Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

HIGHLIGHTSDATA CENTERSUBJEK PILIHANFORUM
PeraturanTax TreatyPutusanKurs KMKKurs BITarif Bunga
Fitur
highlightsdata centersubjek pilihanforum
Informasi
About UsKebijakan PrivasiPedoman Media SiberDisclaimerKontak KamiCareer
Navigating the Coretax era with
Ortax Ecosystem
Ortax Ecosystem
pajakexpress.com | pajak101.com | taxbase.id | bsadvisory.com

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Pajak Penghasilan
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPnBM )
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Meterai
Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Pengadilan Pajak
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP)
Pajak Daerah
Bea Cukai

PENGANTAR

Latar Belakang Pengampunan Pajak

Asas Pengampunan Pajak

Tujuan Pengampunan Pajak

Istilah Penting dalam UU Pengampunan Pajak

SUBJEK PENGAMPUNAN
PAJAK

Dasar Hukum

Subjek Pengampunan Pajak

Dikecualikan dari Subjek Pengampunan Pajak

Pendaftaran Dan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak

Dapat Memilih Tidak Menggunakan Hak Mengikuti Pengampunan Pajak

OBJEK PENGAMPUNAN
PAJAK

Dasar Hukum

Objek Pengampunan Pajak

Harta Tambahan yang Bukan merupakan Objek Pengampunan Pajak

TARIF DAN
MENGHITUNG UANG TEBUSAN

Dasar Hukum

Menghitung Uang Tebusan

Tarif Uang Tebusan

Nilai Harta

Nilai Utang

Bank Persepsi Penerimaan Uang Tebusan

Kode Akun Pajak Dan Kode Jenis Setoran terkait Pengampunan Pajak

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Uang Tebusan

SURAT PERNYATAAN
HARTA

Dasar Hukum

Persyaratan Penyampaian Surat Pernyataan

Isi Surat Pernyataan

Lampiran Surat Pernyataan

Dokumen Pelaksanaan Pengampunan Pajak

Tempat Tertentu Penyampaian Surat Pernyataan

Penyampaian SPH Bagi Wajib Pajak Tertentu dan Wajib Pajak Peredaran Usaha Tertentu

Penyampaian Surat Pernyataan Kedua Dan Ketiga

Penerimaan Surat Pernyataan

Pencabutan Surat Pernyataan

SURAT KETERANGAN

Dasar Hukum

Penerbitan Surat Keterangan

Pengiriman Surat Keterangan

Pengambilan Surat Keterangan Pengampunan Pajak Yang Belum Diterima Oleh Wajib Pajak

Pembetulan Surat Keterangan

FASILITAS PENGAMPUNAN
PAJAK

Dasar Hukum

Fasilitas Pengampunan Pajak

Penghapusan Sanksi Administrasi Perpajakan

Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, Dan Penyidikan Pasca Diterbitkan Tanda Terima

Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, Dan Penyidikan Pasca Diterbitkan Surat Keterangan

PERLAKUAN ATAS
SURAT KETETAPAN PAJAK, SURAT KEPUTUSAN, DAN PUTUSAN

Dasar Hukum

Perlakukan atas Terbitnya Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan, Dan Putusan

Pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan

PERLAKUAN PERPAJAKAN

Dasar Hukum

Perlakukan Atas Pembukuan dan Penyusutan Harta Yang Diungkap

Perlakukan Atas Kompensasi dan Pembetulan SPT

Perlakuan Atas Harta Yang Belum Atau Kurang Diungkap Dalam Surat Pernyataan

Perlakukan Atas Wajib Pajak Yang Tidak Mengikuti Pengampunan Pajak

PENGALIHAN HAK
ATAS HARTA YANG DIUNGKAP

Dasar Hukum

Pengalihan Hak Atas Harta Yang Diungkap

Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Pengalihan Hak atas Saham

Penerbitan Surat Keterangan Bebas

INVESTASI DI
PASAR KEUANGAN

Dasar Hukum

Definisi

Ketentuan Umum Investasi

Bentuk dan Instrumen Investasi

Kriteria Gateway

Kewajiban Gateway

INVESTASI DI
LUAR PASAR KEUANGAN

Dasar Hukum

Definisi

Bentuk Investasi

Keuntungan dan Perpindahan Investasi

Penunjukan Gateway

Kewajiban Gateway

WAJIB PAJAK
YANG MEMILIKI HARTA TIDAK LANGSUNG MELALUI SPV

Dasar Hukum

Ketentuan Umum

Harta dan Utang Terkait Special Purpose Vehicle

Pembubaran atau Pelepasan Kepemilikan Special Purpose Vehicle

Pembebasan Pengalihan Hak

LAPORAN PASCA
AMNESTI PAJAK

Dasar Hukum

Ketentuan Umum

Ketentuan Pelaporan

Jangka Waktu Pelaporan

Format Pelaporan

Pengawasan

KETENTUAN LAINNYA

Dasar Hukum

Upaya Hukum

Manajemen Data dan Informasi

Ketentuan Pidana

Pas Final

Pengawasan Pasca Periode Pengampunan Pajak

ReadView

Latar Belakang Pengampunan Pajak
   
Pertumbuhan ekonomi nasional dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami perlambatan yang berdampak pada turunnya penerimaan pajak dan juga telah mengurangi ketersediaan likuiditas dalam negeri yang sangat diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, banyak Harta warga negara Indonesia yang ditempatkan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dalam bentuk likuid maupun nonlikuid, yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah likuiditas dalam negeri yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Permasalahannya adalah bahwa sebagian dari Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut belum dilaporkan oleh pemilik Harta dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilannya sehingga terdapat konsekuensi perpajakan yang mungkin timbul apabila dilakukan pembandingan dengan Harta yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang bersangkutan. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan para pemilik Harta tersebut merasa ragu untuk membawa kembali atau mengalihkan Harta mereka dan untuk menginvestasikannya dalam kegiatan ekonomi di Indonesia.

Selain itu, keberhasilan pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pembayaran pajak. Agar peran serta ini dapat terdistribusikan dengan merata tanpa ada pembeda, perlu diciptakan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum. Hal ini didasarkan pada masih maraknya aktivitas ekonomi di dalam negeri yang belum atau tidak dilaporkan kepada otoritas pajak. Aktivitas yang tidak dilaporkan tersebut mengusik rasa keadilan bagi para Wajib Pajak yang telah berkontribusi aktif dalam melaksanakan kewajiban perpajakan karena para pelakunya tidak berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan nasional.

Untuk itu, perlu diterapkan langkah khusus dan terobosan kebijakan untuk mendorong pengalihan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sekaligus memberikan jaminan keamanan bagi warga negara Indonesia yang ingin mengalihkan dan mengungkapkan Harta yang dimilikinya dalam bentuk Pengampunan Pajak. Terobosan kebijakan berupa Pengampunan Pajak atas pengalihan Harta ini juga didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena semakin transparannya sektor keuangan global dan meningkatnya intensitas pertukaran informasi antarnegara.

Kebijakan Pengampunan Pajak dilakukan dalam bentuk pelepasan hak negara untuk menagih pajak yang seharusnya terutang. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika Wajib Pajak diwajibkan untuk membayar Uang Tebusan atas Pengampunan Pajak yang diperolehnya. Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak, penerimaan Uang Tebusan diperlakukan sebagai penerimaan Pajak Penghasilan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dalam jangka pendek, hal ini akan dapat meningkatkan penerimaan pajak pada tahun diterimanya Uang Tebusan yang berguna bagi Negara untuk membiayai berbagai program yang telah direncanakan. Dalam jangka panjang, Negara akan mendapatkan penerimaan pajak dari tambahan aktivitas ekonomi yang berasal dari Harta yang telah dialihkan dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari aspek yuridis, pengaturan kebijakan Pengampunan Pajak melalui Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena berkaitan dengan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan.

Undang-Undang Pengampunan Pajak dapat menjembatani agar Harta yang diperoleh dari aktivitas yang tidak dilaporkan dapat diungkapkan secara sukarela sehingga data dan informasi atas Harta tersebut masuk ke dalam sistem administrasi perpajakan dan dapat dimanfaatkan untuk pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan di masa yang akan datang.

Kebijakan Pengampunan Pajak seyogianya diikuti dengan kebijakan lain seperti penegakan hukum yang lebih tegas dan penyempurnaan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan perbankan.
Istilah Penting dalam UU Pengampunan Pajak
(UU Nomor 11 Tahun 2016 Pasal 1)

1. Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
3. Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta.
5. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender, kecuali jika Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
6. Tunggakan Pajak adalah jumlah pokok pajak yang belum dilunasi berdasarkan Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah termasuk pajak yang seharusnya tidak dikembalikan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
7. Uang Tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan Pengampunan Pajak.
8. Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
9. Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Pernyataan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta bersih, serta penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan.
10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
11. Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah surat yang diterbitkan oleh Menteri sebagai bukti pemberian Pengampunan Pajak.
12. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir yang selanjutnya disebut SPT PPh Terakhir adalah:
  1. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2015 bagi Wajib Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1 Juli 2015 sampai dengan 31 Desember 2015; atau
  2. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 bagi Wajib Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1 Januari 2015 sampai dengan 30 Juni 2015.
13. Manajemen Data dan Informasi adalah sistem administrasi data dan informasi Wajib Pajak yang berkaitan dengan Pengampunan Pajak yang dikelola oleh Menteri.
14. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri untuk menerima setoran penerimaan negara dan berdasarkan Undang-Undang ini ditunjuk untuk menerima setoran Uang Tebusan dan/atau dana yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak.
15. Tahun Pajak Terakhir adalah Tahun Pajak yang berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
  5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
  6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-43/PJ/2016 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih.
Dikecualikan dari Subjek Pengampunan Pajak
(UU Nomor 11 Tahun 2016 Pasal 3 ayat (3) jo PMK No 118/PMK.03/2016 Pasal 2 ayat (4))

Wajib Pajak yang sedang:
  1. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan,
  2. dalam proses peradilan; atau
  3. menjalani hukuman pidana;
atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Penghapusan Sanksi Administrasi Perpajakan
(PMK No 118/PMK.03/2016 jo. PMK 165/PMK.03/2017 jo. PMK 141/PMK.03/2016 Pasal 31 jo. PMK 165/PMK.03/2017)

Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk atas nama Direktur Jenderal Pajak secara jabatan menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda yang belum dilunasi yang terdapat pada:
  • Surat Tagihan Pajak;
  • surat ketetapan pajak;
  • surat keputusan, dan/atau
  • putusan,

untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak.

Sanksi administrasi merupakan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Penghapusan atas sanksi administrasi diberikan setelah Wajib Pajak memperoleh Surat Keterangan. Penghapusan atas sanksi administrasi dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi kantor pelayanan pajak yang mengadministrasikan penghapusan sanksi administrasi.

Pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi Secara Jabatan Dalam Rangka Pengampunan Pajak, yang dapat diterbitkan untuk satu atau lebih produk hukum. Apabila Surat Keterangan telah diterbitkan dan Surat Tagihan Pajak atas sanksi administrasi belum diterbitkan, atas sanksi administrasi tersebut dihapuskan dengan tidak dilakukan penerbitan Surat Tagihan Pajak.
Pencabutan Surat Pernyataan
(PER - 21/PJ/2016)

Wajib Pajak yang telah menyampaikan Surat Pernyataan dan/atau menerima Surat Keterangan dapat
mengajukan pencabutan atas Surat Pernyataan dalam hal:
a. memiliki penghasilan di bawah batasan penghasilan tertentu; dan/atau
b. hanya memiliki Harta tambahan berupa harta warisan dan/atau harta hibahan yang bukan merupakan objek Pengampunan Pajak.

Ketentuan Pencabutan Surat Pernyataan

Pencabutan atas Surat Pernyataan dilakukan dengan ketentuan:
1. Wajib Pajak menyampaikan surat pencabutan atas Surat Pernyataan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER - 21/PJ/2016;
2. Surat pencabutan atas Surat Pernyataan disampaikan langsung atau dikirimkan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir kepada KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar;
3. Surat pencabutan atas Surat Pernyataan memenuhi syarat.

Persyaratan Pencabutan Surat Pernyataan

1. ditandatangani oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dan tidak dapat dikuasakan;
2. dilampiri dengan seluruh tanda terima Surat Pernyataan dan/atau seluruh Surat Keterangan;
3. mencantumkan pernyataan bahwa Wajib Pajak:
  1. memiliki penghasilan di bawah batasan penghasilan tertentu dan/atau;
  2. hanya memiliki Harta tambahan berupa harta warisan dan/atau harta hibahan yang bukan merupakan objek Pengampunan Pajak.
4. dilampiri dengan fotokopi SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan SPT PPh.

Jangka Waktu Pencabutan Surat Pernyataan

Penyampaian pencabutan atas Surat Pernyataan dilakukan paling lambat:
a. tanggal 30 Oktober 2016, dalam hal Surat Keterangan diterbitkan sampai dengan tanggal 22 September 2016; atau
b. 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Keterangan diterbitkan, dalam hal Surat Keterangan diterbitkan setelah tanggal 22 September 2016.

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud di atas Wajib Pajak belum menerima Surat Keterangan, penyampaian pencabutan atas Surat Pernyataan dapat dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Keterangan diterima Wajib Pajak.

Pencabutan Surat Pernyataan oleh Wajib Pajak Tertentu

Dalam hal Wajib Pajak:
a. memiliki penghasilan di bawah batasan penghasilan tertentu, dan/atau
b. hanya memiliki Harta tambahan berupa harta warisan dan harta hibahan yang bukan merupakan objek Pengampunan Pajak,

dan telah menyampaikan Surat Pernyataan dapat memilih untuk tidak menggunakan haknya dengan menyampaikan pencabutan atas Surat Pernyataan dengan menggunakan format dokumen sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Penyampaian pencabutan atas Surat Pernyataan dilakukan paling lambat:
a. tanggal 30 Oktober 2016, dalam hal Surat Keterangan diterbitkan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku; atau
b. 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Keterangan diterbitkan, dalam hal Surat Keterangan diterbitkan setelah Peraturan Menteri ini berlaku.

Dalam hal pencabutan atas Surat Pernyataan disampaikan sebelum Surat Keterangan diterbitkan, Surat Pernyataan dimaksud dianggap tidak disampaikan. Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pencabutan atas Surat Pernyataan, tanda terima dan/atau Surat Keterangan menjadi tidak berlaku.

Bagi Wajib Pajak yang menyampaikan pencabutan atas Surat Pernyataan berlaku ketentuan sebagai berikut:
• Surat Keterangan yang telah diterbitkan batal demi hukum;
• Wajib Pajak dianggap tidak mengikuti Pengampunan Pajak; dan
• Wajib Pajak tidak diberikan fasilitas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pengampunan Pajak.
Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, Dan Penyidikan Pasca Diterbitkan Surat Keterangan
(118/PMK.03/2016 Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34)

Pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dihentikan dalam hal Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Surat Keterangan. Adapun ketentuan penghentian adalah sebagai berikut:

Pemeriksaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Penyidikan
Pembuatan laporan penghentian pemeriksaan dalam rangka Pengampunan Pajak
  1. Kepala Kanwil Wajib Pajak Terdaftar mengirimkan secara elektronik salinan Surat Keterangan kepada kepala unit pemeriksaan bukti permulaan;
  2. berdasarkan Surat Keterangan, kepala unit pemeriksaan bukti permulaan memerintahkan tim pemeriksa bukti permulaan untuk melakukan penelaahan;
  3. penelaahan sebagaimana dimaksud pada huruf b harus dihadiri oleh tim pemeriksa bukti permulaan dan tim penelaah;
  4. setelah melakukan penelaahan sebagaimana dimaksud pada huruf b, kepala unit pemeriksa bukti permulaan menerbitkan Surat Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan.
  5. Kepala unit pemeriksaan bukti permulaan menerbitkan surat penghentian pemeriksaan bukti permulaan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterbitkannya Surat Keterangan.
  1. Kepala Kanwil Tempat Wajib Pajak Terdaftar mengirimkan secara elektronik salinan Surat Keterangan kepada kepala unit penyidikan;
  2. berdasarkan Surat Keterangan, kepala unit penyidikan memerintahkan tim penyidik untuk melakukan gelar perkara;
  3. gelar perkara sebagaimana dimaksud pada huruf b harus dihadiri oleh tim penyidik dan tim penelaah;
  4. setelah melakukan gelar perkara sebagaimana dimaksud pada huruf b, kepala unit penyidikan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan;
  5. berdasarkan surat perintah penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada huruf d, tim penyidik menerbitkan surat ketetapan penghentian penyidikan; dan
  6. surat ketetapan penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada huruf e, disampaikan kepada tersangka atau keluarganya, penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Asas Pengampunan Pajak
(UU Nomor 11 Tahun 2016 Pasal 2 ayat (1))

Pengampunan Pajak berpegang teguh pada prinsip atau asas kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan, dan kepentingan nasional:
  1. Asas kepastian hukum adalah pelaksanaan Pengampunan Pajak harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum;
  2. Asas keadilan adalah pelaksanaan Pengampunan Pajak menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap pihak yang terlibat;
  3. Asas kemanfaatan adalah seluruh pengaturan kebijakan Pengampunan Pajak bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum;
  4. Asas kepentingan nasional adalah pelaksanaan Pengampunan Pajak mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya.
Tujuan Pengampunan Pajak
(UU Nomor 11 Tahun 2016 Pasal 2 ayat (2))

Tujuan Pengampunan Pajak adalah sebagai berikut:
  1. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi;
  2. mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan
  3. meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.
Nilai Harta
(UU Nomor 11 Tahun 2016 jo. PMK No 118/PMK.03/2016 Pasal 6 jo. PER - 11/PJ/2016)

Nilai Harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan meliputi:
a. Nilai Harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir
Nilai Harta yang telah dilaporkan ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir. Namun, bila Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai Harta yang telah dilaporkan ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada tanggal akhir tahun buku sesuai dengan SPT PPh Terakhir.
   
b. Nilai Harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.
Nilai Harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai nominal untuk Harta berupa kas atau nilai wajar untuk Harta selain kas pada akhir Tahun Pajak Terakhir. Namun, bila Dalam hal nilai Harta tambahan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai Harta tambahan ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan:
  1. nilai nominal untuk Harta berupa kas, atau
  2. nilai wajar pada akhir Tahun Pajak Terakhir untuk Harta selain kas,
dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir.


Nilai Wajar Harta
(PER - 11/PJ/2016 Pasal 4)

Nilai wajar Harta Tambahan adalah nilai yang menggambarkan kondisi dan keadaan dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak. Nilai wajar untuk Harta Tambahan selain kas atau setara kas adalah nilai yang menggambarkan kondisi dan keadaan dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir. Nilai wajar yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pernyataan Harta tidak dilakukan pengujian atau koreksi oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 600/KMK.03/2016 tentang Penetapan Bank Persepsi yang Bertindak sebagai Penerima Uang Tebusan dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak.
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2016 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2016 tentang Pengembalian Kelebihan Pembayaran Uang Tebusan dalam Rangka Pengampunan Pajak.
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2017 tentang Perubahan Keenam atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.
8. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-46/PJ/2016 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Uang Tebusan.
Harta Tambahan yang Bukan merupakan Objek Pengampunan Pajak
(PER - 11/PJ/2016 jo. SE - 43/PJ/2016)

1. Harta warisan apabila:
  1. diterima oleh ahli waris atau peneriman hibah yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak;
    Contoh: Tn F seorang petani menerima warisan berupa rumah di Indonesia. Tn F memiliki penghasilan pada Tahun Pajak 2015 di bawah PTKP
  2. harta warisan sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pewaris atau pemberi hibah dan pemberian hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
    Contoh: Tn G seorang karyawan memiliki penghasilan di atas PTKP. Pada Tahun Pajak 2014, Tn menerima warisan berupa rumah toko dari ayahnya, Tn H. Atas rumah toko tersebut telah dilaporkan oleh Tn H dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2012.
   
2. Harta hibahan yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, apabila:
  1. diterima oleh orang pribadi penerima hibah yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak;
    Contoh: Tn J seorang buruh pabrik menerima hibah dari ayahnya berupa uang tunai sejumlah Rp 100 juta. Tn J memiliki penghasilan pada Tahun Pajak 2015 di bawah PTKP.
  2. harta hibahan sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pemberi hibah.
    Contoh: Dr. W seorang dokter memiliki penghasilan di atas PTKP. Pada Tahun Pajak 2013, Tn W menerima hibah berupa klinik dari ayahnya, Dr. X. Atas klinik tersebut telah dilaporkan oleh Dr. X dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011.
Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
  5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2016 tentang Pendaftaran dan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Orang Pribadi melalui Tempat Tertentu dalam Rangka Pengampunan Pajak
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
  7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran dan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Orang Pribadi melalui Tempat Tertentu dalam Rangka Pengampunan Pajak.
  8. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-43/PJ/2016 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
Subjek Pengampunan Pajak
(UU Nomor 11 Tahun 2016 Pasal 3 jo. PMK 118/PMK.03/2016 Pasal 2 jo. PMK 165/PMK.03/2017)

Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan. Wajib Pajak yang dimaksud adalah Wajib Pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

Dalam hal Wajib Pajak belum mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak, Wajib Pajak harus mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak di kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan.
Kode Akun Pajak Dan Kode Jenis Setoran terkait Pengampunan Pajak
(141/PMK.03/2016 Pasal 15, PER - 22/PJ/2017)

Uang Tebusan harus dibayar lunas ke kas negara melalui Bank Persepsi. Uang Tebusan tersebut diadministrasikan sebagai Pajak Penghasilan Non Migas Lainnya. Uang Tebusan yang dimaksud diperlakukan sebagai Pajak Penghasilan dan tidak boleh dikurangkan untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak.

Pembayaran Uang Tebusan menggunakan surat setoran pajak dan/atau bukti penerimaan negara yang berfungsi sebagai bukti pembayaran Uang Tebusan setelah mendapatkan validasi. Surat setoran pajak dan/atau bukti penerimaan negara dinyatakan sah dalam hal telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang diterbitkan melalui modul penerimaan negara.

Pembayaran Uang Tebusan dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak 411129 dan Kode Jenis Setoran 512. Adapun Kode Jenis Setorannya terkait lainnya adalah sebagai berikut:

8. Kode Akun Pajak 411128 Untuk Jenis Pajak PPh Final

KODE
JENIS
SETORAN
JENIS SETORAN KETERANGAN
422 PPh Final atas pengungkapan harta bersih tambahan yang dianggap sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan Untuk pembayaran PPh Final atas pengungkapan harta bersih tambahan yang dianggap sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan
514 SKPKB PPh Non Migas lainnya atas harta bersih tambahan yang diperlakukan sebagai penghasilan Untuk pembayaran PPh Non Migas lainnya atas harta bersih tambahan yang diperlakukan sebagai penghasilan.
515 SKPKB PPh Non Migas lainnya atas tambahan penghasilan dari harta yang belum atau kurang diungkap Wajib Pajak yang sudah memperoleh Surat Keterangan Pengampunan Pajak Untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Non Migas lainnya atas tambahan penghasilan dari harta yang belum atau kurang diungkap atas Wajib Pajak yang sudah memperoleh Surat Keterangan Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pengampunan Pajak
516 SKPKB PPh Non Migas lainnya atas tambahan penghasilan dari harta yang belum atau kurang diungkap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir Untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKPKB PPh Non Migas lainnya atas tambahan penghasilan dari harta yang belum atau kurang diungkap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pengampunan Pajak

28. Kode Akun Pajak 411313 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan

KODE
JENIS
SETORAN
JENIS SETORAN KETERANGAN
500 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan atas pengungkapan ketidakbenaran Untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPPT atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP
501 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan atas penghentian penyidikan tindak pidana Untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPPT atas penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan Untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP

29. Kode Akun Pajak 411314 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan

KODE
JENIS
SETORAN
JENIS SETORAN KETERANGAN
500 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan atas pengungkapan ketidakbenaran Untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPPT atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP
501 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan atas penghentian penyidikan tindak pidana Untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPPT atas penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan Untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP

30. Kode Akun Pajak 411315 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara

KODE
JENIS
SETORAN
JENIS SETORAN KETERANGAN
500 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara atas pengungkapan ketidakbenaran Untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPPT atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP
501 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara atas penghentian penyidikan tindak pidana Untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPPT atas penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara Untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP

31. Kode Akun Pajak 411316 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi

KODE
JENIS
SETORAN
JENIS SETORAN KETERANGAN
500 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi atas pengungkapan ketidakbenaran Untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPPT atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP
501 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi atas penghentian penyidikan tindak pidana Untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPPT atas penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP

32. Kode Akun Pajak 411317 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Panas Bumi

KODE
JENIS
SETORAN
JENIS SETORAN KETERANGAN
500 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Panas Bumi atas pengungkapan ketidakbenaran Untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPPT atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP
501 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Panas Bumi atas penghentian penyidikan tindak pidana Untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPPT atas penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Panas Bumi Untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP

33. Kode Akun Pajak 411319 untuk Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Lainnya

KODE
JENIS
SETORAN
JENIS SETORAN KETERANGAN
500 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Lainnya atas pengungkapan ketidakbenaran Untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPPT atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP
501 Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Lainnya atas penghentian penyidikan tindak pidana Untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPPT atas penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP
510 Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Lainnya Untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP
511 Sanksi denda administrasi berupa denda atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda, atas penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP

Dalam hal terjadi kesalahan penulisan Kode Akun Pajak dan/atau Kode Jenis Setoran pada surat setoran pajak atau bukti penerimaaan negara, Direktur Jenderal Pajak atas permintaan Wajib Pajak melakukan pemindahbukuan ke Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran.
Penerbitan Surat Keterangan
(PER - 20/PJ/2016, SE - 50/PJ/2016)

Atas penyampaian Surat Pernyataan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Terdaftar menerbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Tanda Terima Surat Pernyataan atau Tanda Terima Sementara Surat Pernyataan. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja tersebut terlampaui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Terdaftar belum menerbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak, Surat Pernyataan yang disampaikan Wajib Pajak dianggap diterima dan diterbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak.

Surat Keterangan Pengampunan Pajak diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana 10 (sepuluh) hari kerja berakhir. Tim Penelaah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Terdaftar menerima dan menelaah konsep Surat Keterangan Pengampunan Pajak serta menyampaikannya kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Terdaftar melalui aplikasi.Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Terdaftar menyetujui konsep Surat Keterangan Pengampunan Pajak. Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang diterbitkan, ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Terdaftar dengan cara:
a. tanda tangan manual, atau
b. tanda tangan elektronik :
  • merupakan tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi, dan
  • mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan manual.
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Uang Tebusan
(PER - 18/PJ/2016 jo. SE - 46/PJ/2016

Kelebihan pembayaran Uang Tebusan dapat disebabkan oleh:
  1. diterbitkannya surat pembetulan atas Surat Keterangan karena kesalahan hitung;
  2. disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau ketiga;
  3. pembayaran Uang Tebusan pada surat setoran pajak atau bukti penerimaan negara lebih besar daripada Uang Tebusan yang tercantum dalam Surat Pernyataan;
  4. penyampaian surat pencabutan atas Surat Pernyataan; atau
  5. Surat Keterangan dinyatakan batal demi hukum.

Jangka Waktu Pengembalian
Kelebihan pembayaran Uang Tebusan harus dikembalikan dan/atau diperhitungkan dengan kewajiban perpajakan lainnya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak:

No Penyebab Jangka Waktu
1 diterbitkannya surat pembetulan atas Surat Keterangan karena kesalahan hitung, diterbitkannya surat pembetulan atas Surat Keterangan
2 disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau ketiga, disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau ketiga
3 pembayaran Uang Tebusan pada surat setoran pajak atau bukti penerimaan negara lebih besar daripada Uang Tebusan yang tercantum dalam Surat Pernyataan, disampaikannya Surat Pernyataan yang jumlah pembayaran Uang Tebusan pada surat setoran pajak atau bukti penerimaan negara lebih besar daripada Uang Tebusan yang tercantum dalam Surat Pernyataan
4 penyampaian surat pencabutan atas Surat Pernyataan, atau disampaikannya Surat Pencabutan atas Surat Pernyataan
5 Surat Keterangan dinyatakan batal demi hukum. diterbitkannya Surat Keterangan Batal Demi Hukum

sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP).

Penelitian & Konfirmasi

Terhadap kelebihan pembayaran Uang Tebusan, Direktur Jenderal Pajak meneliti secara jabatan terhadap kebenaran kelebihan pembayaran Uang Tebusan tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang. Untuk pengembalian kelebihan pembayaran Uang Tebusan sampai dengan nominal Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah), Direktur Jenderal Pajak melakukan konfirmasi kepada Wajib Pajak sebelum meneliti secara jabatan.

Konfirmasi kepada Wajib Pajak dilakukan dengan:
  1. menghubungi Wajib Pajak melalui telepon; dan/atau
  2. mengirimkan surat konfirmasi kepada Wajib Pajak dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
 
Kemudian setelah dilakukan konfirmasi, Wajib Pajak:
  1. menyatakan tidak meminta pengembalian kelebihan pembayaran Uang Tebusan; atau
  2. tidak menyampaikan jawaban konfirmasi dalam jangka waktu 5 (lima) hari sejak permintaan konfirmasi disampaikan,
Direktur Jenderal Pajak tidak mengembalikan kelebihan pembayaran Uang Tebusan.
Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2016 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pengiriman Surat Keterangan Pengampunan Pajak
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak SE-50/PJ/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan dan Pengiriman Surat Keterangan Pengampunan Pajak
Perlakukan Atas Pembukuan dan Penyusutan Harta Yang Diungkap
(UU No. 11 Tahun 2016 Pasal 14 jo. PMK 118/PMK.03/2016 Pasal 45 jo. PMK 165/PMK.03/2017)

Bagi Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan menurut ketentuan Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, harus membukukan selisih antara nilai Harta bersih yang disampaikan dalam Surat Pernyataan dikurangi dengan nilai Harta bersih yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT PPh Terakhir, sebagai tambahan atas saldo laba ditahan dalam neraca.

Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan yang berupa aktiva tidak berwujud, tidak dapat diamortisasi untuk tujuan perpajakan. Sedangkan, Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan yang berupa aktiva berwujud, tidak dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan.
Perlakukan atas Terbitnya  Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan, Dan Putusan
(118/PMK.03/2016 Pasal 27)

Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Putusan Gugatan, Putusan Peninjauan Kembali, untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir, yang terbit sebelum Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan dan belum dilunasi, tetap dijadikan dasar bagi:

a. Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak dan/atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
b. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kerugian fiskal; dan
c. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Putusan Gugatan, Putusan Peninjauan Kembali, untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir, yang terbit setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan, tidak dapat dijadikan dasar bagi:

a. Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak dan/atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
b. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kerugian fiskal; dan
c. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak.

Dalam hal terdapat Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Putusan Peninjauan Kembali, untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir, yang terbit sebelum Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan yang mengakibatkan timbulnya kewajiban pembayaran imbalan bunga bagi Direktorat Jenderal Pajak, atas kewajiban dimaksud menjadi hapus.

Dokumen Pelaksanaan Pengampunan Pajak
(PER - 07/PJ/2016 jo. PER - 10/PJ/2016 jo. PER - 26/PJ/2016)

Dokumen-dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak, adalah sebagai berikut:
1. Surat Pernyataan;
2. Surat Pernyataan Mengalihkan dan Menginvestasikan Harta Tambahan;
3. Surat Pernyataan Tidak Mengalihkan Harta Tambahan;
4. Daftar Rincian Harta dan Utang;
5. Surat Pernyataan Mencabut Permohonan dan/atau Pengajuan;
6. Surat Pernyataan Besaran Peredaran Usaha;
7. Surat Permintaan Informasi Tertulis Mengenai Jumlah Pajak yang Tidak atau Kurang Dibayar atau Tidak Seharusnya Dikembalikan;
8. Surat Permohonan Pencabutan atas Permohonan dan/atau Pengajuan;
9. Surat Keterangan Pengampunan Pajak;
10. Laporan Pengalihan dan Realisasi Investasi Harta Tambahan;
11. Laporan Penempatan Harta Tambahan yang Berada di dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu dokumen lainnya yang masih terkait adalah sebagai berikut:
1. Surat Pembetulan atas Surat Keterangan;
2. Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan atau Pengalihan Saham;
3. Surat Permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan atau Pengalihan Saham;
4. Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak;
5. Surat Keputusan Pembatalan Surat Keputusan;
6. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi Secara Jabatan dalam Rangka Pengampunan Pajak;
7. Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan;
8. Surat Klarifikasi.
Dapat Memilih Tidak Menggunakan Hak Mengikuti Pengampunan Pajak
(PER - 11/PJ/2016, SE - 43/PJ/2016)

Subjek Pajak dengan kondisi berikut dapat tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak:

Subjek Pajak dengan kondisi berikut dapat tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak:

1. Orang pribadi seperti petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja Indonesia atau subjek pajak warisan yang belum terbagi, yang jumlah penghasilannya pada Tahun Pajak Terakhir di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Contoh: Tn. B seorang pensiunan PNS tinggal di Indonesia yang penghasilannya selama Tahun Pajak 2015 di bawah PTKP. Pada Tahun Pajak tersebut Tn. B menerima penghasilan warisan berupa sawah seluas 10 Ha dari ayahnya.

Penggunaan PTKP sebagaimana dimaksud semata-mata ditujukan untuk memberikan pedoman dalam menentukan batasan maksimal penghasilan pada Tahun Pajak Terakhir bagi Wajib Pajak yang dapat memilih tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak.

Batasan maksimal penghasilan pada Tahun Pajak Terakhir yaitu:

Status Perkawinan Jumlah
Tanggungan
Keterangan Batasan Maksimal
Penghasilan
TIDAK KAWIN 0
1
2
3
TK/0
TK/1
TK/2
TK/3
Rp 54.000.000,00
Rp 58.500.000,00
Rp 63.000.000,00
Rp 67.500.000,00
KAWIN 0
1
2
3
K/0
K/1
K/2
K/3
Rp 58.500.000,00
Rp 63.000.000,00
Rp 67.500.000,00
Rp 72.000.000,00
KAWIN &
PENGHASILAN
ISTRI DIGABUNG
0
1
2
K/I/0
K/I/1
K/I/2
K/I/3
Rp112.500.000,00
Rp117.000.000,00
Rp121.500.000,00
Rp126.000.000,00

Penentuan batasan maksimal penghasilan adalah sesuai dengan keadaan:
  1. Wajib Pajak pada awal Tahun Pajak Terakhir,
  2. pewaris pada awal Tahun Pajak saat pewaris meninggal, bagi subjek pajak warisan yang belum terbagi.

Contoh bagi subjek pajak warisan belum terbagi:
Tuan A meninggal dunia pada tahun 2014 dan meninggalkan warisan berupa toko kelontong. Pada awal tahun 2014, Tuan A berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak (K/1). Besarnya batasan maksimal penghasilan pada Tahun Pajak Terakhir untuk subjek pajak warisan yang belum terbagi dari Tuan A adalah Rp 63.000.000,00
   
2. Warga Negara Indonesia yang tidak bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan tidak mempunyai penghasilan dari Indonesia merupakan Subjek Pajak Luar Negeri

Contoh: Tn. C kelahiran Indonesia sudah bekerja di Amerika Serikat sejak tahun 1990. Tn. C berniat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya yang dibuktikan dengan kepemilikan green card yang dikeluarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat dan atas NPWP-nya telah dicabut.
Pengambilan Surat Keterangan Pengampunan Pajak Yang Belum Diterima Oleh Wajib Pajak
(PER - 20/PJ/2016 jo. SE - 50/PJ/2016)

Dalam hal dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal Tanda Terima Surat Pernyataan Wajib Pajak belum menerima Surat Keterangan yang dikirim Wajib Pajak atau kuasa dapat mengambil secara langsung Surat Keterangan Pengampunan Pajak dimaksud ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Terdaftar. Namun demikian, Wajib Pajak atau kuasa harus terlebih dahulu mengajukan permohonan pengambilan Surat Keterangan Pengampunan Pajak. Permohonan pengambilan Surat Keterangan Pengampunan Pajak tersebut hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali permohonan. Permohonan pengambilan Surat Keterangan Pengampunan Pajak tersebut diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Terdaftar melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Terdaftar, dan harus disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasa ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Terdaftar.

Atas permohonan pengambilan Surat Keterangan Pengampunan Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Terdaftar menerbitkan Tanda Terima Pengambilan Surat Keterangan Pengampunan Pajak dan mencetak Surat Keterangan Pengampunan Pajak melalui aplikasi dan memberikan Surat Keterangan Pengampunan Pajak kepada Wajib Pajak pada hari yang sama saat Wajib Pajak mengajukan permohonan.
Pembetulan Surat Keterangan
(PMK 118/PMK.03/2016 jo. PMK 165/PMK.03/2017)

Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri dapat menerbitkan surat pembetulan atas Surat Keterangan, apabila terjadi terjadi kesalahan tulis atau hitung pada Surat Keterangan yang diterbitkan. Apabila Wajib Pajak menemukan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung pada Surat Keterangan Pengampunan Pajak:

a. Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar;
b. Petugas Penerima menerima pemberitahuan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung pada Surat Keterangan Pengampunan Pajak dan menyampaikannya kepada Subtim Peneliti.

Surat Pembetulan atas Surat Keterangan yang telah ditandatangani Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Pengampunan Pajak akan dikirimkan kepada Wajib Pajak melalui pos tercatat kepada Wajib Pajak. Apabila hal ditemukan adanya kesalahan hitung dalam Surat Keterangan yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Uang Tebusan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat klarifikasi kepada Wajib Pajak untuk melunasi kekurangan pembayaran Uang Tebusan dimaksud dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat klarifikasi diterbitkan. Apabila sampai dengan jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja tersebut berakhir Wajib Pajak tidak melunasi kekurangan pembayaran Uang Tebusan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pembetulan atas Surat Keterangan yang berisi penyesuaian nilai Harta.
Penyampaian SPH Bagi Wajib Pajak Tertentu dan Wajib Pajak Peredaran Usaha Tertentu
(141/PMK.03/2016 jo. PER - 17/PJ/2016)

Wajib Pajak tertentu (PER - 17/PJ/2016 Pasal 1)
Wajib Pajak tertentu dikecualikan dari ketentuan untuk melampirkan Daftar Rincian Harta dan Utang dalam bentuk salinan digital (softcopy). Wajib Pajak tertentu yang dimaksud merupakan Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dengan mengungkapkan:
a. Harta tambahan dan Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan dengan jumlah paling banyak 10 (sepuluh) baris; dan
b. jumlah keseluruhan Harta dan Utang, termasuk yang sudah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir, paling banyak 20 (dua puluh) baris, dalam Daftar Rincian Harta dan Utang.

Wajib Pajak Peredaran Usaha Tertentu (PER - 17/PJ/2016 Pasal 2)
Penyampaian Surat Pernyataan oleh Wajib Pajak dengan peredaran usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 dapat dilakukan secara kolektif melalui pihak lain hanya melalui Tempat Tertentu paling lambat tanggal 31 Januari 2017. Pihak lain yang dimaksud adalah berdasarkan surat kuasa antara lain orang pribadi, perkumpulan, organisasi, serikat, atau asosiasi. Pihak lain membuat rekapitulasi bentuk formulir kertas (hardcopy) dan salinan digital (softcopy) yang memuat daftar Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dengan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-17/PJ/2016. Surat kuasa dibuat untuk masing-masing Surat Pernyataan dan menjadi lampiran dalam daftar rekapitulasi Apabila surat kuasa tersebut tidak dilampirkan dalam Surat Pernyataan, Surat Pernyataan dimaksud dianggap tidak disampaikan dan berkas Surat Pernyataan beserta dokumen-dokumen pendukungnya dikembalikan.


Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap (141/PMK.03/2016 Pasal 13A)
Dalam hal Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan merupakan Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap selain harus memenuhi persyaratan, Wajib Pajak dimaksud juga harus melampirkan dokumen berupa:
a. fotokopi surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan (annual tax return) perusahaan induk untuk Tahun Pajak Terakhir yang sudah disampaikan pada otoritas perpajakan di negara tempat perusahaan induk terdaftar;
b. fotokopi laporan keuangan konsolidasi perusahaan induk untuk Tahun Pajak Terakhir; dan
c. surat yang menyatakan bahwa Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan belum pernah dilaporkan dalam dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
Tarif Uang Tebusan
(UU Nomor 11 Tahun 2016 jo. PMK No 118/PMK.03/2016 Pasal 10)

Tarif atas uang tebusan adalah sebagai berikut:

No. Periode Penyampaian Surat Pernyataan Tarif Uang Tebusan
Harta di Dalam Negeri/
Harta Yang dialihkan ke
Dalam Negeri
Harta di Luar Negeri
yang tidak dialihkan ke
Dalam Negeri
Wajib Pajak yang peredaran usahanya
sampai dengan Rp4,8M (UMKM)
Nilai Harta
≤ Rp10M
Nilai Harta >Rp10M
1. Juli 2016 s.d 30 September 2016 2% 4% 0,5% 2%
2. 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016 3% 6%
3. 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017 5% 10%

Tarif atas Penyampaian surat pernyataan kedua atau ketiga dimana dalam surat pernyataan tersebut Wajib Pajak yang semula menyatakan repatriasi menjadi deklarasi luar negeri atau yang semula menyatakan tidak akan megalihkan Harta di dalam negeri ke luar negeri menjadi melakukan pengalihan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 3 tahun :

No. Pengungkapan Surat pernyataan
disampaikan
bulan ke-1 s.d. ke-3
Surat pernyataan disampaikan
bulan ke-4 s.d.
31 Des 2016
Surat pernyataan
disampaikan
1 Jan 2017 s.d.
31 Maret 2017
A. WP yang pada Surat Pernyataan kedua atau ketiganya mengungkapkan perubahan penghitungan Uang Tebusan karena Wajib Pajak melakukan perubahan dari semula menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi tidak mengalihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan.

(repatriasi menjadi deklarasi luar negeri)
4% 6% 10%
B. WP yang pada Surat Pernyataan kedua atau ketiganya mengungkapkan perubahan penghitungan Uang Tebusan karena Wajib Pajak melakukan perubahan dari semula menyatakan tidak akan mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu kurang dari 3 tahun.

(deklarasi dalam negeri menjadi deklarasi luar negeri)
Pendaftaran Dan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak
(UU Nomor 11 Tahun 2016 Pasal 3A jo. PER - 08/PJ/2016 jo. SE - 39/PJ/2016)

Wajib Pajak orang pribadi yang belum memiliki NPWP atau sudah memiliki dengan status Hapus (DE) dapat mengajukan permohonan pendaftaran atau pengaktifan kembali NPWP pada kantor Direktorat Jenderal Pajak melalui Tempat Tertentu. Pelaksanaan penerbitan NPWP dan pengaktifan kembali Wajib Pajak orang pribadi melalui Tempat Tertentu dalam rangka Pengampunan Pajak dilakukan oleh Pegawai Tertentu.

Tempat Tertentu adalah tempat yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Keuangan Negara untuk menunjang kelancaran pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Tempat Tertentu yang dimaksud meliputi:
  1. Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Hongkong;
  2. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura;
  3. Kedutaan Besar Republik Indonesia di London; dan
  4. tempat tertentu selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c yang ditetapkan oleh Menteri.

Pegawai Tertentu adalah pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang diberi kewenangan untuk melakukan pemrosesan penerbitan dan pengaktifan kembali NPWP di Tempat Tertentu, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang penunjukan tim yang diberi wewenang untuk menerima Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak di Tempat Tertentu. Pegawai Tertentu yang ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak terdiri dari Ketua dan Anggota Subtim Penerima dan Peneliti.

Pendaftaran Wajib Pajak Orang Pribadi Melalui Tempat Tertentu dalam Rangka Pengampunan Pajak
  1. Wajib Pajak orang pribadi yang belum memiliki NPWP dapat mengajukan permohonan pendaftaran NPWP pada Tempat Tertentu.
  2. Permohonan dilakukan secara tertulis dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran Wajib Pajak orang pribadi sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang tata cara pendaftaran Wajib Pajak, dan disampaikan secara langsung di Tempat Tertentu.
  3. Wajib Pajak orang pribadi yang dapat mengajukan permohonan pendaftaran NPWP melalui Tempat Tertentu adalah Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, yang didukung dengan Surat Pernyataan Tidak Memiliki NPWP.
  4. Formulir Pendaftaran Wajib Pajak orang pribadi yang diajukan melalui Tempat Tertentu harus dilengkapi dengan dokumen yang disyaratkan, meliputi:
    1. fotokopi Kartu NPWP suami; dan/atau
    2. fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami.

Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Melalui Tempat Tertentu dalam Rangka Pengampunan Pajak
  1. Pengaktifan kembali Wajib Pajak Non Efektif (NE) melalui Tempat Tertentu dilakukan berdasarkan permohonan secara tertulis yang disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak orang pribadi di Tempat Tertentu. Permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak NE melalui Tempat Tertentu harus disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak orang pribadi, dengan menggunakan formulir permohonan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan mengenai prosedur pengaktifan kembali Wajib Pajak NE.
  2. Wajib Pajak orang pribadi dengan status Hapus (DE) dapat mengajukan permohonan pendaftaran NPWP melalui Tempat Tertentu, dengan syarat dan ketentuan sebagaimana pendaftaran Wajib Pajak Orang pribadi yang belum memiliki NPWP.
Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
Penyampaian Surat Pernyataan Kedua Dan Ketiga
(PMK 118/PMK.03/2016 Pasal 22 jo. PMK 165/PMK.03/2017)

Setiap Surat Pernyataan yang disampaikan oleh Wajib Pajak dan telah memperoleh tanda terima Surat Pernyataan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP), maka Surat Pernyataan tersebut sudah dihitung sebagai 1 (satu) kali penyampaian Surat Pernyataan. Kemudian setelahnya, Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan kedua atau Surat Pernyataan ketiga sebelum atau setelah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan yang pertama atau kedua diterbitkan.

Penyampaian Surat Pernyataan kedua atau ketiga ini dilakukan dalam rangka memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak antara lain untuk:
a. mengungkapkan penambahan Harta yang belum disampaikan dalam Surat Pernyataan atau pengurangan Harta yang telah disampaikan dalam Surat Pernyataan;
b. mengungkapkan perubahan penghitungan Uang Tebusan karena Wajib Pajak melakukan perubahan dari semula menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Repatriasi Luar Negeri) menjadi tidak mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah dalam jangka waktu yang ditentukan;
c. mengungkapkan perubahan penghitungan Uang Tebusan karena Wajib Pajak melakukan perubahan dari semula menyatakan tidak akan mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Deklarasi Dalam Negeri) menjadi mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan.

Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan yang kedua atau ketiga, penghitungan dasar pengenaan Uang Tebusan dalam Surat Pernyataan ialah memperhitungkan dasar pengenaan Uang Tebusan yang telah dicantumkan dalam Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya. Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya adalah:
a. dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan yang ketiga, “Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya” adalah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan yang kedua; atau
b. dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan yang kedua, “Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya” adalah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan yang pertama.
Nilai Utang
(UU Nomor 11 Tahun 2016 jo. PMK No 118/PMK.03/2016 Pasal 7 dan Pasal 8)

Nilai Utang yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan meliputi:
a. Nilai Utang yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir
Nilai Utang yang telah dilaporkan ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir. Namun, bila Wajib Pajak diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai Utang ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada tanggal akhir tahun buku sesuai dengan SPT PPh Terakhir.
   
b. Nilai Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan
Nilai Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam daftar Utang pada akhir Tahun Pajak Terakhir. Namun, bila nilai Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan ditentukan dalam mata uang selain Rupiah, nilai Utang ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir.

Untuk penghitungan dasar pengenaan Uang Tebusan, besarnya nilai Utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan Harta tambahan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta bagi:
  1. Wajib Pajak badan paling banyak sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai Harta tambahan.
  2. Wajib Pajak orang pribadi paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai Harta tambahan.
Isi Surat Pernyataan
(PMK No 118/PMK.03/2016 jo. PMK No. 141/PMK.03/2016 Pasal 5)

Surat Pernyataan paling sedikit memuat informasi mengenai identitas Wajib Pajak, Harta, Utang, nilai Harta bersih, dan penghitungan Uang Tebusan, dan dibuat dengan menggunakan format yang diatur dalam Peraturan Menteri. Informasi mengenai identitas Wajib Pajak yang dimaksud yaitu:

a. untuk Wajib Pajak orang pribadi, memuat:
  1. nama;
  2. alamat;
  3. Nomor Pokok Wajib Pajak;
  4. Nomor Induk Kependudukan atau nomor paspor; dan
  5. nomor surat izin usaha, bagi yang memiliki.
b. untuk Wajib Pajak badan, memuat:
  1. nama;
  2. alamat;
  3. Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
  4. nomor surat izin usaha.
Menghitung Uang Tebusan
(UU Nomor 11 Tahun 2016 jo. PMK No 118/PMK.03/2016 Pasal 9)

Penghitungan Uang Tebusan dilakukan dengan cara mengalikan tarif Uang Tebusan dengan dasar pengenaan Uang Tebusan yaitu nilai Harta bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Terakhir dikurangi dengan utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan tersebut.
Ketentuan Umum
(PMK 118/PMK.03/2016 jo. PMK No. 141/PMK.03/2016 jo. PER-07/PJ/2018 Pasal 4)

Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dan menyatakan akan mengalihkan Harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus mengalihkan dan menginvestasikan Harta tambahan dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat 3 (tiga) tahun:
a. sebelum tanggal 31 Desember 2016, bagi Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan Pengampunan Pajak sejak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; atau
b. sebelum tanggal 31 Maret 2017, bagi Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan Pengampunan Pajak sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

Jangka waktu 3 (tiga) tahun dihitung sejak Harta tambahan tersebut disetorkan atau dialihkan seluruhnya ke Rekening Khusus.

Laporan Pengalihan dan Realisasi Investasi Harta Tambahan

Wajib Pajak harus menyampaikan laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak Harta tambahan yang dialihkan telah seluruhnya disetorkan atau dialihkan ke dalam Rekening Khusus dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Laporan Penempatan Harta tambahan

Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dan mengungkapkan Harta tambahan yang berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dibolehkan mengalihkan dan menginvestasikan Harta tambahan tersebut ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan. Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan harus menyampaikan laporan penempatan Harta tambahan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Kewajiban penyampaian laporan tersebut di atas berlaku bagi seluruh Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan.
Jangka Waktu Pelaporan
(PMK 118/PMK.03/2016 jo. PMK 141/PMK.03/2016 jo. PER - 07/PJ/2018 Pasal 4)

Laporan sebagaimana disampaikan paling lambat:
a. pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2017, untuk penyampaian laporan tahun pertama; dan
b. pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2018 dan seterusnya, untuk penyampaian laporan tahun kedua dan seterusnya.

Contoh Penyampaian Laporan Penempatan Harta Tambahan

Tahun Terbit
Surat Keterangan
Batas Akhir
Penyampaian Laporan
Periode Laporan
2016 Laporan pertama disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2017. Periode laporan dimulai sejak bulan diterbitkannya Surat Keterangan sampai dengan akhir tahun buku sebelum tahun batas waktu penyampaian laporan.
Contoh:
Surat Keterangan terbit tanggal 10 Oktober 2016, maka periode laporan untuk laporan pertama adalah 10 Oktober 2016 - 31 Desember 2017 (14 bulan).
Laporan kedua disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018. 1 Januari 2018 - 31 Desember 2018 (12 bulan).
Laporan terakhir disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019. Akhir periode laporan adalah batas akhir periode penempatan Harta tambahan.
Contoh:
Surat Keterangan terbit tanggal 10 Oktober 2016, maka periode laporan terakhir adalah 1 Januari 2019 - 9 Oktober 2019 (10 bulan).
2017 Laporan pertama paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2017. Periode laporan dimulai sejak bulan diterbitkannya Surat Keterangan sampai dengan akhir tahun buku sebelum tahun batas waktu penyampaian laporan.
Contoh:
Surat Keterangan terbit tanggal 10 April 2017, maka periode laporan untuk laporan pertama adalah 10 April 2017 - 31 Desember 2017 (9 bulan)
Laporan kedua paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018. 1 Januari 2018 - 31 Desember 2018 (12 bulan).
Upaya Hukum
(PMK 118/PMK.03/2016 jo. PMK 141/PMK.03/2016 Pasal 13)

Segala sengketa yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak hanya dapat diselesaikan melalui pengajuan gugatan. Gugatan hanya dapat diajukan pada badan peradilan pajak.
Pengawasan
(PMK 118/PMK.03/2016 jo. PMK 141/PMK.03/2016 jo. PER - 07/PJ/2018 Pasal 5)

Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar melakukan pengawasan atas:
a. penyampaian laporan Wajib Pajak;
b. penempatan Harta tambahan; dan
c. pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dapat menerbitkan surat peringatan dalam hal:
a. Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (1) PER - 03/PJ/2017; dan/atau
b. Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 2 ayat (2) PER - 03/PJ/2017 sampai dengan batas akhir penyampaian laporan;
c. terdapat ketidaksesuaian atau ketidaklengkapan atas laporan yang disampaikan Wajib Pajak dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf d PER - 07/PJ/2018.

Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikirim, Wajib Pajak harus menyampaikan:
a. tanggapan atas surat peringatan; dan/atau
b. laporan sehubungan dengan penerbitan surat peringatan.

Dalam hal Wajib Pajak:
a. menyampaikan tanggapan namun diketahui bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (1) PER - 03/PJ/2017;
b. tidak menyampaikan tanggapan; atau
c. tidak menyampaikan laporan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam surat peringatan terhadap Wajib Pajak dimaksud dapat dilakukan pemeriksaan.
Format Pelaporan
(Lampiran PER - 03/PJ/2017)

Contoh Format Laporan Pengalihan dan Realisasi Investasi Harta Tambahan

Nama Wajib Pajak :    ............................. (1)
NPWP :    ............................. (2)
Periode   :    ............................. (3)
  
LAPORAN PENGALIHAN DAN REALISASI INVESTASI HARTA TAMBAHAN

NO
(4)
KODE
HARTA
(5)
NAMA
HARTA
(6)
NILAI
HARTA
YANG
DIALIHKAN
 KE DA LAM
NEGERI
(RUPIAH)
(7)
KODE
GATEWAY
(8)
NAMA
GATEWAY
(9)
KODE
INVESTASI
(10)
BENT UK
INVESTASI (11)
TANGGAL
MULAI
INVESTASI
(12)
NILAI
(13)
MATA
UANG
(14)
KETERANGAN
(15)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1.                      
2.                      
dst.                      



............................., ............................. (16)
TANDA TANGAN/ CAP PERUSAHAAN




.......................................................... (17)


Contoh Format Laporan Penempatan Harta Tambahan yang Berada di dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia



LAPORAN PENEMPATAN HARTA TAMBAHAN YANG BERADA DI DALAM
WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA


Nama Wajib Pajak :    ............................. (1)
NPWP :    ............................. (2)
Periode Laporan :    ............................. (3)


NO
(4)
KODE
HARTA
(5)
NAMA HARTA
(6)
TAHUN PEROLEHAN (7) ALAMAT
(8)
NILAI HARTA
(9)
KETERANGAN (10)
1 2 3   5 6 7
1.            
2.            
dst.            

                
       


................., .............. (12)
TANDA TANGAN / CAP PERUSAHAAN




............................... (13)
Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
  5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 656/KMK.03/2016 tentang Penetapan Tempat Tertentu sebagai Tempat Penyampaian Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak
  6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 658/KMK.03/2016 tentang Penetapan Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sebagai Tempat Tertentu untuk Tempat Penyampaian Surat Pernyataan Harta dalam Rangka Pengampunan Pajak
  7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 tentang Dokumen dan Pedoman Teknis Pengisian Dokumen dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2016 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 tentang Dokumen dan Pedoman Teknis Pengisian Dokumen dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  9. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2016 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pernyataan pada Minggu Terakhir Periode Pertama Penyampaian Surat Pernyataan
  10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2016 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pernyataan dalam Hal Terjadi Gangguan pada Jaringan dan/atau Keadaan Luar Biasa pada Akhir Periode Penyampaian Surat Pernyataan
  11. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2016 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan bagi Wajib Pajak Tertentu serta Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan dan Penerbitan Surat Keterangan bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Usaha Tertentu
  12. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2016 tentang Tata Cara Pencabutan atas Surat Pernyataan
  13. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 tentang Dokumen dan Pedoman Teknis Pengisian Dokumen dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  14. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2017 tentang Tata Cara Pembetulan atas Surat Keterangan Pengampunan Pajak
  15. Instruksi Direktur Jenderal Pajak Nomor INS-08/PJ/2016 tentang Pelaksanaan Penerimaan Surat Pernyataan dalam Rangka Pengampunan Pajak dalam Keadaan Darurat atau Gangguan Teknis
  16. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2016 tentang Petunjuk Penerimaan Surat Pernyataan dalam Hal Terjadi Gangguan pada Jaringan dan/atau Keadaan Luar Biasa pada Akhir Periode Penyampaian Surat Pernyataan
  17. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembetulan atas Surat Keterangan Pengampunan Pajak
  18. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-302/PJ/2016 18 Agustus 2016 Pelaksanaan Penerimaan Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak di Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/2016 tentang Petunjuk Terkait Pengemasan dan Penyampaian Dokumen Pengampunan Pajak ke Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.
   
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 14/PJ/2018 Tentang Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan Pajak.
Objek Pengampunan Pajak
(UU Nomor 11 Tahun 2016 Pasal 3 jo. PMK 118/PMK.03/2016 Pasal 3)

Pengampunan Pajak meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan (Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah) sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir (Tahun Pajak yang berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015), yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak.
Pas Final
(PMK 165/PMK.03/2017)

Wajib Pajak yang telah mengikuti program pengampunan pajak maupun yang tidak, masih diberikan kesempatan mengikuti program Pas Final yaitu untuk mengungkapkan aset yang belum dilaporkan, baik dalam Surat Pernyataan Harta (Bagi Wajib Pajak yang memanfaatkan Pengampunan Pajak), maupun aset yang belum dilaporkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan (Bagi Wajib Pajak yang tidak memanfaatkan Pengampunan Pajak). Berikut ini beberapa informasi terkait Pas Final:
1. Pas Final (Pengungkapan Aset Sukarela dengan Tarif Final) merupakan program yang memfasilitasi Wajib Pajak untuk dapat mengungkapkan harta yang diperoleh sebelum 1 Januari 2016 yang belum anda laporkan di SPT tahunan 2015 atau pada Surat Pernyataan Harta pada program Pengampunan Pajak.
   
2. Tarif PPh Final:
o 12,5 % untuk Wajib Pajak dengan sumber penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tidak lebih dari 4,8 miliar dan/atau karyawan dengan penghasilan tidak lebih dari 632 juta rupiah;
o 25% untuk Wajib Pajak Badan;
o 30% untuk Wajib Pajak Orang Pribadi.
   
3. Keuntungannya untuk peserta program ini adalah tidak ada pengenaan Sanksi Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, yaitu:
o Sanksi 200% bagi Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak; atau
o 2% perbulan bagi Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak.
   
4. Program ini tidak berbatas Waktu, namun kesempatan bagi Wajib Pajak untuk mengungkapkan sendiri adalah sebelum Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2).
Tempat Tertentu Penyampaian Surat Pernyataan
(656/KMK.03/2016 jo. 658/KMK.03/2016)

Dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan kemudahan kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak, perlu menetapkan tempat tertentu sebagai tempat penyampaian Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak

No. Tempat Tertentu Tanggal Penetapan
1 Kantor Pusat Bank Mandiri
Corporate Lounge Lobby Utara, Gedung Plaza Mandiri
Jalan Jenderal Gatot Subroto Kavling 36-38, Jakarta
16 Agustus 2016 - 31 Maret 2017
2 Kantor Cabang Khusus Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Sentra Layanan Prioritas
Jalan Jenderal Sudirman Kavling 44-46, Jakarta
16 Agustus 2016 - 31 Maret 2017
3 Kantor Cabang Bank Negara Indonesia (BNI) Jakarta Pusat
Jalan Jenderal Sudirman Kavling 1, Jakarta
16 Agustus 2016 - 31 Maret 2017
4 Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak 19 Agustus 2016 - 31 Maret 2017
5 Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
di seluruh Indonesia
19 Agustus 2016 - 31 Maret 2017
Manajemen Data dan Informasi
(PMK 118/PMK.03/2016 jo. PMK 141/PMK.03/2016)

Data dan Informasi

Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.

Apabila data dan informasi juga dimiliki dan digunakan oleh otoritas yang berwenang untuk melakukan penanganan tindak pidana yang bersifat Transnational Organized Crimes (TOC) meliputi narkotika, psikotropika, dan obat terlarang, terorisme, dan/atau perdagangan manusia, otoritas yang berwenang dimaksud tetap dapat melaksanakan tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan terkait


Manajemen Data dan Informasi

Menteri menyelenggarakan Manajemen Data dan Informasi dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Kemudian, Menteri memberikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam rangka melaksanakan ketentuan tersebut. Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.

Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan Wajib Pajak sendiri. Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
Pengawasan Pasca Periode Pengampunan Pajak
(SE - 14/PJ/2018)

Sehubungan dengan telah berakhirnya program Pengampunan Pajak dan untuk memastikan kepatuhan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak, Direktorat Jenderal Pajak melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak. Pengawasan dilakukan atas Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak maupun yang mengikuti Pengampunan Pajak dengan menerbitkan Lembar Pengawasan. Pengawasan terhadap Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak dilakukan dengan dukungan data dan/atau Informasi internal maupun eksternal pada sistem informasi.Pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak dilakukan melalui:
1. Pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak; dan
2. Pengawasan secara umum.

Pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak dilakukan terhadap:
a. Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak atas ketidaksesuaian  data dan/atau informasi mengenai Harta berdasarkan data eksternal dan/atau  data internal yang disediakan oleh sistem informasi; dan
b. Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak atas:
o Pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak untuk masa/tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir; dan
o Ketidaksesuaian data dan/atau informasi mengenai Harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan selain ketidaksesuaian karena adanya perbedaan nilai, pelunasan uang tebusan dan Laporan Wajib Pajak.

Prioritas pengawasan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak dilakukan terlebih dahulu terhadap:
• Ketidaksesuaian data dan/atau informasi mengenai Harta, bagi Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak dan
• Pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak untuk masa/tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir, bagi Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak

Pengawasan secara umum dilakukan atas pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak selain yang telah dilakukan pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak, yaitu antara lain:
• Bagi Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak, dilakukan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan untuk masa/tahun pajak atas seluruh jenis pajak dengan memperhatikan daluwarsa penetapan
• Bagi Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak dilakukan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan atas seluruh jenis pajak untuk masa/tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir
   
Pengawasan dilakukan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pengawasan Wajib Pajak dalam bentuk permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, dan kunjungan (visit) kepada Wajib Pajak. Pengawasan terhadap Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak dilakukan dengan dukungan data dan/atau informasi internal maupun eksternal pada sistem informasi.
Ketentuan Pidana
(PMK 118/PMK.03/2016 Pasal 49)

Setiap orang yang melanggar ketentuan yaitu membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Penuntutan terhadap tindak pidana tersebut hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, penyidikan, atau dituntut baik secara perdata maupun pidana apabila dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ini.
Persyaratan Penyampaian Surat Pernyataan
(PMK No 118/PMK.03/2016 jo. PMK No. 141/PMK.03/2016 Pasal 13)

Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
b. membayar Uang Tebusan;
c. melunasi seluruh Tunggakan Pajak;

Tunggakan Pajak yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak merupakan Tunggakan Pajak berdasarkan Surat Tagihan Pajak, surat ketetapan pajak, surat keputusan, atau putusan, yang diterbitkan sebelum Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan.

Putusan tidak termasuk putusan yang diterbitkan oleh:
a. selain badan peradilan pajak; dan/atau
b. Mahkamah Agung atas putusan yang sebelumnya bukan merupakan putusan badan peradilan pajak.

Terhadap Tunggakan Pajak yang harus dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Tunggakan Pajak termasuk biaya penagihan pajak yang timbul sehubungan dengan adanya tindakan penagihan pajak kepada Wajib Pajak;
b. dalam hal Tunggakan Pajak telah dibayar sebagian sebelum tanggal 1 Juli 2016, penghitungan besarnya Tunggakan Pajak dihitung secara proporsional antara besarnya pokok pajak dengan sanksi administrasi berdasarkan data yang terdapat dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
c. dalam hal data yang terdapat dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak memuat secara rinci penghitungan besarnya sanksi administrasi, besarnya sanksi administrasi dihitung sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak atau surat ketetapan pajak.

Cara penghitungan besarnya Tunggakan Pajak yang dilakukan secara proporsional antara besarnya pokok pajak dengan sanksi administrasi adalah sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G Peraturan Menteri No. PMK No. 141/PMK.03/2016

d. melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
e. menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
f. mencabut permohonan dan/atau pengajuan:
  1. pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
  2. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak;
  3. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
  4. pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;
  5. keberatan;
  6. pembetulan atas Surat Tagihan Pajak, surat ketetapan pajak dan/atau surat keputusan;
  7. banding;
  8. gugatan; dan/atau
  9. peninjauan kembali.
dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan dan/atau pengajuan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.
Pengiriman Surat Keterangan
(PER - 20/PJ/2016 jo. SE - 50/PJ/2016)

Atas Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang telah diterbitkan, Tim Penelaah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Terdaftar mengirimkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak kepada:
a. Wajib Pajak; dan
b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Terdaftar.

Kemudian, atas Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang telah diterbitkan, dikirimkan kepada Wajib Pajak dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Terdaftar melalui:
a. pos tercatat; atau
b. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.

Apabila Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan di Tempat Tertentu, Tim Penelaah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Terdaftar mengirimkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang telah diterbitkan kepada Wajib Pajak.
Perlakukan Atas Kompensasi dan Pembetulan SPT
PMK No 118/PMK.03/2016 Pasal 35 jo. PMK 165/PMK.03/2017)

Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan tidak berhak:
a. mengompensasikan kerugian fiskal dalam SPT PPh untuk bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, ke bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak berikutnya. Dalam hal Wajib Pajak telah mengompensasikan kerugian fiskal pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir, atas SPT tersebut wajib dilakukan pembetulan;
b. mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak dalam SPT PPh dan/atau PPnBM untuk masa pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir, ke masa pajak berikutnya. Dalam hal Wajib Pajak telah mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak pada SPT untuk masa pajak setelah akhir Tahun Pajak Terakhir, atas SPT tersebut wajib dilakukan pembetulan;
c. mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam SPT PPh dan/atau PPnBM untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan
d. melakukan pembetulan SPT PPh dan/atau PPnBM untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku.

Dalam hal Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan menyampaikan pembetulan surat pemberitahuan untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku, pembetulan surat pemberitahuan tersebut dianggap tidak disampaikan.

Terhadap sanksi administrasi yang timbul akibat adanya pembetulan, Direktur Jenderal Pajak menghapuskan sanksi administrasi dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak.
Bentuk dan Instrumen Investasi
(PMK 141/PMK.08/2017 Pasal 7)

Dalam hal dana yang dialihkan secara bertahap ke dalam wilayah NKRI telah disetorkan seluruhnya oleh Wajib Pajak ke Rekening Khusus, Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai Gateway tempat Wajib Pajak mengalihkan dana harus menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak dimaksud yang menyatakan bahwa dana yang dialihkan tersebut telah disetorkan seluruhnya oleh Wajib Pajak ke Rekening Khusus. Dalam hal Wajib Pajak memindahkan investasi ke Gateway lain, Wajib Pajak menyampaikan surat pemberitahuan kepada Gateway tersebut.
Bank Persepsi Penerimaan Uang Tebusan
(KMK No 600/KMK.03/2016)

Daftar Bank Persepsi yang Bertindak Sebagai Penerima Uang Tebusan
dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak

1 Bangkok Bank 40 PT Bank Panin
2 Bank ANZ Indonesia 41 PT Bank Permata, Tbk
3 Bank Chinatrust (CTBC) 42 PT Bank Rabobank Internasional Indonesia
4 Bank Commonwealth 43 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
5 Bank DBS Indonesia 44 PT Bank Sinarmas
6 Bank Ganesha 45 PT Bank Sinhan Indonesia (d/h PT Bank Metro Express)
7 Bank ICBC Indonesia 46 PT Bank Syariah Mandiri
8 Bank J Trust Indonesia 47 PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk
9 Bank Maybank Indonesia 48 PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk
10 Bank Mestika Dharma 49 PT Bank UOB Indonesia
11 Bank Mizuho 50 PT BNI Syariah
12 Bank Muamalat 51 PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk
13 Bank Of America 52 Standard Chartered Bank
14 Bank of Tokyo 53 BPD Aceh
15 Bank QNB Kesawan 54 BPD Bali
16 Bank Resona Perdania 55 BPD Bengkulu
17 Bank Sumitomo 56 BPD Jabar Banten
18 Bank Woori Saudara 57 BPD Jambi
19 Citibank, N.A 58 BPD Jawa Tengah
20 Deutsche Bank, A.G 59 BPD Jawa Timur
21 Hongkong and Shanghai Bank Corp. 60 BPD Kalimantan Barat
22 JP Morgan Chase Bank 61 BPD Kalimantan Selatan
23 KEB Hana 62 BPD Kalimantan Tengah
24 MNC Bank Internasional 63 BPD Kalimantan Timur
25 PT Bank Artha Graha 64 BPD Lampung
26 PT Bank Bukopin, Tbk 65 BPD Maluku
27 PT Bank Bumi Arta 66 BPD Nusa Tenggara Barat
28 PT Bank Central Asia, Tbk 67 BPD Nusa Tenggara Timur
29 PT Bank CIMB Niaga, Tbk 68 BPD Papua
30 PT Bank Danamon 69 BPD Riau Kepri
31 PT Bank DKI 70 BPD Sulawesi Selatan dan Barat
32 PT Bank Ekonomi Raharja 71 BPD Sulawesi Tengah
33 PT Bank Jasa Jakarta 72 BPD Sulawesi Tenggara
34 PT Bank Maspion Indonesia 73 BPD Sulawesi Utara
35 PT Bank Mayapada 74 BPD Sumatera Barat
36 PT Bank Mega 75 BPD Sumatera Utara
37 PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk 76 BPD Sumsel Babel
38 PT Bank Nusantara Parahyangan, Tbk 77 BPD Yogyakarta
39 PT Bank OCBC NISP  
Penunjukan Gateway
(PMK 141/PMK.08/2017 Pasal 14)

Dalam rangka, Wajib Pajak harus menyampaikan surat kuasa/akta kuasa kepada Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway. Surat kuasa/akta kuasa paling kurang memuat persetujuan Wajib Pajak kepada Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway untuk:
a. melakukan penyelesaian transaksi investasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dari Rekening Khusus kepada pihak lain;
b. melakukan penyimpanan dokumen atau bukti investasi yang terkait dengan investasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak; dan
c. menerima dana hasil penjualan yang terkait dengan investasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak ke Rekening Khusus.

Wajib Pajak tidak dapat menarik atau mencabut surat kuasa/akta kuasa yang diberikan kepada Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway, kecuali jangka waktu investasi dalam rangka Pengampunan Pajak telah berakhir atau dana hasil divestasi, penjualan atau pengalihan kepemilikan dialihkan seluruhnya kepada Bank Persepsi lainnya yang ditunjuk sebagai gateway.

Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway tidak dapat dituntut oleh Wajib Pajak dan/atau pihak manapun, dalam hal terjadi perselisihan antara Wajib Pajak dengan pihak lain dalam rangka pelaksanaan investasi, kecuali terdapat penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway.
Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.08/2017 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penempatan pada Investasi di Pasar Keuangan dan di Luar Pasar Keuangan dalam Rangka Pengampunan Pajak.
Perlakuan Atas Harta Yang Belum Atau Kurang Diungkap Dalam Surat Pernyataan
(PMK No 165/PMK.03/2017 Pasal 43)

Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud. Termasuk dalam pengertian Harta yang belum atau kurang diungkapkan yaitu:
a. Harta yang tidak diungkapkan dalam Surat Pernyataan sampai dengan tanggal 31 Maret 2017;
b. penyesuaian nilai Harta.

Dalam hal terdapat tambahan penghasilan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan ketentuan sebagai berikut:
a. diterbitkan untuk masa pajak saat ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan;
b. surat ketetapan pajak kurang bayar mencantumkan jumlah Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;
c. Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dihitung menggunakan tarif sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan; dan
d. atas Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen).
Pembebasan Pengalihan Hak
(PMK No 127/PMK.010/2016 jo. 142/PMK.010/2016 Pasal 6)

Terhadap pengalihan hak atas Harta dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan sepanjang:
a. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak beserta perubahannya, untuk Harta berupa tanah dan/atau bangunan yang berada di Indonesia; dan
b. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak beserta perubahannya, untuk Harta berupa saham.

Dalam hal pengalihan hak atas Harta tidak memenuhi ketentuan di atas, maka atas pengalihan hak dimaksud dikenai pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan.
Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, Dan Penyidikan Pasca Diterbitkan Tanda Terima
(118/PMK.03/2016 Pasal 23)

Wajib Pajak yang telah menyampaikan Surat Pernyataan dan lampirannya diberi tanda terima sebagai bukti penerimaan Surat Pernyataan. Wajib Pajak yang telah memperoleh tanda terima tidak dilakukan:
  • pemeriksaan,
  • pemeriksaan bukti permulaan, dan/atau
  • penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,
untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir.

Wajib Pajak yang telah memperoleh tanda terima sedang dilakukan:
  • pemeriksaan,
  • pemeriksaan bukti permulaan, dan/atau
  • penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,
untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, terhadap pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dimaksud ditangguhkan sampai dengan diterbitkannya Surat Keterangan.
Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
Fasilitas Pengampunan Pajak
(PMK No 118/PMK.03/2016, Pasal 23 jo. PMK 165/PMK.03/2017)

Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa:
a. penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
b. penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
c. tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan
d. penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. Penghentian penyidikan sebagaimana tersebut dilakukan oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atas perintah kepala unit penyidikan.
Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
   
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor  PER-03/PJ/2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan dalam Rangka Pengampunan Pajak.
   
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 07/PJ/2018 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pengawasan Harta Tambahan dalam Rangka Pengampunan Pajak.
Penerimaan Surat Pernyataan
(PER - 13/PJ/2016 jo. PER - 14/PJ/2016 jo. SE - 26/PJ/2017 jo. SE - 45/PJ/2016 jo. S - 302/PJ/2016 jo. INS - 08/PJ/2016)

Penerimaan Surat Pernyataan Pada Minggu Terakhir Periode Pertama Penyampaian Surat Pernyataan (PER - 13/PJ/2016)

Sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2016 sampai dengan akhir periode pertama yaitu pada tanggal 30 September 2016, dalam hal Wajib Pajak:
a. dapat menyampaikan Surat Pernyataan beserta lampirannya dengan lengkap dan sesuai, Direktur Jenderal Pajak melaksanakan prosedur penerimaan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 tentang Dokumen dan Pedoman Teknis Pengisian Dokumen dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2016; atau
b. tidak dapat menyampaikan Surat Pernyataan beserta lampirannya dengan lengkap dan sesuai sebagaimana dimaksud pada huruf a, Surat Pernyataan tetap diterima dengan melaksanakan prosedur penerimaan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.

Prosedur penerimaan Surat Pernyataan di atas meliputi:
a. penelitian kelengkapan Surat Pernyataan; 
b. penerbitan tanda terima Surat Pernyataan;
c. penerbitan Surat Keterangan; dan
d. permintaan kelengkapan dokumen dan/atau penjelasan terhadap Surat Pernyataan.


Penerimaan Surat Pernyataan di Tempat Tertentu (SE - 26/PJ/2017)

Penerimaan dan tindak lanjut Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak di Tempat Tertentu dilaksanakan oleh: Tim Penerimaan dan Tindak Lanjut Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak di Tempat Tertentu, dan Tim Penerimaan dan Tindak Lanjut Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak di masing-masing Kantor Pelayanan Pajak, dan Tim Penerimaan dan Tindak Lanjut Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak di Kantor Wilayah DJP. Pembentukan tim ini ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak.


Penerimaan Surat Pernyataan di KP2KP (S - 302/PJ/2016)

Pelaksanaan penerimaan Surat Pernyataan di KP2KP mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Tim Penerimaan dan Tindak Lanjut Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak di KP2KP terdiri dari: Ketua Subtim Penerima dan Ketua Subtim Peneliti yang diketuai oleh Kepala KP2KP, Subtim Penerima, dan Subtim Peneliti;
b. Subtim Penerima bertugas memberikan informasi dan/atau penjelasan dan menerima berkas permohonan Pengampunan Pajak.
Lampiran Surat Pernyataan
(PMK No 118/PMK.03/2016 jo. PMK No. 141/PMK.03/2016 Pasal 13)

Surat Pernyataan yang disampaikan oleh Wajib Pajak harus dilampiri dengan:
a. bukti pembayaran Uang Tebusan berupa surat setoran pajak atau bukti penerimaan negara,
b. bukti pelunasan Tunggakan Pajak berupa surat setoran pajak atau bukti penerimaan negara dan/atau surat setoran bukan pajak beserta daftar rincian Tunggakan Pajak, bagi Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak,
c. daftar rincian Harta dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D Peraturan Menteri ini beserta informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan,
d. daftar rincian Utang dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D Peraturan Menteri ini serta dokumen pendukung,
e. bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan berupa:
  1. surat setoran pajak; atau
  2. bukti penerimaan negara,
bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dengan disertai informasi tertulis dari Direktur Jenderal Pajak melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan bukti permulaan atau kepala unit pelaksana penyidikan,
f. fotokopi SPT PPh Terakhir atau salinan berupa cetakan SPT PPh Terakhir yang disampaikan secara elektronik, bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, dan
g. surat pernyataan mencabut permohonan dan/atau pengajuan, dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016.
Pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
(118/PMK.03/2016 Pasal 28)

Dalam rangka Pengampunan Pajak, Direktur Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak secara jabatan membatalkan Surat Tagihan Pajak, surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, dan Surat Keputusan Keberatan.

Surat Tagihan Pajak, surat ketetapan pajak, dan surat keputusan yang dimaksud di atas, merupakan Surat Tagihan Pajak, surat ketetapan pajak, dan surat keputusan untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak dan Tahun Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang terbit setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan.

Pembatalan Surat Tagihan Pajak, surat ketetapan pajak, dan surat keputusan, dilakukan setelah Wajib Pajak memperoleh Surat Keterangan. Pembatalan Surat Tagihan Pajak, surat ketetapan pajak, dan surat keputusan, dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak, yang:
a. menerbitkan surat keputusan; atau
b. wilayah kerjanya meliputi Kantor Pelayanan Pajak yang menerbitkan Surat Tagihan Pajak, surat ketetapan pajak dan surat keputusan.
Kewajiban Gateway
(141/PMK.08/2017 Pasal 19)

Gateway mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. menyediakan Rekening Khusus dan/atau rekening yang khusus dibuat untuk keperluan investasi bagi Wajib Pajak yang menginvestasikan dana ke dalam wilayah NKRI dalam rangka Pengampunan Pajak;
b. memastikan dana yang dialihkan dari luar wilayah NKRI diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI;
c. memastikan penempatan dana oleh Wajib Pajak pada investasi;
d. melakukan pendebetan dana dari Rekening Khusus Wajib Pajak kepada pihak terkait untuk keperluan penempatan investasi;
e. melakukan penyimpanan dokumen dan/atau bukti investasi yang terkait dengan investasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dan/atau untuk mendukung monitoring oleh Gateway atas kesesuaian dengan ketentuan jangka waktu;
f. menerima dana hasil divestasi, penjualan, atau pengalihan investasi dan menyetorkannya ke Rekening Khusus atas nama Wajib Pajak;
g. memastikan investasi dan/atau aset yang mendasarinya (underlying asset) berupa:
1) instrumen investasi yang diterbitkan di wilayah NKRI; dan/atau
2) investasi dalam bentuk Efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah atau emiten Indonesia dalam valuta asing di pasar perdana internasional dan/atau yang diperdagangkan di pasar sekunder;
h. memastikan bahwa dana hasil penerbitan instrumen investasi digunakan di wilayah NKRI dalam hal Wajib Pajak melakukan investasi melalui pasar perdana;
i. menyusun dan menandatangani dokumen perjanjian investasi dengan Wajib Pajak meliputi:
1) Perjanjian Persyaratan Pembukaan Rekening untuk Bank;
2) Perjanjian pembukaan rekening untuk berinvestasi pada portofolio investasi melalui Kontrak Investasi Kolektif atau Kontrak Pengelolaan Dana, untuk Manajer Investasi;
3) Perjanjian Pembukaan Rekening Efek Nasabah untuk Perantara Pedagang Efek; dan/atau
4) perjanjian investasi lainnya dalam rangka investasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak,
j. menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak mengenai:
1) pembukaan Rekening Khusus untuk penerimaan dana dari luar wilayah NKRI ke dalam wilayah NKRI;
2) laporan transaksi/aktivitas Rekening Khusus, dan
3) laporan posisi Rekening Khusus dan investasi,
k. menghindari/tidak melakukan kegiatan yang menghambat pelaksanaan Pengampunan Pajak baik kegiatan yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri;
l. menyusun surat keterangan mengenai riwayat investasi dan menyampaikannya kepada Wajib Pajak, dalam hal Wajib Pajak melakukan pengalihan investasi antar Gateway;
m. mengalihkan dana dan/atau investasi Wajib Pajak ke rekening yang khusus dibuat untuk keperluan investasi pada Gateway lain sesuai pilihan Wajib Pajak, dalam hal Gateway dicabut penunjukannya oleh Menteri; dan
n. menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak, dalam hal dana yang dialihkan secara bertahap ke dalam wilayah NKRI telah disetorkan seluruhnya oleh Wajib Pajak ke Rekening Khusus,

Guna mendukung kelancaran pelaksanaan program Pengampunan Pajak, Gateway melakukan sosialisasi mengenai instrumen investasi dalam rangka Pengampunan Pajak.
Perjanjian investasi antara Gateway dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, paling kurang memuat ketentuan mengenai:
a. Investasi di pasar keuangan memuat pernyataan mengenai persetujuan Wajib Pajak mengenai:
  1. investasi hanya dapat dilakukan pada instrumen investasi yang diterbitkan di wilayah NKRI dan/atau investasi dalam bentuk Efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah atau emiten Indonesia dalam valuta asing di pasar perdana internasional dan/atau yang diperdagangkan di pasar sekunder,
  2. pernyataan mengenai persetujuan Wajib Pajak mengenai keterbukaan data dan informasi kepada otoritas terkait, termasuk pertukaran data antar otoritas terkait dalam hal diperlukan; dan
  3. pernyataan mengenai persetujuan Wajib Pajak mengenai keterbukaan data dan informasi kepada Gateway tempat Wajib Pajak melakukan investasi atau pihak terkait dalam rangka investasi Wajib Pajak; atau
b. Investasi di luar pasar keuangan memuat pernyataan mengenai persetujuan Wajib Pajak mengenai:
  1. keterbukaan data dan informasi kepada otoritas terkait, termasuk pertukaran data antar otoritas terkait dalam hal diperlukan; dan
  2. keterbukaan data dan informasi kepada Gateway tempat Wajib Pajak melakukan investasi atau pihak terkait dalam rangka investasi Wajib Pajak.

Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan program Pengampunan Pajak, Gateway melakukan sosialisasi mengenai instrumen investasi dalam rangka Pengampunan Pajak.
Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
Kriteria Gateway
(PMK 141/PMK.08/2017 Pasal 18)

Penunjukan Bank, Manajer Investasi, dan Perantara Pedagang Efek sebagai Gateway dilakukan oleh Menteri dengan mempertimbangkan:
a. pemenuhan kriteria;
b. jumlah Gateway yang dibutuhkan oleh Pemerintah;dan/atau
c. efektivitas pelaksanaan investasi dana yang dialihkan dari luar wilayah NKRI ke dalam wilayah NKRI.

Kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Bank Manajer Investasi Perantara Pedagang Efek
1) harus merupakan Bank Persepsi yang ditetapkan oleh Menteri dan termasuk dalam kategori Bank Umum Kelompok Usaha 4 atau Bank Umum Kelompok Usaha 3;
2) selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1) Bank Persepsi harus:
a) mendapat persetujuan untuk melakukan kegiatan penitipan dengan pengelolaan (trust);
b) memiliki surat persetujuan Bank sebagai kustodian dari Otoritas Jasa Keuangan; dan/atau
c) menjadi administrator Rekening Dana Nasabah; dan
3) selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2); khusus bank yang tidak berbadan hukum Indonesia harus menyampaikan surat pernyataan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari kantor pusat atau kantor cabang di Indonesia yang memuat:ang di Indonesia yang memuat:
a) persetujuan dari kantor pusat untuk bertindak sebagai Gateway;
b) komitmen kantor pusat untuk tidak melakukan kegiatan yang menghambat pelaksanaan Pengampunan Pajak baik yang dilakukan di dalam negeri maupun luar negeri; dan
c) kesediaan kantor pusat untuk menanggung segala konsekuensi yang timbul apabila terbukti melakukan kegiatan yang menghambat pelaksanaan Pengampunan Pajak baik yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri.
1) Manajer Investasi harus:
a) dimiliki oleh perusahaan BUMN atau anak perusahaan BUMN;
b) mengelola dana kelolaan sampai dengan peringkat sepuluh besar untuk periode pelaporan yang terakhir; selain Manajer Investasi yang dimiliki perusahaan BUMN atau anak perusahaan BUMN;
c) mengelola reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif penyertaan terbatas dengan underlying proyek sektor riil dengan dana kelolaan paling kurang Rp200.000.000.000;00 (dua ratus miliar rupiah); atau
d) mengelola dana investasi real estat berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.
2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1); Manajer Investasi harus tidak pernah dikenakan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir sebelum Peraturan Menteri ini berlaku.
1) harus terdaftar sebagai anggota Bursa Efek Indonesia;
2) harus tidak pernah mendapatkan sanksi administratif berupa pembekuan kegiatan usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan dan/atau suspensi oleh Bursa Efek Indonesia dalam 1 (satu) tahun terakhir sejak pengajuan permohonan sebagai Gateway;
3) telah melayani nasabah ritel yang memiliki Rekening Dana Nasabah sebelum Peraturan Menteri ini berlaku;
4) telah memperoleh laba usaha berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan 2015 entitas induk saja;
5) memiliki rata-rata nilai Modal Kerja Bersih Disesuaikan Tahun 2015 minimal Rp75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar rupiah); dan
6) memiliki ekuitas positif selama 3 (tiga) tahun terakhir sebelum Peraturan Menteri ini berlaku.
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
(165/PMK.03/2017 Pasal 24)

Wajib Pajak yang telah memperoleh Surat Keterangan dan membayar Uang Tebusan atas Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan yang belum dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak, harus melakukan pengalihan hak menjadi atas nama Wajib Pajak. Atas pengalihan hak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan, dalam hal:
a. permohonan pengalihan hak; atau
b. penandatanganan surat pernyataan oleh kedua belah pihak di hadapan notaris yang menyatakan bahwa Harta adalah benar milik Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, dalam hal Harta tersebut belum dapat diajukan permohonan pengalihan hak,
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017.

Pembebasan dari pengenaan Pajak Penghasilan hanya berlaku dalam hal dokumen kepemilikan atas tanah dan/atau bangunan yang akan dilakukan pengalihan hak masih atas nama:
a. pihak perantara (nominee) yang namanya digunakan oleh Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan selaku pemilik sebenarnya untuk memperoleh tanah dan/atau bangunan;
b. pemberi hibah;
c. pewaris; atau
d. salah satu ahli waris, dalam hal tanah dan/atau bangunan tersebut telah terbagi.

Pembebasan dari pengenaan Pajak Penghasilan tidak diberikan dalam hal:
a. telah terjadi pembelian tanah dan/atau bangunan oleh Wajib Pajak dari pengembang (developer); dan
b. terhadap hak atas tanah dan/atau bangunan belum dilakukan balik nama dari pengembang (developer) kepada Wajib Pajak.

Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan yang dapat dibaliknamakan dan dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan adalah Harta tambahan yang telah diperoleh dan/atau dimiliki Wajib Pajak sebelum Akhir Tahun Pajak Terakhir.

Permohonan Surat Keterangan Bebas

Untuk keperluan balik nama atas Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak menyampaikan bukti pembebasan Pajak Penghasilan kepada Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah berupa surat keterangan bebas atau fotokopi Surat Keterangan. Permohonan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan diajukan oleh Wajib Pajak yang memperoleh Surat Keterangan ke KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar sebelum dilakukan pengalihan hak dengan melampirkan:
a. fotokopi Surat Keterangan;
b. fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir atas Harta yang dibaliknamakan;
c. fotokopi dokumen kepemilikan atas Harta yang masih atas nama pihak-pihak (pihak perantara (nominee) yang namanya digunakan oleh Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan selaku pemilik sebenarnya untuk memperoleh tanah dan/atau bangunan, pemberi hibah, pewaris, atau salah satu ahli waris, dalam hal tanah dan/atau bangunan tersebut telah terbagi), dan akan dibaliknamakan menjadi atas nama Wajib Pajak; dan
d. surat pernyataan kepemilikan Harta yang dibaliknamakan yang telah dilegalisasi oleh notaris.

Surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atau fotocopy Surat Keterangan berlaku sepanjang digunakan dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017.
Pengalihan Hak Atas Harta Yang Diungkap
(UU No 11 Tahun 2016 Pasal 15)

Wajib Pajak yang telah memperoleh Surat Keterangan dan membayar Uang Tebusan atas:
a. Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan; dan/atau
b. Harta berupa saham,

yang belum dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak, harus melakukan pengalihan hak menjadi atas nama Wajib Pajak. Apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2017, Wajib Pajak tidak mengalihkan hak, atas pengalihan hak yang dilakukan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan.
Harta dan Utang Terkait Special Purpose Vehicle
(PMK 127/PMK.010/2016 Pasal 3)

Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan yang berisi pengungkapan Harta harus mengungkapkan kepemilikan Harta tersebut beserta Utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan Harta, yang diungkapkan dalam lampiran Surat Pernyataan yang disampaikan.

Dalam rangka pengungkapan kepemilikan harta:
a.   Wajib Pajak yang belum melaporkan Harta berupa kepemilikan saham pada special purpose vehicle yang didirikannya pada SPT PPh Terakhir, nilai Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle adalah sebesar nilai Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle tersebut;
b.   dalam hal Wajib Pajak telah melaporkan Harta berupa kepemilikan saham pada special purpose vehicle yang didirikannya pada SPT PPh Terakhir, nilai Harta tambahan yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle adalah sebesar nilai Harta tidak langsung melalui special purpose vehicle dikurangi nilai kepemilikan saham pada special purpose vehicle yang telah dilaporkan pada SPT PPh Terakhir dikalikan dengan proporsi nilai masing-masing Harta tidak langsung melalui SPV.

Dalam hal Harta tidak langsung melalui special purpose vehicle dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) Wajib Pajak, besarnya nilai Harta untuk masing-masing Wajib Pajak beserta Utang yang terkaitan langsung dengan Harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak dimaksud dihitung secara proporsional sesuai porsi kepemilikan pada special purpose vehicle dari masing-masing Wajib Pajak.

Dalam hal Wajib Pajak memberikan pinjaman kepada special purpose vehicle yang didirikannya, Harta yang dicatat Wajib Pajak dan kewajiban yang dicatat special purpose vehicle ditiadakan.

Dalam hal:
a. Wajib Pajak secara langsung atau tidak langsung melalui special purpose vehicle memiliki Harta berupa dana yang ditempatkan pada pihak ketiga; dan
b. pihak ketiga dimaksud memberikan Utang secara langsung atau tidak langsung kepada Wajib Pajak melalui special purpose vehicle,

nilai Utang sebagaimana dimaksud pada huruf b dapat dikurangkan dari nilai Harta sebagaimana dimaksud pada huruf a, untuk menentukan nilai Harta bersih sebagai dasar penghitungan Uang Tebusan.
Pengalihan Hak atas Saham
(118/PMK.03/2016 Pasal 25)

Wajib Pajak yang telah memperoleh Surat Keterangan dan membayar Uang Tebusan atas Harta berupa saham yang belum dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak, harus melakukan pengalihan hak menjadi atas nama Wajib Pajak. Pengalihan hak tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan dalam hal terdapat perjanjian pengalihan hak dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017. Harta berupa saham yang dapat dibaliknamakan dan dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan adalah Harta tambahan yang telah diperoleh dan/atau dimiliki Wajib Pajak sebelum akhir Akhir Tahun Pajak Terakhir dan belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan sampai dengan SPT PPh Terakhir.

Permohonan Surat Keterangan Bebas

Untuk dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan yang terutang atas pengalihan hak, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan saham yang diberikan fasilitas Pengampunan Pajak. Permohonan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan tersebut diajukan oleh Wajib Pajak yang memperoleh Surat Keterangan ke Kantor Pelayanan Pajak dengan melampirkan:
a. fotokopi Surat Keterangan;
b. fotokopi akta pendirian dan akta perubahan dari perusahaan yang dialihkan sahamnya; dan
c. surat pernyataan kepemilikan harta yang telah dilegalisasi oleh notaris.

Surat keterangan bebas berisi pembebasan Pajak Penghasilan yang terutang bagi pihak yang mengalihkan Harta berupa saham dan berlaku sepanjang digunakan dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017.
Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.010/2016 tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle.
   
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.010/2016 tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle.
   
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Ketentuan Umum
(PMK 127/PMK.010/2016 Pasal 2)

Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak. Pengampunan Pajak diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan, meliputi:
a. Harta yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle;
b. Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle;

Special purpose vehicle merupakan perusahaan antara yang:
a. didirikan semata-mata untuk menjalankan fungsi khusus tertentu untuk kepentingan pendirinya, seperti pembelian dan/atau pembiayaan investasi; dan
b. tidak melakukan kegiatan usaha aktif.

Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Harta tidak langsung melalui special purpose vehicle yang tidak memenuhi ketentuan di atas, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak beserta perubahannya.
Dasar Hukum

1. Undang-Undang Republik Indonesia  Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak.
   
2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia  Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
   
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia  Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
   
4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia  Nomor 165/PMK.03/2017 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak
   
5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia  Nomor 141/PMK.08/2017 Tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Investasi Di Pasar Keuangan Dan Di Luar Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak
   
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2016 tentang Tata Cara Pengadministrasian Laporan Gateway Dalam Rangka Pengampunan Pajak
   
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 28/PJ/2016 Tentang Ketentuan Pengalihan Harta Berupa Dana ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dalam Rangka Pengampunan Pajak
   
8. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 44/PJ/2016 tentang Tata Cara Penerimaan Dan Pengawasan Laporan Gateway Di Direktorat Jenderal
Ketentuan Pelaporan
(PMK 118/PMK.03/2016 jo. PMK 141/PMK.03/2016 jo. PER-07/PJ/2018 Pasal 4)

Penyampaian laporan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. ditandatangani oleh:
  1. Wajib Pajak orang pribadi dan tidak dapat dikuasakan;
  2. pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan;
  3. penerima kuasa, dalam hal pemimpin tertinggi sebagaimana dimaksud pada angka 2 berhalangan.
   
b. mencantumkan informasi Harta tambahan.
Informasi Harta tambahan yang dicantumkan dalam laporan adalah informasi per akhir tahun buku sebelum tahun laporan disampaikan. Informasi Harta tambahan yang dicantumkan dalam laporan untuk periode terakhir adalah informasi pada:
  1. tanggal berakhirnya batas waktu 3 (tiga) tahun sejak Harta tambahan yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia telah seluruhnya disetorkan atau dialihkan ke dalam Rekening Khusus; dan/atau
  2. tanggal berakhirnya batas waktu 3 (tiga) tahun sejak Surat Keterangan diterbitkan untuk Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
   
c. disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk dengan melampirkan surat kuasa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pengampunan Pajak,
   
d. selain disampaikan secara langsung, penyampaian laporan oleh Wajib Pajak dapat dilakukan dengan cara:
  1. melalui pos dengan amplop tertutup dengan bukti pengiriman surat, yang ditujukan ke Kantor Pelayanan Pajak Tempat Wajib Pajak Terdaftar;
  2. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan amplop tertutup dengan bukti pengiriman surat, yang ditujukan ke Kantor Pelayanan Pajak Tempat Wajib Pajak Terdaftar; atau
  3. saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi,
   
e. disampaikan dalam bentuk:
  1. formulir kertas (hardcopy) dan salinan digital (softcopy), dalam hal disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar secara langsung; atau
  2. dokumen elektronik, dalam hal disampaikan melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.

Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan tanda terima untuk setiap laporan yang disampaikan.
Definisi
(PMK 141/PMK.08/2017 Pasal 1)

  1. Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak
  2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
  3. Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
  4. Utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta
  5. Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Pernyataan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan Harta, utang, nilai harta bersih, penghitungan dan pembayaran uang tebusan
  6. Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah surat yang diterbitkan oleh Menteri sebagai bukti pemberian Pengampunan Pajak
  7. Rekening Khusus adalah rekening Wajib Pajak yang khusus dibuka pada Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway oleh Menteri untuk menampung pengalihan dana Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak
  8. Rekening Investasi adalah rekening dana, rekening Efek, dan/atau Rekening Dana Nasabah yang khusus dibuat oleh Wajib Pajak pada gateway untuk keperluan investasi dalam rangka Pengampunan Pajak; dan/atau Rekening Khusus, dalam hal Wajib Pajak tidak mengalihkan seluruh dana ke Rekening Investasi atau bentuk investasi lainnya
  9.  Efek adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek
  10. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan
  11. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri untuk menerima setoran penerimaan negara dan berdasarkan Undang-Undang Pengampunan Pajak ditunjuk untuk menerima setoran Uang Tebusan dan/atau dana yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak
  12. Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan
  13. Perantara Pedagang Efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain
  14. Pengelola Harta Wajib Pajak yang berperan sebagai pintu masuk pengalihan dan/atau pengelolaan dana Wajib Pajak yang selanjutnya disebut gateway adalah Bank, Manajer Investasi, atau Perantara Pedagang Efek yang ditunjuk oleh Menteri untuk menerima pengalihan Harta Wajib Pajak dan/atau melakukan pengelolaan dan penempatan dana Wajib Pajak pada instrumen investasi dalam rangka Pengampunan Pajak
  15. Perjanjian Persyaratan Pembukaan Rekening adalah kontrak antara Wajib Pajak dan Bank yang ditunjuk Menteri sebagai Gateway untuk penempatan dana dalam rangka Pengampunan Pajak
  16. Perjanjian Pengelolaan Portofolio Efek untuk kepentingan nasabah secara individual, yang selanjutnya disebut Kontrak Pengelolaan Dana adalah kontrak jasa pengelolaan dana yang dilakukan Manajer Investasi yang ditunjuk oleh Menteri sebagai gateway kepada satu nasabah tertentu dimana berdasarkan perjanjian tentang pengelolaan portofolio Efek, Manajer Investasi diberi wewenang penuh oleh nasabah untuk melakukan pengelolaan portofolio Efek berdasarkan perjanjian dimaksud
  17. Kontrak Investasi Kolektif adalah kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Unit Penyertaan, dimana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif
  18. Perjanjian Pembukaan Rekening Efek Nasabah adalah kontrak antara Wajib Pajak dan Perantara Pedagang Efek yang ditunjuk oleh Menteri sebagai gateway untuk penempatan dana dalam rangka Pengampunan Pajak
  19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara
  20. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat NKRI adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Ketentuan Umum Investasi
(PMK 141/PMK.08/2017 Pasal 3 dan Pasal 9)

Dalam hal Harta yang diungkapkan berada di luar wilayah NKRI, Wajib Pajak dapat mengalihkan Harta dimaksud ke dalam wilayah NKRI, meliputi namun tidak terbatas pada:
a. dana; dan/atau
b. investasi dalam bentuk Efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah atau emiten Indonesia dalam valuta asing di pasar perdana internasional dan/atau yang diperdagangkan di pasar sekunder.

Pengalihan Harta berupa dana

Pengalihan Harta berupa dana harus dialihkan ke dalam Rekening Khusus pada Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai Gateway yang sama, dan dapat dilakukan secara bertahap oleh Wajib Pajak sesuai dengan batas waktu pengalihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Pengalihan Harta tersebut dilakukan dengan mengalihkan penatausahaannya dari kustodian di luar wilayah NKRI ke kustodian Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai Gateway.

Dalam hal Harta berupa dana dialihkan ke dalam wilayah NKRI, Harta tersebut harus diinvestasikan oleh Wajib Pajak di wilayah NKRI. Namun bila telah ditempatkan oleh Wajib Pajak di dalam wilayah NKRI:
a. setelah tanggal 31 Desember 2015 sampai dengan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, terhadap Harta dimaksud dapat diperlakukan sebagai Harta yang berada di dalam wilayah NKRI;
b. sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sampai dengan sebelum Surat Keterangan diterbitkan, terhadap Harta dimaksud diperlakukan sebagai Harta yang berada di luar wilayah NKRI yang dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan wajib diinvestasikan dalam rangka Pengampunan Pajak.

Pengalihan Harta sebagaimana dimaksud di atas dibuktikan oleh:
a. bank yang menerima pengalihan dana Wajib Pajak dari luar wilayah NKRI; dan
b. otoritas yang berwenang dalam hal diperlukan.

Jangka waktu investasi di wilayah NKRI untuk:
a. dana yang dialihkan ke dalam wilayah NKRI; dan
b. dana setelah tanggal 31 Desember 2015, dalam hal dana dimaksud diperlakukan sebagai Harta yang dialihkan ke dalam wilayah NKRI,

dilakukan paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dana dialihkan oleh Wajib Pajak ke Rekening Khusus melalui Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai Gateway dalam rangka Pengampunan Pajak.
Bentuk Investasi
(PMK 141/PMK.08/2017 Pasal 6, 8, dan 11)

Dalam hal dana yang dialihkan secara bertahap ke dalam wilayah NKRI telah disetorkan seluruhnya oleh Wajib Pajak ke Rekening Khusus, Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai Gateway tempat Wajib Pajak mengalihkan dana harus menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak dimaksud yang menyatakan bahwa dana yang dialihkan tersebut telah disetorkan seluruhnya oleh Wajib Pajak ke Rekening Khusus. Dalam hal Wajib Pajak memindahkan investasi ke Gateway lain, Wajib Pajak menyampaikan surat pemberitahuan kepada Gateway tersebut.

Dana yang telah dialihkan dan ditempatkan pada Rekening Khusus dapat diinvestasikan pada instrumen investasi.

Investasi ditempatkan pada instrumen investasi di pasar keuangan sebagai berikut:
a. efek bersifat utang, termasuk Medium Term Notes;
b. sukuk;
c. saham;
d. unit penyertaan reksa dana;
e. efek beragun aset;
f. unit penyertaan dana investasi real estat;
g. deposito;
h. tabungan;
i. giro;
j. kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa berjangka di Indonesia; dan/atau
k. instrumen investasi pasar keuangan lainnya termasuk produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, atau modal ventura, yang mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.

Investasi oleh Wajib Pajak pada instrumen investasi harus ditempatkan di Rekening Investasi dan/atau ditatausahakan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia.

Tata cara berinvestasi pada instrumen investasi mengikuti ketentuan dan peraturan yang berlaku mengenai perdagangan kontrak berjangka pada bursa berjangka di Indonesia.

Tata cara penyelesaian transaksi dan monitoring atas investasi Wajib Pajak mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku di masing-masing Gateway.
Penerbitan Surat Keterangan Bebas
(118/PMK.03/2016 Pasal 26)

Atas permohonan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan Saham dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan diterima lengkap, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau pengalihan saham yang diberikan fasilitas Pengampunan Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut, Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan, permohonan dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan diterima lengkap.

Apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2017, Wajib Pajak tidak mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan dan saham, atas pengalihan hak tersebut yang dilakukan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan.
Definisi
(141/PMK.08/2017)

1. Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak.
   
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
   
3. Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
   
4. Utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta.
   
5. Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Pernyataan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan Harta, utang, nilai harta bersih, penghitungan dan pembayaran uang tebusan.
   
6. Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah surat yang diterbitkan oleh Menteri sebagai bukti pemberian Pengampunan Pajak.
   
7. Rekening Khusus adalah rekening Wajib Pajak yang khusus dibuka pada Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai Gateway untuk menampung pengalihan dana Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak.
   
8. Rekening Investasi adalah:
  1. rekening dana, rekening Efek, dan/atau Rekening Dana Nasabah yang khusus dibuat oleh Wajib Pajak pada Gateway untuk keperluan investasi dalam rangka Pengampunan Pajak; dan/atau
  2. Rekening Khusus, dalam hal Wajib Pajak tidak mengalihkan seluruh dana ke Rekening  Investasi atau bentuk investasi lainnya.
   
9. Efek adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek
   
10. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan
   
11. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri untuk menerima setoran penerimaan negara dan berdasarkan Undang-Undang Pengampunan Pajak ditunjuk untuk menerima setoran uang tebusan dan/atau dana yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak
   
12. Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio Efek untuk para nasabah     atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi,    dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan
   
13. Perantara Pedagang Efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain
   
14. Pengelola Harta Wajib Pajak yang berperan sebagai pintu masuk pengalihan dan/atau pengelolaan dana Wajib Pajak yang selanjutnya disebut Gateway adalah:
  1. Bank Persepsi, Manajer Investasi, atau Perantara Pedagang Efek, untuk investasi di pasar  keuangan; atau
  2. Bank Persepsi, untuk investasi di luar pasar keuangan,
yang ditunjuk oleh Menteri untuk menerima pengalihan Harta Wajib Pajak dan/atau melakukan pengelolaan dan penempatan dana Wajib Pajak pada instrumen investasi dalam rangka Pengampunan Pajak
   
15. Perjanjian Persyaratan Pembukaan Rekening adalah kontrak antara Wajib Pajak dan Bank yang ditunjuk Menteri sebagai Gateway untuk penempatan dana dalam rangka Pengampunan Pajak
   
16. Perjanjian Pengelolaan Portofolio Efek untuk Kepentingan Nasabah secara Individual, yang selanjutnya disebut Kontrak Pengelolaan Dana adalah kontrak Jasa pengelolaan dana yang dilakukan Manajer Investasi yang ditunjuk oleh Menteri sebagai Gateway kepada satu nasabah tertentu dimana berdasarkan perjanjian tentang pengelolaan portofolio Efek, Manajer Investasi diberi wewenang penuh oleh nasabah untuk melakukan pengelolaan portofolio Efek berdasarkan perjanjian dimaksud
   
17. Kontrak Investasi Kolektif adalah kontrak antara Manajer Investasi yang ditunjuk oleh Menteri sebagai Gateway dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Unit Penyertaan, dimana Manajer Investasi  diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang  untuk melaksanakan Penitipan Kolektif
   
18. Perjanjian Pembukaan Rekening Efek Nasabah adalah kontrak antara Wajib Pajak dan Perantara Pedagang Efek yang ditunjuk oleh Menteri sebagai Gateway untuk penempatan dana dalam rangka Pengampunan Pajak
   
19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara
   
20. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat NKRI adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25A Undang-Undang Dasar 1945
Kewajiban Gateway
(PMK 141/PMK.08/2017 Pasal 19)

Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. menyediakan Rekening Khusus dan/atau Rekening Investasi bagi Wajib Pajak yang menginvestasikan dana ke dalam wilayah NKRI dalam rangka Pengampunan Pajak;
   
b. memastikan dana yang dialihkan dari luar wilayah NKRI diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI;
   
c. memastikan penempatan dana oleh Wajib Pajak pada investasi;
   
d. melakukan pendebetan dana dari Rekening Khusus Wajib Pajak kepada pihak terkait untuk keperluan penempatan investasi;
   
e. melakukan penyimpanan dokumen dan/atau bukti investasi yang terkait dengan investasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dan/atau dalam rangka mendukung monitoring oleh Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway atas kesesuaian dengan ketentuan;
   
f. menerima dana hasil divestasi, penjualan, atau pengalihan investasi dan menyetorkannya ke Rekening Khusus atas nama Wajib Pajak;
   
g. memastikan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan/atau aset yang mendasarinya (underlying asset) berupa:
  1. instrumen investasi yang diterbitkan di wilayah NKRI; dan/atau
  2. investasi dalam bentuk efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah atau emiten Indonesia dalam valuta asing di pasar perdana internasional dan/atau yang diperdagangkan di pasar sekunder,
   
h. memastikan bahwa dana hasil penerbitan instrumen investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f, huruf j, dan/atau huruf k, digunakan di wilayah NKRI dalam hal Wajib Pajak melakukan investasi melalui pasar perdana;
   
i. menyusun dan menandatangani dokumen perjanjian investasi dengan Wajib Pajak meliputi:
  1. Perjanjian Persyaratan Pembukaan Rekening, untuk Bank;
  2. perjanjian pembukaan rekening untuk berinvestasi pada portofolio investasi melalui
  3. Kontrak Investasi Kolektif atau Kontrak Pengelolaan Dana, untuk Manajer Investasi;
  4. Perjanjian Pembukaan Rekening Efek Nasabah untuk Perantara Pedagang Efek; dan/atau
  5. perjanjian investasi lainnya dalam rangka investasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak,
   
j. menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak mengenai:
1) pembukaan Rekening Khusus untuk penerimaan dana dari luar wilayah NKRI ke dalam wilayah NKRI;
2) laporan transaksi/aktivitas Rekening Khusus; dan
3) laporan posisi Rekening Khusus dan investasi,
   
k. menghindari/tidak melakukan kegiatan yang menghambat pelaksanaan Pengampunan Pajak baik kegiatan yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri;
   
l. menyusun surat keterangan mengenai riwayat investasi dan menyampaikannya kepada Wajib Pajak, dalam hal Wajib Pajak melakukan pengalihan dana dan/atau investasi antar Gateway;
   
m. mengalihkan dana, dokumen, bukti investasi, dan/atau investasi Wajib Pajak ke Gateway lain sesuai pilihan Wajib Pajak, dalam hal Gateway dicabut penunjukannya oleh Menteri; dan
   
n. menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak, dalam hal dana yang dialihkan secara bertahap ke dalam wilayah NKRI telah disetorkan seluruhnya oleh Wajib Pajak ke Rekening Khusus.

Perjanjian investasi antara Gateway dengan Wajib Pajak paling kurang memuat ketentuan mengenai:

a. Investasi di pasar keuangan memuat pernyataan mengenai persetujuan Wajib Pajak mengenai:
  1. investasi hanya dapat dilakukan pada instrumen investasi yang diterbitkan di wilayahNKRI dan/atau investasi dalam bentuk Efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah atau emiten Indonesia dalam valuta asing di pasar perdana internasional dan/atau yang diperdagangkan di pasar sekunder;
  2. pernyataan mengenai persetujuan Wajib Pajak mengenai keterbukaan data dan informasi kepada otoritas terkait, termasuk pertukaran data antar otoritas terkait dalam hal diperlukan; dan
  3. pernyataan mengenai persetujuan Wajib Pajak mengenai keterbukaan data dan informasi kepada Gateway tempat Wajib Pajak melakukan investasi atau pihak terkait dalam rangka investasi Wajib Pajak; atau
   
b. Investasi di luar pasar keuangan memuat pernyataan mengenai persetujuan Wajib Pajak mengenai:
  1. keterbukaan data dan informasi kepada otoritas terkait, termasuk pertukaran data         antar otoritas terkait dalam hal diperlukan; dan
  2. keterbukaan data dan informasi kepada Gateway tempat Wajib Pajak melakukan,investasi atau pihak terkait dalam rangka investasi Wajib Pajak.

Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan program Pengampunan Pajak, Gateway melakukan sosialisasi mengenai instrumen investasi dalam rangka Pengampunan Pajak.

Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan program Pengampunan Pajak, Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway melakukan sosialisasi mengenai bentuk investasi di luar pasar keuangan dalam rangka Pengampunan Pajak.
Pembubaran atau Pelepasan Kepemilikan Special Purpose Vehicle
(PMK No 127/PMK.010/2016; 142/PMK.010/2016 Pasal 5)

Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dengan mengungkapkan seluruh Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle, dapat membubarkan atau melepaskan seluruh hak kepemilikan atas special purpose vehicle dengan melakukan pengalihan hak atas Harta tersebut dari semula atas nama:
a. special purpose vehicle menjadi atas nama Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan; atau
b. special purpose vehicle menjadi atas nama badan hukum di Indonesia melalui proses pengalihan Harta menggunakan nilai buku.

  Badan hukum di Indonesia adalah badan hukum berbentuk perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki oleh Wajib Pajak yang sama dengan Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dengan mengungkapkan seluruh Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui special purpose vehicle.

Dalam hal Wajib Pajak membubarkan atau melepaskan seluruh hak kepemilikan atas special purpose vehicle, berlaku ketentuan penerapan tarif Uang Tebusan sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pengampunan Pajak, untuk:
  1. Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a; dan/atau
  2. Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan;
b. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pengampunan Pajak, untuk Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b yang tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam hal Wajib Pajak tidak membubarkan atau tidak melepaskan seluruh hak kepemilikan atas special purpose vehicle, berlaku ketentuan penerapan tarif Uang Tebusan. Keterangan atau penjelasan terkait proses pengalihan hak atas Harta harus diungkapkan dalam lampiran Surat Pernyataan.
Keuntungan dan Perpindahan Investasi
(141/PMK.08/2017 Pasal 15 dan 16)

Dalam hal Wajib Pajak melakukan divestasi, penjualan, atau pengalihan kepemilikan investasi, terhadap nilai pokok investasi maupun keuntungan dari hasil investasi tersebut disetorkan ke Rekening Khusus pada Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway tempat Wajib Pajak melakukan investasi. Keuntungan dari hasil investasi atas penempatan pada instrumen investasi dapat ditarik sewaktu-waktu oleh Wajib Pajak dari Rekening Khusus. Keuntungan yang dapat ditarik merupakan selisih lebih atas nilai investasi awal untuk setiap jenis investasi pada gateway, setelah memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam investasi.

Perpindahan dana antar Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway dapat dilakukan oleh Wajib Pajak sebelum berakhirnya jangka waktu investasi selama 3 (tiga) tahun. Dalam hal Wajib Pajak melakukan perpindahan dana antar Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway, penempatan dana tetap dilakukan melalui Rekening Khusus pada Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway.

Dalam hal Wajib Pajak melakukan perpindahan dana antar Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway, Wajib Pajak harus menyampaikan informasi kepada Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway yang baru dengan menyertakan surat keterangan mengenai riwayat investasi yang diterbitkan oleh Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai gateway yang sebelumnya. Surat keterangan mengenai riwayat investasi paling kurang memuat:
a. nama Wajib Pajak;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. nomor Rekening Khusus Wajib Pajak pada Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai Gateway pada saat dilakukan pengalihan dana ke dalam wilayah NKRI;
d. tanggal pengalihan dana ke Rekening Khusus pada Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai Gateway;
e. rekapitulasi tanggal perpindahan dan jenis investasi yang dipindahkan dari Gateway sebelumnya,
f. Gateway tujuan; dan
g. nilai investasi atau nominal dana yang dipindahkan dari Gateway sebelumnya.

Format surat keterangan mengenai riwayat investasi adalah sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri No 141/PMK.08/2017.