manfaat yang tersisa | ||||||||||||||||||
- | Dalam hal menggunakan metode saldo menurun (declining balance method) :
|
- | Spesifikasi barang ditentukan oleh pemilik barang/pengguna jasa. |
- | Sebagian atau seluruh barang disediakan dan dimiliki pengguna jasa. |
a. | Atas pembayaran yang dilakukan PT Karet Rubber kepada PT Mode Pakaian dipotong PPh Pasal 23 atas jasa maklon oleh PT Karet Rubber sebesar: 2% x Rp.100.000.000,00 = Rp2.000.000,00 |
b. | Dalam hal tidak ada faktur pembelian kepada CV Palugada atas rincian tagihan biaya bahan tambahan, maka jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar Rp120.000.000,00 sehingga PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Karet Rubber atas pembayaran kepada PT Mode Pakaian adalah sebesar: 2% x Rp 120.000.000,00 = Rp2.400.000,00 |
Pajak Penghasilan sebagai Pajak Langsung
No | Subjek Pajak | Mulainya kewajiban subyektif | Berakhirnya kewajiban subyektif |
A. | Subjek Pajak Dalam Negeri | ||
1. Orang Pribadi | Saat dilahirkan, berniat tinggal di Indonesia atau sejak hari pertama berada di Indonesia. | Saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. | |
2. Warisan yang belum terbagi | Saat timbulnya warisan yang belum terbagi (pewaris meninggal). | Saat warisan tersebut dibagi kepada ahli warisnya. | |
3. Badan | Saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. | Saat badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia. | |
B. | Subjek Pajak Luar Negeri | ||
1. Orang Pribadi | Saat orang pribadi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau menerima/memperoleh penghasilan dari Indonesia | Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau menerima/memperoleh penghasilan dari Indonesia. | |
2. Badan | Saat Badan menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau menerima/memperoleh penghasilan dari Indonesia | Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau menerima/memperoleh penghasilan dari Indonesia. | |
C. | Bentuk Usaha Tetap (BUT) | Saat BUT tersebut mulai berada di Indonesia | Saat BUT tersebut tidak lagi berada di Indonesia |
a. | Orang pribadi. |
b. | Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, yaitu ahli waris. |
c. | Badan. |
d. | Bentuk Usaha Tetap (BUT). |
a. | tempat kedudukan manajemen; |
b. | cabang perusahaan; |
c. | kantor perwakilan; |
d. | gedung kantor; |
e. | pabrik; |
f. | bengkel; |
g. | gudang; |
h. | ruang untuk promosi dan penjualan; |
i. | pertambangan dan penggalian sumber alam; |
j. | wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; |
k. | perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; |
l. | proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; |
m. | pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; |
n. | orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; |
o. | agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan |
p. | komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. |
1. | Badan Perwakilan Negara Asing | ||||||
2. | Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat :
|
||||||
3. | Organisasi-Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat :
|
||||||
4. | Pejabat-Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat :
|
1. | IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | IMF (International Monetary Fund) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | UNDP (United Nations Development Programme), meliputi:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | FAO (Food and Agricultural Organization) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | ILO (International Labour Organization) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. | UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
7. | UNIC (United Nations Information Centre) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
8. | UNICEF (United Nations Children's Fund) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
9. | UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
10. | WHO (World Health Organization) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
11. | World Bank | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
12. | Asean Secretariat | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
13. | SEAMEO (South East Asian Minister of Education Organization) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
14. | ACE (The ASEAN Centre for Energy) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
15. | NORAD (The Norwegian Agency for International Development) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
16. | Plan International Inc | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
17. | PCI (Project Concern International) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
18. | IDRC (The International Development Research Centre) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
19. | NLRA (The Netherlands Leprosy Relief Association) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
20. | The Commission of The European Communities | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
21. | OISCA INT. (The Organization for Industrial, Spiritual and Cultural Advancement International) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
22. | World Relief Cooperation | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
23. | APCU (The Asean Heads of Population Coordination Unit) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
24. | SIL (The Summer Institute of Linguistics, Inc.) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
25. | IPC (The International Pepper Community) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
26. | APCC (Asian Pacific Coconut Community) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
27. | INTELSAT (International Telecommunication Satellite Organization) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
28. | People Hope of Japan (PHJ) dan Project Hope | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
29. | CIP (The International Potato Centre) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
30. | ICRC (The International Committee of Red Cross) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
31. | Terre Des Hommes Netherlands | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
32. | Wetlands International | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
33. | HKI (Helen Keller International, Inc.) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
34. | Taipei Economic and Trade Office | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
35. | Vredeseilanden Country Office (VECO) Belgia | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
36. | KAS (Konrad Adenauer Stiftung) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
37. | Program for Appropriate Technology in Health, USA-PATH | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
38. | Save the Children-US dan Save the Children-UK | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
39. | CIFOR (The Center for International Forestry Research) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
40. | Kyoto University-Jepang | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
41. | ICRAF (the International Centre for Research in Agroforestry) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
42. | Swisscontact-Swiss Foundation for Technical Cooperation | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
43. | Winrock International | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
44. | Stichting Tropenbos | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
45. | The Moslem World League (Rabithah) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
46. | NEDO (The New Energy and Industrial Technology Development Organization) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
47. | HSF (Hans Seidel Foundation) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
48. | DAAD (Deutscher Achademischer Austauschdienst) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
49. | WCS (The Wildlife Conservation Society) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
50. | BORDA (The Bremen Overseas Research and Development Association) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
51. | ASEAN Foundation | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
52. | SOCSEA (Sub Regional Office of CIRDAP in Southeast Asia) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
53. | IMC (International Medical Corps) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
54. | KNCV (Koninklijke Nederlands Centrale Vereniging tot Bestrijding der Tuberculosis) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
55. | Asia Foundation | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
56. | The British Council | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
57. | CARE (Cooperative for American Relief Everywhere Incorporation) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
58. | CCF (Christian Children's Fund) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
59. | CWS (Church World Service) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
60. | The Ford Foundation | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
61. | FES (Friedrich Ebert Stiftung) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
62. | FNS (Friedrich Neumann Stiftung) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
63. | IRRI (International Rice Research Institute) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
64. | Leprosy Mission | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
65. | OXFAM (Oxford Committee for Famine Relief) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
66. | WE (World Education, Incorporated, USA) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
67. | KOICA (Korea International Cooperation Agency) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
68. | ERIA (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
69. | JETRO (Japan External Trade Organization) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
70. | IFRC (International Federation of Red Cross and Red Cresent Societies) |
Penentuan Tempat Tinggal atau Tempat Kedudukan
Fungsi penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan
(UU Pajak Penghasilan Pasal 2 (6))
Penentuan tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan penting untuk menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut.
Penentuan Tempat tinggal atau tempat kedudukan
(UU Pajak Penghasilan Pasal 2 (6), PER-04/PJ./2020)
a. | tempat tinggal tetap orang pribadi beserta keluarganya; | ||||
b. | tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan, dalam hal orang pribadi tersebut:
|
||||
c. | tempat orang pribadi lebih lama tinggal dalam kurun waktu 1 (satu) tahun kalender terakhir, dalam hal tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan tidak dapat ditentukan. |
a. | tempat tinggal tetap Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan beserta keluarganya sebelum meningggal dunia; atau | ||||
b. | tempat pusat kepentingan ekonomi harta warisan berada, dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut:
|
a. | tempat kantor pimpinan serta pusat administrasi dan keuangan berada sebagaimana tercantum dalam:
|
||||||||||
b. | tempat kantor pimpinan serta pusat administrasi dan keuangan berada menurut keadaan yang sebenarnya, dalam hal tempat kantor pimpinan serta pusat administrasi dan keuangan berbeda dengan yang tercantum dalam:
|
||||||||||
c. | tempat kantor pimpinan berada, dalam hal tempat kantor pimpinan terpisah dari tempat pusat administrasi dan keuangan serta tempat menjalankan kegiatan usaha; atau | ||||||||||
d. | tempat menjalankan kegiatan usaha, bagi Wajib Pajak Badan yang bergerak di sektor usaha tertentu yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
a. | tempat kantor kepala Instansi Pemerintah Pusat, kuasa pengguna anggaran, atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada Instansi Pemerintah Pusat berada, untuk Instansi Pemerintah Pusat; |
b. | tempat kantor kepala Instansi Pemerintah Daerah atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada satuan kerja perangkat daerah berada, untuk Instansi Pemerintah Daerah; atau |
c. | tempat kantor kepala desa atau perangkat desa yang melaksanakan pengelolaan keuangan desa berdasarkan keputusan kepala desa berada, untuk Instansi Pemerintah Desa. |
Pajak Penghasilan sebagai Pajak Pusat atau Pajak Negara
a) | Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. | ||
b) | Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota. | ||
c) | Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
|
||
d) | Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan (SE-03/PJ.41/2003) | ||
e) | Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. | ||
f) | harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; | ||
g) | Pajak Penghasilan | ||
h) | Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. | ||
i) | Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. | ||
j) | sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||
k) | Pajak Masukan atas Perolehan BKP/JKP yang tidak dapat dikreditkan karena :
|
||
l) | Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak, yang pengenaan pajaknya bersifat final, pengenaan pajaknya berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dan Norma Penghitungan Khusus. | ||
m) | Kerugian dari harta atau utang yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Obyek Pajak. | ||
n) | PPh yang ditanggung pemberi kerja, kecuali PPh Pasal 26 sepanjang PPh tersebut ditambahkan sebagai dasar penghitungan untuk pemotongan PPh Pasal 26 tersebut. |
No | Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) | Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) |
1. | Dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (world wide income) | Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. |
2. | Penghasilan yang dikenakan pajak adalah penghasilan netto dengan tarif umum | Penghasilan yang dikenakan pajak adalah penghasilan bruto dengan tarif sepadan, kecuali WPLN tersebut menjalankan usaha melalui Bentuk Usaha tetap di Indonesia dimana BUT memiliki kewajiban pajak yang sama dengan WPDN. |
3. | Wajib menyampaikan SPT | Tidak wajib menyampaikan SPT karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final. |
1. | Penghasilan dari usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai (Penghasilan BUT sendiri). |
2. | Penghasilan kantor pusatnya dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan/dilakukan oleh BUT di Indonesia. Hal ini karena pada hakikatnya usaha atau kegiatan kantor pusat di Indonesia tersebut termasuk dalam ruang lingkup usaha dan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap. Misalnya ;
|
3. | Penghasilan yang diterima oleh kantor pusat (wajib pajak luar negeri) dari Indonesia, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT-nya dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut. Misalnya ;
|
1. | Tipe Fasilitas Fisik, terdiri dari :
|
2. | Tipe Aktivitas, terdiri dari :
Misalnya : Berdasarkan kontrak pemberian jasa, PT XYZ yang berkedudukan di Amerika mengirimkan Mr. Jhon, penduduk Amerika ke Indonesia dari tanggal 10 April 2023 s/d 10 Juni 2023. Namun, pada kenyataannya, Mr. Jhon sudah berada di Indonesia sejak bulan Januari 2023. Dengan demikian, syarat time test yang digunakan dihitung sejak Mr. Jhon berada di Indonesia, yaitu sejak bulan Januari 2023. |
3. | Tipe Keagenan, terdiri dari :
|
4. | Tipe Asuransi, terdiri dari :
|
1. | Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan adalah proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan yang merupakan usaha atau kegiatan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing di Indonesia. Proyek konstruksi mencakup:
|
2. | Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; Dalam penentuan periode waktu berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
3. | Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; dan Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas merupakan bentuk usaha tetap sepanjang orang pribadi atau badan bertindak untuk dan atas nama Orang Pribadi Asing atau Badan Asing. Orang pribadi atau badan bertindak untuk dan atas nama Orang Pribadi Asing atau Badan Asing sepanjang orang pribadi atau badan tersebut:
|
4. | Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia merupakan bentuk usaha tetap sepanjang:
|
1. | Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang penghasilannya merupakan objek pajak. Dengan demikian, biaya-biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Termasuk biaya yang dapat dikurangkan adalah biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya promosi dan penjualan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, sepanjang harta yang disusutkan atau diamortisasi tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (objek pajak). | ||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | Kerugian dari selisih kurs mata uang asing. | ||||||||||||||||||||||||||||||||
6. | Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. | ||||||||||||||||||||||||||||||||
7. | Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan dengan memperhatikan kewajaran dan kepentingan perusahaan, dengan syarat :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
8. | Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat (PMK Nomor 207/PMK.010/2015)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih berbentuk hard copy dan soft copy. | |||||||||||||||||||||||||||||||||
9. | Pengeluaran untuk pajak daerah dan retribusi daerah (SE-02/PJ.42/2002) dengan syarat :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
10. | Biaya sumbangan yang terdiri dari (PP Nomor 93 tahun 2010) :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
11. | Biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan. Biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan penghasilan kena pajak oleh pemberi kerja atau pemberi imbalan atau penggantian dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sepanjang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan | ||||||||||||||||||||||||||||||||
12. | Kompensasi kerugian tahun-tahun yang lalu (maksimum 5 tahun). Contoh : PT A dalam tahun 2011 menderita kerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00. Dalam 5 tahun berikutnya, rugi laba fiskal PT A adalah sbb :
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Sisa rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp (100.000.000,00) tersebut tidak dapat dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2017, karena sudah lewat 5 tahun. Rugi fiskal tahun 2013 sebesar Rp (300.000.000,00) hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2016 dan 2017, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2014 berakhir pada akhir tahun 2017. |
||||||||||||||||||||||||||||||||
12. | Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), khusus bagi Wajib Pajak Orang Pribadi |
1. |
Dalam hal terdapat hubungan kepemilikan atau penguasaan, keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan tetap dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sepanjang Pihak pemberi dan Pihak penerima merupakan badan keagamaan, badan pendidikan, atau badan sosial termasuk yayasan. (PMK 90/PMK.03/2020) |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Warisan | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, meliputi:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | Pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. | dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
7. | Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Otoritas Jasa Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
8. |
Penghasilan dana pensiun dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu, yaitu; (234/PMK.03/2009)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
9. |
Bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota dari koperasi, perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
10. |
Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura, berupa bagian laba dari pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, sepanjang perusahaan pasangan usaha tersebut ;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
11. |
Penerimaan Dana Jaminan Penyelesaian Transaksi Bursa oleh PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) yang berasal dari anggota kliring sepanjang tidak dipergunakan untuk menambah kemampuan ekonomis oleh PT KPEI (KEP-390/PJ/2002)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
12. |
Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu. Beasiswa dikecualikan dari pengenaan objek Pajak Penghasilan, meliputi Beasiswa yang diterima: (68/PMK.03/2020)
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Ketentuan tidak berlaku apabila Penerima Beasiswa memiliki hubungan istimewa dengan:
Komponen Beasiswa untuk pendidikan formal dan pendidikan nonformal terdiri atas biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah, lembaga pendidikan atau pelatihan, biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya buku, biaya transportasi, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
13. | Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. (PMK 68/PMK.03/2020) Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang dikecualikan sebagai Objek Pajak meliputi:
Penggunaan sisa lebih dapat dialokasikan dalam bentuk Dana Abadi dengan syarat:
Pelaksanaan dilakukan sebagai berikut :
Atas pengeluaran untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang berasal dari sisa lebih tidak boleh dilakukan penyusutan.
Apabila pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dibiayai dengan dana pinjaman, biaya bunga atas dana pinjaman tersebut diperlakukan sebagai bagian dari harga perolehan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan. Biaya bunga atas dana pinjaman yang terutang atau dibayarkan setelah selesainya proses pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dapat dibebankan sebagai biaya badan atau lembaga nirlaba. Dalam hal dana pinjaman diterima atau diperoleh sebelum diperolehnya sisa lebih dan dipergunakan untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana, biaya bunga atas dana pinjaman tersebut diperlakukan sebagai bagian dari harga perolehan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan. Badan atau lembaga nirlaba wajib menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya. Pemberitahuan disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak diperolehnya sisa lebih tersebut atau paling lama sebelum pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dimulai, dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. Badan atau lembaga nirlaba yang menggunakan sisa lebih untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan wajib membuat :
Apabila setelah lewat jangka badan atau lembaga nirlaba tidak menggunakan atau terdapat sisa lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dimaksud, maka sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenakan Pajak Penghasilan pada tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut.
Apabila dalam jangka waktu terdapat sisa lebih yang digunakan selain untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan sejak tahun pajak diperoleh sisa lebih tersebut. Apabila Badan atau lembaga nirlaba menggunakan sisa lebih untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan namun tidak menyampaikan pemberitahuan rencana fisik sederhana dan rencana biaya dan tidak membuat pernyataan, pencatatan dan laporan, sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan sejak tahun pajak diperoleh sisa lebih tersebut. Pengenaan Pajak Penghasilan atas sisa lebih ditambah dengan sanksi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
14. |
Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu. (247/PMK.03/2008)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial meliputi :
Wajib Pajak tertentu adalah :
Wajib Pajak atau masyarakat yang tidak mampu adalah Wajib Pajak dan/atau masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan sesuai dengan kriteria dan data yang ditetapkan oleh Biro Pusat Statistik.
Wajib Pajak atau masyarakat yang sedang mengalami bencana alam adalah Wajib Pajak dan/atau masyarakat yang sedang tertimpa bencana yang diakibatkan peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor. Wajib Pajak atau masyarakat yang tertimpa musibah Wajib Pajak dan/atau masyarakat yang tertimpa kecelakaan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
15. | dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH khusus, dan penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu, diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH); dan | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
16. | sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan keagamaan yang terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau ditempatkan sebagai dana abadi. |
1. | Adanya suatu tempat usaha (place of business) di Indonesia; Tempat usaha mencakup segala jenis tempat, ruang, fasilitas, atau instalasi, termasuk mesin atau peralatan, yang digunakan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan, yang dapat berupa:
Adanya tempat usaha ditentukan tanpa memperhatikan apakah Orang Pribadi Asing atau Badan Asing memiliki atau menyewa atau apakah Orang Pribadi Asing atau Badan Asing berhak secara hukum menggunakan tempat usaha tersebut. Tempat usaha digunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan. Ketentuan diatas tidak terpenuhi dalam hal:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Tempat usaha diatas bersifat permanen Tempat usaha bersifat permanen sepanjang tempat usaha tersebut:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||
3. | Tempat usaha digunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan. Tempat usaha digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sepanjang:
|
1. | Subjek Pajak Dalam Negeri (UU Pajak Penghasilan Pasal 2 (3)) Yang dimaksud dengan Subyek Pajak dalam negeri adalah :
|
a. | mempunyai tempat tinggal (place of residence) di Indonesia yang digunakan oleh orang pribadi sebagai tempat untuk:
|
||||||
b. | mempunyai tempat domisili (place of domicile) di Indonesia, yaitu orang pribadi yang dilahirkan di Indonesia yang masih berada di Indonesia. |
a. | dapat ditempati sendiri oleh orang pribadi atau bersama-sama dengan keluarganya, yang dapat dimiliki, disewa, atau tersedia untuk digunakannya; dan |
b. | berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya. |
a. | green card, |
b. | identity card, |
c. | student card, |
d. | pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia diluar negeri, |
e. | surat keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, atau |
f. | tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat. |
a. | Subjek Pajak orang pribadi menunjukkan niatnya secara tegas untuk bertempat tinggal di Indonesia, yang dapat dibuktikan dengan dokumen berupa:
|
||||
b. | Subjek Pajak orang pribadi melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa dirinya akan bertempat tinggal di Indonesia atau bersiap untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti menyewa atau mengontrak tempat, termasuk menyewa tempat tinggal di Indonesia, memindahkan anggota keluarga atau memperoleh tempat yang disediakan oleh pihak lain. |
2. | Subjek Pajak Luar Negeri (UU Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat (4)) Yang dimaksud dengan Subyek Pajak luar negeri adalah :
|
1. | Zakat atas Penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak Badan atau Penghasilan Neto Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menentukan Penghasilan Kena Pajak, sepanjang:
|
||||
2. | Wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib. | ||||
3. | Bukti pembayaran zakat atau sumbangan keagamaan yang bersifat wajib:
|
||||
4. | Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila:
|
A. | Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan |
1. | Badan Amil Zakat Nasional | Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat tanggal 25 November 2011 |
2. | Badan Amil Zakat Nasional Provinsi | Keputusan Menteri Agama Nomor 186 tanggal 29 April 2016 |
3. | Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten/Kota | Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam Nomor DJ.III/499 Tahun 2016 tanggal 11 Agustus 2016 |
B. | Lembaga Amil Zakat (LAZ) Skala Nasional sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Menteri Agama |
1. | Yayasan Rumah Zakat Indonesia | Nomor 344 Tahun 2021 tanggal 22 Maret 2021 |
2. | Yayasan Nurul Hayat | Nomor 903 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 |
3. | Yayasan Inisiatif Zakat Indonesia | Nomor 950 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 |
4. | Yayasan Baitul Maal Hidayatullah | Nomor 179 Tahun 2021 tanggal 22 Januari 2021 |
5. | Yayasan Lembaga Manajemen Infaq Ukhuwah Islamiyah | Nomor 672 Tahun 2021 tanggal 7 Juni 2021 |
6. | Yayasan Yatim Mandiri | Nomor 509 Tahun 2021 tanggal 22 April 2021 |
7. | Yayasan Dompet Dhuafa Republika | Nomor 527 Tahun 2021 tanggal 28 April 2021 |
8. | Yayasan Pesantren Islam Al Azhar | Nomor 526 Tahun 2021 tanggal 28 April 2021 |
9. | Yayasan Baitul Maal Muamalat | Nomor 625 Tahun 2021 tanggal 24 Mei 2021 |
10. | Yayasan Daarut Tauhid Peduli | Nomor 1200 Tahun 2022 tanggal 3 November 2022 |
11. | Perkumpulan Persatuan Islam | Nomor 425 Tahun 2022 tanggal 26 April 2022 |
12. | Yayasan Rumah Yatim Arrohman Indonesia | Nomor 1257 Tahun 2022 tanggal 15 November 2022 |
13. | Yayasan Kesejahteraan Madani | Nomor 951 Tahun 2017 tanggal 8 November 2017 |
14. | Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa | Nomor 287 Tahun 2018 tanggal 7 Mei 2018 |
15. | Yayasan Daarul Qur’an Nusantara | Nomor 367 Tahun 2018 tanggal 8 Juni 2018 |
16. | Yayasan Mizan Amanah | Nomor 764 Tahun 2018 tanggal 10 Desember 2018 |
17. | Yayasan Panti Yatim Indonesia Al Fajr | Nomor 120 Tahun 2019 tanggal 13 Maret 2019 |
18. | Yayasan Wahdah Islamiyah | Nomor 511 Tahun 2019 tanggal 25 Juni 2019 |
19. | Yayasan Hadji Kalla | Nomor 1197 Tahun 2019 tanggal 27 Desember 2019 |
20. | Yayasan Wakaf Djalaludin Pane | Nomor 500 Tahun 2020 tanggal 3 Juni 2020 |
21. | Yayasan Sahabat Yatim Indonesia | Nomor 912 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 |
22. | Al Irsyad Al Islamiyyah | Nomor 949 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 |
23. | Yayasan LAGZIS Peduli | Nomor 178 Tahun 2021 tanggal 22 Januari 2021 |
24. | Yayasan Telaga Bijak El Zawa | Nomor 794 Tahun 2021 tanggal 10 Agustus 2021 |
25. | Yayasan Membangun Keluarga Utama | Nomor 947 Tahun 2021 tanggal 15 September 2021 |
26. | Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat | Nomor 1010 Tahun 2021 tanggal 6 Oktober 2021 |
27. | Yayasan Mandiri Amal Insani | Nomor 1346 Tahun 2021 tanggal 17 Desember 2021 |
28. | Yayasan Dana Sosial Al Falah | Nomor 12 Tahun 2022 tanggal 11 Januari 2022 |
29. | Yayasan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia | Nomor 775 Tahun 2022 tanggal 22 Juli 2022 |
30. | Yayasan Waqaf Infaq Zakat dan Sodaqoh Pesantren | Nomor 572 Tahun 2022 tanggal 6 Juni 2022 |
31. | Yayasan Assalam Fil Alamin | Nomor 774 Tahun 2022 tanggal 22 Juli 2022 |
32. | Yayasan CT Arsa | Nomor 811 Tahun 2022 tanggal 29 Juli 2022 |
33. | Perkumpulan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia | Nomor 1199 Tahun 2022 tanggal 3 November 2022 |
34. | Yayasan Bakrie Amanah | Nomor 1258 Tahun 2022 Tanggal 15 November 2022 |
35. | Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Dewan Masjid Indonesia | Nomor 240 Tahun 2023 Tanggal 7 Maret 2023 |
C. | Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS) sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Menteri Agama |
1. | Lembaga Amil Zakat Infaq Shadaqah Nahdlatul Ulama | Nomor 89 Tahun 2022 tanggal 26 Januari 2022 |
2. | Lembaga Amil Muhammadiyah Zakat Infaq Shadaqah | Nomor 90 Tahun 2022 tanggal 26 Januari 2022 |
D. | Lembaga Amil Zakat (LAZ) Skala Provinsi sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama |
1. | Yayasan Solo Peduli Ummat | Nomor 544 Tahun 2021 tanggal 28 Juli 2021 |
2. | Yayasan Dompet Amal Sejahtera Ibnu Abbas Nusa Tenggara Barat | Nomor 819 Tahun 2021 tanggal 27 Oktober 2021 |
3. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Dana Peduli Ummat Kalimantan Timur | Nomor 933 Tahun 2021 tanggal 2 Desember 2021 |
4. | Yayasan Dompet Sosial Madani Bali | Nomor 818 Tahun 2021 tanggal 27 Oktober 2021 |
5. | Yayasan Harapan Dhuafa Banten | Nomor 789 Tahun 2021 tanggal 18 Oktober 2021 |
6. | Yayasan Al-Ihsan Jawa Tengah | Nomor 558 Tahun 2017 tanggal 9 Agustus 2017 |
7. | Yayasan Gema Indonesia Sejahtera | Nomor 938 Tahun 2017 tanggal 13 Desember 2017 |
8. | Yayasan Nurul Fikri Palangkaraya | Nomor 941 Tahun 2017 tanggal 14 Desember 2017 |
9. | Yayasan Insan Madani Jambi | Nomor 205 Tahun 2018 tanggal 5 Maret 2018 |
10. | Yayasan Nurul Falah Surabaya | Nomor 407 Tahun 2018 tanggal 7 Mei 2018 |
11. | Yayasan Assalaam Jayapura | Nomor 459 Tahun 2018 tanggal 21 Mei 2018 |
12. | Yayasan Al-Hilal | Nomor 220 Tahun 2019 tanggal 27 Februari 2019 |
13. | Yayasan Al Haromain | Nomor 704 Tahun 2019 tanggal 5 Agustus 2019 |
14. | Yayasan Bangun Kecerdasan Bangsa | Nomor 884 Tahun 2019 tanggal 8 Oktober 2019 |
15. | Yayasan Sahabat Mustahiq Sejahtera | Nomor 1199 Tahun 2019 tanggal 13 Desember 2019 |
16. | Yayasan Lembaga Amil Zakat Sidogiri | Nomor 81 Tahun 2020 tanggal 20 Januari 2020 |
17. | Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Universitas Islam Indonesia | Nomor 347 Tahun 2020 tanggal 30 Maret 2020 |
18. | Yayasan Lembaga Amil Zakat LAZ Mukmin Mandiri | Nomor 900 Tahun 2020 tanggal 11 November 2020 |
19. | Dompet Al-Qur’an Indonesia | Nomor 78 Tahun 2021 tanggal 21 Januari 2021 |
20. | Persada Jatim Indonesia | Nomor 79 Tahun 2021 tanggal 21 Januari 2021 |
21. | Yayasan Taman Zakat Indonesia | Nomor 245 Tahun 2021 tanggal 18 Maret 2021 |
22. | Yayasan Ikhlas Peduli Umat | Nomor 659 Tahun 2021 tanggal 8 September 2021 |
23. | Yayasan Kreasi Bangun Semesta | Nomor 671 Tahun 2021 tanggal 13 September 2021 |
24. | Yayasan Al Maunah Sunniyah Salafiyah Pasuruan | Nomor 788 Tahun 2021 tanggal 18 Oktober 2021 |
25. | Yayasan Ummul Quro’ Jombang | Nomor 932 Tahun 2021 tanggal 2 Desember 2021 |
26. | Yayasan Sinergi Foundation (LAZ Sinergi Foundation) | Nomor 564 Tahun 2016 tanggal 14 September 2016 |
27. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Al Bunyan | Nomor 493 Tahun 2022 tanggal 3 Juni 2022 |
28. | Yayasan Sahabat Muadz Indonesia | Nomor 752 Tahun 2022 tanggal 12 September 2022 |
29. | Yayasan Wakaf As’adiyah Wonomulyo | Nomor 753 Tahun 2022 Tanggal 9 September 2022 |
30. | Yayasan Dompet Amanah Umat Sedati Sidoarjo | Nomor 754 Tahun 2022 tanggal 12 September 2022 |
31. | Yayasan Fithrah Insani Care (LAZ Fi Care) | Nomor 968 Tahun 2022 tanggal 22 November 2022 |
32. | Yayasan Optimalisasi Sedekah Zakat dan Infaq (OPSEZI) | Nomor 969 Tahun 2022 tanggal 22 November 2022 |
33. | Yayasan Zakat Sukses | Nomor 312 Tahun 2023 tanggal 7 Maret 2023 |
E. | Lembaga Amil Zakat (LAZ) Skala Kabupaten/Kota sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Kantor Wilayah Kementerian Agama |
Sumatera Utara |
||
1. | LAZ Ulil Albab Kota Medan | Provinsi Sumatera Utara Nomor 714 Tahun 2022 tanggal 1 November 2022 |
2. | Perwakilan Rumah Yatim Arrohman Indonesia (RY) | Provinsi Sumatera Utara Nomor 1058 Tahun 2018 tanggal 5 Maret 2018 |
3. | Lembaga Amil Zakat Daarut Tauhid Peduli (DT Peduli) Perwakilan Provinsi Sumatera Utara | Provinsi Sumatera Utara Nomor 462 Tahun 2020 tanggal 16 Oktober 2020 |
4. | Lembaga Amil Zakat Inisiatif Zakat Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Utara | Provinsi Sumatera Utara Nomor 1950 Tahun 2021 tanggal 30 Maret 2021 |
5. | Perwakilan LAZIS Muhammadiyah | Provinsi Sumatera Utara Nomor 308 Tahun 2021 tanggal 10 Juni 2021 |
6. | Rumah Zakat Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Utara | Provinsi Sumatera Utara tanggal 25 Agustus 2021 |
7. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Yatim Mandiri Perwakilan Provinsi Sumatera Utara | Provinsi Sumatera Utara tanggal 29 Oktober 2021 |
8. | Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Waspada Perwakilan Provinsi Sumatera Utara | Provinsi Sumatera Utara tanggal 29 Oktober 2021 |
9. | Perwakilan PPPA Daarul Qur'an (DaQu) | Provinsi Sumatera Utara tanggal 29 Oktober 2021 |
10. | Perwakilan Pusat Zakat Umat (PZU) Sumut | Provinsi Sumatera Utara tanggal 29 Oktober 2021 |
11. | Yayasan Nurul Hayat Perwakilan Provinsi Sumatera Utara | Provinsi Sumatera Utara tanggal 25 September 2017 |
12. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Kesejahteraan Madani (YAKESMA) Perwakilan Provinsi Sumatera Utara | Provinsi Sumatera Utara tanggal 21 Oktober 2019 |
13. | Lembaga Amil Zakat Al Washliyah Beramal (Washal) Skala Provinsi Sumatera Utara | Provinsi Sumatera Utara tanggal 26 November 2020 |
14. | Lembaga Amil Zakat Baitul Mal Muamalat Perwakilan Provinsi Sumatera Utara | Provinsi Sumatera Utara tanggal 29 Oktober 2021 |
15. | Lembaga Amil Zakat Sahabat Yatim Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Utara | Provinsi Sumatera Utara tanggal 28 Desember 2022 |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Kantor Wilayah Kementerian Agama |
Sumatera Barat |
||
1. |
LAZ Ar Risalah Charity
|
Provinsi Sumatera Barat tanggal 26 September 2019 Nomor 389 Tahun 2019
|
Bengkulu |
||
1. |
Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah Perwakilan Provinsi Bengkulu
|
Provinsi Bengkulu Nomor 127 Tahun 2018 tanggal 27 Maret 2018
|
2. |
Lembaga Amil Zakat Yayasan Kesejahteraan Madani Perwakilan Provinsi Bengkulu
|
Provinsi Bengkulu Nomor 191 Tahun 2018 tanggal 9 Mei 2018
|
3. |
Lembaga Amil Zakat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu
|
Provinsi Bengkulu Nomor 468 Tahun 2020 tanggal 28 September 2020
|
4. |
Lembaga Amil Zakat Inisiatif Zakat Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu
|
Provinsi Bengkulu Nomor 142 Tahun 2021 tanggal 20 April 2021
|
5. |
LAZIS Nahdlatul Ulama Perwakilan Provinsi Bengkulu
|
Provinsi Bengkulu Nomor 77 Tahun 2022 tanggal 26 Januari 2022
|
6. |
Lembaga Amil Zakat Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Perwakilan Provinsi Bengkulu
|
Provinsi Bengkulu Nomor 161 Tahun 2016 tanggal 29 Agustus 2016
|
Riau
|
||
1. |
Yayasan Ibadurrahman Duri
|
Provinsi Riau Nomor 281 Tahun 2021 tanggal 14 April 2021
|
2. |
Perwakilan Lembaga Amil Zakat Inisiatif Zakat Indonesia Tingkat Provinsi Riau
|
Provinsi Riau Nomor 456 Tahun 2021 tanggal 8 Oktober 2021
|
3. |
Yayasan Bina Insan Madani Dumai
|
Provinsi Riau Nomor 317 Tahun 2021 tanggal 18 Juni 2021
|
4. |
Perwakilan Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Republika Tingkat Provinsi Riau
|
Provinsi Riau Nomor 467 Tahun 2021 tanggal 13 Oktober 2021
|
5. |
Perwakilan Lembaga Amil Zakat Rumah Zakat Tingkat Provinsi Riau
|
Provinsi Riau Nomor 440 Tahun 2021 tanggal 29 September 2021
|
6. |
Perwakilan Lembaga Amil Zakat Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Tingkat Provinsi Riau
|
Provinsi Riau Nomor 249 Tahun 2017 tanggal 3 Mei 2017
|
7. |
Perwakilan Lembaga Amil Zakat Rumah Yatim Arrohman Indonesia Tingkat Provinsi Riau
|
Provinsi Riau Nomor 118 Tahun 2018 tanggal 23 Januari 2018
|
8. |
Perwakilan Lembaga Amil Zakat, Infak, Sedekah Muhammadiyah Tingkat Provinsi Riau
|
Provinsi Riau Nomor 61 Tahun 2019 tanggal 11 Februari 2019
|
9. |
Perwakilan Lembaga Amil Zakat Yayasan Kesejahteraan Madani Tingkat Provinsi Riau
|
Provinsi Riau Nomor 455 Tahun 2021 tanggal 8 Oktober 2021
|
10. |
LAZ Yayasan Swadaya Ummah
|
Provinsi Riau Nomor 772 Tahun 2015 tanggal 14 Desember 2015
|
11. |
LAZ Yayasan Dana Sosial Nurul Insan Amanah Batam
|
Provinsi Riau Nomor 304 Tahun 2016 tanggal 18 Agustus 2016
|
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Kantor Wilayah Kementerian Agama |
Kepulauan Riau |
||
1. | Perwakilan LAZ Baitul Maal Hidayatullah | Provinsi Kepulauan Riau tanggal 9 September 2021 Nomor 418 Tahun 2021 |
2. | Perwakilan LAZ Rumah Zakat Indonesia | Provinsi Kepulauan Riau tanggal 5 November 2021 Nomor 489 Tahun 2021 |
3. | Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sebagai Perwakilan Lembaga Amil Zakat Berskala Nasional | Provinsi Kepulauan Riau tanggal 11 Desember 2017 Nomor 546 Tahun 2017 |
4. | Yayasan Kesejahteraan Madani sebagai Perwakilan Lembaga Amil Zakat Berskala Nasional | Provinsi Kepulauan Riau tanggal 4 Oktober 2018 Nomor 344 Tahun 2018 |
5. | LAZ Batam | Provinsi Kepulauan Riau tanggal 22 Mei 2019 Nomor 324 Tahun 2019 |
6. | Yayasan Dompet Dhuafa Republika sebagai Perwakilan Lembaga Amil Zakat Berskala Nasional | Provinsi Kepulauan Riau tanggal 16 Desember 2020 Nomor 677 Tahun 2020 |
Lampung |
||
1. | Lembaga Amil Zakat (LAZ) Dewan Da'wah Provinsi Lampung | Provinsi Lampung Nomor B-386/Kw.08.6/4/BA.00/03/2017 tanggal 20 Maret 2017 |
2. | Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah (LAZISMU) Lampung | Provinsi Lampung Nomor B-1706/KW.08.6/4/BA.00/12/2017 tanggal 5 Desember 2017 |
3. | Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (LAZIS) Nahdlatul Ulama Provinsi Lampung | Provinsi Lampung Nomor B-90/Kw.08.6/4/BA.00/01/2017 tanggal 20 Januari 2017 |
4. | Lembaga Amil Zakat (LAZ) LAZDAI Lampung | Provinsi Lampung Nomor B-583/Kw.08.6/4/BA.00/04/2017 tanggal 28 April 2017 |
5. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat (LAZ) Rumah Zakat Indonesia Lampung | Provinsi Lampung Nomor B-1567/Kw.08.6/4/BA.00/11/2016 tanggal 7 November 2016 |
6. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat (LAZ) Dompet Dhuafa Lampung | Provinsi Lampung Nomor B-110/Kw.08.6/4/BA.00/01/2017 tanggal 25 Januari 2017 |
7. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) Inisiatif Zakat Indonesia Lampung | Provinsi Lampung Nomor Kw.08.6/4/BA.00/467/2016 tanggal 18 Maret 2016 |
Kepulauan Bangka Belitung |
||
1. | Yayasan Kesejahteraan Madani | Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 365 Tahun 2019 tanggal 24 Maret 2019 |
2. | Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) | Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 212 Tahun 2021 tanggal 2 Februari 2021 |
Kalimantan Barat |
||
1. | LAZIS Muhammadiyah Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat | Provinsi Kalimantan Barat Nomor 5133/Kw.14/BA.01.1/9/2019 Tahun 2019 tanggal 3 September 2019 |
2. | LAZNAS Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat | Provinsi Kalimantan Barat Nomor 5132/Kw.14/BA.01.1/9/2019 Tahun 2019 tanggal 3 September 2019 |
3. | Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat | Provinsi Kalimantan Barat Nomor 10002/Kw.14/BA.01.1/12/2020 Tahun 2020 tanggal 16 Desember 2020 |
4. | Yayasan Rumah Zakat Indonesia Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat | Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8246/Kw.14/BA.01.1/11/2021 Tahun 2021 tanggal 16 November 2021 |
5. | BMH Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat | Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8247/Kw.14/BA.01.1/11 /2021 Tahun 2021 tanggal 16 November 2021 |
Kalimantan Timur |
||
1. | Yayasan Baitul Mal Barakatul Ummah Kota Bontang | Provinsi Kalimantan Timur Nomor 302 Tahun 2017 tanggal 14 Juni 2017 |
2. | Lembaga Amil Zakat Sinergi Membangun Umat Kabupaten Kutai Timur | Provinsi Kalimantan Timur Nomor 215 Tahun 2019 tanggal 3 Mei 2019 |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Kantor Wilayah Kementerian Agama |
Banten |
||
1. | Perwakilan LAZ Dompet Dhuafa Republika | Provinsi Banten Nomor 1390 Tahun 2021 tanggal 23 November 2021 |
2. | Perwakilan LAZ Baitul Maal Hidayatullah | Provinsi Banten Nomor 833 Tahun 2017 tanggal 11 Juli 2017 |
3. | Perwakilan LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia | Provinsi Banten Nomor 1177 Tahun 2017 tanggal 3 Agustus 2017 |
4. | Perwakilan LAZ Yatim Mandiri Surabaya | Provinsi Banten Nomor 163 Tahun 2018 tanggal 1 Maret 2018 |
5. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqoh Nahdlatul Ulama Provinsi Banten | Provinsi Banten Nomor 628 Tahun 2018 tanggal 30 Juli 2018 |
6. | Perwakilan LAZ Yayasan Inisiatif Zakat Indonesia | Provinsi Banten Nomor 1391 Tahun 2021 tanggal 23 November 2021 |
7. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqoh Yayasan Wahdah Islamiyah Provinsi Banten | Provinsi Banten Nomor 824 Tahun 2020 tanggal 29 Juli 2020 |
8. | Perwakilan LAZ PZU Perkumpulan Persatuan Islam | Provinsi Banten Nomor 1266 Tahun 2020 tanggal 10 Desember 2020 |
9. | Perwakilan LAZ Yayasan Sahabat Yatim Indonesia | Provinsi Banten Nomor 889 Tahun 2021 tanggal 31 Agustus 2021 |
10. | Yayasan Masjid Raya Bintaro Jaya Kota Tangerang Selatan | Provinsi Banten Nomor 1055 Tahun 2019 tanggal 20 November 2019 |
11. | LAZ RYDHA | Provinsi Banten Nomor 1163 Tahun 2019 tanggal 30 Desember 2019 |
12. | Yayasan Al Aqsha De Latinos Kota Tangerang Selatan | Provinsi Banten Nomor 1243 Tahun 2020 tanggal 30 November 2020 |
13. | Yayasan Warga Muslim Graha Raya Kota Tangerang Selatan | Provinsi Banten Nomor 348 Tahun 2021 tanggal 20 April 2021 |
14. | Yayasan Uswah Hasanah Perwira Kabupaten Lebak | Provinsi Banten Nomor 349 Tahun 2021 tanggal 20 April 2021 |
15. | Perwakilan LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia | Provinsi Banten Nomor 627 Tahun 2021 tanggal 29 Juni 2021 |
16. | Perwakilan LAZIS Muhammadiyah | Provinsi Banten Nomor 1389 Tahun 2021 tanggal 23 November 2021 |
17. | Yayasan Al Amanah Nusantara Kota Tangerang Selatan | Provinsi Banten Nomor 023/F Tahun 2022 tanggal 20 Juni 2022 |
18. | Yayasan Dompet Yatim dan Mesjid Kota Tangerang Selatan (LAZ YDYM) | Provinsi Banten Nomor 027/F Tahun 2022 tanggal 4 Juli 2022 |
DKI Jakarta |
||
1. | Yayasan Ar-Raudhah Ihsan Fondation | Provinsi DKI Jakarta Nomor 286 Tahun 2020 tanggal 18 Maret 2020 |
2. | Yayasan Asrama Pelajar Islam (YAPI) | Provinsi DKI Jakarta Nomor 553 Tahun 2020 tanggal 27 Oktober 2020 |
3. | Lembaga Amil Zakat Nasional Rumah Zakat Indonesia Perwakilan Provinsi DKI Jakarta | Provinsi DKI Jakarta Nomor 924 Tahun 2021 tanggal 22 November 2021 |
4. | LAZ Nasional Baitul Mal Madinatul Iman | Provinsi DKI Jakarta Nomor 186 Tahun 2017 tanggal 22 Februari 2017 |
5. | LAZ Yayasan Mata Air (LAZISMA) | Provinsi DKI Jakarta Nomor 2427 Tahun 2016 tanggal 24 November 2016 |
Jawa Barat |
||
1. | Perwakilan LAZ Nasional Yayasan Dompet Dhuafa Republika Provinsi Jawa Barat | Provinsi Jawa Barat Nomor 304 Tahun 2017 tanggal 1 Maret 2017 |
2. | Perwakilan LAZ Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Provinsi Jawa Barat | Provinsi Jawa Barat Nomor 305 Tahun 2017 tanggal 3 Maret 2017 |
3. | Perwakilan LAZ Rumah Yatim Arrohman Indonesia Provinsi Jawa Barat | Provinsi Jawa Barat Nomor 51 Tahun 2018 tanggal 24 Januari 2018 |
4. | Perwakilan LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Provinsi Jawa Barat | Provinsi Jawa Barat Nomor 122 Tahun 2018 tanggal 30 Januari 2018 |
5. | Perwakilan LAZ Daarut Tauhiid Peduli Provinsi Jawa Barat | Provinsi Jawa Barat Nomor 148 Tahun 2018 tanggal 6 Februari 2018 |
6. | LAZ Yashiruna Peduli | Provinsi Jawa Barat Nomor 1275 Tahun 2020 tanggal 13 Oktober 2020 |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Kantor Wilayah Kementerian Agama |
7. | LAZ Ummul Quro | Provinsi Jawa Barat Nomor 1527 Tahun 2020 tanggal 18 Desember 2020 |
8. | Lembaga Amil Zakat Sakinah Kota Bandung | Provinsi Jawa Barat Nomor 1389 Tahun 2021 tanggal 10 September 2021 |
9. | LAZ Yayasan Insan Masyarakat Madani Kabupaten Bekasi | Provinsi Jawa Barat Nomor 594 Tahun 2017 tanggal 8 Mei 2017 |
10. | LAZ Yayasan Nahwa Nur Kabupaten Bogor | Provinsi Jawa Barat Nomor 1240-1 Tahun 2017 tanggal 27 November 2017 |
11. | LAZ Yayasan Muslim Al Kahfi Bekasi | Provinsi Jawa Barat Nomor 620 Tahun 2018 tanggal 22 Mei 2018 |
12. | LAZ Yayasan Rumah Amal | Provinsi Jawa Barat Nomor 624 Tahun 2018 tanggal 23 Mei 2018 |
13. | Yayasan Ukhuwah Care Indonesia | Provinsi Jawa Barat Nomor 1312 Tahun 2018 tanggal 30 Agustus 2018 |
14. | LAZ Yayasan Zakatku Bakti Persada Kota Bandung | Provinsi Jawa Barat Nomor 596 Tahun 2017 tanggal 8 Mei 2017 |
15. | LAZ Yayasan Indonesia Berbagi Kota Bandung | Provinsi Jawa Barat Nomor 597 Tahun 2017 tanggal 8 Mei 2017 |
16. | LAZ Amal Madani Indonesia Kota Cimahi | Provinsi Jawa Barat Nomor 599 Tahun 2017 tanggal 8 Mei 2017 |
17. | Lembaga Amil Zakat Dompet Amal Pecinta Al Qur’an Kabupaten Bandung Barat | Provinsi Jawa Barat Nomor 303 Tahun 2019 tanggal 19 Februari 2019 |
18. | Lembaga Amil Zakat BaltulMaalku Kabupaten Karawang | Provinsi Jawa Barat Nomor 1676 Tahun 2019 tanggal 19 Desember 2019 |
19. | Perwakilan Yayasan Kesejahteraan Madani | Provinsi Jawa Barat Nomor 1543 Tahun 2020 tanggal 21 Desember 2020 |
20. | LAZ Rabbani Kab. Bogor | Provinsi Jawa Barat Nomor 1526 Tahun 2020 tanggal 18 Desember 2020 |
21. | Perwakilan Baitulmaal Muammalat | Provinsi Jawa Barat Nomor 1274 Tahun 2020 tanggal 13 Oktober 2020 |
22. | Perwakilan Nahdlatul Ulama | Provinsi Jawa Barat Nomor 906 Tahun 2020 tanggal 24 Juli 2020 |
23. | Perwakilan Inisiasi Zakat Indonesia | Provinsi Jawa Barat Nomor 1149 Tahun 2021 tanggal 6 Agustus 2021 |
24. | Lembaga Amil Zakat Achmad Zaky Foundation Kota Depok Provinsi Jawa Barat | Provinsi Jawa Barat Nomor 1549 Tahun 2021 tanggal 18 Oktober 2021 |
25. | Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Muhammadiyah Perwakilan Provinsi Jawa Barat | Provinsi Jawa Barat Nomor 1150 Tahun 2021 tanggal 6 Agustus 2021 |
26. | Lembaga Amil Zakat Sahabat Kebaikan Umat Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat | Provinsi Jawa Barat Nomor 1554 Tahun 2021 tanggal 19 Oktober 2021 |
27. | Lembaga Amil Zakat Al Kasyaf Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat | Provinsi Jawa Barat Nomor 1564 Tahun 2021 tanggal 22 Oktober 2021 |
28. | LAZ Bina Muda Kabupaten Bandung | Provinsi Jawa Barat Nomor 241 Tahun 2016 tanggal 1 Juni 2016 |
29. | LAZ Rumah Peduli Umat Kabupaten Bandung Barat | Provinsi Jawa Barat Nomor 1993 Tahun 2022 tanggal 14 November 2022 |
30. | LAZ Gelora Insan Mandiri Kota Depok | Provinsi Jawa Barat Nomor 484 Tahun 2022 tanggal 11 Mei 2022 |
31. | LAZ Zakatel Citra Caraka Kota Bandung | Provinsi Jawa Barat Nomor 485 Tahun 2022 tanggal 11 Mei 2022 |
32. | LAZ Graha Dhuafa Indonesia Kota Bandung | Provinsi Jawa Barat Nomor 1913 Tahun 2022 tanggal 3 Oktober 2022 |
33. | LAZ Lidzikri Kota Bandung | Provinsi Jawa Barat Nomor 1914 Tahun 2022 tanggal 3 Oktober 2022 |
34. | LAZ Baitulmal Tazkia Kabupaten Bogor | Provinsi Jawa Barat Nomor 43 Tahun 2023 tanggal 12 Januari 2023 |
35. | LAZ Muslim Peduli Kabupaten Bandung | Provinsi Jawa Barat Nomor 171 Tahun 2023 tanggal 13 Maret 2023 |
Daerah Istimewa Yogyakarta |
||
1. | Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Republika Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 120 Tahun 2022 tanggal 16 Februari 2022 |
2. | Lembaga Amil Zakat Rumah Yatim Arrohman Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 598 Tahun 2022 tanggal 3 November 2022 |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Kantor Wilayah Kementerian Agama |
3. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Yayasan Rumah Zakat Indonesia Berskala Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 818 Tahun 2021 tanggal 22 Juli 2021 |
4. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Pendidikan Dakwah Sosial Al Khairaat | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 381 Tahun 2020 tanggal 4 Maret 2020 |
5. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Baitulmaal Muamalat Berskala Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 888 Tahun 2019 tanggal 13 September 2019 |
6. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Daarut Tauhid Peduli Berskala Nasional Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 725 Tahun 2019 tanggal 30 Juli 2019 |
7. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Berskala Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 898 Tahun 2019 tanggal 17 September 2019 |
8. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Amal Syuhada Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 923 Tahun 2019 tanggal 24 September 2019 |
9. | Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 96 Tahun 2022 tanggal 7 Februari 2022 |
10. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Lazisqu Lazis Qur'an | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 476 Tahun 2020 tanggal 1 April 2021 |
11. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah Berskala Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 380 Tahun 2019 tanggal 16 April 2019 |
12. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Balqis Karya Indonesia | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 513 Tahun 2021 tanggal 28 April 2021 |
13. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Yayasan Inisiatif Zakat Indonesia Berskala Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 512 Tahun 2021 tanggal 28 April 2021 |
14. | Yayasan Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Nahdlatul Ulama Kabupaten Bantul | Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantul Nomor 194 Tahun 2018 tanggal 17 Desember 2018 |
15. | Yayasan Lembaga Zakat Infak dan Shadaqah Muhammadiyah Daerah Bantul | Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantul Nomor 104 Tahun 2020 tanggal 7 Oktober 2020 |
16. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Yayasan Daarul Quran Nusantara Berskala Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 115 Tahun 2021 tanggal 13 Januari 2021 |
17. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Yayasan Yatim Mandiri Surabaya Berskala Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 515 Tahun 2020 tanggal 14 April 2020 |
18. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Yayasan Mizan Amanah Berskala Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1192 Tahun 2020 tanggal 4 November 2020 |
19. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Yayasan Nurul Hayat Berskala Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1193 Tahun 2020 tanggal 4 November 2020 |
20. | Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqoh Muhammadiyah Kabupaten Kulon Progo | Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kulon Progo Nomor 205 Tahun 2019 tanggal 15 Juli 2019 |
21. | Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqoh Muhammadiyah Kabupaten Gunungkidul | Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul Nomor 41 Tahun 2020 tanggal 28 Januari 2020 |
22. | Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqoh Nahdlatul Ulama Kabupaten Gunungkidul | Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul Nomor 41A Tahun 2020 tanggal 28 Januari 2020 |
23. | Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Nahdlatul Ulama Kota Yogyakarta | Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Yogyakarta Nomor 187 Tahun 2019 tanggal 20 Mei 2019 |
24. | Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) Kota Yogyakarta | Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Yogyakarta Nomor 388 Tahun 2019 tanggal 16 April 2019 |
25. | Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Nahdlatul Ulama Kulon Progo | Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kulon Progo Nomor 16 Tahun 2019 tanggal 18 Januari 2019 |
26. | Yayasan Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqoh Muhammadiyah Kabupaten Sleman | Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman Nomor 30 Tahun 2020 tanggal 17 Januari 2020 |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Kantor Wilayah Kementerian Agama |
27. | Yayasan Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Nahdlatul Ulama Kabupaten Sleman | Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman Nomor 267 Tahun 2019 tanggal 2 September 2019 |
28. | Yayasan Lumbung Zakat | Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman Nomor 45 Tahun 2021 tanggal 24 Januari 2021 |
29. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Yayasan Baitul Maal Hidayatullah Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 118 Tahun 2022 tanggal 15 Februari 2022 |
30. | Lembaga Amil Zakat Al Azhar Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1198 Tahun 2021 tanggal 23 Desember 2021 |
31. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Agen Sedekah Kulonprogo di Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 160 Tahun 2022 tanggal 9 Maret 2022 |
32. | Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Timoho Sejahtera di Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 161 Tahun 2022 tanggal 9 Maret 2022 |
33. | Lembaga Amil Zakat Sahabat Yatim Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta | Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 209 Tahun 2022 tanggal 1 April 2022 |
Jawa Tengah |
||
1. | LAZ Yayasan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Purwokerto | Provinsi Jawa Tengah Nomor 4132/Kw.11.7/4/BA.03.2/06/2017 tanggal 19 Juni 2017 |
2. | LAZ Yayasan Dana Kemanusiaan Dhuafa Magelang | Provinsi Jawa Tengah Nomor 551 Tahun 2018 tanggal 9 Februari 2018 |
3. | Yayasan Layanan Amal Zakat Insan Indonesia Baiturrahman | Provinsi Jawa Tengah Nomor 810 Tahun 2021 tanggal 25 Juni 2021 |
Jawa Timur |
||
1. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Rumah Itqon Zakat dan Infak di Kabupaten Jember | Provinsi Jawa Timur Nomor 3436 Tahun 2018 tanggal 13 Maret 2018 |
2. | Lembaga Amil Zakat Lembaga Pengembangan Infaq di Kota Mojokerto | Provinsi Jawa Timur Nomor 6114 Tahun 2017 tanggal 6 September 2017 |
3. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Amal Sosial Ash Shohwah Malang | Provinsi Jawa Timur Nomor 6127 Tahun 2017 tanggal 8 September 2017 |
4. | Lembaga Amil Zakat Infaq Shadaqah Yayasan Majlis Amal Sholeh di Kota Surabaya | Provinsi Jawa Timur Nomor 4681 Tahun 2018 tanggal 28 Desember 2018 |
5. | Lembaga Amil Zakat Yayasan Rahmatul Anwar di Kota Surabaya | Provinsi Jawa Timur Nomor 190 Tahun 2020 tanggal 26 Februari 2020 |
6. | Yayasan Lembaga Amil Zakat Keluarga Sakinah Bojonegoro | Provinsi Jawa Timur Nomor 971 Tahun 2020 tanggal 29 Desember 2020 |
7. | Lembaga Amil Zakat Nasional Inisiatif Zakat Indonesia sebagai Perwakilan Lembaga Amil Zakat Skala Nasional di Provinsi Jawa Timur | Provinsi Jawa Timur Nomor 703 Tahun 2021 tanggal 17 Juni 2021 |
8. | Lembaga Amil Zakat Rumah Zakat sebagai Perwakilan Lembaga Amil Zakat Skala Nasional di Provinsi Jawa Timur | Provinsi Jawa Timur Nomor 702 Tahun 2021 tanggal 17 Juni 2021 |
9. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) di Provinsi Jawa Timur | Provinsi Jawa Timur Nomor 1979 Tahun 2017 tanggal 10 Maret 2017 |
10. | Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Republika sebagai Perwakilan Lembaga Amil Zakat Skala Nasional di Provinsi Jawa Timur | Provinsi Jawa Timur Nomor 2022 Tahun 2017 tanggal 21 Maret 2017 |
11. | Lembaga Amil Zakat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sebagai Perwakilan Lembaga Amil Zakat Skala Nasional di Provinsi Jawa Timur | Provinsi Jawa Timur Nomor 8715 Tahun 2017 tanggal 6 November 2017 |
12. | Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Muhammadiyah sebagai Perwakilan Lembaga Amil Zakat Skala Nasional di Provinsi Jawa Timur | Provinsi Jawa Timur Nomor 4540 Tahun 2018 tanggal 1 November 2018 |
13. | Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Muamalat sebagai Perwakilan Lembaga Amil Zakat Skala Nasional di Provinsi Jawa Timur | Provinsi Jawa Timur Nomor 832 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 |
14. | Lembaga Amil Zakat Al Azhar sebagai Perwakilan Lembaga Amil Zakat Skala Nasional di Provinsi Jawa Timur | Provinsi Jawa Timur Nomor 1232 Tahun 2021 tanggal 17 Desember 2021 |
15. | Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah sebagai Perwakilan Lembaga Amil Zakat Skala Nasional di Provinsi Jawa Timur | Provinsi Jawa Timur Nomor 678 Tahun 2021 tanggal 7 Juni 2021 |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Kantor Wilayah Kementerian Agama |
Bali
|
||
1. |
Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Perwakilan Provinsi Bali
|
Provinsi Bali Nomor 518 Tahun 2021 tanggal 8 Desember 2021
|
2. |
Lembaga Amil Zakat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Perwakilan Provinsi Bali
|
Provinsi Bali Nomor 463 Tahun 2017 tanggal 20 November 2017
|
3. |
Lembaga Amil Zakat Rumah Yatim Arrohman Perwakilan Provinsi Bali
|
Provinsi Bali Nomor 478 Tahun 2018 tanggal 2 September 2018
|
4. |
Lembaga Amil Zakat Yayasan Kesejahteraan Mandiri (Yakesma) Perwakilan Provinsi Bali
|
Provinsi Bali Nomor 473 Tahun 2020 tanggal 21 Desember 2020
|
Nusa Tenggara Barat
|
||
1. | Perwakilan LAZ BMH | Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 633 Tahun 2021 tanggal 15 Desember 2021 |
2. | Perwakilan LAZ Rumah Yatim | Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 209 Tahun 2017 tanggal 7 April 2017 |
3. | Perwakilan LAZNAS Dewan Dakwah NTB | Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 712 Tahun 2016 tanggal 2 Desember 2016 |
4. | Perwakilan LAZIS MU Kab. Bima | Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 016/KepIII.0/K/2021-2022 tanggal 13 Februari 2021 |
5. | Perwakilan LAZIS Muhammadiyah Bima | Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 205/Kep/III.0/K/2020 tanggal 12 September 2021 |
Sulawesi Barat
|
||
1. | Perwakilan Lembaga Amil Zakat Nasional Yayasan Kesejahteraan Madani di Provinsi Sulawesi Barat | Provinsi Sulawesi Barat Nomor 483 Tahun 2019 tanggal 9 September 2019 |
2. | Perwakilan Yayasan Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah di Provinsi Sulawesi Barat | Provinsi Sulawesi Barat Nomor 313 Tahun 2020 tanggal 30 November 2020 |
3. | Perwakilan Yayasan Lembaga Amil Zakat Nahdhatul Ulama di Provinsi Sulawesi Barat | Provinsi Sulawesi Barat Nomor 152 Tahun 2021 tanggal 27 April 2021 |
4. | Perwakilan LAZ Baitul Maal Hidayatullah (BMH) | Provinsi Sulawesi Barat Nomor 491 Tahun 2021 tanggal 28 Desember 2021 |
5. | Perwakilan Yayasan Lembaga Amil Zakat Wahdah Islamiyah di Provinsi Sulawesi Barat | Provinsi Sulawesi Barat Nomor 235 Tahun 2020 tanggal 31 Agustus 2020 |
Sulawesi Selatan
|
||
1. | Perwakilan LAZIS Muhammadiyah (LAZISMU) Perwakilan Sulawesi Selatan | Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 746 Tahun 2021 tanggal 3 Agustus 2021 |
2. | Lembaga Amil Zakat (LAZ) Baitul Maal Muamalat Perwakilan Sulawesi Selatan | Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 952 Tahun 2021 tanggal 28 September 2021 |
3. | Lembaga Amil Zakat (LAZ) Daarut Tauhid Peduli Perwakilan Sulawesi Selatan | Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1030 Tahun 2021 tanggal 18 Oktober 2021 |
4. | Lembaga Amil Zakat (LAZ) Yatim Mandiri Perwakilan Sulawesi Selatan | Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1036 Tahun 2021 tanggal 26 Oktober 2021 |
5. | Lembaga Amil Zakat (LAZ) Dompet Dhuafa Perwakilan Sulawesi Selatan | Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1077 Tahun 2021 tanggal 12 November 2021 |
6. | Lembaga Amil Zakat (LAZ) Al Azhar Perwakilan Sulawesi Selatan | Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1090 Tahun 2021 tanggal 24 November 2021 |
7. | Lembaga Amil Zakat Rumah Zakat Perwakilan Sulawesi Selatan | Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 437 Tahun 2021 tanggal 15 April 2021 |
8. | Lembaga Amil Zakat Inisiatif Zakat Indonesia Perwakilan Sulawesi Selatan | Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 438 Tahun 2021 tanggal 15 April 2021 |
9. | Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Perwakilan Sulawesi Selatan | Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 818 Tahun 2021 tanggal 7 September 2021 |
10. | Lembaga Amil Zakat Wahdah Islamiyah Perwakilan Sulawesi Selatan | Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 8218 Tahun 2020 tanggal 28 Desember 2020 |
F. | Lembaga Penerima dan Pengelola Sumbangan Kegamaan Kristen sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama |
1. | Yayasan Sumbangan Sosial Keagamaan Kristen Indonesia (YASKI) | Nomor 31 Tahun 2018 tanggal 19 Januari 2018 |
2. | Yayasan Kasih Persaudaraan Bangsa | Nomor 104 Tahun 2019 tanggal 8 Februari 2019 |
3. | Yayasan Kasih Philadelphia Indonesia | Nomor 372 Tahun 2021 tanggal 15 September 2021 |
G. | Lembaga Penerima Sumbangan Keagamaan Katolik sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama |
1. | Badan Amal Kasih Katolik (BAKKAT) | Nomor 2626 Tahun 2017 tanggal 28 November 2017 |
H. | Lembaga Pengelola Dana Sosial Keagamaan Buddha Wajib Tingkat Nasional sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama |
1. | Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia | Nomor 192 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 168 Tahun 2022 tanggal 28 Oktober 2022 |
2. | Yayasan Dana Paramita Buddha Maitreya Indonesia | Nomor 192 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 168 Tahun 2022 tanggal 28 Oktober 2022 |
3. | Yayasan Dana Paramita Agama Buddha Indonesia | Nomor 192 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 168 Tahun 2022 tanggal 28 Oktober 2022 |
4. | Yayasan Dana Paramita Majelis Tridharma Indonesia | Nomor 192 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 168 Tahun 2022 tanggal 28 Oktober 2022 |
5. | Yayasan Karuna Mitta Wijaya | Nomor 192 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 168 Tahun 2022 tanggal 28 Oktober 2022 |
6. | Yayasan Patra Marga Paramita | Nomor 192 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 168 Tahun 2022 tanggal 28 Oktober 2022 |
7. | Yayasan Dana Paramita Guang Ji Indonesia | Nomor 192 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 168 Tahun 2022 tanggal 28 Oktober 2022 |
8. | Yayasan Dhammaduta Cagga Sasana | Nomor 192 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 168 Tahun 2022 tanggal 28 Oktober 2022 |
I. | Lembaga Pengelola Dana Sosial Keagamaan Buddha Wajib Tingkat Provinsi sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama |
1. | Yayasan Dana Paramita Majapahit | Nomor 192 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 168 Tahun 2022 tanggal 28 Oktober |
J. | Lembaga Penerima Sumbangan Keagamaan Hindu sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama |
1. | Yayasan Badan Dharma Dana Nasional | Nomor 113 Tahun 2023 tanggal 13 Maret 2023 |
A. | Lembaga Amil Zakat (LAZ) Skala Kabupaten/Kota sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Kantor Wilayah Kementerian Agama |
1. | LAZ Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf | Provinsi DKI Jakarta Nomor 2432 Tahun 2016 tanggal 25 November 2016 yang dicabut dengan Surat Keputusan Nomor 103 Tahun 2021 tanggal 29 Januari 2021 |
B. | Lembaga Penerima dan Pengelola Sumbangan Keagamaan Kristen sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama |
1. | Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI) | Nomor DJ.III/KEP/HK.005/290/2011 tanggal 15 Juli 2011 yang dicabut dengan Nomor 48 Tahun 2023 tanggal 28 Februari 2023 |
C. | Lembaga Penerima Sumbangan Keagamaan Hindu sebagai berikut: |
No. | Nama Badan/Lembaga | Nomor dan Tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama |
1. | Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma Parisad (BDDN YADP) | Nomor 43 Tahun 2012 tanggal 15 Maret 2012 yang dicabut dengan Nomor 113 Tahun 2023 tanggal 13 Maret 2023 |
1. | Perbaikan yang Tidak Menambah Masa Manfaat PT A membeli sebuah perahu dengan nilai Rp500.000.000 pada bulan Januari 2023. Perahu tersebut termasuk dalam kelompok 2 yang memiliki masa manfaat fiskal 8 tahun. Untuk menambah kecepatan perahu, pada bulan Januari 2024 dilakukan penambahan mesin inboard dan mesin outboard dengan jumlah pengeluaran sebesar Rp100.000.000. Penambahan mesin tersebut tidak mengakibatkan penambahan masa manfaat perahu. Penghitungan penyusutan yang dilakukan oleh PT A adalah sebagai berikut: |
Tahun | Tarif | Penyusutan | Nilai Sisa Buku |
Harga Perolehan | 600.000.000 | ||
2023 | 12,5% | 75.000.000 | 525.000.000 |
Biaya Perbaikan | 100.000.000 | ||
625.000.000 | |||
2024 | 12,5% | 78.125.000 | 546.875.000 |
2025 | 12,5% | 78.125.000 | 468.750.000 |
2026 | 12,5% | 78.125.000 | 390.625.000 |
2027 | 12,5% | 78.125.000 | 312.500.000 |
2028 | 12,5% | 78.125.000 | 234.375.000 |
2029 | 12,5% | 78.125.000 | 156.250.000 |
2030 | 12,5% | 78.125.000 | 78.125.000 |
2031 | 12,5% | 78.125.000 | 0 |
2. | Perbaikan yang Menambah Masa Manfaat Pengeluaran untuk pembelian sebuah kapal sebesar Rp1.000.000.000 pada bulan Oktober 2022. Masa manfaat fiskal kapal tersebut adalah 8 tahun. Setelah digunakan 5 tahun, pada bulan Oktober 2027 dilakukan penggantian mesin dan perbaikan badan kapal sebesar Rp400.000.000. Perbaikan tersebut menyebabkan kapal dapat digunakan 6 tahun lebih lama dari sisa masa manfaat awal, sehingga sisa manfaat menjadi 9 tahun. Namun, untuk tujuan perpajakan masa manfaat penyusutan kapal bukan 9 tahun, tetapi menjadi 8 tahun sesuai masa manfaat awal kelompok 2. Biaya penggantian mesin dan perbaikan badan kapal tersebut dikapitalisasi pada nilai sisa buku fiskal kapal dan disusutkan sesuai masa manfaat kapal setelah diperbaiki, yaitu 8 tahun. Berikut adalah penghitungan penyusutannya: |
Tahun | Proporsional | Tarif | Penyusutan | Nilai Sisa Buku |
Harga Perolehan | 1.000.000.000 | |||
2022 | 3/12 | 12,5% | 31.250.000 | 968.750.000 |
2023 | 12,5% | 125.000.000 | 843.750.000 | |
2024 | 12,5% | 125.000.000 | 718.750.000 | |
2025 | 12,5% | 125.000.000 | 593.750.000 | |
2026 | 12,5% | 125.000.000 | 468.750.000 | |
2027 | 9/12 | 12,5% | 93.750.000 | 375.000.000 |
Biaya Perbaikan | 400.000.000 | |||
750.000.000 | ||||
2027 | 3/12 | 12,5% | 24.218.750 | 750.781.250 |
2028 | 12,5% | 96.875.000 | 653.906.250 | |
2029 | 12,5% | 96.875.000 | 557.031.250 | |
2030 | 12,5% | 96.875.000 | 460.156.250 | |
2031 | 12,5% | 96.875.000 | 363.281.250 | |
2032 | 12,5% | 96.875.000 | 266.406.250 | |
2033 | 12,5% | 96.875.000 | 169.531.250 | |
2034 | 12,5% | 96.875.000 | 72.656.250 | |
2035 | 9/12 | 12,5% | 72.656.250 | - |
1. | Memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) sejak awal tahun pajak yang bersangkutan. Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang disampaikan dalam jangka waktu tersebut dianggap disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak Orang Pribadi tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Apabila Wajib Pajak orang pribadi yang berhak bermaksud untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, tetapi tidak memberitahukannya kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu yang ditentukan, maka Wajib Pajak tersebut dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan. |
2. | wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pencatatan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan penerapan norma dalam menghitung penghasilan neto. |
- | Amortisasi biaya pendirian bangunan dengan menggunakan metode garis lurus (diamortisasi dalam jumlah sama besar ) selama masa perjanjian bangun guna serah. Contoh : Investor PT ABC mendirikan bangunan gedung perkantoran 12 lantai atas tanah milik PT PG berdasarkan perjanjian bangun guna serah dengan biaya Rp 30.000.000.000,00 untuk masa selama 15 tahun. Amortisasi yang dilakukan oleh PT ABC setiap tahun adalah sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (Rp.30.000.000.000,00 : 15) |
||||||||||
- | Apabila masa perjanjian bangun guna serah diakhiri lebih pendek dari masa yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka sisa biaya pembangunan yang belum diamortisasi dibebankan sekaligus pada tahun diakhirinya perjanjian bangun guna serah tersebut. Contoh : Berdasarkan contoh 1,PT ABC pada akhir tahun ke dua belas menyerahkan bangunan kepada PT PG .dengan diperpendeknya masa perjanjian tersebut kepada PT ABC diberikan imbalan oleh PT PG sebesar Rp 5.000.000.000,00 pada akhir tahun ke dua belas (tahun berakhirnya masa perjanjian bangun guna serah) PT ABC memperoleh tambahan penghasilan sebesar Rp 5.000.000.000,00 (Rp 30.000.000.000,00 - (12x Rp 2.000.000.000,00). |
||||||||||
- | Apabila masa perjanjian bangun guna serah diperpanjang dari masa perjanjian yang telah ditentukan karena adanya penambahan bangunan, maka biaya tambahan tersebut ditambahkan pada sisa biaya yang belum diamortisasi, dan selanjutnya diamortisasi hingga berakhirnya masa perjanjian yang diperpanjang tersebut. Contoh : Berdasarkan Contoh 1, PT ABC pada tahun ke sebelas menambah bangunan dengan biaya Rp 20.000.000.000,00 dan masa bangun guna serah diperpanjang 5 tahun sehingga menjadi 20 tahun. Penghitungan amortisasi PT ABC mulai tahun ke sebelas sebagai berikut :
|
||||||||||
- | Amortisasi biaya pendirian bangunan dimulai pada tahun mulai digunakannya atau diusahakannya bangunan tersebut. Biaya pendirian bangunan dikapitalisir terlebih dahulu sampai bangunan dapat digunakan atau diusahakan. |
- | Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa perjanjian bangun guna serah berakhir | |
- | Penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak atas tanah sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah, seperti : | |
* | Pembayaran berkala yang dilakukan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah selama masa perjanjian. | |
* | Bagian dari uang sewa bangunan | |
* | Bagian keuntungan dari pengusahaan bangunan yang diberikan oleh invistor | |
* | Penghasilan lainnya sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah | |
- | penyerahan sebagian bangunan dalam hal bangunan yang didirikan oleh investor tidak seluruhnya menjadi hak investor tetapi sebagian diserahkan kepada pemegang hak atas tanah |
A. | Wajib Pajak A kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Ia menjalankan usaha kantor akuntan publik di Jakarta yang juga memiliki usaha kantor hukum di Yogyakarta | ||
- | Peredaran Usaha kantor hukum di Yogyakarta | Rp. 150.000.000,00 | |
- | Peredaran usaha kantor akuntan publik di jakarta di Jakarta | Rp. 250.000.000,00 | |
Penghasilan neto dihitung sebagai berikut : | |||
- | Dari usaha kantor hukum : 50% X Rp. 150.000.000,00 | Rp. 75.000.000,00 | |
- | Dari usaha kantor akuntan publik: 50% X Rp. 250.000.000,00 | Rp. 125.000.000,00 | |
jumlah penghasilan Neto | Rp. 200.000.000,00 | ||
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp. 200.000.000,00 - Rp. 72.000.000,00 = Rp. 128.000.000,00 Pajak penghasilan yang terutang : |
|||
- | 5% X Rp.60.000.000,00 | Rp. 3.000.000,00 | |
15% X Rp. 68.000.000,00 | Rp. 10.200.000,00 | ||
Jumlah | Rp. 13.200.000,00 | ||
Catatan :
|
|||
B. | Wajib Pajak Tuan B yang berstatus kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak memiliki profesi sebagai actor di Jakarta dengan peredaran usaha selama Tahun Pajak 2023 sebesar Rp 1 Miliar. Selain itu, Tuan B juga berprofesi sebagai pengacara dengan menjalankan usaha kantor hukum di Yogyakarta. Peredaran bruto dari usaha kantor hukum selama tahun pajak 2023 sebesar Rp 500 juta. Istri Tuan B tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan. Tuan B telah menyampaikan pemberitahuan mengenai penggunaan norma penghitungan kepada DJP 3 bulan sejak awal Tahun Pajak 2023. Karena penghasilan yang diperoleh Tuan B dari profesinya sebagai actor dan dari usaha kantor hukum selama tahun 2023 tidak melebihi 4,8 Miliar, maka Tuan B boleh menghitung penghasilan netto dari kedua usahanya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. |
50% X Rp. 1.000.000.000,00 | Rp. 500.000.000,00 |
Penghasilan neto dari usaha kantor hukum | |
50% X Rp. 500.000.000,00 | Rp. 250.000.000,00 |
Jumlah penghasilan neto | Rp. 750.000.000,00 |
PTKP (K/3) | Rp. 72.000.000,00 |
PKP | Rp. 678.000.000,00 |
PPh Terutang | Rp. 147.400.000,00 |
PPh atas penghasilan kena pajak terutang | : 30% x 1% | = 0.30% |
Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi | : 20% x (1-0,3)% | = 0,14% |
pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap (branch profit tax/BPT) (tarif 20%) |
||
Total | = 0,44% |
1. | Penghitungan dengan cara umum Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan (Pasal 4 ayat (1) UU PPh) dengan pengurangan-pengurangan (Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d dan huruf e UU PPh). Bagi Wajib Pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara penghitungan normal dengan contoh sebagai berikut :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Penghitungan dengan menggunakan norma penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi orang pribadi dan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UU PPh No. 36 Tahun 2008, dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan. Untuk Wajib Pajak orang pribadi, dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang diperbolehkan untuk tidak menyelenggarakan pembukuan, maka Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dengan contoh sebagai berikut:
|
a. | BNPB; |
b. | BPBD; |
c. | kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan; |
d. | kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial; atau |
e. | Lembaga Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan, |
a. | menjadi Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan meliputi tenaga kesehatan, dan tenaga pendukung kesehatan; dan |
b. | mendapat penugasan, |
a. | terjadinya pembayaran; atau |
b. | terutangnya penghasilan yang bersangkutan, |
a. | persewaan harta berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Pajak Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan; dan/atau |
b. | sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, |
a. | terjadinya pembayaran; atau |
b. | jatuh tempo pembayaran, |
a. | berbentuk Perseroan Terbuka; |
b. | dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40% (empat puluh persen); dan |
c. | memenuhi persyaratan tertentu, |
Penghasilan Neto Suami | = Rp 1.200.000.000 |
Penghasilan Neto Istri | = Rp 840.000.000 + |
Total Penghasilan Neto | = Rp 2.040.000.000 |
PTKP (K/I/3) | = Rp 126.000.000 |
5% X 60.000.000 | = Rp 3.000.000 |
15% X 190.000.000 | = Rp 28.500.000 |
25% X 250.000.000 | = Rp 62.500.000 |
30% X 1.414.000.000 | = Rp 424.200.000 + |
- | Suami : | Rp1.200.000.000 | x Rp 518.200.000 | = Rp304.823.529 |
Rp2.040.000.000 | ||||
- | Isteri : | Rp 840.000.000 | x Rp518.200.000 | = Rp213.376.471 |
Rp2.040.000.000 |
- | SPT Induk Suami : | |
PPh Terutang | Rp 304.823.529 | |
Kredit Pajak (PPh 21) | Rp 282.400.000 - | |
PPh Kurang/(Lebih) Bayar | Rp 22.423.529 | |
- | SPT Induk Istri : | |
PPh Terutang | Rp213.376.471 | |
Kredit Pajak (PPh 21) | Rp174.400.000 - | |
PPh Kurang/(Lebih) Bayar | Rp 38.976.471 |
PPh | : 30% x 6% = 1,8% |
PPh Pasal 26 | : 20% x (30% x 6%) = 0,84% |
Jumlah PPh | : 1,8% + 0,84% = 2,64% |
a. | Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang membayar atau pihak yang mencharter wajib : | |
- | memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai pengganti. | |
- | Memberikan Bukti pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dengan menggunakan bentuk yang telah dilakukan. | |
- | menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). | |
- | melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran II, dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP dan lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri (final). | |
b. | Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar Negeri Wajib: | |
- | menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final. | |
- | melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan bentuk yang telah ditentukan, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final. |
- | Pemberi hasil adalah pihak yang mencharter kapal; |
- | Penerima hasil adalah Wajib Pajak perusahaan pelayaran luar negeri yang memperoleh imbalan atau nilai pengganti sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau barang berdasarkan perjanjian charter (termasuk awak kapal); |
- | Agen adalah pihak yang menerima pembayaran yang dalam hal ini hanya bertindak sebagai perantara, dengan memperoleh imbalan berupa komisi dari perusahaan pelayaran. Hal ini harus jelas disebutkan dalam kontraknya. |
a. | atas premi dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah premi yang dibayar; |
b. | atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar; |
c. | atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% (lima persen) dari jumlah premi yang dibayar. |
No. | Pembayar Premi di Indonesia | Perkiraan Penghasilan Neto dari jumlah premi yang dibayar |
Tarif efektif PPh Pasal 26 dari jumlah premi yang dibayar |
1 | Tertanggung | 50% | 10% |
2 | Perusahaan Asuransi | 10% | 2% |
3 | Perusahaan Reasuransi | 5% | 1% |
a. | Suatu perusahaan penyewaan gedung kantor, PT A, mengasuransikan bangunan bertingkat langsung ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 1995 sebesar Rp. 1 milyar. besarnya perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri adalah : 50% x Rp 1 milyar = Rp. 500.000.000,00. Besarnya PPh Pasal 26 yang harus dipotong oleh PT A selama tahun 1995 adalah : 20% x Rp. 500.000.000,00 = Rp. 100.000.000,00 (10% x Rp. 1 milyar). |
b. | Jika PT A mengasuransikan kepada perusahaan asuransi di dalam negeri, PT B, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp. 1 milyar, dan kemudian PT.B mere-asuransikan sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi sebesar Rp. 500 juta besarnya perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi di luar negeri adalah : 10% x Rp. 500 juta = Rp. 50.000.000,00 dan PPh Pasal 26 yang wajib dipotong oleh PT B adalah : 20% x Rp. 50 juta = Rp. 10.000.000,00 (2% x Rp. 500.000.000,00). |
a. | Tertanggung yaitu pemegang polis yang membayar premi asuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri; atau |
b. | Perusahaan asuransi di Indonesia yang mereasuransikan sebagian atau seluruh tanggungannya kepada perusahaan asuransi di luar negeri; atau |
c. | Perusahaan reasuransi di Indonesia yang mereasuransikan kembali sebagian atau seluruh tanggungannya kepada perusahaan asuransi di luar negeri. |
- | Lembar 1, untuk pihak yang dipotong penghasilannya; |
- | Lembar 2, untuk dilampirkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan 26 yang disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar; |
- | Lembar 3, untuk arsip pemotong pajak. |
a. | Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 26; |
b. | Lembar kedua Bukti Pemotongan PPh Pasal 26; |
c. | Lembar ketiga Surat Setoran Pajak (SSP). |
- | Peredaran bruto | Rp 400.000.000,00 | |
- | Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan |
Rp 275.000.000,00 |
|
---------------------- (-) | |||
Rp 125.000.000,00 | |||
- | Penghasilan bunga | Rp 5.000.000,00 | |
- | Penjualan langsung barang oleh kantor pusat yang sejenis dengan barang yang dijual bentuk usaha tetap |
Rp 200.000.000,00 |
|
- | Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan |
Rp 150.000.000,00 |
|
---------------------- (-) | |||
Rp 50.000.000,00 | |||
- | Deviden yang diterima atau diperoleh kantor pusat yang mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap |
Rp 2.000.000,00 |
|
----------------------- (+) | |||
Rp 182.000.000,00 | |||
- | Biaya-biaya menurut Pasal 5 ayat (3) | Rp 7.000.000,00 | |
------------------------ (-) | |||
- | Penghasilan Kena Pajak | Rp 175.000.000,00 ================ |
Dasar Hukum
Penghasilan selama 3 (tiga) bulan | Rp 15.000.000,00 |
Penghasilan setahun sebesar : 360 x Rp 15.000.000,00 3 x 30 |
Rp 60.000.000,00 |
Penghasilan Tidak Kena Pajak | Rp 54.000.000,00 |
------------------------ (-) | |
Penghasilan Kena Pajak | Rp 6.000.000,00 ================ |
5% x Rp60.000.000,00 15% x Rp190.000.000,00 25% x Rp250.000.000,00 30%x Rp84.160.000,00 |
= Rp 3.000.000,00 = Rp 28.500.000,00 = Rp 62.500.000,00 = Rp 25.248.000,00 (+) = Rp 119.248.000,000 |
Lapisan Penghasilan Kena Pajak | Tarif Pajak |
sampai dengan Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) | 5% (lima persen) |
di atas Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) | 15% (lima belas persen) |
di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) | 25% (dua puluh lima persen) |
di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) | 30% (tiga puluh persen) |
di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) | 35% (tiga puluh lima persen) |
a. | Sedarah | - | lurus satu derajat | : | Ayah, ibu, anak kandung |
- | ke samping satu derajat | : | Saudara kandung | ||
b. | Semenda | - | lurus satu derajat | : | Mertua, anak tiri |
- | ke samping satu derajat | : | Saudara Ipar |
- | Saudara kandung, karena termasuk dalam pengertian keluarga sedarah kesamping satu derajat; |
- | Saudara ipar, karena termasuk dalam pengertian keluarga semenda kesamping satu derajat; |
- | Saudara dari bapak/ibu, karena tidak termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus. |
Lapisan Penghasilan Kena Pajak | Tarif Pajak |
sampai dengan Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) | 5% (lima persen) |
di atas Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) | 15% (lima belas persen) |
di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) | 25% (dua puluh lima persen) |
di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) | 30% (tiga puluh persen) |
di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) | 35% (tiga puluh lima persen) |
5% x Rp60.000.000,00 | = Rp 3.000.000,00 |
15% x Rp190.000.000,00 | = Rp 28.500.000,00 |
25% x Rp250.000.000,00 | = Rp 62.500.000,00 |
30% x Rp4.500.000.000,00 | = Rp 1.350.000.000,00 |
35% x Rp1.000.000.000,00 | = Rp 350.000.000,00 |
--------------------------- (+) | |
Rp 1.794.000.000,00 |
a. | berbentuk perseroan terbuka; | ||||||||
b. | dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40% (empat puluh persen); dan | ||||||||
c. | memenuhi persyaratan tertentu, meliputi:
|
- | Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dengan jangka waktu tertentu yaitu paling lama: | |
1. | 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi; | |
2. | 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang; dan | |
3. | 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas. | |
- | Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagai berikut: | |
a. | penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas; | |
b. | penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri; | |
c. | penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan | |
d. | penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak. |
a. | kantor perwakilan negara asing; | ||||||||
b. | organisasi internasional:
|
||||||||
c. | orang pribadi yang:
|
1. | kantor perwakilan negara asing; |
2. | organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penetapan organisasi-organisasi internasional yang tidak termasuk subjek Pajak Penghasilan |
3. | organisasi-organisasi internasional yang ketentuan Pajak Penghasilannya didasarkan pada ketentuan perjanjian internasional dan dalam perjanjian internasional tersebut mengecualikan kewajiban pemotongan pajak, serta organisasi-organisasi dimaksud telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan; |
4. | pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. |
I. | Badan-badan Internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. | ADB (Asian Development Bank) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | IFC (International Finance Corporation) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | IMF (International Monetary Fund) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | UNDP (United Nations Development Programme), meliputi:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. | FAO (Food and Agricultural Organization) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
7. | ILO (International Labour Organization) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
8. | UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
9. | UNIC (United Nations Information Centre) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
10. | UNICEF (United Nations Children's Fund) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
11. | UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
12. | WHO (World Health Organization) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
13. | World Bank | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
II. | Kerjasama Teknik: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. | Kerjasama Teknik Australia - Republik Indonesia (Australia-Indonesia Partnership) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Kerjasama Teknik Canada - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | Kerjasama Teknik India - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | Kerjasama Teknik Inggris - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | Kerjasama Teknik Jepang - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. | Kerjasama Teknik New Zealand - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
7. | Kerjasama Teknik Negeri Belanda - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
8. | Kerjasama Teknik Rusia - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
9. | Kerjasama Teknik Jerman - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
10. | Kerjasama Teknik Perancis - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
11. | Kerjasama Teknik Negeri Polandia - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
12. | Kerjasama Teknik Amerika Serikat - Republik Indonesia (USAID: United States Agency for International Development) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
13. | Kerjasama Teknik Swiss - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
14. | Kerjasama Teknik Italia - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
15. | Kerjasama Teknik Belgia - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
16. | Kerjasama Teknik Denmark - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
17. | Kerjasama Teknik Korea - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
18. | Kerjasama Teknik Finlandia - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
19. | Kerjasama Ekonomi dan Teknik Malaysia - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
20. | Kerjasama Ekonomi dan Teknik Singapura - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
21. | Kerjasama Ekonomi, Perdagangan dan Teknik RRC - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
22. | Kerjasama Ekonomi, Ilmu Pengetahuan dan Teknik Vietnam - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
23. | Kerjasama Ekonomi dan Teknik Thailand - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
24. | Kerjasama Ilmu Pengetahuan dan Teknik Meksiko - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
25. | Kerjasama Teknik Kerajaan Arab Saudi - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
26. | Kerjasama Teknik Iran - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
27. | Kerjasama Teknik Pakistan - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
28. | Kerjasama Teknik Philippine - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
III. | Kerjasama Kebudayaan : | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. | Kerjasama Kebudayaan Belanda - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Kerjasama Kebudayaan Jepang - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | Kerjasama Kebudayaan Mesir/RPA - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | Kerjasama Kebudayaan Austria - Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
IV. | Organisasi -Organisasi Internasional Lainnya : | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. | Asean Secretariat | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | SEAMEO (South East Asian Minister of Education Organization) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | ACE (The ASEAN Centre for Energy) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | NORAD (The Norwegian Agency for International Development) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | Plan International Inc. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. | PCI (Project Concern International) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
7. | IDRC (The International Development Research Centre) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
8. | Kerjasama Teknik di bidang Perkoperasian antara DMTCI/CLUSA-Republik Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
9. | NLRA (The Netherlands Leprosy Relief Association) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
10. | The Commission of The European Communities | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
11. | OISCA INT. (The Organization for Industrial, Spiritual and Cultural Advancement International) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
12. | World Relief Cooperation | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
13. | APCU (The Asean Heads of Population Coordination Unit) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
14. | SIL (The Summer Institute of Linguistics, Inc.) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
15. | IPC (The International Pepper Community) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
16. | APCC (Asian Pacific Coconut Community) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
17. | INTELSAT (International Telecommunication Satellite Organization) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
18. | People Hope of Japan (PHJ) dan Project Hope | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
19. | CIP (The International Potato Centre) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
20. | ICRC (The International Committee of Red Cross) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
21. | Terre Des Hommes Netherlands | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
22. | Wetlands International | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
23. | HKI (Helen Keller International, Inc.) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
24. | Taipei Economic and Trade Office | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
25. | Vredeseilanden Country Office (VECO) Belgia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
26. | KAS (Konrad Adenauer Stiftung) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
27. | Program for Appropriate Technology in Health, USA-PATH | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
28. | Save the Children-US dan Save the Children-UK | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
29. | CIFOR (The Center for International Forestry Research) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
30. | Islamic Development Bank | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
31. | Kyoto University-Jepang | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
32. | ICRAF (the International Centre for Research in Agroforestry) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
33. | Swisscontact-Swiss Foundation for Technical Cooperation | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
34. | Winrock International | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
35. | Stichting Tropenbos | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
36. | The Moslem World League (Rabithah) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
37. | NEDO (The New Energy and Industrial Technology Development Organization) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
38. | HSF (Hans Seidel Foundation) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
39. | DAAD (Deutscher Achademischer Austauschdienst) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
40. | WCS (The Wildlife Conservation Society) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
41. | BORDA (The Bremen Overseas Research and Development Association) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
42. | ASEAN Foundation | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
43. | SOCSEA (Sub Regional Office of CIRDAP in Southeast Asia) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
44. | IMC (International Medical Corps) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
45. | KNCV (Koninklijke Nederlands Centrale Vereniging tot Bestrijding der Tuberculosis) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
46. | Asia Foundation | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
47. | The British Council | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
48. | CARE (Cooperative for American Relief Everywhere Incorporation) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
49. | CCF (Christian Children's Fund) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
50. | dihapus | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
51. | CWS (Church World Service) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
52. | The Ford Foundation | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
53. | FES (Friedrich Ebert Stiftung) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
54. | FNS (Friedrich Neumann Stiftung) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
55. | IRRI (International Rice Research Institute) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
56. | Leprosy Mission | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
57. | OXFAM (Oxford Committee for Famine Relief) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
58. | WE (World Education, Incorporated, USA) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
59. | JICA (Japan International Cooperations Agency) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
60. | JBIC (Japan Bank for International Cooperation) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
61. | KOICA (Korea International Cooperation Agency) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
62. | ERIA (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
63. | JETRO (Japan External Trade Organization) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
64. | IFRC (International Federation of Red Cross and Red Cresent Societies) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
65. | ICD (Islamic Corporation for Development of the Private Sector) |
- | Biaya perolehan atau pembelian ponsel yang di miliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) melalui penyusutan aktiva kelompok I. |
- | Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan ponsel tersebut dapat dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen). |
- | Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II. |
- | Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen). |
- | Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II. |
- | Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan tersebut dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya rutin perusahaan. |
- | Atas penghasilan wajib pajak yang telah dikenakan PPh Final atau berdasarkan norma penghitungan khusus, maka pembebanan biaya-biaya tersebut sudah termasuk dalam penghitungan PPh Final atau berdasarkan norma penghitungan khusus. |
- | Biaya-biaya tersebut bukan penghasilan bagi pegawai yang menerimanya |
Atas pemotongan PPh Pasal 21/26 yang dilakukan untuk setiap masa pajak (setiap bulan) harus dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26 dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.
Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
a. | penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur; |
b. | penghasilan yang diterima atau diperoleh Pensiunan secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; |
c. | imbalan kepada anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur; |
d. | penghasilan Pegawai Tidak Tetap, yang dapat berupa:
|
e. | imbalan kepada Bukan Pegawai sebagai imbalan sehubungan dengan Pekerjaan Bebas atau jasa yang dilakukan, yang dapat berupa:
|
f. | imbalan kepada Peserta Kegiatan, yang dapat berupa:
|
g. | uang manfaat pensiun atau penghasilan sejenisnya yang diambil sebagian oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai Pegawai; dan |
h. | penghasilan atau imbalan yang diterima atau diperoleh Mantan Pegawai, yang dapat berupa: |
i. | jasa produksi;
|
- | Daerah tertentu adalah daerah terpencil, yaitu daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut, maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral, termasuk daerah terpencil. | ||||||||||||||||
- | Prasarana ekonomi meliputi 8 (delapan) jenis sebagai berikut
|
||||||||||||||||
- | Prasarana transportasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi 3 (tiga) jenis sebagai berikut:
|
||||||||||||||||
- | Lokasi usaha pemberi kerja yang ditetapkan sebagai daerah tertentu ditentukan oleh ketidaktersediaan atau ketidaklayakan minimal 6 (enam) dari 11 (sebelas) jenis prasarana ekonomi. Ketidaktersediaan atau ketidaklayakan minimal 6 (enam) harus terdapat minimal 1 (satu) jenis prasarana yang tidak tersedia atau tidak layak dari jenis prasarana transportasi umum. Dalam hal prasarana ekonomi dan transportasi umum telah dibangun secara mandiri oleh pemberi kerja maka prasarana ekonomi dan transportasi umum dimaksud diperhitungkan sebagai prasarana yang tidak tersedia dalam penentuan ketidaktersediaan atau ketidaklayakan. | ||||||||||||||||
- | Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu meliputi sarana, prasarana, dan/atau fasilitas di lokasi kerja untuk Pegawai dan keluarganya berupa:
|
||||||||||||||||
- | Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas untuk Pegawai dan keluarganya berupa sarana, prasarana, dan/atau fasilitas yang diselenggarakan oleh:
|
||||||||||||||||
- | Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas berupa pelayanan kesehatan dan/atau pendidikan untuk Pegawai dan keluarganya yang diselenggarakan pihak lain termasuk sarana, prasarana, dan/atau fasilitas berupa pelayanan kesehatan dan/atau pendidikan yang terletak di wilayah kabupaten atau kota lokasi usaha pemberi kerja dan/atau wilayah kabupaten atau kota yang berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten atau kota lokasi usaha pemberi kerja. | ||||||||||||||||
- | Sarana, prasarana, dan fasilitas di lokasi kerja untuk Pegawai dan keluarganya berupa pengangkutan meliputi pengangkutan untuk Pegawai dan keluarga dalam melaksanakan penugasan. | ||||||||||||||||
- | Pengeluaran dalam bentuk natura dan kenikmatan dibebankan sebagai biaya oleh pemberi kerja pada tahun pajak biaya tersebut dibayarkan atau terutang. | ||||||||||||||||
- | Pengeluaran untuk pembangunan sarana dan fasilitas yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun disusutkan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan. |
Kategori TER | Status PTKP | Besaran PTKP |
TER A | TK/0 | Rp 54.000.000,- |
TK/1 & K/0 | Rp 58.500.000,- | |
TER B | TK/2 & K/1 | Rp 63.000.000,- |
TK/3 & K/2 | Rp 67.500.000,- | |
TER C | K/3 | Rp 72.000.000,- |
Penghasilan Bruto Harian | TER Harian |
≤ Rp450ribu | 0% X Ph Bruto Harian |
>Rp450ribu – Rp2,5juta | 0,5% X Ph Bruto Harian |
Lapisan Penghasilan Kena Pajak | Tarif Pajak |
Sampai dengan Rp60.000.000,- | 5% |
Di atas Rp60.000.000,- s.d Rp250.000.000,- | 15% |
Di atas Rp250.000.000,- s.d Rp500.000.000,- | 25% |
Di atas Rp500.000.000,- s.d Rp5.000.000.000,- | 30% |
Di atas Rp5.000.000.000,- | 35% |
Definisi | Jenis Penghasilan* |
|
Penghasilan teratur maupun tidak teratur, dapat berupa :
|
Definisi | Jenis Penghasilan* |
|
Penghasilan secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya |
Setiap Masa, Kecuali Masa Pajak Terakhir | Ph. Bruto sebulan x TER Bulanan* *Keterangan : TER A = TK/0; TK/1 & K/0 TER B = TK/2 ; K/1 ; TK/3 ; K/2 & TER C = K/3 |
Masa Pajak Terakhir | PPh Pasal 21 setahun = (Ph. Bruto setahun – Biaya Jabatan/Pensiun – Iuran Pensiun – Zakat / Sumbangan Keagamaan Wajib yang dibayar melalui pemberi kerja – PTKP) x Tarif Ps. 17 |
PPh Ps. 21 Masa Pajak terakhir = PPh Ps. 21 setahun – PPh Ps. 21 yang sudah dipotong selain masa pajak terakhir |
Pegawai Tidak Tetap
Teknis Penghitungan PPh 21 Pegawai Tetap |
Tarif Efektif Rata-Rata (TER) yang terdiri dari :
|
Penghasilan Bruto Harian | TER Harian/Tarif |
≤ Rp450ribu | 0% X Ph Bruto Harian |
>Rp450ribu – Rp2,5juta | 0,5% X Ph Bruto Harian |
> Rp2,juta/ hari | > Rp2,5juta / hari |
Tarif Psl 17 x 50% x Ph Bruto Sehari | Tarif Psl 17 x 50% x Ph Bruto Sehari |
Jenis Jasa | Penentuan Jumlah Bruto |
Jasa Katering | Seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima/diperoleh |
Jasa dokter | Jasa dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik, yaitu sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik |
Selain Jasa Katering dan dokter | Seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai dari Pemotong Pajak, tidak termasuk:
|
1. | Mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka: Penghasilan bruto = jumlah pembayaran - bagian gaji/upah dari pegawai yang dipekerjakan |
2. | Melakukan penyerahan material/barang, maka: Penghasilan bruto = jumlah pemberian jasanya saja |
5% x Rp15.000.000,00 | = Rp. 750.000,00 |
15% x Rp10.000.000,00 | = Rp. 1.500.000,00 |
= Rp. 2.250.000,00 |
a. Bulan Januari 2010 | Rp 240.000.000,00 |
b. Bulan Januari 2011 | Rp 120.000.000,00 |
c. Bulan Juli 2011 | Rp 120.000.000,00 |
d. Bulan Januari 2012 | Rp 120.000.000,00 |
a. | Bulan Januari 2010 : | ||
0% x Rp 50.000.000,00 | = | Rp 0,00 | |
5% x Rp 50.000.000,00 | = | Rp 2.500.000,00 | |
15% x Rp 140.000.000,00 | = | Rp 21.000.000,00 (+) | |
Rp 23.500.000,00 | |||
b. | Bulan Januari 2011 : | ||
15% x Rp 120.000.000,00 | = | Rp 18.000.000,00 | |
c. | Bulan Juli 2011 : | ||
15% x Rp 120.000.000,00 | = | Rp 18.000.000,00 | |
d. | Bulan Januari 2012 | ||
Oleh karena pembayaran Uang Pesangon sudah memasuki tahun ketiga maka tarif PPh Pasal 21 untuk Uang Pesangon yang dibayarkan pada bulan Januari 2012 adalah Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dan pemotongan PPh 21 pada bulan Januari 2012 tidak bersifat Final. | |||
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Bulan Januari 2012 : | |||
5% x Rp 50.000.000,00 | = | Rp 2.500.000,00 | |
15% x Rp 70.000.000,00 | = | Rp 10.500.000,00 (+) | |
Jumlah | = | Rp 13.000.000,00 |
Gaji Sebulan Tunjangan Pajak Penghasilan Bruto Sebulan |
Rp6.500.000,00 Rp 300.000,00 Rp6.800.000,00 |
|
Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya atau lebih kecil dibanding jumlah rata-rata deposito atau tabungan, maka bunga atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dikurangkan sebagai biaya. |
|
Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dibanding jumlah rata-rata deposito atau tabungan, maka bunga atas pinjaman yang boleh dikurangkan sebagai biaya adalah biaya bunga atas selisih antara jumlah rata-rata pinjaman dengan jumlah rata-rata deposito atau tabungan. Misalnya : Jumlah rata-rata pinjaman dalam 1 tahun = Rp 150.000.000,00 Jumlah rata-rata deposito Dalam 1 tahun = Rp 40.000.00000 Bunga pinjaman seluruhnya = Rp 30.000.000,00 Bunga pinjaman yang dapat dikurangkan sebagai biaya = {(150 juta - 40 juta) / 150 juta} x Rp 30 juta = Rp 22 Juta. |
a. | Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas:
|
|||||||
b. | bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang; | |||||||
c. | bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP); | |||||||
d. | Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS); | |||||||
e. | badan usaha tertentu meliputi:
|
|||||||
f. | badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir. industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri; | |||||||
g. | Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri; | |||||||
h. | produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas; | |||||||
i. | badan usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau ekspornya; | |||||||
j. | badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan yang dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara; atau | |||||||
k. | badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di dalam negeri. | |||||||
l. | menunjuk pihak lain dalam hal ini Pengusaha Emas Perhiasan dan/atau Pengusaha emas batangan untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan: Emas Perhiasan; dan/atau emas batangan. |
1. | Pemberian hadiah saham secara cuma-cuma oleh wajib pajak pemberi kerja kepada para pegawainya disamakan dengan bonus atau gratifikasi yang merupakan penghasilan yang sifatnya tidak tetap/tidak teratur dan merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 21. |
2. | Pengenaan PPh Pasal 21 atas hadiah saham kepada pegawai tersebut adalah dengan menerapkan tarif umum Pasal 17 Undang-Undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto (tanpa pengurangan). |
3. | Dasar Pengenaan Pajak atas hadiah saham harga pasar atau nilai pasarnya (dalam hal diperdagangkan di bursa) atau nilai nominalnya (dalam hal tidak diperdagangkan di bursa). |
4. | PPh Pasal 21 atas hadiah saham tersebut dikenakan pada saat keputusan pemberian hadiah tersebut disepakati. |
Karakteristik PPh Bersifat Final :
• | Konsultansi Konstruksi Pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan. |
• | Pekerjaan Konstruksi Pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan. |
• | Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Gabungan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi konstruksi, termasuk penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan. |
Jasa Konstruksi | Sertifikat Badan Usaha/kualifikasi | Sertifikat kompetensi kerja (perseorangan) |
Tarif PPh Final |
Pekerjaan Konstruksi | Memiliki/Kecil | Memiliki | 1,75% |
Memiliki/Menengah & besar | - | 2,65% | |
Tidak Memiliki | Tidak Memiliki | 4,00% | |
Pekerjaan Konstruksi Integrasi | Memiliki | - | 2,65% |
Tidak Memiliki | - | 4,00% | |
Konsultasi Konstruksi | Memiliki | Memiliki | 3,50% |
Tidak Memiliki | Tidak Memiliki | 6,00% |
a. | wajib pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya; dan |
b. | wajib pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. |
a. | Atas bunga dari deposito dalam mata uang dolar Amerika Serikat yang dananya bersumber dari Devisa Hasil Ekspor dan ditempatkan di dalam negeri pada bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut:
|
b. | Atas bunga dari deposito dalam mata uang rupiah yang dananya bersumber dari Devisa Hasil Ekspor dan ditempatkan di dalam negeri pada bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut :
|
c. | Atas bunga dari tabungan dan diskonto SBI, serta bunga dari deposito dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut::
|
Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen).
Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah.
1. | bidang usaha kehutanan, meliputi usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 tahun; |
2. | bidang usaha perkebunan tanaman keras, yakni usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 tahun; dan |
3. | bidang usaha peternakan, yang meliputi:
|
Tahun | Penyusutan | Nilai Sisa Buku |
Harga Perolehan | 600.0000.000 | |
2023 | 200.000.000,00 | 400.000.000 |
2024 | 200.000.000,00 | 200.000.000 |
2025 | 200.000.000,00 | 0 |
a. | Jasa penilai (appraisal) | |||||||||||
b. | Jasa aktuaris | |||||||||||
c. | Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan | |||||||||||
d. | Jasa Hukum | |||||||||||
e. | Jasa arsitektur | |||||||||||
f. | Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape | |||||||||||
g. | Jasa perancang (design) | |||||||||||
h. | Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap | |||||||||||
i. | Jasa penunjang di bidang penambangan migas, berupa : | |||||||||||
1) | jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat diantara pipa selubung dan lubung sumur | |||||||||||
2) | jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan bubur semen untuk maksud-maksud :
|
|||||||||||
3) | jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbatnya pipa | |||||||||||
4) | jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya tembus formasi yang menaikan produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan | |||||||||||
5) | jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil | |||||||||||
6) | jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing), yaitu jasa yang dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur baru yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang telah dipompakan ke dalam cairan buatan dalam sumur | |||||||||||
7) | jasa uji kandung lapisan (drill stem testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi | |||||||||||
8) | jasa reparasi pompa reda (reda repair) | |||||||||||
9) | jasa pemasangan instalasi dan perawatan | |||||||||||
10) | jasa penggantian peralatan/material | |||||||||||
11) | jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur | |||||||||||
12) | jasa mud engineering | |||||||||||
13) | jasa well logging & perforating | |||||||||||
14) | jasa stimulasi dan secondary decovery | |||||||||||
15) | jasa well testing & wire line service | |||||||||||
16) | jasa alat kontrol navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling | |||||||||||
17) | jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling | |||||||||||
18) | jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling | |||||||||||
19) | jasa lainnya yang sejenisnya di bidang pengeboran migas | |||||||||||
j. | Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas : | |||||||||||
1) | jasa pengeboran | |||||||||||
2) | jasa penebasan | |||||||||||
3) | jasa pengupasan dan pengeboran | |||||||||||
4) | jasa penambangan | |||||||||||
5) | jasa pengangkutan/ sistem transportasi, kecuali jasa angkutan umum | |||||||||||
6) | jasa pengolahan bahan galian | |||||||||||
7) | jasa reklamasi tambang | |||||||||||
8) | jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi dan penggalian/pemindahan tanah | |||||||||||
9) | jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum | |||||||||||
k. | Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara: | |||||||||||
1) | bidang aeronautika, termasuk :
|
|||||||||||
2) | bidang non-aeronautika, termasuk :
|
|||||||||||
l. | Jasa penebangan hutan | |||||||||||
m. | Jasa pengolahan limbah | |||||||||||
n. | Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services) | |||||||||||
o. | Jasa perantara dan/atau keagenan | |||||||||||
p. | Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI | |||||||||||
q. | Jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI | |||||||||||
r. | Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara | |||||||||||
s. | Jasa mixing film | |||||||||||
t. | Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise banner, pamphlet, baliho, dan folder | |||||||||||
u. | Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan | |||||||||||
v. | Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website, | |||||||||||
w. | Jasa internet termasuk sambungannya, | |||||||||||
x. | Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data informasi, dan/atau program; | |||||||||||
y. | Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi | |||||||||||
z. | Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, perawatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV Kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi | |||||||||||
aa. | Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan udara; | |||||||||||
ab. | Jasa maklon; yaitu jasa pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa | |||||||||||
ac. | Jasa penyelidikan dan keamanan | |||||||||||
ad. | Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; yaitu kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelenggaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan | |||||||||||
ae. | Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan; | |||||||||||
af. | Jasa pembasmian hama; | |||||||||||
ag. | Jasa kebersihan atau cleaning service; | |||||||||||
ah. | Jasa sedot septic tank; | |||||||||||
ai. | Jasa pemeliharaan kolam; | |||||||||||
aj. | Jasa katering atau tata boga; | |||||||||||
ak. | Jasa freight forwarding; | |||||||||||
al. | Jasa logistik; | |||||||||||
am. | Jasa pengurusan dokumen; | |||||||||||
an. | Jasa pengepakan | |||||||||||
ao. | Jasa loading dan unloading; | |||||||||||
ap. | Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis; | |||||||||||
aq. | Jasa pengelolaan parkir; | |||||||||||
ar. | Jasa penyondiran tanah; | |||||||||||
as. | Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan; | |||||||||||
at. | Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit; | |||||||||||
au. | Jasa pemeliharaan tanaman; | |||||||||||
av. | Jasa pemanenan; | |||||||||||
aw. | Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/atau perhutanan; | |||||||||||
ax. | Jasa dekorasi; | |||||||||||
ay. | Jasa pencetakan/penerbitan; | |||||||||||
az. | Jasa penerjemahan; | |||||||||||
ba. | Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan; | |||||||||||
bb. | Jasa pelayanan kepelabuhanan; | |||||||||||
bc. | Jasa pengangkutan melalui jalur pipa; | |||||||||||
bd. | Jasa pengelolaan penitipan anak; | |||||||||||
be. | Jasa pelatihan dan/atau kursus; | |||||||||||
bf. | Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM; | |||||||||||
bg. | Jasa sertifikasi; | |||||||||||
bh. | Jasa survey; | |||||||||||
bi. | Jasa tester, dan | |||||||||||
bj. | Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. | |||||||||||
bk. | jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi Token oleh Penyelenggara Distribusi; | |||||||||||
bl. | jasa pemasaran dengan media Voucer oleh Penyelenggara Voucer; | |||||||||||
bm. | jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi Voucer oleh Penyelenggara Voucer dan Penyelenggara Distribusi; atau | |||||||||||
bn. | jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan (consumer loyalty/reward program) oleh Penyelenggara Voucer, |
a. | Atas pemungutan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas: | |||||||||||||
1. | Atas impor:
|
|||||||||||||
2. | ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, sesuai uraian barang dan pos tarif /Harmonized System (HS) sebagaimana tercantum dalam Lampiran III oleh eksportir kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya, sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari nilai ekspor sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan Pabean Ekspor. | |||||||||||||
b. | Atas pembelian barang oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang; bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP); Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS); dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. | |||||||||||||
c. | Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut: | |||||||||||||
1. | Bahan Bakar Minyak sebesar:
|
|||||||||||||
2. | Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai; | |||||||||||||
3. | Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. | |||||||||||||
d. | Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif dan industri farmasi: | |||||||||||||
1. | penjualan semua jenis semen sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen); | |||||||||||||
2. | penjualan kertas sebesar 0,1% (nol koma satu persen); | |||||||||||||
3. | penjualan baja sebesar 0,3% (nol koma tiga persen); | |||||||||||||
4. | penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen); | |||||||||||||
5. | penjualan semua jenis obat sebesar 0,3% (nol koma tiga persen), dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. | |||||||||||||
e. | Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. | |||||||||||||
f. | Atas pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui industir manufaktur oleh badan usaha industry atau eksportir yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. | |||||||||||||
g. | Atas pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri atau badan usaha sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. | |||||||||||||
h. | Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan emas perhiasan dan/atau emas yaitu sebesar 0,25% (nol koma dua lima persen) dari Harga Jual Emas Perhiasan dan/atau Harga Jual emas batangan. (PMK 48 Tahun 2023) | |||||||||||||
i. | Atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi emas batangan, termasuk badan usaha yang memproduksi emas batangan melalui pihak ketiga, sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari harga jual emas batangan. |
- | Atas impor barang yang digunakan untuk kegiatan/jasa yang atas imbalannya semata-mata dikenakan PPh Final tidak dikenakan PPh Pasal 22 Impor. Oleh karena itu, wajib pajak agar meminta SKB kepada KPP setempat atas impor barang yang bersangkutan. |
- | Apabila di kemudian hari diketahui bahwa atas impor barang dimaksud dimanfaatkan untuk kegiatan yang penghasilannya bukan merupakan obyek PPh final, maka PPh pasal 22 yang terutang akan ditagih berikut sanksi bunganya. |
1. | Pembelian barang oleh Pemerintah |
2. | Impor Barang atau kegiatan usaha di bidang lain |
3. | Penjualan barang yang tergolong sangat mewah. |
1. | Pemasok barang kepada pemerintah |
2. | Importir/pengimpor barang atau Pemasok/pembeli barang dari badan-badan tertentu |
3. | Pembeli barang yang tergolong sangat mewah. |
a. | Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan. | |||||||
b. | Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai berupa: | |||||||
1. | barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; | |||||||
2. | barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia; | |||||||
3. | barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana; | |||||||
4. | barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum; | |||||||
5. | barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; | |||||||
6. | barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya; | |||||||
7. | peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; | |||||||
8. | barang pindahan; | |||||||
9. | barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan; | |||||||
10. | barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum; | |||||||
11. | persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; | |||||||
12. | barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; | |||||||
13. | vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN); | |||||||
14. | buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab suci, buku pelajaran agama, dan buku ilmu pengetahuan lainnya; | |||||||
15. | kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadangnya, serta alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya; | |||||||
16. | pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadangnya, serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; | |||||||
17. | kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana perkeretaapian yang akan digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum; | |||||||
18. | peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia atau pihak yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia; | |||||||
19. | barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama; dan/atau | |||||||
20. | barang untuk kegiatan usaha panas bumi. | |||||||
Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut: | ||||||||
a. | dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen); atau | |||||||
b. | tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. | |||||||
c. | Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. | |||||||
d. | Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. | |||||||
e. | Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i dan huruf j PMK No 34/PMK.010/2017 berkenaan dengan: | |||||||
1. | pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d PMK No 34/PMK.010/2017 yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah); | |||||||
2. | pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e PMK No 34/PMK.010/2017 yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); | |||||||
3. | pembayaran untuk:
|
|||||||
4. | pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari:
|
|||||||
5. | pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi; | |||||||
6. | pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (l) huruf i PMK No 34/PMK.010/2017 yang jumlahnya paling banyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dalam satu masa pajak; | |||||||
7. | pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j PMK No 34/PMK.010/2017 yang telah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha oleh badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e PMK No 34/PMK.010/2017. | |||||||
f. | Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor. | |||||||
g. | Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). | |||||||
h. | Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya. | |||||||
i. | Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melahukan penjualan emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k kepada Bank Indonesia. | |||||||
j. | Pembelian gabah dan/atau beras oleh bendahara pemerintah (Kuasa Pengguna Anggaran, pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran, atau bendahara pengeluaran). | |||||||
k. | Pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum BULOG). | |||||||
l. | Pembelian bahan pangan pokok dalam rangka menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum BULOG) atau Badan Usaha Milik Negara lain yang mendapatkan penugasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengecualian sebagaimana huruf a dan huruf f di atas, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Sedangkan pengecualian sebagaimana huruf d, huruf e, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, dan huruf 1 di atas, dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB). |
|||||||
m. | Penjualan Pulsa dan Kartu Perdana oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua yang merupakan Pemungut PPh Pasal 22 (6/PMK.03/2021) Pemungutan tidak dilakukan atas pembayaran oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi yang: |
|||||||
- | jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) tidak termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah); | |||||||
- | merupakan Wajib Pajak bank; atau | |||||||
- | telah memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak. | |||||||
n. | Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) tidak dilakukan atas penjualan Emas Perhiasan atau emas batangan kepada: (PMK 48 Tahun 2023) | |||||||
- | Konsumen Akhir; | |||||||
- | Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan telah memiliki serta menyerahkan fotokopi Surat Keterangan yang telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak; atau | |||||||
- | Wajib Pajak yang memiliki surat keterangan bebas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai pembebasan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain. | |||||||
- | kepada Bank Indonesia; atau | |||||||
- | melalui pasar fisik emas digital sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perdagangan berjangka komoditi. |
1. | Sebesar 15% dari jumlah bruto, atas dividen, bunga, royalty, serta hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya. | ||||
2. | Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas :
|
a. | pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa; |
b. | pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material; |
c. | pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga; |
d. | pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga. |
a. | atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering; atau |
b. | dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. |
a. | kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan; |
b. | faktur pembelian barang atau material; |
c. | faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis; |
d. | faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga. |
1. | Badan Pemerintah | ||||
2. | Subyek Pajak Badan dalam negeri | ||||
3. | Penyelenggara kegiatan | ||||
4. | Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri | ||||
5. | Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak, yaitu :
|
a. | dibayarkannya penghasilan; |
b. | disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau |
c. | jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan, |
a. | untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan. |
b. | untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai. |
a. | Pada saat jatuh tempo adalah saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur, seperti: bunga dan sewa; |
b. | Saat tersedia untuk dibayarkan, seperti : gaji dan dividen; |
c. | Saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian atau faktur, seperti : royalti, imbalan jasa teknik/jasa manajemen/jasa lainnya; |
d. | Saat pembayaran. |
1. | dividen |
2. | bunga |
3. | royalti |
4. | hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 |
5. | sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) |
6. | imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21. |
1. | sewa kendaraan angkutan umum berupa bus, minibus, taksi yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum dengan Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23; |
2. | sewa kendaraan milik perusahaan-perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus wisata yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis kepada Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23; |
3. | sewa kendaraan berupa milik perusahan yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis kepada Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23; Perjanjian tertulis maupun tidak tertulis adalah kesepakatan untuk meningkatkan diri pada satu atau lebih pihak lain yang dituangkan secara tertulis maupun lisan. |
1. | Sebesar 20% dari jumlah bruto penghasilan wajib pajak luar negeri berupa : | |||||||
- | Dividen | |||||||
- | Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang | |||||||
- | Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta | |||||||
- | Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan | |||||||
- | Hadiah dan penghargaan | |||||||
- | Pensiun dan pembayaran berkala lainnya. | |||||||
- | premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya | |||||||
- | keuntungan karena pembebasan utang | |||||||
2. | Sebesar 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto atas penghasilan wajib pajak luar negeri berupa: | |||||||
- | Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) | |||||||
- | Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham | |||||||
- | Penghasilan berupa premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri, yaitu : (624/KMK.04/1994)
|
|||||||
3. | Sebesar 20% dari Laba Neto setelah pajak dari suatu BUT di Indonesia (Branch Profit Tax), kecuali jika ditanamkan kembali di Indonesia. (14/PMK.03/2011) | |||||||
4. | Dalam hal telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah RI dengan negara lain (treaty partner); penghitungan besarnya PPh Pasal 26 didasarkan pada Tax Treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih rendah). |
Pajak Penghasilan yang terutang | Rp 80.000.000,00 | |
Kredit pajak : | ||
Pemotongan pajak dari pekerjaan (Pasal 21) | Rp 5.000.000,00 | |
Pemungutan pajak oleh pihak lain (Pasal 22) | Rp 10.000.000,00 | |
Pemotongan pajak dari modal (Pasal 23) | Rp 5.000.000,00 | |
Kredit pajak luar negeri (Pasal 24) | Rp 15.000.000,00 | |
Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25) | Rp 10.000.000,00 | |
--------------------- (+) | ||
Jumlah Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan | Rp 45.000.000,00 | |
--------------------- (-) | ||
Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar | Rp 35.000.000,00 ============== |
- | Dalam hal SPT Tahunan Tahun Pajak 2021 setelah lewat batas waktu, penghitungan besarnya Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Umum berlaku sejak Masa Pajak batas waktu penyampaian SPT Tahunan Tahun Pajak 2021. |
- | Penghitungan besarnya Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak yang Memiliki Kewajiban Laporan Keuangan Berkala, berlaku sejak Masa Pajak batas waktu penyampaian laporan keuangan periode pertama Tahun Pajak 2022 yang meliputi:
|
- | Penghitungan besarnya Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak yang Memiliki Kewajiban Laporan Keuangan Berkala selain:
|
1. | Penghasilan Kena Pajak yang diterima/diperoleh Wajib Pajak yang berusaha dalam bidang penambangan yang dilakukan dalam rangka perjanjian Kontrak Karya sepanjang Kontrak Karya tersebut masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, dikenakan pajak berdasarkan ketentuan Ordonansi Pajak Perseroan 1925 beserta semua aturan pelaksanaannya. |
2. | Berdasarkan Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1967 Jo Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1967 Jo butir 1 dan 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor D.15.4.3.-03-11-67/MPS-MPO, dasar penghitungan dan besarnya Pajak Perseroan yang terutang/harus dibayar dalam tahun berjalan oleh Wajib Pajak yang berusaha dalam bidang penambangan dan penggalian ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari peredaran bruto setiap bulan/masa pajak. |
3. | Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, bagi Wajib Pajak yang berusaha dalam bidang penambangan umum dalam rangka Kontrak Karya yang dikenakan Pajak Perseroan, dasar penghitungan dan besarnya angsuran Pajak Perseroan (MPS) dalam tahun berjalan adalah sebesar 1% (satu persen) dari peredaran bruto setiap bulan/masa pajak |
a. | memiliki nilai investasi yang tinggi atau untuk ekspor; |
b. | memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar; atau |
c. | memiliki kandungan lokal yang tinggi |
a. | pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun yang dihitung sejak saat mulai berproduksi secara komersial; | |||||||||||||||||||||||
b. | penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal baru dan/atau perluasan usaha; | |||||||||||||||||||||||
1) | untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud :
|
|||||||||||||||||||||||
2) | untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud:
|
|||||||||||||||||||||||
c. | pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan | |||||||||||||||||||||||
d. | kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun.
|
a. | 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang untuk penanaman modal baru pada Industri Pionir dengan nilai paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), dengan jangka waktu pengurangan sebagai berikut:
|
||||||||||
b. | 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang untuk penanaman modal baru pada Industri Pionir dengan nilai paling sedikit Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan paling banyak kurang dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dengan jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan diberikan untuk 5 (lima) tahun pajak. |
a. | sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya untuk nilai penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp500.000.000.000,00(lima ratus miliar rupiah); atau |
b. | sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya untuk nilai penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan paling banyak kurang dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah). |
a. | merupakan Industri Pionir; | ||||||||
b. | berstatus sebagai badan hukum Indonesia; | ||||||||
c. | melakukan penanaman modal baru yang belum pernah diterbitkan:
|
||||||||
d. | mempunyai nilai rencana penanaman modal baru paling sedikit sebesar Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); | ||||||||
e. | memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan; dan |
a. | industri logam dasar hulu (besi baja dan bukan besi baja) dengan atau tanpa turunannya, yang terintegrasi; |
b. | industri pemurnian dan/atau pengilangan minyak dan gas bumi dengan atau tanpa turunannya, yang terintegrasi; |
c. | industri petrokimia berbasis minyak bumi, gas alam, atau batubara dengan atau tanpa turunannya, yang terintegrasi; |
d. | industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan dengan atau tanpa turunannya, yang terintegrasi; |
e. | industri kimia dasar anorganik dengan atau tanpa turunannya, yang terintegrasi; |
f. | industri bahan baku utama farmasi dengan atau tanpa turunannya, yang terintegrasi; |
g. | industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi; |
h. | industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika; |
i. | industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin; |
j. | industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-mesin manufaktur; |
k. | industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik; |
l. | industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor; |
m. | industri pembuatan komponen utama kapal; |
n. | industri pembuatan komponen utama kereta api; |
o. | industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industri dirgantara; |
p. | industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang menghasilkan bubur kertas (pulp) tanpa atau beserta turunannya; |
q. | infrastruktur ekonomi; atau |
r. | ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting, dan kegiatan yang berhubungan dengan itu. |
1. | Fasilitas Pengurangan Penghasilan Neto 60% (PMK 16/PMK.010/2020) Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang (a) merupakan industri padat karya dan (b) tidak mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan atau fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dapat diberikan fasilitas berupa pengurangan penghasilan neto 60% dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha utama, yang dibebankan selama 6 tahun, dengan masing-masing pengurangan 10% per tahun. Industri padat karya yang dimaksud harus memenuhi ketentuan sebagi berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto Paling Tinggi 200% (PMK 128/PMK.010/2019) Wajib Pajak badan dalam negeri yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang bertujuan meningkatkan kualitas tenaga kerja untuk mencapai efektivitas dan efisiensi tenaga kerja sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia, dan memenuhi struktur kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan dunia usaha dan/atau dunia industri diberikan fasilitas pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan dan/atau pembelajaran yang meliputi:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
3. | Fasilitas Penguranan Penghasilan Bruto Paling Tinggi 300% (153/PMK.010/2020) Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia, yang bertujuan menghasilkan invensi, inovasi, penguasaan teknologi baru, dan/atau alih teknologi bagi pengembangan industri untuk peningkatan daya saing industri nasional, diberikan fasilitas Pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu meliputi:
Penelitian dan Pengembangan tertentu yang dapat diberikan tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi sebesar 300% meliputi Penelitian dan Pengembangan yang:
|
Nomor | Pemberian entertaiment dan sejenisnya | Relasi usaha yang diberikan entertainment dan sejenisnya |
Keterangan | |||||||
Tanggal | Tempat | Alamat | Jenis | Jumlah (Rp) |
Nama | Posisi | Nama Perusahaan |
Jenis Usaha |
||
1. | Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d UU No. 6 Tahun 2023. |
2. | Dasar perhitungan PPh adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan PPh tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian. |
3. | Besarnya PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar penghitungan dikurangi dengan PPh yang dipotong dan/atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. |
4. | Apabila SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan PPh lainnya menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil), maka besarnya PPh Pasal 25 adalah nihil. |
Penghasilan Neto PT X tahun 2022 | = Rp 120.000.000,00 |
Sisa kerugian tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan | = Rp 150.000.000,00 |
Sisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan di tahun 2022 | = Rp 30.000.000,00 |
a. | terjadinya pembayaran; atau |
b. | terutangnya penghasilan yang bersangkutan, |
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. |
a. | pembayaran; atau |
b. | tertentu lainnya yang diatur oleh Menteri Keuangan. |
a. | dibayarkannya penghasilan; |
b. | disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau |
c. | jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan, |
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. |
a. | dibayarkannya penghasilan; |
b. | disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau |
c. | jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan, |
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. |
- | Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan |
- | Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut (SE - 22/PJ.4/1995 Jo SE - 35/PJ.4/1995) |
- | Untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut |
- | Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia. |
1. | WPDN dikenai Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri. Penentuan sumber penghasilan di luar negeri dilakukan sebagai berikut: | |||||||||||
a. | penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dansekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan; | |||||||||||
b. | penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada; | |||||||||||
c. | penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak; | |||||||||||
d. | penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada; | |||||||||||
e. | penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan; | |||||||||||
f. | penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada; | |||||||||||
g. | keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan | |||||||||||
h. | keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada. | |||||||||||
Bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf h diatas merupakan cabang perusahaan, kantor perwakilan, dan bentuk usaha lainnya yang dipergunakan oleh WPDN untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di luar negeri. Penentuan sumber penghasilan di luar negeri selain penghasilan sebagaimana dimaksud diatas menggunakan prinsip penentuan sumber penghasilan di luar negeri. Selain penentuan sumber penghasilan diatas, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri dapat berasal dari Trust yang penentuan sumber penghasilannya adalah negara tempat Trust tersebut dibentuk atau didirikan yang penentuannya menggunakan prinsip yang sama. Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, WPDN wajib melakukan penggabungan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di Indonesia. Besarnya penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri ditentukan sebagai berikut:
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, WPDN tidak dapat memperhitungkan:
|
||||||||||||
2. | Dalam hal WPDN dikenai PPh Luar Negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri, PPh Luar Negeri tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia. | |||||||||||
3. | Tidak termasuk PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan berdasarkan Peraturan Menteri ini yaitu PPh Luar Negeri atas penghasilan berupa dividen. Tata cara pengkreditan PPh Luar Negeri atas penghasilan berupa dividen dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan saat diperolehnya dividen dan dasar penghitungannya oleh WPDN atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek. |
- | Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia. | |
- | Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia. | |
- | Besarnya PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan ditentukan berdasarkan jumlah yang paling sedikit di antara: | |
- | jumlah pajak penghasilan yang seharusnya terutang, dibayar, atau dipotong di luar negeri dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B, dalam hal terdapat P3B yang telah berlaku efektif; | |
- | jumlah PPh Luar Negeri; dan | |
- | jumlah tertentu yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sebesar Pajak Penghasilan yang terutang tersebut. | |
- | Dalam hal suami-istri sebagai WPDN menghendaki secara tertulis perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, atau istri memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri berdasarkan kehendak sendiri, besarnya PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan oleh masing-masing suami atau istri ditentukan berdasarkan jumlah yang paling sedikit di antara: | |
- | jumlah pajak penghasilan yang seharusnya terutang, dibayar, atau dipotong di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri untuk masing-masing suami atau istri dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B, dalam hal terdapat P3B yang telah berlaku efektif; | |
- | jumlah PPh Luar Negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri untuk masing-masing suami atau istri; dan | |
- | jumlah tertentu yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri oleh masing-masing suami atau istri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sebesar Pajak Penghasilan yang terutang yang ditanggung masing-masing suami atau istri. | |
- | Dalam hal penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri berasal dari Trust, besarnya PPh Luar Negeri ditentukan sebagai berikut: | |
- | sebesar pajak penghasilan atau bagian pajak penghasilan atas penghasilan yang diperoleh WPDN, dalam hal Trust di luar negeri dikenai pajak penghasilan di tingkat Trust; dan | |
- | sebesar pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima WPDN, dalam hal Trust di luar negeri tidak dikenai pajak penghasilan di tingkat Trust. | |
- | Dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dibanding jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, besarnya PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan paling tinggi sebesar jumlah Pajak Penghasilan yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak. | |
- | Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara. | |
- | Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2)) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat (1 dan 4)) tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri. | |
- | Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi. | |
- | Untuk melaksanakan pengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib menyampaikan Bukti pemenuhan pembayaran PPh Luar Negeri bagi WPDN yang mengkreditkan PPh Luar Negeri berupa; | |
- | salinan bukti pembayaran atau bukti pemotongan PPh Luar Negeri; atau | |
- | salinan bukti lainnya yang dapat menunjukkan adanya pembayaran atau pemotongan PPh Luar Negeri. | |
- | Bukti pemenuhan pembayaran PPh Luar Negeri sekurang-kurangnya memuat data atau informasi berupa nama WPDN dan jumlah PPh Luar Negeri. | |
- | Dalam hal WPDN memperoleh penghasilan usaha dan/atau penghasilan dari Trust di luar negeri yang dikenai pajak penghasilan di tingkat Trust, bukti pemenuhan pembayaran PPh Luar Negeri dapat digantikan dengan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan yang disampaikan di luar negeri oleh cabang atau perwakilan WPDN di luar negeri dan/atau surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan atau bukti pembayaran PPh Luar Negeri yang dilakukan oleh Trust. | |
- | Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. | |
- | Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga. | |
- | Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. |
- | Penghasilan neto dari dalam negeri sebesar Rp 4.000.000.000,00. |
- | Di Negara X memperoleh penghasilan (laba neto) Rp 1.000.000.000,00, dimana PPh yang dibayar sebesar Rp 300.000.000,00, tidak terdapat pengurang penghasilan berupa bunga tersebut |
- | Di Negara Y memperoleh penghasilan (laba neto) sebesar Rp 3.000.000.000,00, dimana PPh yang dibayar sebesar Rp 450.000.000,00 |
- | Di Negara Z menderita kerugian (rugi neto) dari penjualan harta sebesar Rp 250.000.000,00. |
Penghasilan neto dalam negeri | Rp 4.000.000.000,00 |
Penghasilan neto dari Negara X | Rp 1.000.000.000,00 |
Penghasilan neto dari Negara Y | Rp 3.000.000.000,00 |
Jumlah Penghasilan Neto | Rp 8.000.000.000,00 |
25% x Rp 8.000.000.000,00 | Rp 2.000.000.000,00 |
- Penghasilan neto (rugi) di dalam negeri | Rp (200.000.000,00) |
- Penghasilan neto dari usaha di Negara X | Rp 1.000.000.000,00 |
- Jumlah | Rp 800.000.000,00 |
- PPh yang terutang di Negara X sebesar | Rp 300.000.000,00 |
25% x Rp 800.000.000,00 | = Rp 200.000.000,00 |
Rp 50.000.000 | ||
dikurangi: | ||
a. PPh yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22) | Rp 25.000.000 | |
b. PPh yang dipotong oleh pihak lain (Pasal 23) | Rp 2.500.000 | |
c. Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (Pasal 24) | Rp 7.500.000 (+) | |
Jumlah kredit pajak | Rp 35.000.000 (-) | |
Selisih | Rp 15.000.000 |
1. | Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan/atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil. |
2. | Dasar penghitungan PPh adalah jumlah penghasilan neto menurut SPT PPh tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam SPT Tahunan tersebut. |
3. | Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah PPh yang dihitung dengan dasar penghitungan dikurangi dengan PPh yang dipotong dan/atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. |
1. | Perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak dapat berupa penurunan atau peningkatan usaha. Misalnya, PT B yang bergerak di bidang produksi benang dalam tahun 2023 membayar angsuran bulanan sebesar Rp 15.000.000,00. Dalam bulan Juli 2023 pabrik milik PT B terbakar, sehingga Dirjen Pajak mengeluarkan keputusan bahwa mulai bulan Juli 2023 angsuran PPh-nya disesuaikan menjadi lebih kecil dari Rp 15.000.000,00. Sebaliknya, apabila PT B mengalami peningkatan usaha, misalnya adanya peningkatan penjualan dan diperkirakan Penghasilan Kena Pajaknya akan lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, Dirjen Pajak dapat mengeluarkan keputusan tentang penyesuaian besarnya angsuran PPh PT B menjadi lebih besar. |
2. | Apabila setelah 3 bulan atau lebih dalam suatu tahun pajak Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25, Wajib Pajak tersebut dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 kepada Kepala KPP setempat. |
3. | Syarat-syarat permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 :
|
4. | Kepala KPP ybs akan memberikan keputusan dalam jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap. Apabila dalam jangka waktu 1 bulan belum diberikan keputusan, berarti permohonan dikabulkan. |
5. | Apabila dalam suatu tahun pajak Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25, maka PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang masih tersisa dihitung kembali berdasarkan perkiraan PPh yang terutang di tahun tersebut. |
- | PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Pembetulan dan berlaku mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tersebut. |
- | Apabila terjadi kekurangan setor, kekurangan angsuran mulai batas waktu penyampaian SPT harus disetor dan terutang bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 masing-masing bulan s.d. tanggal penyetoran (akan ditagih dengan STP). |
- | Apabila terjadi kelebihan setor, kelebihan angsuran mulai batas waktu penyampaian SPT tersebut dapat diperhitungkan dengan angsuran bulan berikutnya, dengan cara pemindahbukuan. |
1. | Wajib Pajak yang melakukan pengalihan atau menerima pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha dengan menggunakan nilai buku wajib memenuhi syarat sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||
2. | Permohonan sebagaimana dimaksud diajukan oleh :
|
||||||||||||||||||||||||
3. | Permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||
4. | Permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak badan dalam negeri sepanjang badan usaha hasil pemekaran usaha mendapatkan tambahan modal dari penanam modal asing paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), selain dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada poin 3, juga harus dilengkapi dengan:
|
||||||||||||||||||||||||
5. | Permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara yang menerima tambahan penyertaan modal Negara Republik Indonesia, sepanjang pemekaran usaha dilakukan terkait pembentukan perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara, selain dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada poin 3, juga harus dilengkapi dengan surat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara. | ||||||||||||||||||||||||
6. | Permohonan yang diajukan oleh: Wajib Pajak badan yang melakukan pemisahan usaha sehubungan dengan restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara dengan syarat:
atau
Wajib Pajak badan yang melakukan pengambilalihan usaha dengan cara mengalihkan kepemilikan atas saham Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimilikinya tersebut kepada Wajib Pajak badan dalam negeri lainnya, yang dilakukan sehubungan dengan restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara, dengan syarat:
Permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak tersebut di atas, selain dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada poin 3, juga harus dilengkapi dengan:
|
||||||||||||||||||||||||
6. | Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Keputusan persetujuan atau penolakan permohonan, paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permohonan Wajib Pajak secara lengkap. | ||||||||||||||||||||||||
5. | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan keputusan, terhadap permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui. | ||||||||||||||||||||||||
6. | Terhadap permohonan yang dianggap disetujui, Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak jangka waktu 1 (satu) bulan terlampaui, harus menerbitkan keputusan persetujuan penggunaan nilai buku dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha. |
1. | Wajib Pajak Tidak diberi Ijin Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT | |
- | Besarnya angsuran PPh Pasal 25 mulai batas waktu s.d. bulan disampaikannya SPT sama dengan angsuran bulan terakhir tahun pajak sebelumnya. | |
- | Setelah SPT Tahunan PPh disampaikan, besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung kembali bedasarkan SPT Tahunan PPh yang disampaikan. | |
- | Apabila terjadi kekurangan setor, kekurangan angsuran mulai batas waktu penyampaian SPT harus disetor dan terutang bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 masing-masing bulan s.d. tanggal penyetoran (akan ditagih dengan STP). | |
- | Apabila terjadi kelebihan setor, kelebihan setor mulai batas waktu penyampaian SPT tersebut dapat diperhitungkan dengan angsuran bulan berikutnya, dengan cara pemindahbukuan. | |
2. | Wajib Pajak Diberi Ijin Pepanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT | |
- | Besarnya angsuran PPh Pasal 25 mulai batas waktu penyampaian SPT s.d. bulan disampaikannya SPT dihitung berdasarkan perhitungan sementara PPh terutang yang disampaikan Wajib Pajak. | |
- | Setelah SPT Tahunan PPh disampaikan, besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut. | |
- | Apabila terjadi kekurangan setor, kekurangan angsuran mulai batas waktu penyampaian SPT harus disetor dan terutang bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 masing-masing bulan s.d. tanggal penyetoran (akan ditagih dengan STP). | |
- | Apabila terjadi lebih setor, kelebihan setor mulai batas waktu penyampaian SPT tersebut dapat diperhitungkan dengan angsuran bulan berikutnya, dengan cara pemindahbukuan. |
- | Besarnya angsuran PPh 25 bagi BUT Drilling tiap bulan ditetapkan : {tarif pasal 17 UU PPh x (penghasilan neto dari usaha drilling bulan yang bersangkutan yang disetahunkan + penghasilan neto dari usaha lain bulan yang bersangkutan yang disetahunkan)} / 12 |
- | Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Drilling Minyak dan Gas Bumi selain BUT dihitung berdasar ketentuan umum penghitungan PPh Pasal 25 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 |
- | Penghasilan netto dari usaha di bidang pengeboran minyak dan gas bumi bulan yang bersangkutan yang dihitung dengan penerapan Norma Penghitungan Khusus (sebesar 15%) |
- | Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala adalah Wajib Pajak yang melaksanakan kegiatan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. |
- | Dasar penghitungan PPh Pasal 25 adalah laporan keuangan yang disampaikan setiap 3 bulan kepada bursa dan/atau Otoritas Jasa Keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal Tahun Pajak s.d. periode yang dilaporkan. |
- | PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas penghasilan neto berdasarkan laporan keuangan dikurangi dengan:
|
- | Penghasilan Neto tidak termasuk penghasilan dari luar negeri dan penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai PPh final dan/atau bukan objek PPh. Jika terdapat kerugian yang dapat dikompensasikan, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto. |
- | PPh Pasal 25 dalam hal laporan keuangan belum dilaporkan sama dengan PPh Pasal 25 bulan Masa Pajak sebelumnya |
- | Apabila laporan keuangan telah disampaikan, maka besarnya Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian laporan s.d. bulan sebelum disampaikan laporan tersebut dihitung kembali terhitung mulai batas waktu penyampaian laporan. |
- | Apabila PPh Pasal 25 setelah penghitungan kembali lebih besar, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 wajib disetor pada Masa Pajak saat laporan keuangan disampaikan dan Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam UU KUP. |
- | Apabila PPh Pasal 25 setelah penghitungan kembali lebih kecil, maka atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 Masa-Masa Pajak berikutnya. |
- | PPh Pasal 25 dalam hal laporan keuangan belum dilaporkan sama dengan PPh Pasal 25 bulan Masa Pajak sebelumnya |
- | Apabila laporan keuangan telah disampaikan, maka besarnya Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian laporan s.d. bulan sebelum disampaikan laporan tersebut dihitung kembali terhitung mulai batas waktu penyampaian laporan. |
- | Apabila PPh Pasal 25 setelah penghitungan kembali lebih besar, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 wajib disetor pada Masa Pajak saat laporan keuangan disampaikan dan Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam UU KUP. |
- | Apabila PPh Pasal 25 setelah penghitungan kembali lebih kecil, maka atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 Masa-Masa Pajak berikutnya. |
a. | penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mengalihkan seluruh harta dan kewajiban kepada salah satu Wajib Pajak badan yang tidak mempunyai sisa kerugian fiskal atau mempunyai sisa kerugian fiskal yang lebih kecil dan membubarkan Wajib Pajak badan yang mengalihkan harta dan kewajiban tersebut; atau |
b. | penggabungan dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri dengan Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, dengan cara mengalihkan seluruh harta dan kewajiban badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dan membubarkan badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri yang mengalihkan harta dan kewajiban tersebut. |
a. | peleburan dari dua atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru di Indonesia dan mengalihkan seluruh harta dan kewajiban kepada Wajib Pajak badan baru serta membubarkan Wajib Pajak badan yang melebur tersebut; atau |
b. | peleburan dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri dengan Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, dengan cara mendirikan badan usaha baru di Indonesia dan mengalihkan seluruh harta dan kewajiban kepada badan usaha baru serta membubarkan badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri dan Wajib Pajak badan dalam negeri yang melebur tersebut. |
a. | pemisahan usaha satu Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham menjadi dua Wajib Pajak badan dalam negeri atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut, yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama; |
b. | pemisahan usaha satu Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada satu atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, yang dilakukan tanpa membentuk badan usaha baru dan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama, dan merupakan pemecahan usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai; atau |
c. | suatu rangkaian tindakan untuk melakukan pemisahan usaha dua atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mengalihkan sebagian harta dan kewajiban dari usaha yang dipisahkan dan menggabungkan usaha yang dipisahkan tersebut kepada satu badan usaha tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama. |
1. | Wajib Pajak yang belum Go Public yang bermaksud melakukan penawaran umum perdana saham; |
2. | Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran usaha melakukan penawaran umum perdana saham; |
3. | Wajib Pajak badan yang melakukan pemisahan unit usaha syariah untuk menjalankan kewajiban pemisahan usaha berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; |
4. | Wajib Pajak badan dalam negeri sepanjang badan usaha hasil pemekaran usaha mendapatkan tambahan modal dari penanam modal asing paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); atau |
5. | Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara yang menerima tambahan penyertaan modal Negara Republik Indonesia, sepanjang pemekaran usaha dilakukan terkait pembentukan perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara. |
1. | Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara yang menerima tambahan penyertaan modal Negara Republik Indonesia, sepanjang pemekaran usaha dilakukan terkait pembentukan perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara; atau |
2. | Wajib Pajak badan yang melakukan pemisahan usaha sehubungan dengan restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara dengan syarat:
|
a. | pengambilalihan usaha Bentuk Usaha Tetap yang menjalankan kegiatan di bidang usaha bank yang dilakukan dengan cara mengalihkan seluruh atau sebagian harta dan kewajiban Bentuk Usaha Tetap kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, dan membubarkan Bentuk Usaha Tetap tersebut; atau | ||||||||||||||
b. | pengambilalihan usaha dari suatu Wajib Pajak badan dalam negeri dengan cara mengalihkan kepemilikan atas saham Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimilikinya tersebut kepada Wajib Pajak badan dalam negeri lainnya, yang dilakukan sehubungan dengan restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara, dengan syarat:
|
a. | Wajib Pajak bank; |
b. | Wajib Pajak masuk bursa; |
c. | Wajib Pajak badan usaha milik negara; |
d. | Wajib Pajak badan usaha milik daerah; |
e. | Wajib Pajak Lainnya; dan/atau |
f. | Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, |
1. | Wajib Pajak yang menerima harta dengan menggunakan nilai buku, tidak boleh mengompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak badan, Bentuk Usaha Tetap, atau badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri yang mengalihkan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha. | |
2. | Wajib Pajak dalam negeri yang menerima harta dalam rangka penggabungan usaha atau peleburan usaha, tidak dapat membebankan pajak dan/atau pungutan lain yang terutang di luar negeri dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri yang mengalihkan harta. | |
3. | Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha mencatat nilai perolehan harta tersebut sesuai nilai buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak yang mengalihkan. Nilai buku yang dimaksud adalah: | |
a) | nilai perolehan dikurangi akumulasi penyusutan atau akumulasi amortisasi, untuk harta yang dilakukan penyusutan atau amortisasi; atau | |
b) | nilai perolehan untuk harta yang tidak dilakukan penyusutan atau amortisasi. | |
Penyusutan atau amortisasi atas harta yang diterima sebagaimana di atas dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak yang mengalihkan harta. | ||
4. | Kemudian, dalam hal terdapat utang piutang antara Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dan Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha, pencatatannya dilakukan dengan cara saling hapus (offset) serta tidak diakui adanya pendapatan atas penghapusan utang dan biaya atas penghapusan piutang. |
1. | setiap tambahan kemampuan ekonomis |
2. | yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak |
3. | baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia |
4. | yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan |
5. | dengan nama dan dalam bentuk apapun |
- | penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; |
- | penghasilan dari usaha dan kegiatan; |
- | penghasilan dari modal, yang berupa harta bergerak ataupun harta tak bergerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan |
- | penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah. |
Jenis-jenis Objek Pajak Penghasilan
(UU Pajak Penghasilan Pasal 4 (1) & Penjelasan, PP Nomor 94 Tahun 2010)
1. | Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang PPh :
|
||||||||||||||||||||||
2. | Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan :
|
||||||||||||||||||||||
3. | Laba usaha | ||||||||||||||||||||||
4. | Keuntungan penjualan atau pengalihan harta (capital gain), termasuk :
Keuntungan atas pengalihan harta bukan merupakan objek PPh dalam hal :
Artinya, baik bagi pihak yang mengalihkan maupun pihak yang menerima pengalihan tidak terdapat keuntungan yang merupakan objek PPh. Pihak yang mengalihkan pun tidak dapat membebankan nilai sisa buku fiskal aktiva tersebut sebagai biaya (non deductible). |
||||||||||||||||||||||
5. | Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan. |
||||||||||||||||||||||
6. | Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang :
|
||||||||||||||||||||||
7. | Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, yaitu terdiri dari :
|
||||||||||||||||||||||
8. | Royalti atau imbalan atas penggunaan hak Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas :
|
||||||||||||||||||||||
9. | Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta bergerak atau harta tak bergerak, misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang. |
||||||||||||||||||||||
10. | Penerimaan atau perolehan pembayaran secara berkala, misalnya alimentasi atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu. | ||||||||||||||||||||||
11. | Keuntungan karena pembebasan utang :
|
||||||||||||||||||||||
12. | Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing : Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. |
||||||||||||||||||||||
13. | Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. | ||||||||||||||||||||||
14. | Premi asuransi yang diterima atau diperoleh perusahaan asuransi dari para peserta asuransi (pemegang polis). | ||||||||||||||||||||||
15. | Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. | ||||||||||||||||||||||
16. | Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak:
|
||||||||||||||||||||||
17. | penghasilan dari usaha berbasis syariah; Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional. Namun, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha berbasis syariah tersebut tetap merupakan objek pajak. |
||||||||||||||||||||||
18. | imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan | ||||||||||||||||||||||
19. | Surplus Bank Indonesia. (PMK 86/PMK.010/2015) Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan adalah surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang PPh dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia. Laporan keuangan audit merupakan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang PPh dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia, dilakukan atas:
|
a. | menerima atau memperoleh penghasilan dari Pemberi Kerja yang:
|
b. | memiliki NPWP; dan |
c. | pada Masa Pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh Penghasilan Bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). |
1. | Perangkat lunak (software) komputer adalah semua program yang dapat digunakan pada sistem operasi komputer, dapat berupa :
|
||||
2. | Pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade software berupa program aplikasi umum yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan pembebanannya dilakukan sekaligus dalam bulan pengeluaran. | ||||
3. | Pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade software berupa program aplikasi khusus yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan pembebanannya dilakukan melalui amortisasi harta tak berwujud kelompok 1. |
a. | cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang, yang meliputi: | |||||||||||
1. | cadangan piutang tak tertagih untuk:
|
|||||||||||
2. | cadangan piutang tak tertagih untuk badan usaha lain yang menyalurkan kredit, yaitu badan usaha selain bank umum dan bank perkreditan rakyat yang menyalurkan kredit kepada masyarakat, yang meliputi:
|
|||||||||||
3. | cadangan piutang tak tertagih untuk sewa guna usaha dengan hak opsi yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk kegiatan pembiayaan dengan menyediakan barang modal untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran dengan hak opsi (Finance Lease); | |||||||||||
4. | cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan pembiayaan konsumen yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran; | |||||||||||
5. | cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan anjak piutang yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut; | |||||||||||
b. | cadangan untuk usaha asuransi, yang meliputi: | |||||||||||
1. | cadangan premi tanggungan sendiri dan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian; | |||||||||||
2. | cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa; | |||||||||||
c. | cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu cadangan penjaminan untuk lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya; | |||||||||||
d. | cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yaitu cadangan biaya untuk kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya; | |||||||||||
e. | cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, yaitu cadangan biaya penanaman kembali bagi perusahaan yang diwajibkan melakukan penanaman kembali atas hutan yang telah dieksploitasi untuk usaha yang terkait dengan sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu; dan | |||||||||||
f. | cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yaitu cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan bagi perusahaan yang mengolah limbah industri yang mencakup kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri dan penimbunan hasil pengolahan limbah industri. |
1 | Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih sbb : | |
a. | 1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Negara/Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan Pemerintah berdasarkan prinsip syariah; | |
b. | 5% (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan; | |
c. | 15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan; | |
d. | 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan | |
e. | 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan. | |
2. | Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah : | |
a. | 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan | |
b. | 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. | |
3. | Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional maupun syariah. | |
4. | Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. | |
5. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. | |
6. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian. |
1. | Bank Perkreditan Rakyat baik konvensional maupun syariah dapat membentuk dana cadangan piutang tak tertagih. | |
2. | Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih tersebut diatur sebagai berikut : | |
a. | 0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia/Sertifikat Wadiah Bank Indonesia; | |
b. | 10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan; | |
c. | 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan | |
d. | 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan. | |
3. | Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah : | |
a. | 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan | |
b. | 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. | |
4. | Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional maupun syariah. | |
5. | Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. | |
6. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. | |
7. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian. |
1. | Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih tersebut diatur sebagai berikut : | |
a. | 0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar | |
b. | 10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan; | |
c. | 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan | |
d. | 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan. | |
2. | Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah : | |
a. | 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan | |
b. | 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. | |
3. | Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional maupun syariah. | |
4. | Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. | |
5. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. | |
6. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian. |
1. | Besarnya cadangan khusus penyisihan pembiayaan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) ditetapkan sebagai berikut : | |
a. | 2,5% (dua setengah persen) dari baki debet yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan; | |
b. | 5% (lima persen) dari baki debet yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan; | |
c. | 50% (lima puluh persen) dari baki debet yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan | |
d. | 100% (seratus persen) dari baki debet yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan. | |
2. | Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana paling tinggi adalah : | |
a. | 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan | |
b. | 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. | |
3. | Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh PT Permodalan Nasional Madani (Persero). | |
4. | Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. | |
5. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. | |
6. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian. |
1. | Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih tersebut diatur sebagai berikut : | |
a. | 1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas lancar; | |
b. | 5% (lima persen) dari piutang dengan kualitas dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan; | |
c. | 15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan; | |
d. | 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi nilai agunan; dan | |
e. | 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi nilai agunan. | |
2. | Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah : | |
a. | 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan | |
b. | 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. | |
3. | Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. | |
4. | Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. | |
5. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. | |
6. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian. |
1. | Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih tersebut diatur sebagai berikut : | |
a. | 1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas lancar; | |
b. | 5% (lima persen) dari piutang dengan kualitas dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan; | |
c. | 15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan; | |
d. | 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi nilai agunan; dan | |
e. | 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi nilai agunan. | |
2. | Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah : | |
a. | 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan | |
b. | 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. | |
3. | Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan pembiayaan infrastruktur. | |
4. | Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. | |
5. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. | |
6. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian. |
1. | Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih tersebut diatur sebagai berikut : | |
a. | 15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan; | |
b. | 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi nilai agunan; dan | |
c. | 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi nilai agunan. | |
2. | Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah : | |
a. | 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan | |
b. | 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. | |
3. | Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh PT Perusahaan Pengelola Aset. | |
4. | Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. | |
5. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. | |
6. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian. |
1. | Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih yang dapat dibebankan sebagai biaya maksimum sebesar 2,5% dari rata-rata saldo awal dan akhir piutang (Maksimum = 2,5% x (Saldo Awal Piutang SGU + Saldo Akhir Piutang SGU)/2 ). | |
2. | Kerugian sebenarnya yang disebabkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. | |
3. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. | |
4. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian, namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian. |
1. | Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih yang dapat dibebankan sebagai biaya maksimum sebesar 5% dari rata-rata saldo awal dan akhir piutang. | |
2. | Kerugian sebenarnya yang disebabkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. | |
3. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. | |
4. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian, namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian. |
1. | Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih yang dapat dibebankan sebagai biaya maksimum sebesar 5% dari rata-rata saldo awal dan akhir piutang. | |
2. | Kerugian sebenarnya yang disebabkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. | |
3. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. | |
4. | Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian, namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian |
1. | Cadangan Premi yang diperbolehkan maksimum sebesar 40% dari premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan Misalnya, perusahaan asuransi X menerima dan memperoleh premi atas tanggungannya sendiri dalam tahun 2010 sebesar Rp 60 Juta. Besarnya cadangan premi yang dapat dibebankan sebagai biaya dalam tahun 2010 adalah 40% x Rp 60 Juta = Rp 24 Juta. Sedangkan jumlah premi yang diterima atau diperoleh tersebut merupakan penghasilan. |
|
2. | Cadangan premi tanggungan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan premi yang sudah diterima atau diperoleh akan tetapi belum merupakan penghasilan pada tahun pajak yang bersangkutan. | |
3. | Cadangan premi tanggungan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penghasilan pada tahun pajak berikutnya. | |
4. | Besarnya cadangan klaim tanggungan sendiri untuk adalah sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum dibayar dan klaim yang sudah dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan. | |
5. | Cadangan klaim tanggungan sendiri dibentuk pada akhir tahun pajak. | |
6. | Jumlah klaim yang sebenarnya dibayar oleh perusahaan asuransi kerugian dibebankan kepada perkiraan cadangan klaim tanggungan sendiri. | |
7. | Dalam hal jumlah cadangan klaim tanggungan sendiri seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. | |
8. | Dalam hal jumlah klaim tanggungan sendiri dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut boleh dibebankan sebagai biaya. |
1. | Besarnya cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa ditentukan sesuai dengan penghitungan aktuaria yang telah mendapat pengesahan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. | |
2. | Kenaikan jumlah saldo akhir dibanding dengan saldo awal tahun dari cadangan premi merupakan biaya dalam tahun yang bersangkutan. | |
3. | Apabila terjadi pembayaran klaim kepada tertanggung jumlah tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan premi. |
1. | Besarnya cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan yang melakukan usaha pertambangan adalah yang sebenamya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya reklamasi. | |
2. | Cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan yang melakukan usaha pertambangan dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan energi dan sumber daya mineral. | |
3. | Apabila setelah berakhirnya masa kontrak atau selesainya penambangan terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya reklamasi dengan jumlah biaya reklamasi yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan. |
1. | Besarnya cadangan biaya penanaman kembali untuk perusahaan yang melakukan usaha kehutanan adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penanaman kembali. | |
2. | Cadangan biaya penanaman kembali untuk perusahaan yang melakukan usaha kehutanan dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan. | |
3. | Apabila setelah berakhirnya masa kontrak terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penanaman kembali dengan jumlah biaya penanaman kembali yang sebenamya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan. |
1. | Besarnya cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri adalah yang sebenamya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah. | |
2. | Besarnya cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. | |
3. | Apabila setelah berakhirnya masa kontrak terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah dengan jumlah biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan. |
Dasar Hukum | Untuk diri Wajib Pajak (WP) |
Tambahan untuk WP kawin |
Tambahan untuk seorang isteri *) |
Tambahan untuk keluarga sedarah dan semenda **) |
Mulai Berlaku |
UU No.8 Tahun 1983 | Rp 960.000 | Rp 480.000 | Rp 960.000 | Rp 480.000 | 1 Januari 1984 |
UU No.10 Tahun 1994 | Rp 1.728.000 | Rp 864.000 | Rp 1.728.000 | Rp 864.000 | 1 Januari 1995 |
UU No.17 Tahun 2000 | Rp 2.880.000 | Rp 1.440.000 | Rp 2.880.000 | Rp 1.440.000 | 1 Januari 2001 |
564/KMK.03/2004 | Rp 12.000.000 | Rp 1.200.000 | Rp 12.000.000 | Rp 1.200.000 | 1 Januari 2005 |
137/PMK.05/2005 | Rp 13.200.000 | Rp 1.200.000 | Rp 13.200.000 | Rp 1.200.000 | 1 Januari 2006 |
UU No.36 Tahun 2008 | Rp 15.840.000 | Rp 1.320.000 | Rp 15.840.000 | Rp 1.320.000 | 1 Januari 2009 |
162/PMK.011/2012 | Rp 24.300.000 | Rp 2.025.000 | Rp 24.300.000 | Rp 2.025.000 | 1 Januari 2013 |
122/PMK.010/2015 | Rp 36.000.000 | Rp 3.000.000 | Rp 36.000.000 | Rp 3.000.000 | 1 Januari 2015 |
101/PMK.010/2016 | Rp 54.000.000 | Rp 4.500.000 | Rp 54.000.000 | Rp 4.500.000 | 1 Januari 2016 |
*) | Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami |
**) | Tambahan untuk keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang |
TK/... | Tidak Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga; |
K/... | Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga; |
K/I/... | Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga; |
PH | Wajib pajak kawin yang secara tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; |
HB/... | Wajib pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan anggota keluarga. |
- | Amortisasi merupakan pengalokasian biaya perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan muhibah (goodwill) yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. | |||||||||||||||||||||||||
- | Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya (termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dengan metode garis lurus (straight line methode) atau metode saldo menurun (decline balance methode) secara taat azas. | |||||||||||||||||||||||||
- | Tabel Masa Manfaat dan tarif amortisasi harta tak berwujud :
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan tabel masa manfaat dan tarif amortisasi. |
|||||||||||||||||||||||||
- | Pengeluaran yang dilakukan sebelum perusahaan beroperasi komersial yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, dikapitalisasi (sebagai biaya pra operasi) kemudian dimortisasi dengan metode di atas. | |||||||||||||||||||||||||
- | Yang termasuk pengeluaran pra operasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum perusahaan beroperasi komersial, misalnya biaya study kelayakan dan biaya produksi percobaan, tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Pengeluaran yang rutin tersebut harus dibebankan sekaligus pada tahun terjadinya. | |||||||||||||||||||||||||
- | Amortisasi atas Pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dengan menggunakan metode satuan produksi, yaitu : = {Produksi tahun ini / Taksiran deposit minyak mentah (gas bumi) yang bisa ditambang} x 100 % |
|||||||||||||||||||||||||
- | Amortisasi atas Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain migas, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam/hasil alam lainnya yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% setahun. Yaitu : Hak Pengusahaan Hutan (HPH) : = {Produksi tahun ini / Taksiran produksi dalam konsesi HPH} x 100%, maksimum 20%. Hak Penambangan selain minyak dan gas bumi : = {Produksi tahun ini / Taksiran deposit mineral yang bisa ditambang} x 100%, maksimum 20%. Catatan : Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari jumlah taksiran produksi, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain (yang belum diamortisasi), maka sisa pengeluaran yang belum diamortisasi tersebut dapat dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. Contoh: Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam 1 (satu) tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta) ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari potensi yang tersedia, walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30% (tiga puluh persen) dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut adalah 20% (dua puluh persen) dari pengeluaran atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
|||||||||||||||||||||||||
- | Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak tersebut di atas, maka nilai sisa buku fiskalnya dibebankan sebagai biaya, sedangkan jumlah yang diterima atau diperoleh sebagai penggantiannya merupakan penghasilan. Contoh: PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp500.000.000,00. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak 200.000.000 (dua ratus juta) barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 (seratus juta) barel, PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp300.000.000,00. Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut adalah sebagai berikut :
Dengan demikian jumlah nilai sisa buku sebesar Rp250.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian dan jumlah sebesar Rp300.000.000,00 dibukukan sebagai penghasilan. |
|||||||||||||||||||||||||
- | Apabila pengalihan tersebut dalam rangka sumbangan, hibah, bantuan, dan warisan yang memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b UU Nomor 36 Tahun 2008, maka nilai sisa buku fiskalnya tidak dapat diakui sebagai biaya. |
- | Penghasilan dari Warisan yang belum terbagi pada prinsipnya merupakan hak dan dapat dibagikan kepada para ahli Waris yang berhak, dan penghasilan tersebut harus digunggungkan dengan penghasilan lainnya yang diterima atau diperoleh masing-masing ahli Waris. |
- | Oleh karena dalam menghitung penghasilan Kena Pajak masing-masing ahli Waris telah memperoleh pengurangan berupa PTKP, maka dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak atas penghasilan yang berasal dari Warisan yang belum terbagi tidak diberikan pengurangan berupa PTKP. |